~ CINTA ~
Matahari sudah hampir terbenam saat Rendra datang. Meytha terhuyung lemah karena hanya sedikit makanan yang masuk ke perutnya. Dia tidak sadarkan diri. Rendra dibantu Sheyla membawa wanita yang sedang
down mentalnya tersebut ke rumah sakit.
Hati Sheyla terenyuh menatap wajah Rendra ketika menunggu Meytha yang terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Wajah lelah Rendra menarik kembali kenangan buruk Sheyla. Sheyla seolah mengalami
dejavu. Beberapa tahun lalu, dia juga melihat wajah Rendra sama persis seperti itu. Dengan sabar menunggu seorang perempuan yang amat sangat disayangi Sheyla terbaring di rumah sakit, yaitu ibu Sheyla.
Bukan hanya itu yang membuat Sheyla sedih. Tadi, dia berpapasan dengan seorang perawat yang bergandengan mesra dengan seorang dokter. Melihat itu, Sheyla ingin mencaci maki serta mencakar perempuan itu. Perempuan yang bernama Aurelia, mantan pacar Rendra. Dulu perempuan itu beberapa kali bergelayut manja di bahu Rendra ketika menjaga Ibu Sheyla di rumah sakit. Sebelum meninggalkan Rendra dengan hati hancur berkeping-keping.
Hari berlalu. Sudah empat hari Meytha di rumah sakit, kondisi tubuhnya sudah semakin membaik. Dia mendapat ijin pulang keesokan harinya.
Saat Rendra pergi, Meytha menggenggam erat tangan Sheyla. Matanya menjelajah memastikan kalau hanya mereka berdua dalam ruangan.
“Kak.. aku…..”
Cerita tentang malam gila itu terucap dari bibir Meytha. Tidak lancar dan tersendat-sendat. Suaranya tidak jelas saat teraduk emosi yang tiba-tiba muncu. Dia mencoba menguatkan hati dan memberanikan diri bercerita kepada orang terdekatnya, Sheyla.
Sheyla duduk terpaku, mencoba merangkai semua cerita yang ditangkap telinganya. Saat cerita itu menjadi suatu yang utuh, bibir cantik Sheyla menganga tidak percaya. Pandangan mata tidak lepas dari tubuh adiknya. Wajah pucat Meytha, tubuh yang berguncang melawan tangis, dan suara yang bergetar hebat. Itu sudah cukup menjadi penanda kalau Meytha tidak berbohong.
Tangan Meytha bergetar saat menyodorkan handphone kepada Sheyla. Menunjukan video Meytha bercinta dengan si boneka beruang. Video yang dikirim si penguntit misterius sebelum suami Meytha pulang. Inilah alasan kenapa dia tiba-tiba pingsan.
Sheyla menatap adegan di layar. Matanya perlahan panas, nafasnya berat pendek, jantung berdetak semakin cepat.
Ini tidak mungkin! Mustahil terjadi pada Meytha!
Dentuman keras terasa di jantung Sheyla mengoyahkan tubuh, kemudian letupan kecil mengalir ke seluruh tubuh, membuat badannya merinding dan bergetar hebat.
“Jangan cerita ke Rendra kak. Tolong! Aku enggak ingin dia tau, hiks hiks.”Air mata Meytha tumpah di dada Sheyla.
Sheyla tidak habis pikir. Bagaimana mungkin itu bisa terjadi? Bagaimana bisa orang melakukan hal gila seperti itu?
Video yang ditunjukan Meytha adalah bukti nyata. Mau tidak mau, ikhlas tidak ikhlas, Sheyla harus mempercayainya. Menerima semua yang terjadi.
Kecewa
Marah
Terluka
Semua itu sudah pasti. Tapi, kepada siapa dia harus melampiaskanya? Siapa yang layak disalahkan?
Meytha! Seandainya Meytha si manja tidak lemah dan mampu melawan, semua itu pasti tidak terjadi. Sheyla ingin berteriak mencaci maki kebodohan adiknya, tetapi dia menahan diri karena kondisi Meytha yang begitu lemah. Dia tidak ingin menghancurkan hati Meytha yang sudah remuk.
Aku? Apa aku juga salah? Iya, di malam terkutuk itu Sheyla meninggalkan Meytha begitu saja. Dia egois, dia lebih memikirkan pertengkarannya dengan Evan, sang suami. Sheyla merasa hatinya teriris. Dia menagis.
“Kalau Rendra meninggalkanku, aku rela kak. Aku pasrah, aku layak menerimanya.” Sedih sekali raut wajah Meytha, senyum tegar coba ditunjukannya, tetapi kali ini tidak dapat menipu Sheyla.
Iya, tentu saja! Lelaki baik macam Rendra memang tidak layak untukmu! Dasar manja! Sheyla mengutuk adiknya dalam hati. Amarah itu datang darimana? Bukankah seharusnya dia bersimpati kepada adiknya?
