---------------------------------------------------------------------------
Cerita 43 – Bablas..!!
Masih pukul empat kurang ketika aku terjaga. Tak biasanya aku terbangun sedini ini.
Dengan pikiran melayang aku masih berbaring di tempat tidur.
Lamat-lamat aku teringat dengan kata-kata Neni seminggu lalu..
"Oh.. jadi Mbak juga jadi korban rayuan cabul Mas Andre..?” Katanya seperti menahan tawa.
"Yah.. begitulah, Nen. Mbak bingung musti ngapain.
Secara dia seruangan sama Mbak.. tiap hari ketemu. Untung Mbak ketemu Ria sama Evi.
Katanya dia dulu juga pas baru-baru kerja di sini suka dirayu-rayu gitu sama Andre.
Tapi Ria sama Evi malah nyuruh ketemu kamu. Kata mereka kamu mantan Andre..”
"Iya emang..” balasnya enteng.
"Terus. Gimana caranya biar kayak Ria sama Evi..? Biar gak digangguin lagi sama Andre..?”
"Oooh itu. Aku suruh aja mereka bilang kalo mereka udah tau sebab putusnya aku sama Mas Andre..”
"Terus..?”
"Udah. Itu aja..”
"Kok bisa..? Emang ada rahasia apa..?” Cecarku.
"Iih.. ya udah itu aja. Cuman segitu aja kok caranya..”
Aku menatap Neni lekat-lekat.. mencoba membuat ia jujur dengan pandanganku yang penuh selidik.
"Oke.. oke.. Neni jujur. Itu pun karena Mbak Resty sudah merid.. gak kayak Ria sama Evi yang masih cupu-cupu..”
Akhirnya.. Neni mau juga memberikan rahasia yang akan menjadi pembebasku dari rayuan cabul si Andre.
"Gini, Mbak..” lanjut Neni.
"Sebenarnya.. mmm kami.. saya sama Mas Andre itu.. putus karena .. mmm ..”
Neni mendekatkan wajahnya hanya beberapa senti dari wajahku.
"Karena Mas Andre cepet keluar..” bisiknya.
"Cepet keluar gimana..?” Kataku belum mengerti.
"Ssssttt.. jangan keras-keras. Biar mantan.. aku juga gak mau Mas Andre malu karena kelemahannya diumbar..”
"Maksud kamu apa..?” Dengan latah aku malah ikut berbisik.
"Iihh.. masa sih gak paham. Kan udah merid..?” Neni malah tampak bingung menjelaskan.
"Cepet keluar..” bisiknya lagi. "Cepet selesai kalo ML..”
"Ooo..” Aku hanya ber-o dalam bisikan.
Jadi itu yang menjadi senjata Ria sama Evi untuk menghentikan rayuan cabul Andre pada mereka.
Dengan mengatakan bahwa mereka tau sebab putusnya Andre dari Neni..
sama saja mereka seperti tau bahwa Andre ejakulasi dini.
Laki-laki mana pun pasti downlah kalau rahasia keperkasaan mereka diketahui oleh incaran mereka.
Hmmm.. jadi itu kuncinya. Tapi tunggu.. dari mana Neni tau.
"Terus kamu tau dari siapa..?” cecarku lagi pada Neni. Orangnya malah tersipu-sipu.
"Jadi kamu sama Andre sudah ..?” Anggukan malu-malu Neni memotong kalimatku.
"Yaaa.. tapi itulah. Kasian juga sih Mas Andre.
Padahal sejujurnya aku sayang kok sama dia.. makanya kasi perawan ke dia..” cerita Neni.
"Tapi lama-lama aku heran, Mbak. Katanya ML itu enak.. ada klimaksnya.
Aku kok gak pernah tau rasanya. Sampai ..”
Neni tampak kaget dengan ceritanya sendiri seperti orang yang keceplosan bicara.
"Sampai apa..?” Kejarku.
"Iiiihhh.. tuh kan..!? Malah jadi Mbak tau semuanya..”
"Sampai apa..?” Aku tak mau menyerah.
"Sampai.. sampai.. aku sama Pak Ridwan..”
"Jadi.. kamu sama Pak Ridwan.. direktur kita sudah ..?” Kalimatku tak selesai melihat anggukan Neni.
"Dari Pak Ridwan Neni tau rasanya klimaks. Jadi sebenarnya saya duluan yang selingkuh dari Mas Andre..”
Bayangan percakapanku dengan Neni terhenti ketika aku rasakan Mas Hendra.. suamiku, bangun dari tidurnya.
"Sudah bangun, Ma..?” Sapanya ketika melihatku sudah membuka mata.
