Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Diary Seorang Istri Season 2

Bimabet
Diary Seorang Istri Season 2
Part 10

by pujangga2000 (waone53)


Sinar Mentari pagi menyeruak masuk di sela-sela gordyn kamar, sesosok tubuh sintal menggeliat diatas ranjang mencoba merenggangkan otot tubuhnya, Maya menjangkau jam kecil yang ada diatas meja sebelah ranjangnya, matanya yang indah terbelalak melihat jarum jam yang menunjuk pada suatu angka, “duh..kesiangan lagi, kenapa akhir-akhir ini aku sering kesiangan, sudah pukul tujuh kurang seperempat!” Maya bangkit dari ranjang, rasanya dia tidur tidak terlalu malam, tapi masih juga kesiangan.

Saat itu Maya mengenakan pakaian tidur yang cukup minim, tanktop bertali kecil di pundak dengan bawahan hotpants hitam yang panjangnya sedikit diatas lutut, sebenarnya ini pakaian yang dipinjamkan oleh Milla, karena rupanya Maya kelupaan membawa pakaian tidur, dia hanya membawa satu set piyama, dan sekarang piyama itu sedang dicuci.

Maya kembali menggeliatkan badannya, lalu menuju ke dapur, dibuatnya teh hijau untuk menghangatkan perutnya, Maya meletakkan cangkir tehnya di meja, dinyalakannya TV, seluruh acara Tv rupanya menayangkan acara siaran berita pagi, Maya mematikan televisi, dia kemudian memutuskan untuk yoga sedikit.

Maya menggelar sebuah karpet kecil di lantai, lalu kemudian duduk bersila diatasnya, Maya kemudian melakukan gerakan Yoga yang biasa dilakukannya di gym setiap akhir pekan, postur tubuh Maya terlihat begitu mempesona, pakaian yang dikenakannya menunjukkan sebagaian besar kulitnya yang mulus, gerakan-gerakan Yoga yang dilakukan Maya begitu sensual dan memuaskan mata bagi lawan jenis andai mereka bisa melihat gerakan Maya saat itu.






***

Tubuh sintal Maya mengkilat basah oleh peluh, Maya mengusap keringatnya dengan sebuah handuk kecil, dia menuju hpnya yang sedang di charge, keningnya berkerut saat melihat ada beberapa miskol dari Adam, sedikitnya ada 4 miskol dari Adam pada jam 11 malam tadi, tiba-tiba hati Maya berdegup keras, Maya menggigit bibir, wajahnya terlihat cerah, “Jangan-jangan Nissa udah melahirkan?...duh kok aku tidur kaya orang mati sih sampai gak kedengaran telepon.”

Maya kemudian menghubungi nomor Adam, beberapa kali dengungan panggilan berbunyi akhirnya diujung sana terdengar suara Adam menjawab panggilannya, “Halooo..” suara Adam terdengar seperti orang yang baru bangun tidur.

“Yank kamu dimana?” tanya Maya

“Ehmm aku dirumah..” jawab Adam, seketika wajah Maya berubah, ternyata tebakannya salah.

“Kamu semalam nelpon aku ya, maaf aku ketiduran yank.” Ujar Maya.

“Ehmmm…semalam aku bawa Nissa ke rumah sakit, mungkin malam ini Nissa akan masuk ruang operasi.” Ucap Adam, Mata indah Maya mengerjap-ngerjap, seulas senyum tersungging di bibirnya.

“Nissa sekarang di rumah sakit? Trus kok kamu malah di rumah sih..” Protes Maya.

“Coba gara-gara siapa ya?… ya udah aku mandi dulu, kamu siap-siap ya, kita ke rumah sakit..” ucap Adam, lalu menutup telpon, bibir Maya cemberut mendengar ucapan suaminya, namun tak lama wajahnya terlihat bahagia, Maya mengambil handuk yang tergantung di depan kamar mandi, dan segera masuk ke kamar mandi.


***​



“Kok kamu tidur kaya orang pingsan sih, semalam entah berapa kali aku nelpon tapi gak ada jawaban.” Omel Adam sambil melahap omlet telur yang dibuat Maya.

“Ya maaf, gak tau kenapa disini aku gampang banget tidur yank, malahan tadi aku kesiangan..” Ucap Maya sambil memperhatikan suaminya makan, dituangkan segelas teh hangat dan diberikan pada Adam.

Adam memperhatikan Maya yang telah berpakaian, kaos sweter putih dengan celana jeans gombrong sungguh serasi dikenakan oleh Maya, penampilan Maya terlihat seperti gadis-gadis kuliahan, “Kamu kok gak makan?” tanya Adam sambil mengunyah makanannya.

“Tadi aku udah makan kok, pelan-pelan donk yank makannya..” Ujar Maya sambil membersihkan secuil omlet yang menempel di ujung bibir Adam.

Adam menahan tangan Maya dan digenggamnya, “Nanti di rumah sakit ada orang tua Nissa, kamu bersikap biasa aja ya, gak usah canggung, mereka orang baik kok.”

“Ya aku paham…jangan khawatir.” Jawab Maya tersenyum.

Adam menatap Maya, dia tahu dan paham, sulit bagi Maya untuk berada disituasi bersama orang tua Nissa, Adam juga akan merasakan hal yang sama jika berada di posisi Maya.

“Kok kamu malah pulang sih yank, kenapa gak tungguin Nissa.” Tanya Maya.

“Nissa yang memintaku untuk nemani kamu di rumah, Nissa selalu khawatir kamu gak nyaman yank..dia juga paham kamu pasti akan canggung bertemu dengan orang tuanya.” Jawab Adam.

“Nissa memang gadis baik, hatinya benar-benar murni, rasanya gak salah kalau mas Adam begitu mencintainya,” Batin Maya, begitu jelas terlihat dari sikap dan perlakuan Adam pada Nissa, semua itu menunjukkan betapa besar cintanya untuk Nissa, dan kali ini Maya bisa melihat mata pria dihadapannya ini penuh dengan sosok Nissa, Maya tersenyum menatap pria dihadapannya ini, pria yang masih berstatus suaminya, namun Maya merasakan begitu besar perbedaan antara dirinya dengan Adam saat ini dibandingkan dua tahun lalu saat mereka bersama.

Jujur Maya tak lagi merasakan percikan gairah saat bersama Adam, seperti saat ini, rasanya seperti bersama teman saja, namun Maya juga bingung apakah ini adalah perasaan sesungguhnya dari hatinya, atau karena situasi, atau mungkin dia cemburu melihat suaminya lebih perhatian pada Nissa, sungguh Maya sangat bingung dengan apa yang drasakannya.

“Loh malah bengong liatin orang makan…, kamu udah siap? Yuk kita berangkat.” Ujar Adam mengejutkan lamunan Maya. Adam menenggak minumannya lalu berdiri dan berjalan ke luar, Maya membereskan piring bekas makan Adam dan meletakkannya di tempat cuci piring, “Yank aku tunggu di depan ya..” terdengar teriakan Adam dari teras.

Maya merapihkan riasannya dan juga hijab yang dikenakannya, wajah cantik dan rupawan terlihat mempesona di cermin, maya tersenyum melihat penampilannya yang sempurna, diambilnya tasnya lalu Maya melangkah menyusul Adam yang telah menunggu.