Kecewa berlebih membayangi benak Sheyla. Dia teringat bagimana dia memuji Meytha di depan Rendra. Memaksa pria itu percaya dan mau menikah dengan adiknya.
Dia tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada Rendra kalau mengetahui peristiwa terkutuk yang menimpa istrinya.
Apakah Rendra akan kuat? Sheyla berharap Rendra kuat. Seandainya lelaki itu tidak kuat, Sheyla akan berusaha menghibur sekuat mungkin. Dengan seluruh jiwa raganya. Apa itu berlebihan? Tidak, dia tidak ingin lelaki itu meninggalkan Meytha.
***
30 Desember 2019,
Malam menunjukan pukul 11, Rendra dan Sheyla menatap hujan yang mungkin menjadi hujan terakhir tahun ini. Tidak ada aroma
petrichor, hanya ada bau sampah karena got meluap.
“Kamu tau kenapa Meytha agak aneh akhir-akhir ini? Aku pikir dia sakit karena ngidam, ternyata enggak, dia belum hamil, ” Rendra memulai percakapan.
“Eee.. mm, mungkin dia kecape-an, Ren ,” Sheyla tidak berani menatap wajah Rendra. Dia tidak mungkin menghancurkan Rendra dengan menceritakan semua peristiwa yang menimpa Meytha. Kalau itu tetap menjadi rahasia dan terus membuat Rendra bahagia. Sheyla akan menjaga rahasia itu sekuat tenaga meskipun dia sakit hati.
Rendra menarik nafas panjang. Dia mulai teggelam dalam pikirannya sendiri. Sheyla juga tidak berani memulai percakapan. Dia takut salah dalam berucap. Mereka tenggelam dalam dunia pikiran masing-masing.
Sheyla memilih pamit untuk tidur. Selain dia lelah, dia juga tidak tahu apa yang harus dibicarakan dengan Rendra. Cerita Meytha masih menghantui pikiran Sheyla. Saat masuk kamar dan mencoba untuk tidur, dia mulai gelisah di ranjang. Dia mulai memikirkan kejadian yang menimpa Meytha.
Sheyla kasihan kepada Rendra.
Kenapa ini harus menimpa lelaki baik seperti Rendra? Kenapa tidak lelaki mesum seperti Fendy?
Kenapa harus dia? Kenapa harus Rendra lagi?
Dia menyesal kenapa di malam terkutuk itu dia tidak lebih serius mendengarkan Rendra saat meminta tolong agar memperhatikan Meytha. Apa karena pertengkaranya dengan sang suami, Evan? Apa karena Evan yang tiba-tiba menghilang tanpa kabar dan muncul seenaknya pagi hari? Seolah itu sudah menjadi kebiasaan dia yang lumrah.
Dugh!
Jantung Sheyla berdetak kencang tiba-tiba. Apa mungkin? Evan?
“Aku diancam. Dia tahu banyak hal. Dia tau Rendra pergi. Dia tau kakak bakal datang ke rumah sehingga menyiapkan trik untuk mengusir kakak,”
Ucapan Meytha kembali terngiang di kepala Sheyla saat memarahi adiknya saat mengagap wanita itu bodoh karena menerima si pemerkosa jahanam dengan tenang di rumahnya.
Kepala Sheyla terasa ditusuk paku ketika mencoba memutar otak mengingat malam itu. Dia ingat keeseokan harinya Evan pulang tanpa membawa motor dengan alasan ban pecah.
Kalau benar malam itu ban motor Evan pecah, kenapa dia tidak menghubungku?
Kenapa nomer handphone-nya tidak aktif setelah pertengkaranku denganya sore itu?
Siapa lagi yang tahu kalau Rendra tidak ada di rumah selain Evan?
Tidak! Jangan Evan. Tarikan nafas Sheyla pendek namun cepat. Amarah dan rasa gelisah menyatu. Mau terima atau tidak, Evan memang paling layak dicuriga. Masa lalu Evan dengan Meytha menjadi alasan yang paling logis.
Sheyla ingat bualan Fendy. Evan mendekati keluarganya dahulu karena tertarik dengan Meytha, bukan dirinya. Dia tahu Meytha menolak Evan dengan alasan Meytha masih bersekolah.
Kalau memang Evan tidak mencintaiku, kenapa dia mau menikahiku?
Kecurigaan Sheyla kepada suaminya, hampir menemui bukti kuat seandainya dia tahu cara lelaki misterius itu mendapakan video percintaan Rendra dan Meytha.
Apakah Evan diam-diam mengintip? Tidak mungkin.
Memasang kamera tersembunyi? dimana?
Sheyla berdiri, mengambil air di galon, kemudian duduk. Dia mengetuk sandaran kursi sambil berfikir. Diperhatikan jari kakinya yang ikut bergerak tidak karuan karena gelisah.
Sandal itu? Sandal hadiah dari Evan untuk pernikahan mereka!
Sheyla merasa menemukan titik terang video itu.
Mungkinkah meletakan kamera di dalam sandal itu? Sangat mungkin!
