Where have you been?
Nuri Maulidina
-----
Pagi ini aku pulang dulu ke rumah untuk mengambil beberapa keperluan Ibu dan Ayahku, tentu aku pulang dengan angkot, karena sepedaku masih di bengkel. Pusing mikirin sepedaku itu, pasti banyak makan duit kalau sudah begitu, sudah motor tua malah ditabrak lagi. setelah sampai Rumah, banyak yang menanyakan kondisi Ayahku, dari mulai tetangga sampai sanak saudara. Aku jawab baik-baik saja dan mungkin pulangnya dalam waktu dekat ini. Karena buru-buru, aku langsung balik lagi ke Rumah Sakit.
“Nak, gak ada yang ketinggalan kan?” kata ibuku sambil mengecek barang bawaanku dari Rumah
“kayaknya lengkap bu. Tadi Asep juga cek dulu kok sebelum balik kesini” kataku sambil berjalan ke Ranjang Ayahku
Aku memandangi wajah ayahku yang tertidur pulas dengan perban di kepalanya, aku hamper saja mengamuk ke wanita itu. Untung saja dia menyadarkanku kalau kondisi Ayahku yang paling penting. Memang kadang orang kaya itu suka gila-gilaan kalau di jalan. Motor butut aja yang jalan pelan dipinggir jadi ditabrak juga.
“Tadi dokter kesini Sep, katanya kalau kondisi ayah semakin membaik, maka bisa cepet pulang” kata ibuku menghampiriku
“Iya bu, Asep juga maunya cepet pulang. Gak enak sama Anne yang nanggung biaya ini semua. Pasti gak murah kamar segini bu” kataku melihat sekeliling kamar yang Ayah tempati.
“Iya nak, Sana mandi dulu. Mumpung tidak ada tamu yang mau jenguk Ayahmu” suruh Ibuku
Aku mengiyakan dan segera mengambil handuk untuk mandi. Saat aku masuk ke dalam kamar mandi, aku sedikit kaget karena kamar ini pakek shower. Aku membatin, kok bisa ya dikasik shower? Apa tidak merepotkan bagi pasien yang ingin ke kamar mandi.
Ah bodo amat lah, aku cobain aja. Hitung-hitung pengalaman pertama pakek shower. Hmmm katanya ada tombol air angat dan air dingin. Dimana ya? aaah ini mungkin. Benar saja, setelah aku pencet tombol yang merah, air yang mengucur langsung berubah menjadi hangat. Huuuh enak ya kalau jadi orang kaya, karena kutahu orang kaya pasti punya shower di rumahnya.
“Dasar SUGE!!!”
Eh suara apa itu rebut-ribut diluar. Aku coba berhenti menyabuni badanku karena aku ingin focus mendengar apa gerangan yang terjadi diluar sana.
“Apa kamu bilang?”
“S-U-G-E.. Si Susu Gede”
Wah bener ini, ada yang aneh di luar. Aku coba matiin showernya dan ingin mengecek keluar, takut Ibu atau Ayahku kenapa-kenapa. Aku langsung melilitkan handuk di badanku.
“Ih kalau tepos gausah banyak omong”
Waah makin kenceng kudengar suaranya, harus cepet nih. Aku yang buru-buru langsung membuka pintu. Tapi aku merasa handukku seperti tersangkut sesuatu.
“APA KAU BILANG!!!”
“HEH GAUSAH RIBUT WOI” aku meninggikan suaraku dengan berat supaya tidak terdengar berteriak.
“AAAAHHHHH” Teriak dua wanita cantik sambil membuang muka.
Lah Nuri dan Anne kenapa kok disni. Kenapa mereka kaget seperti itu. aku masih sempet tertegun dan mencoba melihat kearah badanku.
“Waaaaaattttttttt” aku langsung reflek menutupi selangkanganku dengan kedua tanganku, yang tentu saja tidak muat. Aku buru-buru kembali ke kamar mandi untuk memasang handuk.
“Ih Mas Asep kenapa telanjang gitu sih” Kata Nuri saat aku keluar dengan wajah cengengesan.
“Malu-maluin saja, untung kami tidak lihat” kata Anne menimpali dengan wajahnya yang merah padam.
“Lagian kalian ini malah rebut di rumah sakit, ya aku kaget dan segera keluar.” Kataku mulai santai dan mengambil pakaianku dan kembali ke kamar mandi lagi untuk memasangnya.
Aku merasa ada yang aneh dengan dua wanita ini. Tiba-tiba mereka jadi akrab denganku dan masuk aja dalam kehidupanku, mungkin untuk Nur tidak terlalu mengagetkan, Lah ini Anne kenapa lagi kesini, bukannya urusanku dengannya sudah kelar ya.
Tentu aku senang dengan kondisi ini, tapi aku tidak mau terlalu ke-pede-an dengan hal ini. Karena aku tau posisiku seperti apa, aku merasa mereka berdua bak seorang tuan putri yang kehidupannya hamper sempurna. Sementara aku? Yaa semacam pungguk yang merindukan rembulan.
“Nur kan udah janji mas, kalau hari ini Nur kesini. Nur juga bawa sarapan buat Mas Asep” kata Nur tersenyum dan mengangkat bekal yang ia bawa
Aku balas senyumnya dengan lepas dan merasa terhormat sekali dibawakan sarapan oleh Nur, iya Nuri seorang kembang Desa. Kita dulu sempet deket pas SD, tapi aku menjauh secara pelan-pelan saat dia bertranformasi lebih cantik, seksi dan menawan. Aku bukannya pengecut, tapi lebih ke tau diri aja sih. makanya aku kerja mati-matian agar kaya, tapi gatau itu bakal kenyataan apa engga.
Lantas aku beralih memandang Anne. Seolah dia paham dengan tatapanku. Dia juga angkat bicara.
“Aku mau mengembalikan Jaketmu yang kapan hari itu. Makasih ya” katanya sambil menyerahkan jaket dan meletakkannya di meja.
Posisiku masih berdiri didepan dua wanita cantik ini, agak canggung jika duduk bersama mereka. Beberapa menit kita hanya diam saja dan serasa canngung sekali.
“Oh iya Mas, Nur juga bawakan buat ibu. Ini buat mas dan ini buat Ibu” kata Nur memecah keheningan dan meletakkan makanan di meja juga
“Waah makasih Dek, ini kamu yang buat?” aku mencoba duduk di sisi kursi lain untuk menemani mereka berdua
“Iya dong, Nur buat khusus buat orang special” katanya
Aku agak kaget sih mendengar jawabannya. Aku hanya senyum-senyum sendiri, wah jangan-jangan kode nih. Nanti aku sikat ah kembang desaku ini.
“Aku balik dulu kalau begitu” Anne langsung berdiri, kulihat wajahnya masam banget.
“Loh buru-buru Ne?” kataku basa basi, ya aku memang basa basi sih karena belum akrab
Dia hanya mengangguk dan pergi begitu saja. Ini ada apa sih, kok serba aneh gini. Tadi cekcok sampek teriak-teriak, sekarang mereka tenang dan saling diam. Jujur aku lebih takut kalau wanita itu diam, karena ngeri sekali kalau diam. Tapi yaudahlah, biarin aja Anne balik. Toh dia kan hanya balikin jaket.
“Ayo Mas dimakan, ini mumpung masih anget. Kalau dingin nanti gaenak” kata Nur memberikan makanan yang ia buat
“Ayahnya gimana Mas? Sudah baikan kondisinya”
“iya kata dokter udah baikan sih, semoga lekas sembuh biar cepet pulang ya Dek” kataku membuka makanan yang Nur kasik ke aku. Waah ternyata Nur buat nasi sup, kesukaanku ini.
“Ibu kemana Dek? kok tidak ada”
“Tadi ibu pamit beli tisu keluar mas”
“Oh..”
Aku sudah tidak focus lagi bicara dengan Nuri, karena perutku sudah meraung meminta amunisi dari luar. Aku dengan lahap memakan nasi soup ini, dan benar saja rasanya enak banget, kuahnya tidak terlalu asin dan sangat nikmat sekali. Ah jangan sampai lupa, kerupuknya dong. Eh mana kerupuknya ini. Ah ini dia.
“Loh kok liatin aku kayak gitu dek” aku kaget saat Nur melihatku tidak berkedip saat makan.
“gapapa, Lucu aja liat mas makan lahap gitu, serasa berhasil buat makanan enak”
“Lah emang enak kok hehe”
“Salam”…
“Loh si Anne kemana?”
“Tadi balik duluan buk, katanya ada perlu” Nuri menjawab pertanyaan ibu
“Ibu, ini Nuri bawakan makanan. Daripada beli mending Nuri bawakan, hehe”
“Waah makasih Nur, sampek repot gitu”
“Nuri kesini naik apa?” tanya Ibuku
“Naik motor buk, kenapa memangnya?”
“Ini, Ibuk tadi muter-muter nyari tisu ga ada toko di dekat sini. Nanti belikan ibu tisu ya, sekalian sama air”
“Sep, temanin Nuri ya. Biar ibu yang jaga Ayah” suruh ibuku
Aku hanya mengangguk saja karena masih focus dengan makananku. Ya kupikir memang wajar sih di daerah RS ini tidak ada toko kelontong, karena letaknya jauh dari keramaian dan tempatnya juga luas. Kayak eksklusif gitu.
Akhirnya setelah aku makan, aku langsung mengajak Nuri untuk membeli barang yang disuruh oleh ibuku. Oh iya, Nuri bawa helm dua gak ya? kalau Cuma 1 nanti rawan ditilang ini.
“Dek, kamu bawa helm 2 gak?”
“Ada kayaknya mas, iyaa. Kayaknya ada di jok satu”
“lah emang muat ditaruk disitu”
“ya muatlah”
“nih helmnya, muatkan?” kata Nuri setelah buka jok sepedanya dan memberikan helmnya. Aku baru sadar kalau Nuri punya punya sepeda matic gede bener, kubaca namanya N-Max.
Sepanjang perjalanan aku tidak bisa focus karena gundukan gunung Nuri menempel di punggungku. Aku tidak tau dia sengaja atau tidak, tapi setiap dia ngomong denganku, Nuri langsung majukan mukanya dan otomatis dadanya langsung menempel dipunggungku.
“Abis ini mas mau kemana?”
“Hah” kataku ga kedengaran suara Nuri
“Habis ini Mas Asep mau kemana?” Nuri menyaringkan suaranya
“Ya ga ada dek, jaga bapak di RS”
“Mas jangan keluaran, apalagi keluar sama Anne”
“kenapa dek? Mas gak denger” karena aku memang tidak mendengarnya
Namun bukan jawaban yang aku dapat, tapi pelukan erat dari belakang yang aku rasakan. Otomatis penisku langsung berdiri setelah merasakan gunung kembarnya Nuri seperti tergencet di punggungku.
Kita berdua sangat senang dengan waktu yang kita miliki ini. Nuri memagang tanganku dengan dalih takut ditinggal. Aku mah manut aja, secara siapa yang tidak mau di gandeng cewek se cantik dan se semok Nuri.
Akhirnya kita kembali ke Rumah sakit, aku parker sepedanya di basement RS, karena jaraknya dekat dengan kamar Ayahku, biar aku ngangkat barangnya tidak terlalu jauh kesana.
“Nur, langsung pulang ya mas. Takut dicariin Bapak sama Ibu”
“Oh iya dek, makasih ya atas semuanya” ucapku sambil tersenyum
“Cupppp”
“EH”
Aku kaget saat Nuri tiba-tiba mencium pipiku. Aku pegang pipiku seolah tak percaya dengan apa yang terjadi. Aku hanya cengengesan saja mendapat perlakuan itu.
“Mas Asep punya HP gak?” tiba-tiba Nuri bertanya
“EH anu, mas jual dek buat nambah beli HP yang baru. Tapi gak sempet gara-gara Ayahku kecelakaan” kataku
“Bentar”
Kulihat Nuri mengambil sesuatu didalam tasnya, dan menulis sesuatu di secarik kertas yang ia sobek tadi.
“Ini Nomornya Nuri, Pokok nanti habis dapat HP baru, Mas hub Nuri ya”
“Waah siap dek” kataku mengambil secarik kertas itu
CUPPPP
“eh dek kok…”
“Hihihi, udah gausah dibahas, Nuri malu”
“Nuri pulang dulu ya Mas Asep”
Aku masih termenung dengan perlakuan Nuri kepadaku. Apakah ini pertanda aku bisa menyikat Nuri secepatnya. Kulihat Nuri sudah berlalu dengan sepedanya, aku masih berdiri kaku sambil memegang secarik kertas yang berisi nomor hp Nuri.
Aku masukkan secarik kertas itu ke kantongku. Dan langsung mengangkut barang pesanan ibuku. Selama perjalanan, aku melamun soal perlakuan Nuri kepadaku. Kok bisa ya aku dicium perempuan. Biasanya kan laki-laki yang mencium duluan.
“Salam”
“Ini bu, barangnya”
Aku kaget saat liat Joanne berada di kamar inap Ayahku. Bukannya tadi dia ijin pulang ya. kok malah balik lagi. apa ada masalah ya dengan pengobatan ayahku.
“kapan datang Ne, kok balik lagi? ada yang ketinggalan?” aku coba sapa dia.
Tapi nihil, dia tidak mau menjawab sapaanku dan bahkan tidak mau menoleh ke arahku. Ibu dengan cepat menarikku keluar, aku masih bingung dengan kondisi yang saat ini menimpaku. Ini ada apa sih gerangan, batinku
“Nak Anne katanya ada perlu sama kamu nak, dia pengen ngajak kamu kemana gitu. Ibu gak paham” Kata ibu berbisik kepadaku
“Lah kok bisa buk? Memang mau kemana dia?” aku tentunya masih kaget
“Udah, turutin aja Nak. Ibu ga enak karna dia yang bayarin biaya perawatan Ayah”
Aku hanya menghela nafas dan aku iyakan saran dari ibuku. Ini salah satu yang aku benci dengan sikap orang kaya, kalau sudah mau sesuatu terkesan maksa dan sangat menyebalkan.
- Bersambung