***​



Muklis tertidur disamping ranjang Anto, suara perawat yang hendak mengontrol kondisi Anto membuatnya terjaga, “Maaf ya pak.” Ucap perawat tersebut, Muklis beringsut memberikan jalan, perawat itu terlihat menyuntikkan sesuatu di infus Anto, perawat itu juga memeriksa denyut nadi serta perban yang melingkar di kepala Anto.

“Mungkin nanti siang pasien akan dipindahkan ke ruang perawatan pak, bapak keluarga pasien?” Tanya perawat tadi, Muklis hanya mengangguk, “bagaimana kondisinya sus.” Tanya muklis, suster menjelaskan kalau Anto masih dalam pengaruh Anestesi, kemungkinan besok pagi baru bisa bangun, suster itu juga mengatakan sebaiknya menunggu dokter yang kan menjelaskan secara terperinci.

Muklis kembali duduk di sisi ranjang Anto, sudah hampir dua hari dia menemani Anto, muklis sama sekali tak tahu apa yang sebenarnya terjadi, saat mendengar kabar tentang Anto, muklis langsung bergegas menuju rumah sakit, saat itu Anto tengah menjalani tindakan di kamar operasi, Muklis juga bertemu dengan pihak SDM perusahaan, dan Manajer SDM yang memintanya untuk sementara menemani Anto di rumah sakit.

“Sebenernya kenapa nih bocah ya? Dibilang kecelakaan, truknya kok mulus, tapi kok kata anak-anak supir dia kecelakaan, lha sampek di operasi kaya gitu, duhh ada ada aja luh mah To? Apa jangan-jangan masalah cewek lagi…tapi ahh puyeng gua.” Ujar Muklis yang tak habis pikir dengan apa yang dialami temannya ini.

Muklis menoleh kearah ruangan perawat, ada sedikit ribut-ribut disana, Muklis melihat seorang perempuan cantik bertubuh ramping dengan dua orang pria gondrong tengah berdebat dengan seorang perawat pria, muklis sedikit terkejut saat melihat perawat menunjuk kearahnya, sontak ketiga orang tadi serempak memandang kearahnya, tak lama seorang Satpam menghampiri mereka, Satpam tadi berbisik kepada perawat pria, entah apa yang dibisikkan satpam itu, kini perawat pria itu malah melunak dan mengantarkan ketiga orang itu masuk, dan Muklis merasa kalau mereka datang untuk melihat Anto, tapi siapa mereka???



***​



“Maaf ya Niss, mbak baru tahu kalau kamu masuk rumah sakit, mbak ketiduran, jam berapa emang ke rumah sakitnya?” tanya Maya sambil menggenggam tangan Anissa.

“Tadinya mau panggil Mbak Maya, tapi lihat rumahnya gelap aku pikir mbak Maya gak ada di rumah, aku semalam jam 10 kayaknya mbak, sekarang udah mulai puasa mbak, doaian ya semoga operasinya lancar.” Ujar Anissa sambil tersenyum manis.

“Selalu sayang..mbak selalu doakan kamu..mbak yakin semuanya akan lancar, kamu rileks aja ya, gak usah mikirin apa-apa.” Ucap Maya lembut sambil mengusap rambut Anissa, dalam hatinya Maya sangat kagum dengan ketegaran Anissa, keikhlasannya melakukan semua ini karena didasari cintanya yang teramat besar pada Adam, dan sungguh Maya melihat Anissa semakin cantik dan segar, walau berat tubuhnya naik lumayan, namun aura kecantikannya begitu bersinar karena hatinya yang sangat baik.

Seorang perempuan paruh baya keluar dari kamar mandi, Anissa tersenyum pada perempuan itu, begitu pula perempuan paruh baya itu, “ini bu yang namanya mbak Maya.” Ujar Nissa, Maya bangun dari duduknya dan menghampiri perempuan paruh baya itu, Maya menjabat tangan dan mencium tangan wanita itu.

“Sudah lama dengar namanya, baru bisa jumpa sekarang.” Ujar ibunda Nissa sambil mengelus bahu Maya.

Maya hanya tersenyum menanggapinya, suasana canggung begitu terasa diantara mereka, “Mbak Maya ini sibuk banget bu, mbak Maya jadi guru TK di kalimantan..” Ujar Anissa mencoba mencairkan kecanggungan diantara dua perempuan itu.

Suasana canggung memang wajar terjadi antara Maya dan Ibunda Nissa, tak ada seorangpun di dunia yang ingin membagi orang yang dicintanya dengan orang lain, begitupula Ibunda Nissa, meskipun dia tahu putrinya Ikhlas menjalani takdirnya, namun sebagai seorang ibu pasti ingin anaknya benar-benar bahagia, melihat Maya, Ibunda Nissa merasa seolah apa yang ada di pikirannya selama ini salah, Maya yang lebih dahulu mengenal menantunya, namun Maya terlihat ikhlas membagi Adam untuk putri kecilnya, bukankah yang seharusnya menderita adalah Maya, ibunda Anissa tak pernah tahu apa yang telah terjadi, Anissa tak pernah sekalipun menceritakan aib yang dilakukan Maya di masa lalu.

Ibunda Nissa tersenyum menyaksikan keakraban dua wanita cantik yang statusnya merupakan madu, tapi dalam penglihatan ibu Nissa, keduanya seperti kakak adik yang saling menyayangi satu sama lain, Maya begitu perhatian pada Nissa yang terbaring, dari memijat kepala hingga menyuapi Nissa, Ibunda Anissa merasa dia telah salah menilai sosok Maya selama ini, andai saja Ibunda Nissa tahu kalau janin yang dikandung Nissa adalah anak Maya dan Adam, mungkin akan lain ceritanya, sekali lagi Anissa sama sekali tak pernah bercerita apapun, baginya cukup Tuhan dan mereka bertiga yang mengetahui hal sebenarnya.

Adam yang baru masuk juga menyaksikan keakraban dua orang wanita yang kini hadir dalam hidupnya, namun di dasar lubuk hatinya terdalam Adam tahu kalau situasinya sudah berubah, wanita yang kini menjadi penghuni hatinya adalah Nissa, namun Adam sungguh bingung harus berbuat apa, entah bagaimana Adam juga yakin kalau Maya memiliki perasaan yang sama dengannya, andai Nissa tak sesayang itu pada Maya, mungkin akan lebih mudah bagi Adam mengambil suatu keputusan, Adam tahu kalau semua ini dibiarkan berlarut malah akan menambah rumit hubungan ini, tak adil juga bagi Maya kalau dia terus menawannya dalam ikatan pernikahan ini, memang setelah terjadinya peristiwa yang menghancurkan hatinya itu, Adam sangat membenci Maya, namun perlahan kehadiran Nissa mampu mengobati luka di hatinya, dan kini tak ada lagi rasa benci dan dendam terhadap Maya, namun rasa cinta yang dulu pernah ada ikut larut bersama kebenciannya, Adam memang masih menyayangi Maya, namun rasa sayang itu berbeda dengan perasaannya dua tahun lalu, apa yang dialami Maya juga menjadi hambatan Adam untuk bersikap lebih tegas dengan hubungan ini, Adam merasa terlalu kejam jika dia menceraikan Maya apalagi dengan kondisi Maya yang telah kehilangan hal paling berharga bagi seorang wanita, ini menjadi dilema bagi Adam, apalagi setelah kemarin dia menghabiskan malam penuh syahwat bersama Maya, Adam merasa seolah dia telah selingkuh terhadap Nissa, Adam menundukkan wajahnya, dia harus segera mengambil keputusan, sesuatu yang akan membawa kebaikan bagi mereka bertiga..