Sheyla akan menanyakan itu kepada Rendra. Dia akan mengecek sandal yang berada di kamar sang pengantin.
***
31 Desember 2019,
Kamu dimana, sayang?
Kalau ini karena kesalahaku, aku akan minta maaf. Jangan tinggalkan aku. Aku tidak ingin kesepian seperti ayah.
Rendra dengan headset besar menempel di telinga berusaha memadamkan api gelisah yang terus menyala di hatinya. Udara dingin AC tidak membuat adem. Dia tetap gerah.
Peralatan kerja yang bersererakan di atas meja urung dia rapikan. Rendra merogoh
handphone di celana untuk mengecek notifikasi. Tidak ada notifikasi apapun, wajah lelaki itu semakin keruh karena kecewa. Rendra mencoba melakukan panggilan tetapi nomer handphone istrinya tidak aktif.
Kemana dia? Kenapa gak ngasi kabar sampai sekarang?
Tadi pagi seharusnya Meytha pulang ke rumah setelah bekerja, tetapi wanita itu malah menghilang tanpa kabar. Rendra merasa pengorbanan selama lima hari menjaga istrinya di rumah sakit sia-sia.
Rendra keluar ruangan pribadinya. Melihat hujan deras disertai hembusan angin kencang. Geliat dedaunan hijau tersiram air seolah menertawakanya.
Setelah hujan reda, Rendra pulang dan berharap istrinya sudah menunggu, tetapi itu tidak terjadi. Hanya ada Sheyla yang mondar-mandir gelisah menanti kedatangan Rendra.
“Aku ikut ke kamarmu,” Sheyla membuntuti Rendra dari belakang. Rendra tidak menolak atau mengiyakan. Ucapan Sheyla bukan meminta persetujuan, itu hanya sebuah pemberitahuan.
Sheyla langsung menghambur ke kamar Rendra, melihat ke dinding ke tempat sandal itu biasanya tergantung.
Sandal itu hilang!
Sandal yang sempat viral itu tidak lagi tergantung di dinding kamar Rendra. Saat Sheyla menanyakan, Rendra mengatakan tidak tahu di mana sandal itu. Sheyla tidak berani bertanya lebih detil karena itu bisa membuat Rendra curiga kepadanya.
Evan! Itulah satu-satunya orang yang bisa memberi dia jawaban. Ada banyak hal yang ingin Sheyla tanyakan kepada Evan. Pikiran Sheyla penuh dan bisa saja meledak bagaikan bom waktu. Apakah ini saatnya dia menumpahkan kemarahan yang terpendam selama bertahun-tahun kepada Evan? Apa dia berani kepada lelaki galak itu? Lelaki yang rela beradu jotos dengan lelaki lain memperebutkan dirinya.
Shyela bertekad akan mencari bukti, kalau memang Evan pelakunya. Bukan hal yang berat bagi Sheyla meninggalkan lelaki itu.
***
Malam itu Rendra menanti pergantian tahun. Dia duduk di kursi rotan di teras rumah sambil menikmati secangkir kopi hitam. Dia memakai pakaian santai, celana pendek selutut dan baju kaos berkerah. Sesekali dia mendongak saat teralihkan pijar kembang api yang menghias langit malam.
‘Aku baik-baik saja. Besok aku pasti pulang. Selamat menyambut tahun baru.’
Ada sedikit rasa lega di hatinya setelah mendapat pesan dari Meytha. Tanpa panggilan ‘Sayang’. Itu berarti Meytha masih bersikap dingin, tetapi itu sudah cukup berarti bagi Rendra.
Tap tap tap
Suara langkah kaki mendekat, diikuti bayangan putih berkelabat di dekat pohon jambu air. Seorang wanita cantik memakai celana panjang longgar dan kaos putih polos berkerah berjalan ke arah Rendra. Rendra melirik ke kancing baju Sheyla yang terbuka bagian atas. Kulit mulus Sheyla tampak indah.
“Kamu rapi amat , Sheyl. Mau keluar ma Evan?”
“Enggak..”
“Kenapa?”
“Biasa. Dia ada party. Besok pagi baru pulang,” dari nada bicara Sheyla, Rendra tahu kalau perempuan itu kecewa berat.
“Sama, Meytha juga enggak pulang malam ini.” Mereka senasib, menyambut tahun baru tanpa pasangan.
“Nge-beer yuuk,” ajak Sheyla untuk mengalihkan kegelisahan di hatinya. Beban perasaan terhadap Rendra begitu berat dipikul Sheyla. Rasa bersalah karena merahasiakan kejadian yang menimpa Meytha.
“Tumben?” Pandangan mata Rendra menyusuri wajah cantik Sheyla, “Enggak takut Evan marah?”
“Peduli amat ama dia. Dia juga enggak peduli padaku,” wajah Sheyla sinis tanpa senyum, ” kita pesta menyambut tahun baru.”
“Oke. Beli beer di M-mart, dekat pertigaan, jalan kaki aja.”