"Sudah daritadi, Pa..”
Mas Hendra menjangkau handphone di samping tempat tidur.
"Hmm.. masih dinihari..” katanya seraya meletakkan handphone kembali.
Kemudian kurasakan ciuman mendarat di bawah telingaku.
Geli nikmat langsung kurasakan merambati tubuhku.
"Iihh.. apaan sih Pa..” kataku menghindar tak sepenuhnya.
"Masih ada waktu buat quickie..” katanya seraya mendaratkan ciuman bertubi-tubi di wajahku.
----oOo----
Sedetik kemudian aku sudah berada di bawah dekapannya.
Mas Hendra dari atas tubuhku melumat bibirku dan kubalas dengan permainan lidah yang tak kalah panasnya.
Ini sering kami lakukan kalau kami bangun terlalu cepat.
Dari bawah tindihan Mas Hendra yang menopang berat badannya dengan kedua sikunya..
Tanganku balas mendekap tubuh Mas Hendra dan mengelus-elus punggungnya dengan telapak tanganku..
Menelusupkan tangan ke dalam tubuh bagian belakang Mas Hendra dari bawah piamanya.
Kurasakan satu tangan Mas Hendra juga menelusup dari bawah baju tidurku..
merambat naik menemukan payudara yang tak pernah kututupi BH kalau tidur.
Jemari Mas Hendra kurasakan membelai areolaku, meremas gundukan dadaku dengan pijatan yang nikmat..
hingga akhirnya kurasakan sebuah jari menekan dan memelintir dengan lembut dan nikmat di puting susuku..
yang seketika mengeras karena menerima rangsangan yang begitu intens.
"Ahhh..” Tak kuasa erangan keluar dari mulutku melepaskan kulumanku dari ciuman bibir Mas Hendra.
Tanganku kemudian membuka kancing piyama Mas Hendra dengan cepat..
kemudian membelai dada bidang yang terpampang di atasku.
Mas Hendra tak mau kalah.. baju tidurku disingkap hingga leher..
membuat kedua bukit payudaraku menyembul dengan menantang di hadapannya.
Tak menyia-nyiakan waktu, sementara satu tangannya masih memijit dan memilin-milin satu payudaraku..
mulutnya kemudian mendarat di payudara sebelahnya lagi..
hingga segera kurasakan sedotan nikmat diiringi sapuan lidah tak henti-henti di puting susuku.
"Ouuh.. Masss..” Aku memekik dan kembali mendekap Mas Hendra di atasku.
Kepalaku mendongak ke atas meresapi rangsangan di payudaraku.
Pilinan dan kuluman di puting susuku mengantarkan geli nikmat yang membuat liang vaginaku menggelora.
Dalam sekejap aku sudah merasakan lorong-lorong di kemaluanku menghangat. Aku sudah basah.
Sementara Mas Hendra terus memainkan payudaraku bergantian kiri dan kanan..
bergantian pula tangan dan mulutnya, tanganku mulai menelusup ke karet celana piama Mas Hendra.
Sambil menahan gelora nikmat di payudaraku.. tanganku mendorong pinggang Mas Hendra..
agar tanganku diberi sedikit ruang untuk menemukan yang kucari.
Diiringi pantat Mas Hendra yang sedikit naik.. aku geser tanganku ke bagian depan celana Mas Hendra..
hingga menemukan apa yang kucari..
Sebuah batang yang hangat yang tak pernah memakai celana dalam di rumah terasa kenyal di tanganku.
Aku mengelus-selus lembut batang itu..
hingga perlahan kurasakan batang itu makin mengeras dalam genggaman tanganku.
"Ohhh.. Res..” Mas Hendra melepaskan kulumannya dari payudaraku..
ketika aku mempercepat kocokanku di batang penisnya.
Ia bangkit berlutut di antara kedua pahaku kemudian melorotkan celana piyamanya hingga lutut.
Aku bangkit duduk mengangkangi tubuh Mas Hendra..
beringsut mendekati batang penis yang mengacung ke wajahku.
Diawali jilatan-jilatan di bawah kepala penis Mas Hendra..
Clopp..! Aku mencaplok batang penis itu dan mengulum-ngulumnya dalam permainan lidah yang dahsyat.
"Ahh.. wow..!!" Mas Hendra mendorong pelan kepalaku menjauhi penisnya.
Dengan dorongan ringan, aku kemudian kembali berbaring mengangkangi Mas Hendra di antara pahaku.
Mas Hendra kemudian meraih karet celana piyamaku sekalian karet celana dalamku.
Kedua pakaian bawahku kemdian ditarik bersamaan.
Aku mengangkat kedua kakiku agar Mas Hendra mudah meloloskan keduanya.
Kedua kakiku kembali mendarat di kedua sisi tubuh Mas Hendra.
Terlentang pasrah di hadapan Mas Hendra.. tubuhku dari dada sampai bawah sudah tak berpenutup lagi.
Sementara Mas Hendra dengan baju yang terbuka kancingnya seluruhnya dan celana yang telah melorot..
mulai merangkaki tubuhku dan mendaratkan ciuman dibibirku.
Kulebarkan pahaku sejauh-jauhnya ketika kurasakan pinggang Mas Hendra mulai mencari-cari posisi..
untuk mengarahkan penisnya ke arah vaginaku.
Kurasakan penis Mas Hendra menusuk-nusuk di selangkanganku.. perlahan mulai menemukan celah vaginaku..
Slebb.. terus menusuk-nusuk hingga kepala penis itu tepat terasa di lubang vaginaku.
"Ohh.. Masss..!” Aku terpekik. Penis itu melesak membelah bibir vaginaku yang sudah basah.
Menerobos mengisi mili demi mili lorong vaginaku yang meregang..
menyambut batang hangat yang terasa berdenyut menindihi clitorisku.
Mas Hendra mulai menggoyangkan tubuhnya ketika kurasakan lorong vaginaku telah beradaptasi..
dengan batang penis yang dilesakkan sepenuhnya.
Aku mengerang meluahkan perasaan nikmat di tubuhku merasakan pilinan jari Mas Hendra di putingku..
sembari tak menghentikan tusukan-tusukan penuh penisnya di vaginaku.
Kurengggangkan pahaku makin lebar saat kurasakan ujung penis Mas Hendra mengaduk-aduk rahimku.
Batang penis itu terasa penuh di lorong vaginaku.. menggesek-gesek syaraf tersensitif di dinding-dinding vaginaku.
Pangkal penis dan bulu-bulu halus kemaluan Mas Hendra membuatku terpekik..
ketika dengan intens terus menerus mengetuk clitorisku..
Sementara pangkal penis bawah menggesek dengan nikmat lubang vagina dekat duburku..
hingga tak ayal lagi.. kurasakan buah pelir yang menepuk-nepuk lubang anusku yang terbuka lebar..
karena pahaku merenggang sepenuhnya.
Kami berdua bergoyang mengejar puncak kenikmatan..
ketika lamat-lamat terdengar dering handphone dari tas kerjaku.
Mas Hendra menghentikan goyangannya. "Apa aku mendengar nada dering HP..?”
Mas Hendra menoleh ke handphone pribadiku yang terletak di samping handphonenya..
namun bukan itu yang menyala.
"Kamu nyalakan HP kerja di rumah..?” Raut kesal tak bisa disembunyikan Mas Hendra.
----oOo----
"Ahh..!!” Tak dapat kutahan pekikanku ketika Mas Hendra bangkit dengan kesal..
membuat penisnya terlepas begitu cepat dari vaginaku.
"Maaf, Mas..” Perasaan bersalah berkecamuk bercampur dengan hasrat yang tak tertuntaskan.
"Ya sudah.. angkat sana..” Mas Hendra menaikkan kembali celananya..
menutup penis yang masih berdiri tegak menuntut penuntasan.
"Gak apa-apa, Mas. Kita lanjutin..”
Mas Hendra menepis tanganku yang terulur hendak mencegahnya pergi ke kamar mandi.
Beberapa saat kemudian terdengar bunyi shower.
Hanya menurunkan baju piyamaku.. melangkah ke tas kerjaku dengan tubuh bagian bawah tetap telanjang.
Kuperiksa panggilan masuk.. ternyata dari Sinta sahabat kuliahku yang kini teman sekantorku.
Kesal kumatikan handphone itu dan melangkah ke dapur menyiapkan sarapan.
Hanya berbalut baju piyama.. aku sibukkan diri di dapur..
sementara pikiranku menerawang pada percakapanku dengan Sinta beberapa hari yang lalu.
"Ya sudah.. kamu tinggal lakuin aja kayak Ria sama Evi..”
Sinta memberikan saran padaku setelah mendengar ceritaku tentang Andri dan Neni.
"Maunya sih gitu.. tapi ..”
"Tapi apa sih, Res..?” Sinta tampak tidak sabaran.
"Coba bayangin, Sin. Neni ninggalin Andre setelah tau enaknya ML dari Pak Ridwan.
Terus sekarang semua cewek ninggalin dia hanya gara-gara Neni. Gimana coba..?”
"Ya.. salah sendiri mesum..”
"Kan kasian, Sin..”
"Restiiii.. Resti. Kamu tuh kerja di sini.. bukan buat kasianin cowok macam Andre.
Coba bayangin.. kamu tuh baru diterima kerja di sini udah digodain..
Padahal kan tau kalo kamu itu merid..” Sinta berapi-api.
"Ato gini aja..” lanjut Sinta. "Kamu turutin aja sekalian ML sama dia..
terus tunjukin kalo kamu itu gak puas pas dia keluar kecepetan..”
"Ihhh.. gila apa Sin..!!! Aku selingkuh dong..”
"Yee.. selingkuh itu kalo kamu tuh suka juga. Kalo gini kan sama aja kamu diperkosa..”
"Ah.. udah ah.. malah ngaco. Mending ngikutin caranya si Ria sama Evi aja..”
"Nah.. kan. Udah ngeyel-ngeyel ujung-ujungnya balik ke awal.. ha ha..”
Lamunanku sambil menyiapkan sarapan terhenti ketika terdengar Mas Hendra keluar dari kamar mandi.
"Sarapan, Mas..” Aku masih melihat kekesalan di wajah Mas Hendra.
Memang kami sudah punya komitmen untuk mematikan handphone khusus kerja kalau di rumah.
Tapi entah mengapa aku lupa mematikan handphoneku kemarin. Akhirnya kami sarapan dalam diam.
Selesai sarapan aku ke kamar mandi sementara Mas Hendra berpakaian.
Di kamar mandi aku bercermin memperhatikan diriku dalam ketelanjangan.
Merenungkan kembali rayuan-rayuan cabul Andre sejak aku masuk kerja di kantorku beberapa bulan lalu.
----oOo----
Aku masih baru kerja di kantorku ini.. itu kulakukan setelah Mas Hendra mengizinkanku kembali bekerja..
karena Pak Ridwan.. direktur kantorku masih ada hubungan kerabat dengannya.
Namun kenyamananku bekerja terganggu oleh ulah atasan divisiku bekerja.. Andre.
Sebetulnya dia bukan atasanku.. karena aku langsung bertanggungjawab ke Pak Ridwan..
dia hanya sebagai senior saja di divisiku, tak lebih.
Aku mulai mengguyurkan air shower ke tubuhku.
Entah mengapa aku teringat kembali usul ngaco Sinta.. mengajak Andre ML.
Entah karena hubungan seks yang menggantung dengan Mas Hendra tadi..
atau memang karena usul itu begitu menantang..
Aku jadi berdebar membayangkan diriku merelakan dijadikan pelampiasan seks si Andre cabul.
Namun begitu.. dengan membayangkan saja aku merasakan hangat di vaginaku..
Ada getar halus yang membuat aku bergairah.
Namun demi mendengar panggilan Mas Hendra yang akan mengantarku kerja ke kantor..
aku mempercepat mandiku yang berbalut birahi.
Hanya berbalut handuk yang hanya menutupi dada sampai pahaku..
aku keluar dari kamar mandi menemukan Mas Hendra sudah mengenakan kemeja kerjanya..
sementara bagian bawah tak kulihat celananya.. dia tampak sedang mencari-cari celana dalamnya di lemari.
Dengan diam aku ke samping Mas Hendra juga mencari celana dalam di bagian bawah.
Aku jongkok di samping Mas Hendra.
Sekali lagi birahiku terpercik ketika menyaksikan gelantungan di pangkal paha Mas Hendra.
Batang yang gemulai guntal gantul itulah yang tadi memompaku menuju puncak birahi..
yang sayangnya harus terinterupsi oleh handphone terkutuk yang lupa kumatikan.. hhhh.
Ketika mengangkat wajahku.. mataku bersitatap dengan Mas Hendra..
yang kupergoki juga tengah mengamati selangkanganku..
yang terekspose karena jongkok mencari celana dalam di sampingya.
Gelora gairah kami kembali meletup.. Mas Hendra menarik wajahku dan kembali kami berpagutan mesra.
Dan entah dengan cara apa handukku sudah melorot..
menyisakan ketelanjangan sempurna tubuhku di hadapan Mas Hendra..
Sementara kurasakan penis Mas Hendra sudah tegak sempurna dalam genggamanku ketika aku menjangkaunya.
Plopp..! “Aahhh..” perpisahan mulut kami menyisakan bunyi plop yang kencang.
"Mas, gimana dong..? Udah kesiangan nih..!?” Seruku terengah menahan nafsu.
Mas Hendra mengangkat bahu dan menyerahkan kembali celana dalamku yang terjatuh ketika berpagutan tadi.
"Masih banyak waktu nanti sepulang kerja..” kata Mas Hendra juga dengan nafas yang sedikit menderu.
"Huuu.. kaciaaaann..” Aku bercanda membelai penis Mas Hendra yang masih tegak mengacung.
Mas Hendra menepisnya lembut dan mengambil celana dalamnya dan mengenakannya dengan cepat.
Kami berpakaian dan bersiap ke kantor.
Dengan tanktop tipis berbalut blazer merah hati dengan rok mini selutut warna senada..
aku mengiringi langkah Mas Hendra ke mobil.
Sepanjang jalan tangan Mas Hendra tak henti-henti menggerayang apa saja yang dapat ia jangkau dari tubuhku..
seakan ingin melampiaskan rasa gereget karena nafsu yang tak tertuntaskan pagi ini.
Sementara aku hanya mampu berusaha menepis hasrat yang terus-menerus menerima godaan.
Sesampai di kantorku.. kami berpisah dengan ciuman dahsyat yang sangat basah.
"Nanti kujemput seperti biasa..” Mas Hendra melambaikan tangan sebelum melajukan mobilnya berlalu.
Tiap hari aku diantar jemput Mas Hendra.. karena kantor kami tak begitu jauh.. hanya 30 menit..
itu pun sudah ditambah lama macet. Jika lancar malah lebih cepat lagi.
Sepeninggal Mas Hendra.. aku harus mengambil selembar tissu untuk mengusap leleran liur di daguku..
aku harus ke kamar mandi dekat pos Satpam untuk merapikan lipstikku.
----oOo----
Ketika memasuki lobi bangunan kantorku.. aku tertegun dengan suasana yang agak lengang.
Walau pun belum masuk jam kerja, biasanya para karyawan sudah ramai.
"Kok sepi, Pak..?” Tanyaku pada Satpam yang tengah memainkan handphone..
tak menghiraukan kedatanganku karena memang sudah biasa.
"Oh.. pada ke ruang meeting, Non..” jawabnya tanpa mengangkat matanya dari handphone.
"Emang ada rapat..?” Pak Satpam akhirnya menoleh ke arahku.
"Tadi Pak Ridwan telepon, Non. Semua karyawan disuruh ngumpul nungguin beliau di ruang meeting..”
"Pak Ridwan udah dateng..?”
"Belum, Non. Tapi udah pada ke ruang meeting semua orang-orang..”
Aku meninggalkan Pak Satpam yang sepertinya tak sabar lagi hendak main game di handphonenya.
Masih ada waktu kalau Pak Ridwan belum datang untuk menaruh tasku di meja kerjaku.
Aku melangkah cepat ke Divisi tempat kerjaku di lantai tiga.
"Sudahlah, Nen. Kamu gak perlu urusin hidup aku lagi. Kita sudah selesai..!"
Aku menghentikan langkahku di depan pintu ketikan mendengar suara keras Andre.
Sepertinya dia juga belum pergi ke ruang meeting.
"Iya.. aku tau.. emang bukan urusan aku. Tapi ini untuk kebaikan kamu juga, Andre..”
Suara Neni seperti berusaha tenang.
"Sejak kapan kamu peduli..!?”
"Andre.. aku tau semua salahku kita berpisah.
Tapi bukan berarti itu jadi alasan untuk kamu mengumbar kevulgaran gitu sama semua orang..”
"Oh, ya..? Seperti kamu yang tak akan mengumbar kevulgaran dengan Pak Ridwan..?”
Sepertinya Andre dengan Neni sedang bertengkar..
aku tak jadi masuk ke ruangan tapi tak ingin beranjak dari balik pintu.
"Andre.. Oke.. aku salah. Tapi itu hal yang beda, Andre..”
"Apa bedanya. Kalo kamu aja bisa seenaknya selingkuh.. main gila sama Pak Ridwan.. kenapa aku ga bisa..?
Kamu bisa lakukan justru saat kita masih pacaran..
kenapa aku ga bisa.. padahal aku ga ada hubungan sama siapa-siapa..?”
"Karena kamu gak mampu, Andre..!" Andre terdiam dengan jawaban tegas Neni.
"Andre..” panggil Neni lembut. "Kamu tuh harus nyadar, nggak kayak gitu caranya deketin cewe.
Kamu tuh harus tau diri.. seks itu kelemahan kamu.
Masih banyak cara lain untuk menyenangkan cewe selain dengan seks yang hebat..”
"Ya..” Suara Andre lemah.
"Seperti aku berikan semua ketulusanku untuk menyenangkan kamu..
hingga kamu mencari kenikmatan seks dari Pak Ridwan..”
"Itulah sebabnya aku tak pantas untuk kamu, Andre..”
Ketika aku sedikit mengintip.. kulihat Neni mendekati Andre dan memegang kedua pipi laki-laki itu.
"Andre, kamu yang sekarang bukan Andre.
Andre yang aku kenal itu lembut.. tulus, gak mesum kayak sekarang. Apalagi goda-godain istri orang..”
"Maksudmu Resty..?” Kulihat Neni menganggukkan wajahnya.
"Sebetulnya aku seneng kamu mulai move on sama Ria, sama Evi.
Cuman gara-gara kamu mesum terpaksa aku suruh mereka ngomong kalo mereka tau sebab kita putus..”
"Jadi sebetulnya mereka gak tau..?” Tampak Neni tersenyum lagi menganggukkan wajahnya.
"Sebenernya Ria Baper loh sama kamu. Kamunya aja yang udah down duluan gara-gara omongan mereka.
Mending Ria daripada Resty. Aku tau Resty itu lebih cantik... tapi dia itu istri orang, Andre..”
"Bukan hanya cantik, Nen. Resty itu sempurna..” Neni menjitak kening Andre.
"Kamu dekatin dia.. aku sebarin kalo kamu ejakulasi dini..”
Bunyi sepatu Evi yang bergegas ke tangga mengagetkanku.
"Kenapa, Vi..?” Kataku yang entah kenapa juga bergegas mendekatinya.
"Pak Ridwan udah dateng. Sekarang lagi parkir mobilnya..”
Tanpa banyak tanya lagi, aku mengikuti langkah cepat Evi menuruni tangga menuju ruang meeting di lantai satu.
Kuurungkan niat menaruh tas di meja kerjaku, itu nanti saja..
Pak Ridwan tidak pernah suka jika ada yang menyusul ke ruang Meeting setelah beliau ada di sana..
itu yang kutau dari rumor di kalangan karyawan.
Andre dan Neni menyusul memasuki ruang meeting tak lama setelah aku meletakkan pantatku di kursi pojok.
Mungkin mereka bisa melihat Pak Ridwan datang dari jendela lantai tiga.
Pak Ridwan memasuki ruangan bahkan sebelum mereka menemukan kursi kosong untuk duduk.
Rapat pagi itu sebetulnya hanya berupa evaluasi rutin.
Namun karena aku baru di kantor ini, rapat ini adalah yang pertama untukku.
Pak Ridwan memimpin rapat dengan tegas dan penuh wibawa, aku tak melihat sedikit pun rona cabul di wajahnya..
kesan bahwa dia punya affair dengan Neni tak tampak sama sekali.
Saat Andre mengemukakan usul-usulnya, tak tampak kalau dia memiliki masalah keperkasaan.. begitu percaya diri.
Sisi lain manusia sepertinya sulit ditebak.
Selesai meeting.. entah mengapa Andre yang biasanya selalu menggodaku dengan rayuan-rayuan cabulnya tampak canggung.
Ia seperti menghindari untuk berinteraksi denganku.
Sempat aku berpikir bahwa dia tau aku mencuri dengar pertengkarannya dengan Neni..
namun kutepis dugaan itu.. terlalu mustahil.
Sementara aku, dengan perubahan drastis dalam sehari itu.. aku juga merasa seperti ada yang lain.
Ada rasa bersalah bahwa aku meremehkan Andre.. hanya karena masalah keperkasaan ranjang..
Alangkah naifnya.
Tambahan lagi.. seperti ada yang hilang.. karena hari ini tak ada rayuan-rayuan cabul dari Andre..
Betul-betul aneh.. terasa sepi.
Kecanggungan berlanjut hingga menjelang pulang kantor.
Saat Ria dan Evi sudah tak ada di ruangan.. Andre tampak buru-buru menyelesaikan pekerjaanya..
kemudian hendak pergi ketika aku mencegahnya.
"Mau ke mana, Andre..?”
"Eh.. anu.. hmmm .. itu ..”
Aku melangkah mendekati meja Andre. Ia tampak pias ketika aku berdiri di hadapaqn mejanya.
"Kamu kenapa, sih..?”
"Enggak apa-apa kok, Res..”
"Beneer..?”
Andre terdiam nampak seperti menimbang-nimbang untuk mengatakan sesuatu.
"Hmmm.. Res..” katanya setelah agak lama.
"Aku.. mmm aku minta maaf kalo selama ini ganggu kamu terus..”
"Oh ya..?”
"Aku serius, Res. Aku mungkin sudah keterlaluan sama kamu. Nggak menghormati pernikahan kamu..”
Hampir aku keceplosan mengejek Andre.. karena aku tau sebenarnya dia hanya takut ketauan ejakulasi dini.
Tapi demi mengingat bahwa Andre belum tau kalau aku tau kelemahannya.. aku urungkan niatku.
"Aku sih oke-oke aja kamu minta maaf. Cuman heran aja kenapa kamu gitu..?”
Akhirnya kata-kata yang terucap dariku seperti itu.
"Kan ada Ria, ada Evi, kenapa kamu mesti godain aku, coba..?”
Aku sengaja memancing Andre seakan-akan belum tau kalau sebelumnya dia pernah menggoda Ria dan Evi.
Agak lama Andre terdiam sebelum akhirnya menjawab.
"Mmm.. maaf-maaf aja nih ya, Res. Justru karena kamu merid makanya aku incar godain kamu..”
"What..!? Ga salah denger nih aku, Andre..?”
"Sorry.. ma'aaaf banget, Res. Makanya aku gak bakalan lagi deh sekarang gangguin kamu lagi.
Janji, sumpah, suer..!”
"Bukan gitu, Andre. Aku belum ngerti. Karena aku merid maksudnya apa..?”
"Hmmm.. gini. Tapi kamu jangan marah ya. Karena kamu merid maksudnya.. seandainya.. seandainya nih..
seandainya betul-betul terjadi.. kamu kan gak bakal rugi-rugi amat.
Gak kayak Ria ato Evi yang belum merid, siapa tau mereka pada masih perawan..”
Andre menjelaskan panjang lebar.
"Rugi apaan..?” Cecarku.. padahal aku sudah tau ruginya cewek..
kalau sampai ML dengan Si Andre yang ejakulasi dini ini.
"Ya.. rugi.. maksudnya.. ya.. rugi..”
Aku tertawa dalam hati melihat Andre salah tingkah kucecar seperti itu.
Sementara suasana kantor sudah mulai sunyi.
Aku melangkah ke jendela memandang ke luar kantor.. melihat suasana jalanan di depan kantor..
yang sedikit-demi sedikit memadat karena jam pulang kantor.
Di tempat parkir sudah tak ada lagi kendaraan.
Tampak sebuah motor yang kuyakini milik Andre dan motor bebek milik Pak Satpam yang tersisa.
Kutengok arloji di lenganku, ini sudah jam pulang suamiku.
Sementara pandanganku ke luar, pikiranku menerawang.
Terbayang lagi pembicaraan dengan Sinta beberapa hari yang lalu.
Diselimuti kesunyian kantor.. ada debaran aneh di hatiku ketika membayangkan kata-kata Sinta..
"Kamu turutin aja sekalian ML sama dia..
terus tunjukin kalo kamu itu gak puas pas dia keluar kecepetan..” Ide gila memang.
Namun dengan kenyataan kini Andre sudah bertekuk lutut karena kata-kata Neni..
ditambah lagi kata-kata Andre barusan bahwa tak ada ruginya bagiku..
aku merasa usul Sinta itu seperti bujukan setan cinta yang begitu kuat.
Dan entah datang dari mana..
tiba-tiba sebuah dorongan membuat kata-kataku meluncur keluar dari mulutku.
"Kalo kamu mau.. kamu boleh ML sama aku..”
"Apa, Res..!?” Aku mendengar ketidakmengertian,
Kekagetan, dan entah mungkin sedikit harapan dalam suara Andre.
Tanpa menjelaskan dengan kata-kata.. kusingkapkan rok miniku ke atas..
kemudian mengambil posisi nungging dengan berpegangan pada kusen jendela.
Tanpa menoleh.. kujulurkan tangan kanan ke belakang dan meminggirkan karet tengah celana dalamku..
mencoba memperlihatkan belahan kemaluanku pada Andre yang ada di belakangku.
"Kalo kamu mau.. kamu boleh ML sama aku sekarang juga..” Aku mengucapkan kata-kata itu sejelas mungkin..
setelah menarik nafas menahan getaran jantungku yang menggemuruh.
----oOo----
"Res.. mak.. makssudmu..?” Gagap terdengar suara Andre.
Aku menoleh memandangnya yang masih terkaget-kaget di tempat duduknya.
"Maksudku.. kamu.. boleh.. masukin.. titit kamu.. ke.. memek aku ini..”
Aku mengakhiri kata-kataku yang sepelan dan sejelas mungkin itu..
dengan menarik bibir vaginaku sebelah kanan dengan jari tengahku..
sementara empat jari lain menggenggam karet celana dalam.
Aku tak tau entah bagaimana rupa kemaluanku saat itu.
Yang pasti dinginnya AC terasa mengusik bagian yang terdalam mulut vaginaku.
Entah selebar apa bibir vaginaku terkuak memamerkan celah-celahnya saat itu.
"Rrr.. Res.. kamu.. kamu ..” Masih saja Andre belum terbebas dari shocknya.
Aku mengedipkan mata dengan segenit-genitnya padanya.
Kebinalan macam apa yang sedang kutunjukkan tak pernah kumengerti.
Keberanian konyol macam apa yang tengah aku jalani saat ini tak bisa dijelaskan.
"Andre.. aku pengen kamu em-elin aku sekarang juga.. di tempat ini juga..”
Kataku tegas.. kemudian mengalihkan pandangan ke luar jendela.
Dengan mempertaruhkan harga diri..
aku melanjutkan kata-kataku sambil memejamkan mata dan hati bergemuruh.
"Aku menunggumu, Andre. Atau kesempatan ini tak akan datang lagi dalam sepuluh .. sembilan ..”
Kudengar bunyi kursi bergeser.
"Delapan .. tujuh ..”
Kudengar bunyi langkah derap sepatu mendekat.
"Enam .. lima ..”
Aku hanya mendengar gemuruh jantungku yang semakin kencang.
"Empat .. tiga .. dua ..”
Harga diriku terasa hampir jatuh.. rupanya aku sudah terlalu binal bagi Andre.
Aku sudah bersiap melepaskan karet celana dalamku hingga..
"Ahh..!!!"
Tak bisa kusembunyikan kagetku ketika kurasakan sebuah sentuhan bergetar di mulut vaginaku..
Tepat pada akhir hitungan.
Uhh..! Bisa kurasakan dinginnya tangan Andre gemetar di selangkanganku.
"Lepaskan tanganmu, Andre..”
Aku menoleh dan melihat wajah bingung Andre yang berdiri tepat di belakangku.
"Aku hanya mengizinkanmu memasukkan barangmu.. tak ada yang lain.
Bahkan tanpa melepaskan pakaianmu..”
Kulepaskan peganganku pada karet celana dalamku..
lalu meraih pegangan zipper celana Andre dan menurunkannya.
"Keluarkan batangnya dan masukkan..!" Perintahku tegas.
Entah mengapa ada rasa puas berkuasa yang menderaku..
ketika melirik wajah Andre yang masih penuh tanda tanya.
Tanpa mempedulikannya.. kupinggirkan lagi karet celana dalamku..
kemudian menguak bibir vaginaku dengan jari tengahku.
"Cepat, Andre. Waktumu hanya sampai suamiku datang menjemputku..!” Desakku..
sambil menatap ke luar jendela pada deretan mobil-mobil macet yang mulai mengular di jalan depan kantor.
Kudengar bunyi kresek-kresek gemerisik celana Andre dengan tegang.
Hatiku menclos ketika merasakan benda hangat menyentuh liang vaginaku yang telah menganga.
Tak bisa kutahan pinggangku melengos.. ketika benda itu mulai mendorong..
Hingga bisa kurasakan kepala penis terpeleset ke selangkanganku.
Andre menarik kembali batang kemaluannya itu..
memberi kesempatan padaku untuk memposisikan pinggangku seperti tadi lagi.
Kali ini kusiapkan mentalku agar menerima sodokan penis itu..
Hingga mencoba menahan diri ketika kepala penis itu kembali menempel di liang vaginaku.
Saat kepala penis itu hendak menerobos.. slepp.. lagi-lagi pinggangku melengos.
Tak bisa kutahan nyeri saat celah vaginaku yang masih kering..
terbelah menerima benda tumpul yang memaksa masuk.
"Resty.. ini tak kan pernah terjadi kalau kamu gak kasi aku kesempatan..”
Suara Andre bergetar di belakangku.
"Oke.. Andre. Sekali lagi sekarang..” Kutarik napas dalam-dalam menyiapkan diriku..
Kemudian menarik bibir vaginaku lebih jauh.. agar membuka akses lebih lebar untuk penis Andre.
Plepp..! Kugigit bibir saat kepala penis Andre kembali menyentuh liang vaginaku.
Aku tegang saat batang itu mencoba menerobos masuk.
"Ahh..!!!" Aku terpekik.. saat penis itu masuk.. tak sampai setengah senti.
Kondisi vagina yang kering menyebabkan nyeri tak tertahankan..
membuat pinggulku kembali melengos.. membuat penis itu kembali terpeleset.
"Aku belum basah, Andre..” keluhku saat mempertimbangkan untuk mengoral penis itu sebelum masuk.
Tak ada waktu untuk merangsang aku mengeluarkan lubrikasi alami. CONTIECROTT..!!
-------------------------------------oOo---------------------------------------