***​



Muklis kini bisa melihat raut wajah cantik itu dari dekat, wanita itu menatap Anto dengan pandangan aneh, sesaat kemudian dia menoleh pada Muklis yang kemudian memberikan kursinya pada wanita itu, Muklis melihat raut wajah cantik dengan kulit putih bersih, segera Muklis yakin kalau perempuan ini berasal dari suku dayak. “Bapak keluarga beliau?” Tanya wanita itu, Muklis semakin yakin dengan tebakannya karena logat bicara wanita ini mirip sekali dengan tetangga di kontrakannya. Muklis hanya mengangguk menjawab pertanyaan perempuan itu.

“Nama saya Dahlia pak, ini kerabat saya.” Ujar perempuan itu memperkenalkan dirinya dan dua orang yang bersamanya, Muklis menerima jabatan tangan dua orang lelaki tegap berambut gondrong itu.

“Maaf kakak ini siapa ya, apa hubungannya dengan teman saya ini.” Tanya Muklis, dia merasa aneh tiba-tiba ada seorang wanita cantik mengunjungi Anto, setahu dia Anto tak pernah bergaul di sini, waktunya habis untuk bekerja dari pagi hingga malam.

Perempuan itu kemudian bercerita tentang peristiwa malam itu yang membuat Anto saat ini terkapar tak berdaya di bangsal rumah sakit, “Saya dan keluarga akan bertanggung jawab terhadap bapak ini, saya sungguh berterima kasih atas pertolongan bapak ini pada keponakan saya, andai bapak ini tak menolong keponakan saya malam itu, saya tidak tahu apa yang akan terjadi dengan Dahlia.” Ujar Salah seorang pria berambut gondrong itu.

Muklis cukup terkejut mendengar cerita sebenarnya itu, dia sedikit ragu sebenarnya dengan cerita itu, sebagai orang yang telah lama mengenal Anto, rasanya mustahil Anto berubah penuh nyali seperti yang diceritakan, di sisi lain Muklis juga yakin kalau dua orang lelaki ini bukan orang biasa, dari perawakan dan sorot mata mereka, Muklis yakin kalau kedua lelaki ini berkecimpung dalam dunia kekerasan seperti yang dijalaninya dulu.

Percakapan mereka terhenti saat beberapa perawat masuk ke ruangan, rupanya sudah saatnya Anto dipindahkan ke ruang perawatan, wanita cantik itu menarik tangan salah seorang pria gondrong, mereka terlihat bercakap-cakap, tampak pria gondrong itu mendengar ucapan sang wanita dengan penuh perhatian, kepalanya mengangguk-angguk dan tak lama pria gondrong itu keluar dari ruangan.

Muklis membantu para perawat memindahkan Anto ke ranjang dorong, para perawat kemudian merapihkan peralatan yang tadi menempel di tubuh Anto, setelah semua dirasa cukup, para perawat mendorong ranjang Anto menuju ruang perawatan, Muklis serta tamu-tamu tadi mengikuti perawat dari belakang.



***​



Sudah hampir 1 jam Maya dan Ibunda Nissa menunggu di depan kamar operasi, tepat jam 9 malam, Nissa masuk ke ruang operasi, Maya mengenggam jemari ibunda Nissa sambil tersenyum, “ibu gak usah khawatir ya, Nissa akan baik-baik saja, kita doakan semua berjalan lancar.” Ujar Maya, ibunda Nissa hanya tersenyum mengagguk sambil membalas genggaman Maya.

Santoso dan dua orang pengawalnya juga baru tiba di depan ruang operasi, dengan sopan Santoso menyapa Ibunda Nissa sambil berjabat tangan, Santoso juga bersalaman dengan Maya sambil tersenyum ramah, kedua pengawalnya hanya berdiri agak menjauh, Maya sedikit melirik pada sosok Murad, hatinya berdegup saat matanya beradu dengan Murad, sungguh Maya melihat sorot mata itu memandangnya dengan aneh, tiba-tiba Maya teringat dengan surat yang di berikan lelaki itu kemarin, hati Maya kembali berdegup kencang, “Apa yang sebenarnya diketahui orang itu tentang masa laluku.” Batin Maya.

“Dari jam berapa Nissa di dalam?” Tanya Santoso pada Maya.

“Sudah hampir 1 jam mas.” Jawab Maya, “Apa kuberitahu saja sama Santoso tentang keanehan pengawalnya itu?” Batin Maya sambil melihat ke arah Murad.

“Ahh malah tambah ribet nanti, bagaimana kalau ada sesuatu yang benar merugikanku…” ujar Maya dalam hati.

“Hmm knapa mbak?” Pertanyaan Santoso membuat Maya terkejut, “Heh..” ujar Maya terkejut.

“Kok Mbak Maya malah bengong, apa ada sesuatu dengan karyawan saya itu?” Tanya Santoso sambil melihat ke arah Murad.

Maya melihat Murad memalingkan wajah ke arah lain, “Gak kok mas…gak ada apa-apa..” jawab Maya. Bersamaan itu tiba-tiba pintu ruang operasi terbuka, Adam dengan wajah sumringah muncul di balik pintu, Maya dan Ibunda Nissa spontan berdiri dan mendekati Adam.

“Gimana Nak Adam, Apa Nissa sudah melahirkan?” Tanya Ibunda Nissa dengan suara bergetar.

Adam mengambil tangan mertuanya, diciumnya tangan itu, “Sudah bu..alhamdulillah Nissa dan Bayinya sehat…”

“Alhamdulillah…” ujar Maya dan Ibunda Nissa hampir bersamaan.

“Sebentar bu, sebentar ya yank, tenaga medis tengah melakukan tindakan pada Nissa, makanya saya diminta meninggalkan ruangan, nanti kalau sudah siap akan dipanggil.” Ucap Adam saat kedua perempuan dihadapannya itu mengajaknya menemui Nissa.

Adam kemudian beralih ke sahabatnya, Santoso memeluk Adam erat sambil mengucapkan selamat, “congrat Bro, akhirnya kamu jadi Daddy hahahaha..” Ujar Santoso yang merasa ikut bahagia dalam suasana itu, Adam juga menyalami kedua pengawal Santoso, Maya memperhatikan raut wajah suaminya yang begitu bahagia, selama mengenal suaminya, baru kali ini Maya melihat sorot mata yang berbinar-binar di mata Adam, air mata Maya merembes perlahan di pipinya, hatinya berdegup kencang dan terasa sesak penuh dengan kebahagiaan, putranya telah lahir kedunia ini, sungguh tak sabar Maya ingin melihat langsung buah hatinya itu….