Tidak perlu menunggu kata setuju dari Sheyla, Rendra berdiri, berjalan ke arah gerbang diikuti Sheyla.
Malam pergantian tahun sepertinya sangat berpihak pada orang yang ingin bersenang-senang. Hujan deras tadi sore langsung hilang malam itu. Langit cerah, udara segar. Tidak ada hujan badai seperti yang diharapkan jomblo kere kesepian.
Suara letupan kecil kembang api mengiringi langkah kaki Sheyla dan Rendra yang menyusuri pinggir jalan beraspal yang agak rusak. Rumput basah di pinggir jalan kadang tersapu kaki mereka. Mereka terlibat dalam percakapan ringan. Tawa manis menghias wajah mereka. Sesekali mereka berhenti sambil menutup telinga saat lewat gerombolan sepeda motor yang mengeluarkan suara memekakan telingga.
Mereka berhenti di dekat pertigaan. Masuk ke dalam sebuah toko, tidak berapa lama keluar sambil menjinjing tas belanjaan besar di tangan masing-masing. Mereka balik arah, menuju jalan pulang.
“Pantai pasti rame. Kembang api pasti bagus,” gumam Sheyla.
“Masih minat ke pantai?”
Sheyla menggeleng, “terlalu rame. Sesak,” senyum manis menghias wajahnya memperlihatkan deretan gigi rapi. “Kita udah gak muda lagi, hehe.”
“Takut nangis karena kejebak macet juga, kan?”
Sheyla tertawa lepas saat Rendra membangkitkan memori indah rasa
nano-nano, campur aduk. Empat tahun lalu, saat mereka masih lajang. Minikmati pergantian tahun sambil melihat keindahan pantai dan pesta kembang api harus dibayar mahal. Dimulai saat kebingungan mencari sepeda motor yang terparkir, kemudian ujian berat berikutnya yaitu menembus gerombolan orang yang berjalan kaki memenuhi jalan pantai menuju jalan utama. Jalan pantai hanya sepanjang 500 meter, tetapi melaluinya hampir 2 jam. Pantat seolah terbakar di atas sepeda motor.
Kenangan indah membangkitkan energi dan gairah. Tidak terasa mereka sampai di rumah. Masuk ke ruang tamu rumah Meytha. Mereka meletakan kantong belanja di atas meja kaca persegi yang dikelilingi empat buah sofa. Dua sofa panjang dan dua sofa pendek.
“Ren…”
Ucapan Sheyla seperti belaian lembut di telinga Rendra. Lelaki itu menoleh, menatap Sheyla yang bersandar di sofa panjang, menengadah dengan tatapan kosong, memandang lampu neon di atas kepalanya.
“Kamu mikirin apa Sheyl ?”
“Mikirin kamu dan Mita.”
“Kenapa?”
“Apapun yang terjadi, jangan tinggalin Mita, ya,”
“Maksudnya?”
“Aku harap kamu kuat ngadepin dia. Dia manja, egois, seperti anak kecil,” Sheyla merasa hatinya teriris. Dia tidak sanggup menatap Rendra karena merasa berdosa. “Dia butuh lelaki baik, dia butuh kamu.”
“Manja? Mirip kamu dulu?”
“Eh… enak aja. Aku nggak manja,” Sheyla menjulurkan tangan mencubit pipi Rendra. Rendra tertawa.
“Aku serius Ren. Aku khawatir dengan pernikahan kalian.”
Rendra terdiam begitu juga Sheyla. Pandangan teralihkan ke televisi 32 inch yang menempel di tembok. Pembawa acara televisi mengatakan kalau sebentar lagi terjadi pergantian tahun di wilayah WIT. Itu berarti di tempat Rendra masih satu jam lebih menyambut tahun baru, karena termasuk wilayah WITA.
Suara kembang api semakin riuh, langit malam menjadi semakin terang, kepulan asap menyebar. Udara segar berubah menyesakan. Pesta menyambut tahun baru sepertinya akan mebuat umur bumi semakin pendek karena polusi.
Rendra dan Sheyla tidak banyak bicara. Mereka meneguk
beer langsung dari botol. Pahit, tentu saja. Tetapi ada sensasi rileks yang dirasakan ketika setengah isi botol besar beer itu sudah masuk ke dalam perut.
Setiap kali Sheyla menatap lelaki berambut lurus dan disisir ke kanan itu, terbersit rasa bersalah di hatinya. Meytha diperkosa dan itu adalah berita yang sangat buruk. Kecurigaan Sheyla kepada Evan, menambah rasa berdosa terhadap Rendra. Seandainya dia tidak terburu-buru dengan nafsu menggebu menjodohkan mereka, mungkin peristiwa menyakitkan itu tidak akan pernah menimpa Meytha.
Isi satu botol beer sudah habis. Mata Sheyla terpejam. Berbagai kenangan melintas di benaknya. Dia teringat tentang pernikahanya yang juga termasuk dalam katagori tergesa-gesa. Bedanya dia bukan dijodohkan, tetapi mencari jodohnya sendiri.
Ayahnya meninggal delapan tahun lalu kemudian dia hidup dengan Meytha dan ibunya. Empat tahun semenjak ayahnya meninggal, kerapuhan hati dan kesepian karena kesetiaan ibunya terhadap ayahnya terlihat. Ibunya mulai sering sakit dan beberapa kali masuk rumah sakit.
Sheyla belum ingin menikah, tetapi banyak yang menggunjingkan dia, banyak tetangga dan keluarga jauh menyarankan dia agar menikah sehingga ibunya bisa melihat cucu. Awalnya Sheyla tidak peduli, sampai suatu ketika ibunya masuk rumah sakit dengan keadaan yang parah. Di ruang ICU selama 5 hari, tenaga dan emosi Sheyla benar-benar terkuras habis. Dia sampai berjanji dalam hati kalau ibunya sembuh dia akan segera memikirkan pernikahan.
Ibunya sembuh dan empat bulan kemudian dia menikah dengan Evan. Lelaki yang saat itu dia kenal selama 3 bulan. Ibunya terlihat sehat setelah Sheyla menikah, tetapi tidak berlangsung lama karena Sheyla tidak kunjung hamil. Ketika pertengkaran demi pertengkaran mulai membumbui rumah tangga Shyela. Ibunya mulai sering sakit dan yang terparah adalah ketika Shyla kabur dari rumah. Ibunya masuk rumah sakit.
Rendra! Sheyla sungguh merasa berhutang jasa pada Rendra. Dia masih ingat orang yang menjaga ibunya adalah Rendra. Saat itu Rendra masih mempunyai pacar perawat di rumah sakit.
Keheningan diantara Sheyla dan Rendra membuat berbagai kenangan yang menguras emosi kembali muncul di benak Sheyla.
“Hiks hiks hik.., maafkan aku Ren…” Sheyla tiba-tiba menangis. Dia tidak dapat menahan perasaan. Dia tenggelam dalam masa lalu, mencengkram kuat kesadaranya dan menghempas tubuh Sheyla ke jurang kepedihan.
Rendra yang sedang meneguk beer tersentak kaget. “Sheyl, kamu kenapa?” Rendra heran, Sheyla yang dia kenal biasanya tidak se-emosional itu.
Sheyla masih menangis, bahunya berguncang keras. Rendra duduk mendekat, mengusap lengan mulus Sheyla, “ kamu mabuk ya?”
“Aku salah Ren, aku berdosa sama kamu. Aku minta maaf… Hiks hiks hiks.” Tangis Sheyla semakin menjadi-jadi. Rendra yang masih diliputi keheranan menyentuh kepala Sheyla, menarik tubuh gadis itu ke dalam dekapannya.
Sheyla tidak menolak, dia menangis sesegukan di dada bidang lelaki itu.
Kamu memalukan Sheyla! Kamu menangis dalam pelukan siapa? Dia iparmu, istri adik tersayangmu. Kamu sudah menikah. Ingat Evan, dia suamimu!
Ada pemberontak kecil berteriak di dalam hati Sheyla. Perempuan cantik yang linglung itu hendak menjauh dari dekapan Rendra. Hanya saja tangan Rendra melingkar dengan erat, membuat Sheyla merasa nyaman.
Kenapa harus takut Sheyla? Dia Rendra! Bukan orang asing. Kamu sudah sering memeluknya, bukan?! Berada dalam pelukan Rendra bukanlah dosa!
Terakhir kali Sheyla memeluk Rendra adalah dua tahun lalu, dua minggu sebelum dia menikah dengan Evan. Waktu itu Sheyla juga menangis, air matanya membanjiri baju Rendra. Dia sangat berharap Rendra mengatakan sepatah kata. Meyakinkanya kalau Evan adalah pilihan terbaik dalam hidupnya. Atau, dia juga ingin Rendra menghentikan niat Sheyla menikah, menyuruhnya mempertimbangkan semua keputusan yang akan dia ambil. Tetapi itu tidak terjadi, Rendra hanya mengucapkan selamat kepadanya.
Rendra hadir dalam pernikahan Sheyla, dia bergandengan mesra dengan seorang wanita yang memiliki senyum menawan. Sheyla kenal wanita itu, dia adalah Aurelia. Wanita terkejam di dunia karena berani membuat hati Rendra hancur berkeping-keping.
Saat kenangan itu kembali, Sheyla sudah lebih tenang dalam pelukan Rendra. Dia merasa nyaman dalam dekap hangat lekaki itu. Rasa malu dan bimbang lenyap tanpa bekas.
“Mau nonton kembang api di luar?” Ajakan Rendra disertai hembusan nafas hangat membelai telinga Sheyla membuat perempuan yang matanya sembab itu menengadah. Wajah Rendra begitu dekat, wajah itu memberi Sheyla ketenangan dan kekuatan. Jari tangan Rendra membelai pipi Sheyla, mengusap air matanya yang hampir menetes kembali.
“Kamu capek? Mau istirahat?”
Tidak! Sheyla tidak ingin tidur sekarang. Dia membutuhkan lelaki itu untuk melewati malam. Dia tidak ingin kesepian, dia butuh teman berbicara dan bercerita. Walau tidak rela, Sheyla bangkit dan terpaksa melepaskan pelukan hangat Rendra.
“Ayo!”
Rendra menjinjing tas berisi beer dan snack. Menuntun Sheyla menuju taman kemudian duduk di atas rumput, bersandar pada batang pohon jambu air. Hujan tadi sore menyisakan basah pada rumput dan pohon itu, tetapi mereka tidak terlalu menghiraukannya. Susana di taman remang mendekati gelap. Lampu teras adalah lampu terdekat yang menyala.
Kyyyyyiiiuuuttt … duaaar… praaakk… tak tak tak..
Suara kembang api di udara semakin ramai terdengar memenuhi langit malam. Pijaran cahanya sampai ke bawah. Memantul di wajah jelita Sheyla.
“Tumben ya, kita lihat kembang api bareng lagi,” gumam Sheyla. Ini bukan pertama kali bagi mereka melewati tahun baru bersama. Dulu sering, dimulai semenjak SMA dan berakhir dua tahun lalu saat Sheyla sudah menikah. Biasanya mereka gembira sambil menyalakan musik, tertawa riang, bernyanyi, dan berjoget.
“Iya, kamu pasti inget saat hampir bakar rumah orang gara-gara sembarangan lepas kembang api.”
“Rendra. Kenapa kamu selalu inget keburukanku? ” Sheyla tertawa kecil. Ada aura riang terpancar pada wajah yang tersembunyi di gelap malam. Rendra juga tertawa. Meskipun samar, Sheyla dapat melihatnya.
“Aku jadi kangen ibu,” Sheyla berguman, tarikan nafasnya lembut.
“Iya, aku juga kangen. Ibumu baik banget.”
“Kamu tau, ibu sempat ingin kita menikah,” kata itu meluncur begitu saja dari bibir Sheyla. Itu adalah kata-kata yang dia rahasiakan dari dulu, berharap Rendra tidak pernah tahu. Hanya saja, kata itu meluncur dengan mudah dari bibirnya, mungkin dia terpengaruh suasana.
“Kenapa kamu baru bilang,” Rendra menatap bulat mata bening Sheyla. Si cantik mengangkat bahu, enggan menyahut.
“Kamu tidak mau nikah denganku karena aku jelek?” Rendra tertawa kecil. “Makanya kamu tidak bilang itu dari dulu.”
“Iya, kamu memeng jelek, Ren.” Sheyla diam sejanak. Apa itu alasannya? Tidak, bukan itu penyebabnya. Sheyla kembali dihantui kesedihan. “Udah ah, lupain aja. Enggak usah dibahas lagi.”
“Iya, aku kan udah punya Meytha yang cantik. Hehehe.”
“Itu karena aku yang maksa kalian, iya kan? ” Sheyla mendongak mentap langit yang berwarna-warni cahaya kembang api. ” Aku bersyukur dan senang banget kalian menikah. Aku harap kalian terus bersama.”
Sedih, hati Sheyla sedih mengucapkan itu. Peristiwa buruk yang menimpa Meytha kembali melintas di ingatanya. Kalau Rendra tahu yang menimpa istrinya, apakah mereka bisa terus bersama?
Tidak! Aku tidak boleh cerita. Rendra tidak boleh tahu itu.
“Selamat tahun baru Sheyl..,” suara Rendra mengagetkan Sheyla. Menarik wanita itu dari jurang imajinasi yang penuh rasa takut.
“Iya, selamat tahun baru. Kamu ngasi aku hadiah apa?”
“Hadiah? Hmmm… enggak ada. Kan, bukan ulang tahun.”
Sheyla tertawa manis, “Kasi aku doa dan pelukan.”
“Semoga kamu selalu cantik dan tetap baik hati, “ Rendra tertawa. Kedua tangan Rendra membentang, kemudian mendekap tubuh Sheyla.
Sheyla, ingat statusmu sekarang! Kamu istri orang. Istri Evan. Kamu ketagihan pelukan Rendra? Apa Evan tidak pernah memelukmu? Sheyla tidak peduli saat hati kecilnya mengingatkan. Dia hanya ingin rasa nyaman malam ini.
Hangat pelukan diiringi suara musik yang sangat keras, berbaur dengan suara letupan kembang api membuat Sheyla dan Rendra enggan mengeluarkan kata. Suara mereka pasti akan ditelan riuh pesta malam itu.
Dalam remang malam, di bawah rimbun pohon jambu air. Mata Sheyla terpejam. Kegalauan di hati Sheyla, berubah menjadi kebahagian dan ketenangan di dalam pelukan Rendra. Dia tidak ingin melepaskan kehangatan itu, kehangatan yang selalu dirindukannya.
Cuup
Kecupan Rendra di kening Sheyla membuat peremuan itu kaget dan membuka mata. Tubuh Sheyla seperti kena kejutan listrik. Dia menatap wajah lelaki yang menunduk menatapnya. Mereka beradu pandang. Detak jantung Sheyla meninggi.
“Itu hadiah tahun baru dariku, hehehe,” Rendra tersipu dan hendak melanjutkan ucapanya tetapi gerakan kepala Sheyla menghentikan semuanya.
Bibir Sheyla dengan cepat mengecup bibir Rendra. Kali ini Rendra yang seperti tersetrum, mematung dengan detak jantung cepat.
Dug
DuG
Dugh
Pelukan mereka semakin erat. Bibir menyatu, mereka menumpahkan emosi lewat ciuman. Tidak ada penolakan dan tidak ada paksaan. Hanya mengikuti emosi dan naluri. Dingin angin malam yang membelai kulit, kalah oleh getar hangat yang muncul dari dalam tubuh mereka.
Bibir bertemu bibir. Lembut, hangat, basah. Lidah berperang, saling membelit, bergulat dan saling mendorong. Mata terpejam, Kepala bergerak liar tak terkontrol ke kiri, kanan, atas, bawah mencoba mengecap kenikmatan.
Sheyla melayang, ini pertama kali dia menikmati ciuman dari orang yang bukan suaminya. Ada rasa bersalah tapi hanya sebentar. Dia mulai mabuk oleh gairah. Kehangatan Rendra, memberi dia perlindungan.
Sheyla besandar di batang pohon, menengadah dengan mata terpejam saat lidah Rendra menyusuri lehernya yang putih nan sensitif. Aliran kenikmatan dari sapuan lidah Rendra yang basah menyebar ke seluruh tubuh. Memberi letupan kenikmatan yang semakin tidak terkontrol.
Tangan Rendra meyusup ke dalam kaos Sheyla, meremas bongkahan mulus payudara yang terbungkus bra. Kencang sekali, kelembutanya membuat tubuh Rendra bergetar. Sheyla menikmati belaian dan remasan itu. Dia menggelinjang. Dingin, geli, hangat bercampur jadi satu.
“Kita kedalam aja,”
Kata itu menarik Sheyla ke alam sadar. Menatap wajah Rendra yang disembunyikan remang malam. Wajah yang seolah terlihat berbeda bagi Sheyla. Sheyla tersenyum tersipu. Saat Rendra menarik tanganya dan mengajak masuk ke dalam rumah, Sheyla hanya mengikuti sambil merapikan kaos putihnya.
Mereka duduk berdampingan di sofa panjang. Suasana hening dan kaku sempat membuat wajah Evan dan Meytha terbayang di benak Sheyla. Namun saat bibir Rendra kembali menempel dibibinya, bayangan itu lenyap. Dia cepat sekali terhanyut oleh gairah.
Sheyla menyambut ciuman itu dengan lebih hangat dan penuh percaya diri. Saat tubuhnya terdorong ke sandaran sofa, Sheyla mendekap Rendra. Seandainya dia jatuh, dia ingin jatuh bersama lelaki itu. Dan bila dia terbang, dia ingin terbang bersama Rendra.
Sheyla telentang di sofa, Rendra menindihnya. Di bawah cahaya lampu, kecantikan dan kemolekan Sheyla terlihat lebih nyata. Wajah cantik yang memerah, detak jantung yang semakin meningkat, semua dapat mereka rasakan.
Rendra memuali lagi. Dari luar baju meremas payudara si cantik yang membusung mengagumkan. Baju menjadi penghalang pandangan, tetapi sensasi tetap mengalir. Kenyal masih terasa, lembut juga iya. Nikmat bukan main.
“Buka?”
Tentu saja Sheyla setuju. Dia mencari ujung bawah kaos, Rendra juga ikut. Mereka sama-sama tidak sabar menarik ke atas, meloloskan lewat lengan. Saat baju itu terlepas dan teronggok di atas meja kaca, Sheyla merasa risih dan malu-malu meong. Rendra kurang puas dengan pemandangannya, dia mencari pengait bra dan melepasnya.
Kencang, mulus, membusung, dan puting kecil kemerahan itulah payudara Sheyla. Lebih kecil dari milik Meytha tetapi lebih indah. Rendra menyentuh dengan ujung jari, lembut dan kenyal. Sheyla mendesah dan tubuh Rendra bergetar.
Rendra menatap tubuh mengagumkan Sheyla yang duduk di atas sofa. Mereka berhadapan, sangat dekat dan semakin dekat. Tangan Rendra menangkup dari bawah dan meremas payudara. Desahan si cantik tertahan. Remas lebih keras, lagi dan lagi, menekan dengan jari puting yang semakin mengeras. Kepala Rendra terbenam di antara kedua payudara Sheyla. Menyapu dengan lidah kulit yang mulus, mengecup daging kenyal, dan mengelitik dengan ujung lidah. Sheyla menggelinjang. Menggeliat, merem melek. Mendesah, menyebut nama Rendra.
Rendra bersimpuh nyaman di antara kedua kaki Sheyla yang mengakang. Posisi Sheyla lebih tinggi karena masih duduk di sofa. Sheyla mendunduk, Rendra mendongak. Mereka saling pandang, tidak berciuman. Rendra lanjut menyusu di payudara si cantik, tangannya merayap di celana panjang Sheyla. Mengelus paha terbungkus celana lembut tipis.
Sheyla semakin melebarkan paha, membiarkan tangan Rendra menyentuh, menekan, meremas, dan membelai pangkal pahanya. Menikmati semua kenakalan lelaki yang bukan suaminya itu. Dia tidak menolak tangan Rendra saat menyentuh gundukan di antara selangkangannya. Menggesek-gesek area sensitif yang terbungkus celana. Dia hanya ingin menikmati dan lebih menikmati.
Malu, tegang, gemetar, penasaran. Tentu saja ada dalam pikiran mereka saat kedua tangan Rendra berada di pinggir elastis celana panjang Sheyla. Menarik celana panjang itu turun, Sheyla membantu dengan menggeser tubuh. Celana dilempar ke atas lantai. Celana dalam Sheyla juga menyusul. Si cantik telanjang, dia malu dan merapatkan paha.
Payudara, perut, pinggang, pinggul, paha, pantat. Semua mengagumkan. Menatap sudah membuat penis Rendra berkedut hebat.
“Kamu cantik banget, Sheyl….”
Sheyla tersipu. Pujian dari lelaki yang bukan suaminya mampu membuat wajahnya panas. Terbakar gairah. Tangan Rendra merayap di paha Sheyla, membelai kulit yang mulus nan halus. Sheyla merinding, merintih kegelian. Usapan jempol di lutut, diikuti invansi jari yang lain di paha membuat paha si cantik semakin membuka. Kemaluan yang ditumbuhi rambut tipis terlihat di antara selangkanganya.
“Reeeennn…, jangan liatin kayak gitu. Aku malu.”
Bibir kemaluan Sheyla indah, mengagumkan dan menggairahkan. Gundukan di sampingnya juga bikin gemes. Wajar saja Rendra menahan nafas sambil melotot menatapnya.
Usapan lembut tangan Rendra di bibir vagina si cantik menimbulkan desahan. Desis lembut menahan kenikmatan yang menyerbu semakin kuat. Apalagi Rendra semakin berari memasukan jari ke dalam lubang itu, keluar masuk pelan-pelan, cepat dan semakin cepat.
“Ahh.. auuuwhh.. ohhh shhh,”
Sheyla menjerit. Wajahnya merah, matanya terpejam, deru nafasnya pendek. Dia tersengal-sengal. Perlakuan Rendra di tubuhnya membuat dia tidak dapat mengontrol diri.
Nikmat sayang! Nikmat sekali!
“Ooowhhh…sshhht”
Lidah menggantikan jari tangan Rendra memainkan permukaan vagina Sheyla. Keras berganti lembut. Basah bertemu becek, sensasi yang dirasakan si cantik luar biasa. Tubuh telanjang Sheyla menggeliat di atas sofa. Gerakannya liar, kaki terangkat, tangan mencakar dan menjambak sofa. Sheyla terengah-engah saat kepala Rendra mulai mejauh dari selangkanganya. Tubuh telanjang mulus semakin mengkilat.
Rendra jaga jarak, melepas seluruh pakaiannya dengan cepat. Di bawah cahaya lampu, Sheyla melirik malu tubuh Rendra yang terlihat begitu gagah. Badannya kekar, dadanya bidang dan berotot, meskipun perutnya sedikit buncit tapi menunjukan otot. Penisnya besar dan mengacung tegak.
Lebih besar dan panjang dari punya Evan! Mata sayu Sheyla takut-takut melirik penis Rendra. Penis kedua yang dia lihat secara langsung selain penis suaminya.
Rendra berdiri dihadapan si cantik yang masih terkagum-kagum. Penis keras mengacung gagah semakin mendekati wajah Sheyla. Perempuan itu tahu yang harus dilakukan.
Jari tangan yang lentik mencengkram penis Rendra.
Iya, lebih besar dari punya Evan. Telapak tangannya penuh. Penis itu sangat keras, ototnya berkedut terasa di telapak tangannya. Sheyla melirik wajah Rendra, dia malu.
Sheyla memulai aksi, tangannya mengocok. Pelan-pelan, menaikan tempo pelan, cepat dan semakin cepat. Rahang Rendra mengeras, otot pahanya menengang. Mulutnya berdesis. Dia menikmatinya.
Ahhh!! Sheyla kembali melirik malu tapi menggairahkan sambil terus mengocok. Bola matanya nakal menatang gairah. Raut wajahnya begitu menggoda. Membuat batang penis semakin berkedut. Jari tangan Rendra menyentuh bibir mengagumkan Shyela. