pujangga2000
Tukang Semprot
Diary Seorang Istri Season 2
Part 10
by pujangga2000 (waone53)
Sinar Mentari pagi menyeruak masuk di sela-sela gordyn kamar, sesosok tubuh sintal menggeliat diatas ranjang mencoba merenggangkan otot tubuhnya, Maya menjangkau jam kecil yang ada diatas meja sebelah ranjangnya, matanya yang indah terbelalak melihat jarum jam yang menunjuk pada suatu angka, “duh..kesiangan lagi, kenapa akhir-akhir ini aku sering kesiangan, sudah pukul tujuh kurang seperempat!” Maya bangkit dari ranjang, rasanya dia tidur tidak terlalu malam, tapi masih juga kesiangan.Part 10
by pujangga2000 (waone53)
Saat itu Maya mengenakan pakaian tidur yang cukup minim, tanktop bertali kecil di pundak dengan bawahan hotpants hitam yang panjangnya sedikit diatas lutut, sebenarnya ini pakaian yang dipinjamkan oleh Milla, karena rupanya Maya kelupaan membawa pakaian tidur, dia hanya membawa satu set piyama, dan sekarang piyama itu sedang dicuci.
Maya kembali menggeliatkan badannya, lalu menuju ke dapur, dibuatnya teh hijau untuk menghangatkan perutnya, Maya meletakkan cangkir tehnya di meja, dinyalakannya TV, seluruh acara Tv rupanya menayangkan acara siaran berita pagi, Maya mematikan televisi, dia kemudian memutuskan untuk yoga sedikit.
Maya menggelar sebuah karpet kecil di lantai, lalu kemudian duduk bersila diatasnya, Maya kemudian melakukan gerakan Yoga yang biasa dilakukannya di gym setiap akhir pekan, postur tubuh Maya terlihat begitu mempesona, pakaian yang dikenakannya menunjukkan sebagaian besar kulitnya yang mulus, gerakan-gerakan Yoga yang dilakukan Maya begitu sensual dan memuaskan mata bagi lawan jenis andai mereka bisa melihat gerakan Maya saat itu.
Tubuh sintal Maya mengkilat basah oleh peluh, Maya mengusap keringatnya dengan sebuah handuk kecil, dia menuju hpnya yang sedang di charge, keningnya berkerut saat melihat ada beberapa miskol dari Adam, sedikitnya ada 4 miskol dari Adam pada jam 11 malam tadi, tiba-tiba hati Maya berdegup keras, Maya menggigit bibir, wajahnya terlihat cerah, “Jangan-jangan Nissa udah melahirkan?...duh kok aku tidur kaya orang mati sih sampai gak kedengaran telepon.”
Maya kemudian menghubungi nomor Adam, beberapa kali dengungan panggilan berbunyi akhirnya diujung sana terdengar suara Adam menjawab panggilannya, “Halooo..” suara Adam terdengar seperti orang yang baru bangun tidur.
“Yank kamu dimana?” tanya Maya
“Ehmm aku dirumah..” jawab Adam, seketika wajah Maya berubah, ternyata tebakannya salah.
“Kamu semalam nelpon aku ya, maaf aku ketiduran yank.” Ujar Maya.
“Ehmmm…semalam aku bawa Nissa ke rumah sakit, mungkin malam ini Nissa akan masuk ruang operasi.” Ucap Adam, Mata indah Maya mengerjap-ngerjap, seulas senyum tersungging di bibirnya.
“Nissa sekarang di rumah sakit? Trus kok kamu malah di rumah sih..” Protes Maya.
“Coba gara-gara siapa ya?… ya udah aku mandi dulu, kamu siap-siap ya, kita ke rumah sakit..” ucap Adam, lalu menutup telpon, bibir Maya cemberut mendengar ucapan suaminya, namun tak lama wajahnya terlihat bahagia, Maya mengambil handuk yang tergantung di depan kamar mandi, dan segera masuk ke kamar mandi.
***
“Kok kamu tidur kaya orang pingsan sih, semalam entah berapa kali aku nelpon tapi gak ada jawaban.” Omel Adam sambil melahap omlet telur yang dibuat Maya.
“Ya maaf, gak tau kenapa disini aku gampang banget tidur yank, malahan tadi aku kesiangan..” Ucap Maya sambil memperhatikan suaminya makan, dituangkan segelas teh hangat dan diberikan pada Adam.
Adam memperhatikan Maya yang telah berpakaian, kaos sweter putih dengan celana jeans gombrong sungguh serasi dikenakan oleh Maya, penampilan Maya terlihat seperti gadis-gadis kuliahan, “Kamu kok gak makan?” tanya Adam sambil mengunyah makanannya.
“Tadi aku udah makan kok, pelan-pelan donk yank makannya..” Ujar Maya sambil membersihkan secuil omlet yang menempel di ujung bibir Adam.
Adam menahan tangan Maya dan digenggamnya, “Nanti di rumah sakit ada orang tua Nissa, kamu bersikap biasa aja ya, gak usah canggung, mereka orang baik kok.”
“Ya aku paham…jangan khawatir.” Jawab Maya tersenyum.
Adam menatap Maya, dia tahu dan paham, sulit bagi Maya untuk berada disituasi bersama orang tua Nissa, Adam juga akan merasakan hal yang sama jika berada di posisi Maya.
“Kok kamu malah pulang sih yank, kenapa gak tungguin Nissa.” Tanya Maya.
“Nissa yang memintaku untuk nemani kamu di rumah, Nissa selalu khawatir kamu gak nyaman yank..dia juga paham kamu pasti akan canggung bertemu dengan orang tuanya.” Jawab Adam.
“Nissa memang gadis baik, hatinya benar-benar murni, rasanya gak salah kalau mas Adam begitu mencintainya,” Batin Maya, begitu jelas terlihat dari sikap dan perlakuan Adam pada Nissa, semua itu menunjukkan betapa besar cintanya untuk Nissa, dan kali ini Maya bisa melihat mata pria dihadapannya ini penuh dengan sosok Nissa, Maya tersenyum menatap pria dihadapannya ini, pria yang masih berstatus suaminya, namun Maya merasakan begitu besar perbedaan antara dirinya dengan Adam saat ini dibandingkan dua tahun lalu saat mereka bersama.
Jujur Maya tak lagi merasakan percikan gairah saat bersama Adam, seperti saat ini, rasanya seperti bersama teman saja, namun Maya juga bingung apakah ini adalah perasaan sesungguhnya dari hatinya, atau karena situasi, atau mungkin dia cemburu melihat suaminya lebih perhatian pada Nissa, sungguh Maya sangat bingung dengan apa yang drasakannya.
“Loh malah bengong liatin orang makan…, kamu udah siap? Yuk kita berangkat.” Ujar Adam mengejutkan lamunan Maya. Adam menenggak minumannya lalu berdiri dan berjalan ke luar, Maya membereskan piring bekas makan Adam dan meletakkannya di tempat cuci piring, “Yank aku tunggu di depan ya..” terdengar teriakan Adam dari teras.
Maya merapihkan riasannya dan juga hijab yang dikenakannya, wajah cantik dan rupawan terlihat mempesona di cermin, maya tersenyum melihat penampilannya yang sempurna, diambilnya tasnya lalu Maya melangkah menyusul Adam yang telah menunggu.
***
Muklis tertidur disamping ranjang Anto, suara perawat yang hendak mengontrol kondisi Anto membuatnya terjaga, “Maaf ya pak.” Ucap perawat tersebut, Muklis beringsut memberikan jalan, perawat itu terlihat menyuntikkan sesuatu di infus Anto, perawat itu juga memeriksa denyut nadi serta perban yang melingkar di kepala Anto.
“Mungkin nanti siang pasien akan dipindahkan ke ruang perawatan pak, bapak keluarga pasien?” Tanya perawat tadi, Muklis hanya mengangguk, “bagaimana kondisinya sus.” Tanya muklis, suster menjelaskan kalau Anto masih dalam pengaruh Anestesi, kemungkinan besok pagi baru bisa bangun, suster itu juga mengatakan sebaiknya menunggu dokter yang kan menjelaskan secara terperinci.
Muklis kembali duduk di sisi ranjang Anto, sudah hampir dua hari dia menemani Anto, muklis sama sekali tak tahu apa yang sebenarnya terjadi, saat mendengar kabar tentang Anto, muklis langsung bergegas menuju rumah sakit, saat itu Anto tengah menjalani tindakan di kamar operasi, Muklis juga bertemu dengan pihak SDM perusahaan, dan Manajer SDM yang memintanya untuk sementara menemani Anto di rumah sakit.
“Sebenernya kenapa nih bocah ya? Dibilang kecelakaan, truknya kok mulus, tapi kok kata anak-anak supir dia kecelakaan, lha sampek di operasi kaya gitu, duhh ada ada aja luh mah To? Apa jangan-jangan masalah cewek lagi…tapi ahh puyeng gua.” Ujar Muklis yang tak habis pikir dengan apa yang dialami temannya ini.
Muklis menoleh kearah ruangan perawat, ada sedikit ribut-ribut disana, Muklis melihat seorang perempuan cantik bertubuh ramping dengan dua orang pria gondrong tengah berdebat dengan seorang perawat pria, muklis sedikit terkejut saat melihat perawat menunjuk kearahnya, sontak ketiga orang tadi serempak memandang kearahnya, tak lama seorang Satpam menghampiri mereka, Satpam tadi berbisik kepada perawat pria, entah apa yang dibisikkan satpam itu, kini perawat pria itu malah melunak dan mengantarkan ketiga orang itu masuk, dan Muklis merasa kalau mereka datang untuk melihat Anto, tapi siapa mereka???
***
“Maaf ya Niss, mbak baru tahu kalau kamu masuk rumah sakit, mbak ketiduran, jam berapa emang ke rumah sakitnya?” tanya Maya sambil menggenggam tangan Anissa.
“Tadinya mau panggil Mbak Maya, tapi lihat rumahnya gelap aku pikir mbak Maya gak ada di rumah, aku semalam jam 10 kayaknya mbak, sekarang udah mulai puasa mbak, doaian ya semoga operasinya lancar.” Ujar Anissa sambil tersenyum manis.
“Selalu sayang..mbak selalu doakan kamu..mbak yakin semuanya akan lancar, kamu rileks aja ya, gak usah mikirin apa-apa.” Ucap Maya lembut sambil mengusap rambut Anissa, dalam hatinya Maya sangat kagum dengan ketegaran Anissa, keikhlasannya melakukan semua ini karena didasari cintanya yang teramat besar pada Adam, dan sungguh Maya melihat Anissa semakin cantik dan segar, walau berat tubuhnya naik lumayan, namun aura kecantikannya begitu bersinar karena hatinya yang sangat baik.
Seorang perempuan paruh baya keluar dari kamar mandi, Anissa tersenyum pada perempuan itu, begitu pula perempuan paruh baya itu, “ini bu yang namanya mbak Maya.” Ujar Nissa, Maya bangun dari duduknya dan menghampiri perempuan paruh baya itu, Maya menjabat tangan dan mencium tangan wanita itu.
“Sudah lama dengar namanya, baru bisa jumpa sekarang.” Ujar ibunda Nissa sambil mengelus bahu Maya.
Maya hanya tersenyum menanggapinya, suasana canggung begitu terasa diantara mereka, “Mbak Maya ini sibuk banget bu, mbak Maya jadi guru TK di kalimantan..” Ujar Anissa mencoba mencairkan kecanggungan diantara dua perempuan itu.
Suasana canggung memang wajar terjadi antara Maya dan Ibunda Nissa, tak ada seorangpun di dunia yang ingin membagi orang yang dicintanya dengan orang lain, begitupula Ibunda Nissa, meskipun dia tahu putrinya Ikhlas menjalani takdirnya, namun sebagai seorang ibu pasti ingin anaknya benar-benar bahagia, melihat Maya, Ibunda Nissa merasa seolah apa yang ada di pikirannya selama ini salah, Maya yang lebih dahulu mengenal menantunya, namun Maya terlihat ikhlas membagi Adam untuk putri kecilnya, bukankah yang seharusnya menderita adalah Maya, ibunda Anissa tak pernah tahu apa yang telah terjadi, Anissa tak pernah sekalipun menceritakan aib yang dilakukan Maya di masa lalu.
Ibunda Nissa tersenyum menyaksikan keakraban dua wanita cantik yang statusnya merupakan madu, tapi dalam penglihatan ibu Nissa, keduanya seperti kakak adik yang saling menyayangi satu sama lain, Maya begitu perhatian pada Nissa yang terbaring, dari memijat kepala hingga menyuapi Nissa, Ibunda Anissa merasa dia telah salah menilai sosok Maya selama ini, andai saja Ibunda Nissa tahu kalau janin yang dikandung Nissa adalah anak Maya dan Adam, mungkin akan lain ceritanya, sekali lagi Anissa sama sekali tak pernah bercerita apapun, baginya cukup Tuhan dan mereka bertiga yang mengetahui hal sebenarnya.
Adam yang baru masuk juga menyaksikan keakraban dua orang wanita yang kini hadir dalam hidupnya, namun di dasar lubuk hatinya terdalam Adam tahu kalau situasinya sudah berubah, wanita yang kini menjadi penghuni hatinya adalah Nissa, namun Adam sungguh bingung harus berbuat apa, entah bagaimana Adam juga yakin kalau Maya memiliki perasaan yang sama dengannya, andai Nissa tak sesayang itu pada Maya, mungkin akan lebih mudah bagi Adam mengambil suatu keputusan, Adam tahu kalau semua ini dibiarkan berlarut malah akan menambah rumit hubungan ini, tak adil juga bagi Maya kalau dia terus menawannya dalam ikatan pernikahan ini, memang setelah terjadinya peristiwa yang menghancurkan hatinya itu, Adam sangat membenci Maya, namun perlahan kehadiran Nissa mampu mengobati luka di hatinya, dan kini tak ada lagi rasa benci dan dendam terhadap Maya, namun rasa cinta yang dulu pernah ada ikut larut bersama kebenciannya, Adam memang masih menyayangi Maya, namun rasa sayang itu berbeda dengan perasaannya dua tahun lalu, apa yang dialami Maya juga menjadi hambatan Adam untuk bersikap lebih tegas dengan hubungan ini, Adam merasa terlalu kejam jika dia menceraikan Maya apalagi dengan kondisi Maya yang telah kehilangan hal paling berharga bagi seorang wanita, ini menjadi dilema bagi Adam, apalagi setelah kemarin dia menghabiskan malam penuh syahwat bersama Maya, Adam merasa seolah dia telah selingkuh terhadap Nissa, Adam menundukkan wajahnya, dia harus segera mengambil keputusan, sesuatu yang akan membawa kebaikan bagi mereka bertiga..
***
Muklis kini bisa melihat raut wajah cantik itu dari dekat, wanita itu menatap Anto dengan pandangan aneh, sesaat kemudian dia menoleh pada Muklis yang kemudian memberikan kursinya pada wanita itu, Muklis melihat raut wajah cantik dengan kulit putih bersih, segera Muklis yakin kalau perempuan ini berasal dari suku dayak. “Bapak keluarga beliau?” Tanya wanita itu, Muklis semakin yakin dengan tebakannya karena logat bicara wanita ini mirip sekali dengan tetangga di kontrakannya. Muklis hanya mengangguk menjawab pertanyaan perempuan itu.
“Nama saya Dahlia pak, ini kerabat saya.” Ujar perempuan itu memperkenalkan dirinya dan dua orang yang bersamanya, Muklis menerima jabatan tangan dua orang lelaki tegap berambut gondrong itu.
“Maaf kakak ini siapa ya, apa hubungannya dengan teman saya ini.” Tanya Muklis, dia merasa aneh tiba-tiba ada seorang wanita cantik mengunjungi Anto, setahu dia Anto tak pernah bergaul di sini, waktunya habis untuk bekerja dari pagi hingga malam.
Perempuan itu kemudian bercerita tentang peristiwa malam itu yang membuat Anto saat ini terkapar tak berdaya di bangsal rumah sakit, “Saya dan keluarga akan bertanggung jawab terhadap bapak ini, saya sungguh berterima kasih atas pertolongan bapak ini pada keponakan saya, andai bapak ini tak menolong keponakan saya malam itu, saya tidak tahu apa yang akan terjadi dengan Dahlia.” Ujar Salah seorang pria berambut gondrong itu.
Muklis cukup terkejut mendengar cerita sebenarnya itu, dia sedikit ragu sebenarnya dengan cerita itu, sebagai orang yang telah lama mengenal Anto, rasanya mustahil Anto berubah penuh nyali seperti yang diceritakan, di sisi lain Muklis juga yakin kalau dua orang lelaki ini bukan orang biasa, dari perawakan dan sorot mata mereka, Muklis yakin kalau kedua lelaki ini berkecimpung dalam dunia kekerasan seperti yang dijalaninya dulu.
Percakapan mereka terhenti saat beberapa perawat masuk ke ruangan, rupanya sudah saatnya Anto dipindahkan ke ruang perawatan, wanita cantik itu menarik tangan salah seorang pria gondrong, mereka terlihat bercakap-cakap, tampak pria gondrong itu mendengar ucapan sang wanita dengan penuh perhatian, kepalanya mengangguk-angguk dan tak lama pria gondrong itu keluar dari ruangan.
Muklis membantu para perawat memindahkan Anto ke ranjang dorong, para perawat kemudian merapihkan peralatan yang tadi menempel di tubuh Anto, setelah semua dirasa cukup, para perawat mendorong ranjang Anto menuju ruang perawatan, Muklis serta tamu-tamu tadi mengikuti perawat dari belakang.
***
Sudah hampir 1 jam Maya dan Ibunda Nissa menunggu di depan kamar operasi, tepat jam 9 malam, Nissa masuk ke ruang operasi, Maya mengenggam jemari ibunda Nissa sambil tersenyum, “ibu gak usah khawatir ya, Nissa akan baik-baik saja, kita doakan semua berjalan lancar.” Ujar Maya, ibunda Nissa hanya tersenyum mengagguk sambil membalas genggaman Maya.
Santoso dan dua orang pengawalnya juga baru tiba di depan ruang operasi, dengan sopan Santoso menyapa Ibunda Nissa sambil berjabat tangan, Santoso juga bersalaman dengan Maya sambil tersenyum ramah, kedua pengawalnya hanya berdiri agak menjauh, Maya sedikit melirik pada sosok Murad, hatinya berdegup saat matanya beradu dengan Murad, sungguh Maya melihat sorot mata itu memandangnya dengan aneh, tiba-tiba Maya teringat dengan surat yang di berikan lelaki itu kemarin, hati Maya kembali berdegup kencang, “Apa yang sebenarnya diketahui orang itu tentang masa laluku.” Batin Maya.
“Dari jam berapa Nissa di dalam?” Tanya Santoso pada Maya.
“Sudah hampir 1 jam mas.” Jawab Maya, “Apa kuberitahu saja sama Santoso tentang keanehan pengawalnya itu?” Batin Maya sambil melihat ke arah Murad.
“Ahh malah tambah ribet nanti, bagaimana kalau ada sesuatu yang benar merugikanku…” ujar Maya dalam hati.
“Hmm knapa mbak?” Pertanyaan Santoso membuat Maya terkejut, “Heh..” ujar Maya terkejut.
“Kok Mbak Maya malah bengong, apa ada sesuatu dengan karyawan saya itu?” Tanya Santoso sambil melihat ke arah Murad.
Maya melihat Murad memalingkan wajah ke arah lain, “Gak kok mas…gak ada apa-apa..” jawab Maya. Bersamaan itu tiba-tiba pintu ruang operasi terbuka, Adam dengan wajah sumringah muncul di balik pintu, Maya dan Ibunda Nissa spontan berdiri dan mendekati Adam.
“Gimana Nak Adam, Apa Nissa sudah melahirkan?” Tanya Ibunda Nissa dengan suara bergetar.
Adam mengambil tangan mertuanya, diciumnya tangan itu, “Sudah bu..alhamdulillah Nissa dan Bayinya sehat…”
“Alhamdulillah…” ujar Maya dan Ibunda Nissa hampir bersamaan.
“Sebentar bu, sebentar ya yank, tenaga medis tengah melakukan tindakan pada Nissa, makanya saya diminta meninggalkan ruangan, nanti kalau sudah siap akan dipanggil.” Ucap Adam saat kedua perempuan dihadapannya itu mengajaknya menemui Nissa.
Adam kemudian beralih ke sahabatnya, Santoso memeluk Adam erat sambil mengucapkan selamat, “congrat Bro, akhirnya kamu jadi Daddy hahahaha..” Ujar Santoso yang merasa ikut bahagia dalam suasana itu, Adam juga menyalami kedua pengawal Santoso, Maya memperhatikan raut wajah suaminya yang begitu bahagia, selama mengenal suaminya, baru kali ini Maya melihat sorot mata yang berbinar-binar di mata Adam, air mata Maya merembes perlahan di pipinya, hatinya berdegup kencang dan terasa sesak penuh dengan kebahagiaan, putranya telah lahir kedunia ini, sungguh tak sabar Maya ingin melihat langsung buah hatinya itu….
****
Bersambung
Bersambung