****



Bersambung
 
Diary Seorang Istri Season 2
Part 11

by Pujangga2000 (waone53)



Kompol Teguh Prakoso tengah membereskan ruangannya, belum ada 2 bulan dia menempati posisinya sebagai KaSatReskrim, dipajangnya Foto putri kecilnya yang bersanding dengan foto mendiang Istrinya, sejenak Teguh terpekur memandang foto istrinya, begitu cepat rasanya kebersamaan mereka, kini mereka telah terpisah oleh takdir, air mata mengembang di kelopak matanya, masih terbayang jelas senyum manis istrinya, sikap manjanya, raut wajah yang berseri setia pagi mengantarnya kerja, rasanya semua ini terasa berat bagi Teguh, terbayang jelas saat-saat terakhir bersama istrinya pagi itu.

Pagi itu 6 bulan lalu, Teguh tengah menikmati sarapan pagi yang dibuat oleh Andini istrinya, mereka sedang menantikan kelahiran anak kedua mereka, sebenarnya setahun menikah, Andini hamil anak pertama, namun kehamilannya terhenti di usia kandungan 7 minggu, janin yang dikandung Andini tak berkembang dan mati, baru dua tahun berikutnya Andini hamil kembali, dan kemudian melahirkan seorang putri cantik yang kini berusia 5 tahun, dan kini Andini hamil lagi anak kedua, begitu bahagianya pasangan Teguh dan Andini setelah sekian lama menanti, sejak kemarin memang Teguh berjanji akan mengantar Andini sore nanti untuk memeriksakan kandungannya yang baru berusia 4 bulan, namun karena ada Tugas yang mendesak Teguh meminta istrinya untuk pergi sendiri. “Mah nanti mamah ke dokter naik taksi online ya, gak usah naik motor, papah khawatir kan kandungan mamah mulai besar, mending panggil taksi online saja biar nyaman.” Pesan Teguh saat itu, namun rupanya Andini malah tetap menggunakan motor untuk pergi ke rumah sakit, setelah menitipkan tiara di rumah orang tua Teguh, namun rupanya takdir berkata lain, saat dalam perjalan pulang dari klinik, motor yang di naiki Andini mengalami kecelakaan yang fatal, Andini meninggal di tempat, Teguh yang saat itu tengah rapat koordinasi untuk tugas penyergapan langsung menuju rumah sakit, dan hatinya hancur berkeping-keping saat mendapati Andini sudah tiada, dia sungguh menyesal karena tak bisa mengantar istrinya hari itu, saat pemakaman istrinya, Teguh banyak mendapat simpati dari pimpinan serta rekan kerjanya, mereka berusaha menguatkan hati Teguh yang benar-benar hancur saat itu, bahkan Teguh tak sanggup untuk mengazani jenazah istrinya saat itu, walau sebagai aparat penegak hukum yang telah dilatih mental dan disiplin, namun Teguh hanyalah orang biasa yang sungguh berat untuk mencoba mengiklaskan takdir yang Maha Kuasa ini.

Butuh waktu sebulan bagi Teguh untuk bisa mengiklaskan kepergian Andini, setiap melihat Amira, air matanya langsung meluncur tak tertahankan, Amira masih terlalu muda untuk mengerti situasi yang terjadi, sulit bagi Teguh untuk menjawab saat Amira menanyakan kemana ibunya, atau merengek karena kangen dengan ibunya, untung Teguh masih memiliki ibu yang selalu setia menemaninya melewati masa-masa sulit itu.

Empat bulan setelah kepergian Andini, Teguh mengajukan mutasi pada pimpinannya, dia merasa tak sanggup lagi tinggal di kota yang penuh dengan kenangan bersama istrinya, Teguh mengajukan mutasi ke Kalimantan tempat dimana dia dibesarkan dulu, Teguh akhirnya dipindahkan ke Balikpapan, sebenarnya Teguh tidak dilahirkan di Kalimantan, dia dilahirkan di kota salatiga jawa tengah, namun separuh hidupnya di habiskan di bumi Kalimantan mengikuti ayahnya yang menjadi prajurit TNI, Kalimantan selalu menjadi rumahnya, di sana dia menghabiskan masa kanak-kanaknya yang penuh dengan kenangan indah, setalah lulus dari akademi kepolisian, Teguh baru merasakan hidup di tanah Jawa, dan di tanah Jawa dia bertemu dengan Andini belahan jiwanya, seorang mojang Bandung yang cantik rupawan. Cukup 1 bulan buat Teguh untuk yakin bahwa Andini adalah gadis yang akan menjadi pasangan hidupnya, Teguh dan Andini menikah secara sederhana, sejak menikah Karier Teguh sebagai polisi semakin cemerlang, berbagai posisi penting telah di jalaninya, hingga akhirnya Teguh merasa kalau Reskrim adalah panggilan jiwanya, sejak saat itu Teguh selalu ditempatkan di posisi tugas sebagai Reskrim, keberanian serta kecerdikan Teguh dalam menganalisa kasus membuat kariernya semakin cemerlang. Kepergian Andini sempat membuat Teguh kehilangan rasa percaya dirinya, orang-orang yang mencintainya dari ibunya, pimpinan dan rekannya di kepolisian selalu menyemangatinya agar tak larut dalam kedukaan, akhirnya Teguh sadar, kalau Anndini tak akan kembali, semua sudah guratan takdir sang Kuasa, Andini juga tak akan ikhlas disana melihat keadaan Teguh sekarang, dia harus bangkit demi Tiara putrinya, dan itu sebabnya Teguh mengajukan mutasi, karena dia merasa semua kenangan bersama istrinya di kota sekarang membuatnya tak bisa bangkit dari keterpurukan.



***



“Ya silahkan masuk.” Ujar Teguh saat mendengar pintu ruangannya di ketuk.

“Izin menyampaikan laporan Ndan!” Ucap seorang polisi yang bernama Iptu Rahman.

“Silahkan..” balas Teguh sambil sibuk menulis sesuatu.

“Ini laporan kecelakaan yang terjadi malam kemarin Ndan.” Letnan Rahman meletakkan sebuah Map di meja Teguh.

Teguh mengamati map tersebut, lalu menatap Iptu Rahman, “Kejadian supir PT Serayu Tambang?” Tanya Teguh.

“Siap! Benar komandan.” Sahut Iptu Rahman.

“Apa sudah di lakukan pemeriksaan TKP?” Tanya Teguh lagi.

“TKP sudah di lakukan pemeriksaan, kebetuan saksi korban masih belum sadar sejak di operasi, kami kesulitan untuk melacak keberadaan wanita yang saat itu ada di lokasi.” Jawab Iptu Rahman.

“Bagaimana dengan supir-supir yang menolong korban malam itu.” Tanya Teguh.

“Hanya ada dua orang yaitu supir truk rekan kerja korban, satu lagi pelintas yang saat itu menolong korban, namun mereka tidak terlalu melihat persis bagaimana ciri-ciri wanita yang bersama korban saat itu, mereka fokus menolong korban.” Jawab Letnan Rahman.

“Menurutmu ini kejadian kecelakaan lalu lintas atau ada unsur pidana disini?” Tanya Teguh lagi sambil membaca isi laporan di depannya.

“Siap, saya rasa ini hanyalah kecelakaan lalu lintas biasa Ndan, mungkin saja korban saat itu tengah bersama wanita dan berhenti di pinggir jalan, lalu ada mobil melintas sehingga terjadi peristiwa itu.” Jawab Iptu Rahman.

‘’Siapa yang menginformasikan kalau di TKP korban ditemukan bersama seorang wanita.” Tanya Teguh.

“Siap Ndan, berdasarkan keterangan Supir Truk yang membawa Korban ke rumah sakit, dan diperkuat juga dengan keterangan dari pengemudi lain yang ikut membantu korban malam itu.” Jawab Rahman.

“Tapi wanita itu trus menghilang saat di rumah sakit? Menurut keterangan supir truk yang membantu, diperkirakan usianya masih belia, namun supir truk tak terlalu mengingat wajah atau ciri-ciri lain wanita itu karena saat itu gelap..” gumam Teguh.

“Bagaimana dengan pihak perusahaan, apakah mereka tidak membuat laporan polisi mengenai peristiwa ini?” Tanya teguh.

“Siap Ndan, mereka sudah membuat laporan polisi tentang kecelakaan ini, namun mereka menganggap kecelakaan ini adalah kecelakaan biasa, laporan polisi itu untuk kepentingan klaim asuransi.” Jawab Rahman.

“Hmm begitu ya? Jadi ini dianggap kecelakaan biasa, namun kok saya merasa ada yang janggal.” Ujar Teguh, nalurinya berkata ada sesuatu yang ganjil dalam peristiwa kecelakaan ini.

“Siap Pak? Apa bapak merasa ada unsur pidana dalam kecelakaan ini?” Tanya Iptu Rahman.

“Saya gak tahu, selama tidak ada laporan polisi tentang adanya unsur pidana, kita gak bisa berbuat apa-apa, namun coba cari tahu terus tentang siapa perempuan yang bersama korban, dan temui saksi korban di rumah sakit, mungkin kita akan ketemu petunjuk lain.” Jawab Teguh sambil memberikan instruksi pada anak buahnya.

“Siap Ndan, kita akan jadwalkan kunjungan ke rumah sakit besok pagi.” Ucap Iptu Rahman, tak lama setelah itu, perwira muda itu meninggalkan ruangan Teguh.

Di dalam ruangannya, Teguh membaca lagi laporan di depannya ini, Teguh merasa ada sesuatu yang aneh dengan keberadaan wanita itu, “kalau wanita itu teman kencan korban, kenapa dia menghilang saat di rumah sakit? Lalu kenapa perempuan itu malah gak mengalami luka yang membuatnya tak dirawat di rumah sakit? Aku yakin andai perempuan itu bisa ditemukan maka semua akan menjadi jelas perkaranya, selama perempuan itu belum ditemukan, maka perkara ini akan menjadi jelas jika korban sudah sadar dan bisa dimintai keterangan.” Ujar Teguh dalam hati.



***



“Ya ampun lucunya, lihat tuh pipinya gembul banget!” ujar ibunda Anissa saat melihat cucunya yang tengah berada di inkubator, Maya juga tak henti tersenyum melihat buah hatinya yang begitu tampan telah lahir ke dunia ini.

“Nak Adam, kok bayinya di masukkan dalam kaca itu? Apa ada sesuatu yang salah?” Tanya Ibunda Anissa dengan nada khawatir.

“Gak apa kok bu, normal saja menurut dokter, bayinya perlu dihangatkan sebentar karena sementara belum mendapat Asi dari ibunya, Insya Allah sehat semua.” Jawab Adam menenangkan ibu mertuanya itu.

“Alhamdulillah kalau begitu, ya sudah ibu mau nemani Nissa dulu ya.” Ibunda Anissa seolah memberikan kesempatan bagi Adam dan Maya berdua.

“Lihat Yank, wajahnya mirip banget ama kamu loh, kulitnya juga, rambutnya aja yang ikal mirip denganku, seolah Tuhan ingin menunjukkan ke semua orang kalau itu adalah putra kamu yank!” ujar Adam sambil merengkuh pundak Maya.

Maya hanya diam mendengar ucapan Adam, hatinya saat ini penuh gejolak kebahagiaan, dia tak tahu harus berkata apa, namun apa yang dikatakan Adam memang benar, wajah Bayi tampan itu benar-benar mirip dengannya, kulitnya juga putih, mata Maya berkaca-kaca, bibirnya bergetar, hatinya diliputi kebahagiaan yang tiada tara. Duh tiba-tiba hatinya seolah teriris saat menyadari kalau bayi ini seolah menjadi penghalang bagi niatnya berpisah dengan Adam, “Ya Tuhan…apa yang harus kulakukan!!” Batin Maya bimbang.

Adam dan Maya kemudian bergegas menuju tempat Anissa, perawat memberitahu kalau Anissa sudah terjaga, senyum kebahagiaan terlihat di wajah Anissa, wajah cantik itu kini terlihat semakin berseri diliputi aura kebahagiaan.

“Terima kasih sayang….bayinya ganteng banget kaya bapaknya.” Ujar Adam sambil mencium kening Anissa, jemarinya erat menggenggam jari Anissa yang hanya tersenyum menatap suaminya.

“Mbak Maya..” Ujar Anissa lirih, Maya kemudian mendekati Nissa dan memeluknya erat, “Selamat ya sayang, bayinya memang tampan dan lucu.” Maya berusaha menjaga kata-katanya agar tak menimbulkan prasangka pada ibunda Anissa.

“Aku yang harusnya mengucapkan selamat mbak.” Bisik Anissa pelan, Maya mengusap air mata yang merambat di pipi Anissa, wajahnya tersenyum, Maya meletakkan jari telunjuknya di bibir Anissa, “jangan terlalu banyak bicara dulu ya sayang, kamu baru saja selesai operasi..” Maya tak ingin ucapan Anissa didengar oleh ibundanya.

Seorang Suster memasuki ruangan, “Ini ari-ari bayinya pak, sebentar lagi pasien akan kami bawa ke ruang perawatan, sekaligus juga bayinya, biar bayinya mendapat ASI pertama ibunya, permisi..” Perawat itu memberikan sebuah benda mirip guci yang berisi ari-ari bayi pada Adam, sebagaimana tradisi masyarakat pada umumnya, Ari-ari itu akan dikuburkan di tempat yang telah di tentukan oleh pihak keluarga.

Tak lama beberapa perawat kembali datang ke ruangan Anissa, mereka bersiap memindahkan Anissa ke ruang perawatan, Adam, Maya dan Ibunda Anissa mengikuti para perawat yang mendorong ranjang Anissa, Maya berkata pada Adam kalau akan ke toilet sebentar, “Kamu masih ingat kan ruangan yang tadi?” Tanya Adam, Maya mengangguk lalu masuk ke toilet.

Di toilet Maya menangis tersedu-sedu, bukan karena sedih, tapi hatinya benar-benar bahagia saat ini, putra yang demikian didamba kini telah hadir di dunia, namun Maya juga tahu, kalau dia tak mungkin bisa bersama anaknya selalu, tak mungkin dia tega merebut anaknya dari Anissa yang telah begitu banyak berkorban, Maya terpekur sambil menutup wajahnya, tangisnya mulai mereda, maya kemudian memperhatikan wajahnya di cermin wastafel. Maya menyapu bekas air matanya dengan air kran, lalu memperbaiki riasannya agar terlihat segar, setelah merasa sempurna Maya keluar dari toilet, Maya berjalan ke arah lift menuju ruang perawatan Anissa, malam itu rumah sakit mulai sepi, hanya terlihat beberapa perawat serta keluarga pasien sedang menunggu di ruang tunggu yang disediakan.

Maya masuk kedalam lift, dan menekan tombol lantai Ruang perawatan Anissa, baru saja Lift hendak menutup, pintu lift kembai terbuka, Maya melihat seorang pria masuk dan membelakanginya. Pintu lift menutup kembali, “Maaf mbak Maya, rasanya Mbak harus melihat ini, tolong dilihat setelah Mbak Maya pulang, gak usah tanya kenapa, tapi ini sesuatu yang penting yang harus Mbak Maya lihat.” Tiba-tiba lelaki didepannya berkata tanpa menoleh, Maya berusaha melihat wajah lelaki ini, sesaat kemudian lift terasa berhenti, lelaki itu terlihat mengeluarkan amplop dari sakunya dan menyerahkan begitu saja ke tangan Maya lalu pergi keluar. Maya melihat lantai tempat lelaki itu keluar, Maya terlihat bingung menatap amplop didepannya, Tiba-tiba Maya teringat pada amplop yang diberikan Murad tempo hari. “Apa orang yang tadi itu anak buah Santoso yang kemarin ngasih surat aneh itu?”

Baru saja Maya hendak membuka amplop itu, lift ternyata telah tiba di lantai tempat Nissa di rawat, pintu lift terbuka, tampak wajah Adam disana, Maya buru-buru meletakkan amplop ditangannya ke dalam tas, “kirain kamu lupa lantainya yank, baru aja aku hendak susul.” Maya hanya tersenyum pada Adam.

Mereka berdua menuju ruang perawatan Anissa, di dalam kamar Maya melihat Anissa tengah menyusui Bayi yang baru saja dilahirkannya itu, kembali Maya terpekur menatap pemandangan didepannya, “Harusnya mamah yang menyusuimu nak, maafkan mamah ya…” ujar Maya dalam hati, kembali penglihatan Maya terasa buram karena air mata yang mulai mengembang…



****​



Bersambung
 
Apakah murad bakal dapet servis maya? Hmmm....
Kayaknya ni polisi bakal jadi suaminya maya deh tp rebutan dulu sama anto. Kalau adam udah hilang rasa jadi ya bakalan gimana masih belum ketebak.
 
Akan kah murad dapat menyicipi tubuh molek maya? Mari kita nantikan...

Terima kasih updatenya hu.
 
Diary Seorang Istri Season 2
Part 12
by pujangga2000 (waone53)



Anissa menatap Maya yang tengah memandang sang Bayi yang berada dalam Box, sungguh Anissa sangat paham perasaan Maya saat ini, “mirip mbak Maya kan wajahnya.” Ujar Nissa lirih, Maya sedikit Kaget mendengar ucapan Nissa tersebut, pandangannya melihat ke sekeliling, dilihatnya ibunda Nissa sedang tertidur di sofa, Maya meletakkan telunjuknya di bibir, kepalanya menggeleng, Maya khawatir ucapan Anissa tadi didengar oleh ibunda Nissa.

Maya mendekati Nissa dan menggenggam tangannya, “jangan ngomong kaya gitu, mbak gak mau nanti kedengaran ibu, kasihan ibu nanti jadi kepikiran aneh-aneh.” Ucap Maya.

Anissa tersenyum mengangguk pelan, terlihat sekali tubuh Nissa masih lemah, wajahnya pun masih terlihat pucat, Maya sungguh kagum dengan perjuangan dan keikhlasan Nissa menjalani semua ini, tak banyak orang yang sanggup melakukan itu, bahkan Maya pun rasanya gak sanggup menjadi seorang wanita yang rela memberikan rahimnya untuk mengandung anak dari orang lain, apalagi anak dari wanita yang merupakan madunya.

“Mbak benar-benar kagum sama kamu Nis, terima kasih atas semua ini Nis, mbak gak tahu musti ngomong apalagi, andai mbak jadi kamu, belum tentu mbak sanggup.” Ucap Maya terbata-bata.

Anissa mengenggam jemari Maya dengan erat, “semua ini adalah takdir Allah Mbak, aku hanya melakukan apa yang bisa aku lakukan.” Ujar Nissa.

Maya tersenyum, dan mengusap rambut Nissa, raut wajah cantiknya semakin mempesona, kecantikan hati Nissa membuat pesonanya semakin memancar, Matanya berkilat penuh dengan Cinta, tiba-tiba terbersit kembali keinginan untuk mundur dari semua ini, “Nissa berhak bahagia, dan kehadiranku hanyalah perintang bagi kebahagiaannya, Nissa sanggup melakukan ini karena cintanya yang begitu besar pada mas Adam, sedangkan aku…hmmmm aku malah masih kepikiran dengan lelaki yang telah menghancurkan semua….” Ucap Maya di dalam hati.

Terdengar suara pintu terbuka, Adam masuk bersama Santoso, Maya berdiri agak menjauh saat kedua lelaki itu menuju ke arah Nissa, “Selamat ya mbak Nissa, bayinya ganteng tenan loh mbak..” Ucap Santoso.

“Terima kasih Mas…kok mas Santoso ada di Jakarta?” Balas Nissa.

“Santoso lagi ada urusan di Jakarta beb..semakin maju dan sukses loh resortnya.” Timpal Adam.

“Ya mas? Wow mantap…” Sahut Nissa.

“Kalau sudah bisa jalan-jalan, kalian nginap disana ya, tak siapkan kabin yang paling mewah untuk kalian, sebagai hadiah lahirnya si tole ini hahahaha..” ujar Santoso.

“Mbak Maya juga, main ke resort saya ya…sebagai kenangan..” Sambung Santoso, Maya mendengar nada sarkasme di ucapan pria tambun itu.

“Kenangan apa?” tanya Adam bingung.

“Loh kok kenangan, maksudku pemandangannya indah disana.” Jawab Santoso sambil melirik ke Maya yang hanya diam.

Anissa menangkap sesuatu rahasia yang selama ini tak diketahuinya, namun Anissa tak berbicara apapun, tapi dia yakin ada sesuatu yang berhubungan dengan perselingkuhan Maya dengan resort milik Santoso itu.

Adam mendekati Maya, dan menarik tangannya sedikit menjauh, Maya sedikit gugup karena menyangka Adam akan bertanya soal tadi padanya, “Yank, kamu istirahat aja di rumah ya, besok balik lagi, disini juga gak bia istirahat, nanti aku minta tolong antar Santoso.” Ucap Adam.

Maya sedikit lega karena prasangkanya keliru, ingin rasanya menolak permintaan Adam, bagi Maya lebih baik naik taksi daripada diantar oleh Santoso, apalagi ada anak buahnya juga disana khususnya si Murad itu yang bersikap aneh. Namun kalau menolak malah membuat Adam curiga, lagipula ini sudah cukup malam, dia juga takut naik taksi malam-malam.

“To sudah malam, sebaiknya lu pulang dulu, besok bisa balik lagi, sekalian minta tolong antar Maya pulang ya.” Ucap Adam pada Santoso.

“Yank, kamu pulang dulu aja ya, istirahat di rumah, besok siang bisa gantian nungguin Nissa.” Adam memegang bahu Maya.

“Hmm ntar aja yank, aku pulang naik taksi aja.” Tolak Maya, dia merasa gak nyaman pulang semobil dengan Santoso, apalagi di situ ada Murad juga.

“Gak ah, udah malam juga, masa naik taksi, pokoknya kamu pulang bareng ama Santo aja..ya…” Pinta Adam sambil menatap Maya.

“Ya udah..” jawab Maya lirih, terlihat sorot Mata Adam cukup serius.



***



Muklis terkejut saat melihat ruang perawatan Anto yang cukup bagus, Muklis memperkirakan kalau kamar Anto ini masuk kelas 1 atau mungkin VIP, Muklis membantu para perawat memindahkan tubuh Anto ke Ranjang, para perawat tersebut juga memeriksa kembali peralatan yang sejak kemarin menempel di tubuh Anto, setelah memastikan semua aman, para perawat tersebut meminta izin untuk meninggalkan ruangan, “Nanti kalau ada apa-apa, tekan saja tombol ini ya pak.” Ujar salah seorang perawat, Muklis mengangguk, diikutinya para perawat yang meninggalkan kamar Anto.

“Mbak, kamarnya ini gak salah?” Tanya Muklis.

“Gak pak, sesuai yang tertera dengan surat inap.” Jawab perawat.

“Sepertinya ada permintaan khusus pak.” Ujar perawat yang lain, rekannya memandang ke arahnya, “Ya ti, harusnya kan pasien tadi di kelas 3, cuman mbak dahlia meminta untuk upgrade kamar kayaknya.” Lanjutnya.

“Maaf mbak, dahlia itu siapa ya?” Tanya Muklis.

“Itu yang tadi di ruang observasi pak.” Jawab perawat yang bernama Tuti.

Muklis hanya mengangguk-angguk, meskipun sebenarnya yang dimaksud Muklis adalah siapa sebenarnya Dahlia, namun Muklis tahu kalau perawat tersebut tentunya tak memiliki informasi yang lengkap tentang siapa perempuan cantik itu.

“Permisi pak..” Ucap kedua perawat tersebut bersamaan, muklis mengangguk dan berjalan kembali ke kamar perawatan Anto, saat masuk, di dalam terlihat Dahlia sedang menyelimuti tubuh Anto yang masih belum sadar.

“Mas ini temannya beliau?” Tanya Dahlia, muklis hanya mengangguk, muklis cukup terkesima saat melihat Dahlia sedekat ini, “Kok malah diam mas, apa ada sesuatu yang aneh?” kembali Dahlia bertanya karena merasa jengah melihat tatapan Muklis yang begitu lekat.

Muklis terkejut dan salah tingkah, “Hmm iya mbak, oh ya, apa mbak yang mengatur semua ini? Maksud saya kamar perawatan ini?” Tanya Muklis.

“Iya tadi saya juga sudah dapat informasi tidak bertentangan dengan asuransi yang dimiliki beliau.” Jawab Dahlia, “memangnya kenapa Mas?” Dahlia balas bertanya.

“Gak apa-apa sih mbak, maaf-maaf ngomong nih ya…kemewahan banget buat kita ini mah.” Logat Betawi Muklis mulai terdengar.

“Gak apa-apa mas, justru apa yang dilakukan beliau untuk saya lebih mewah..” Ujar Dahlia sambil tersenyum.

“Heh? Lebih mewah, emangnya apa nyang udah di lakuin dia mbak?” Tanya Muklis penasaran.

Dahlia hanya tersenyum tak menjawab, Muklis semakin terkesima menatap kecantikan wajah Dahlia yang semakin bersinar saat tersenyum.



***



Sepanjang perjalanan, tak begitu banyak perbincangan di mobil yang dikemudikan Murad, di samping Murad ada Rebon, Maya duduk di belakang Murad persis, dan disampingnya ada Santoso, Mobil Alphard Velfire berwarna hitam itu meluncur santai membelah jalan ibukota, rupanya Jakarta turun hujan sejak sore tadi, di beberapa ruas jalan yang dilalui mobil ini terdapat genangan, para pedagang kaki lima di trotoar terlihat tengah membereskan dagangan mereka, Maya melihat jam tangannya, rupanya hampir jam 2 dinihari saat ini, Maya kembali menyenderkan kepalanya di kaca mobil, tatapannya hanya menatap jalanan yang dilalui mobil ini.

Santoso melirik kearah Maya, dia tak punya bahan pembicaraan dengan wanita ini, Santoso memang tak begitu akrab dengan Maya, sifat perempuan disebelahnya ini berbeda dengan Anissa, “Mbak Maya mau makan dulu apa langsung pulang?” Tanya Santoso memecah kesunyian.

Maya menoleh dan memperbaiki posisi duduknya, sempat dilihatnya Murad memperhatikan dirinya melalui kaca spion tengah, sebenarnya Maya merasa terganggu dengan sikap dan kelakuan Murad, namun untuk mengadu ke Adam dia merasa sungkan, Maya takut nanti Adam bersikap reaktif, dan melabrak Murad, apalagi Murad menyebut-nyebut masa lalu, walau hingga kini Maya tak memiliki petunjuk apapun tentang maksud Anak Buah Santoso itu, sedangkan untuk mengatakan pada Santoso, Maya juga tak berani, Maya akhirnya memutuskan untuk menunggu saja, sebenarnya apa yang diinginkan orang itu.

“Hmmm aku gak lapar koh, langsung pulang aja ya…tapi kalau kokoh lapar, ya gak apa nanti aku di mobil saja.” Jawab Maya, Santoso tersenyum, “Ya sudah, rumah mbak Maya kayaknya masih cukup auh, kalau Mbak Maya capek, istirahat saja, nanti kalau sudah sampai saya bangunkan.” Ujar Santoso kemudian, “Ya Koh..” Balas Maya, lalu kembali memperhatikan suasana di luar kendaraan, kabin mobil mewah ini cukup nyaman, hingga akhirnya Maya terlelap.

Maya sedikit terkejut dan memperbaiki duduknya saat terasa tubuhnya diguncang lembut, “Mbak sudah sampai..” Ujar Santoso pelan.

Maya sedikit mengerjapkan matanya yang indah, berusaha melihat posisinya saat ini, dilihatnya di depan mobil ada sebuah Pagar yang dikenalnya, gerbang perumahannya, Maya mengambil remote dari tasnya, tak lama pintu gerbang kompleks tersebut terbuka otomatis, Murad melajukan Alphard yang dikemudikannya, Rumah yang ditempati Maya tak jauh dari pintu gerbang, Murad meminggirkan mobilnya di depan rumah Maya.

“Terima kasih ya koh, sudah repot-repot ngantor saya, maaf gak bisa menawarkan mampir karena sudah larut malam juga.” Ujar Maya sambil mengambil tasnya, Murad kemudian turun dari mobil dan membukakan pintu untuk Maya, Murad menjulurkan tangan untuk membantu Maya turun, namun Maya tak mengindahkan juluran tangan itu, entah kenapa Maya merasa risih dan jengah berhadapan dengan lelaki tegap menyeramkan ini.

“Gak usah diantar pak.” Ujar Maya saat melihat Murad tergopoh-gopoh mengantar Maya, Murad sepertinya tak mendengar ucapan Maya, dia membukakan gerbang pintu pagar rumah Maya, “Mbak jangan lupa tolong di lihat yang saya kasih tadi.” Ujar Murad singkat, lalu pergi begitu saja, Maya yang tertegun dengan ucapan Murad hanya berdiri saja.

“Mbak Maya kami pulang dulu..” Ujar Santoso dibalik kaca mobilnya, Maya mengangguk dan berbasa-basi sebentar, Mobil Alphard itu kemudian mundur, Maya menekan remote gerbangnya untuk memberi jalan keluar bagi mobil Santoso, Maya juga membalas lambaian tangan Santoso.



***​



Maya mengeringkan rambutnya yang basah dengan hair dryer, dia menatap dirinya di cermin, baju tidur yang dikenakannya cukup seksi, tangtop kamisol berwarna pink, “Kenapa si Milla baju tidurnya gini semua ya..” Maya menggelengkan kepalanya, Pakaian tidur Maya biasanya model piyama celana panjang, dan karena lupa membawa baju tidur, maka Milla meminjamkan beberapa pakaian tidur untuk Maya, dan rupanya selera Milla untuk pakaian tidur berbeda dengan Maya, pakaian tidur Milla kebanyakan modelnya adalah Tanktop dan Hotpants.

Maya meletakkan hair dreyernya di meja rias, tiba-tiba dia teringat ucapan Murad saat membukakan pintu gerbang rumahnya, Maya beranjak mencari tasnya, dicarinya amplop yang diberikan Murad saat di lift rumah sakit tadi, Maya kemudian menuju ranjang, dia duduk bersial di atas ranjang, sambil membuka amplop putih ditangannya, sebuah kertas terlipat, saat dibuka sebuah benda kecil jatuh dari lipatan kertas, Maya memungut benda itu, “Sd card?” ucap Maya dalam hati, diletakkannya SD Card itu, Maya kemudian membuka kertas yang terlipat, sebuah tulisan tangan yang sedikit berantakan namun masih bisa dibaca.

“Mbak Maya yang terhormat, pertama-tama saya ingin meminta maaf karena telah lancang mengirimkan surat ini, namun saya juga tak bisa menahan dorongan hati saya ini, di surat ini saya kirimkan sebuah SD Card, tentunya Mbak Maya tahu apa itu kan? Silahkan Mbak Maya buka isi Sd Card itu, dan isi Sd card itu hanyalah sebagian kecil yang saya punya, masih banyak yang seperti itu di saya mbak, setelah nanti mengetahui apa isi SD Card ini, saya yakin Mbak Maya akan mengerti kalau saya tak main-main, saya ingin bicara dengan Mbak Maya sesegera mungkin, segera hubungi saya di nomor ini (murad menuliskan nomornya disana) agar kita bisa membicarakan bagaimana baiknya menyelesaikan masalah ini. Terima kasih atas perhatiannya.”

Maya tercenung untuk sesaat, dipandanginya Sd Card di tangannya, tanpa menunggu lagi, Maya segera mencari Laptopnya, Maya naik lagi ke ranjang dan mulai menyalakan laptopnya, dimasukkan SD Card tadi di slot yang ada, Maya kembali tertegun saat muncul sebuah aplikasi player sedang loading di layar laptopnya, “Video?” benak Maya, hatinya tiba-tiba berdegup kencang, sesaat kemudian matanya melotot melihat adegan video di layar laptopnya, Maya mengenali persis adegan itu, adegan persetubuhan dirinya dengan Anto saat pertama kali mereka selingkuh, Maya tentu ingat dimana lokasi adegan ini, dalam video terlihat wajah Maya yang mengerang sambil meracau dengan kata-kata vulgar, Maya segera menurunkan volume suara Laptopnya, ditekannya tombol pause di aplikasi video player itu. Wajah Maya pucat pasi, gemuruh jantungnya berdegup tak karuan.

“Darimana dia dapat video ini? Apakah bajingan itu yang membagikan video itu? Apa dia teman bajingan itu? Rasanya gak mungkin!!” Ujar Maya dalam hati.

Maya ingat jelas bagaimana sikap Murad yang begitu kasar pada Anto. Apalagi Murad adalah anak buah Santoso, Maya sangat paham bagaimana dendamnya Santoso pada Anto saat itu. Maya menekan tombol play di aplikasi video player itu, kini matanya terpaku pada adegan tak senonoh di layar laptopnya, terlihat Maya begitu lihai menghisap batang hitam keras Anto, rasa kuatirnya kini berganti dengan horny, Maya tak pernah bisa melupakan peristiwa malam itu, tanpa sadar jemari lentiknya meremas lembut payudaranya sendiri, kamera yang dipegang Anto saat ini tengah menyorot batang hitam itu keluar masuk vagina Maya, terdengar desahan Maya yang membahana di kamar itu.

Maya kini mematikan video itu, rasa horninya malah semakin menjadi, kini tangan Maya menyusup ke balik celana hotpant yang dikenakannya, Maya menggosok lembut klitorisnya, rupanya Maya sedikit terganggu dengan celana hotpantsnya, Maya melorotkan celana hotpants dan sekaligus celana dalamnya, matanya terpejam, adegan mesum itu seolah terputar kembali di benak memorinya, masih terbayang kenikmatan yang diberikan batang hitam itu saat mengoyak dan memompa vaginanya, batang hitam itu terasa begitu dalam menyentuh rongga intimnya yang tak pernah terjamah oleh suaminya…ahhh Maya kini mulai terbuai dengan ingatan mesum masa lalunya, itu adalah seks terhebat yang pernah dirasakannya, entah berapa kali Maya orgasme saat itu, dan tubuh Maya saat ini menggelepar diatas ranjang saat puncak kenikmatan telah tiba hanya dengan jari lentiknya…Maya terengah-engah, wajahnya kembali terpana, dia segera melompat dari ranjang, diambilnya hpnya, disimpannya nomor yang diberikan Murad dalam kontak Hpnya…..



***



Bersambung





demikian untuk update terakhir saat ini, saatnya fokus dulu ke yang lain...
sampai jumpa lagi di episode yang akan datang
 
masa murad berkhianat 2 kali hu

dlu kn dia janji akn mengbdikn diri buat santoso stlh ngelepas anto
ini mlh istri temen bos nya mau di sikat juga
 
The best. Maya liar sekali ya, nih kayaknya Murad pengen nyicipin deh, gak sangka
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd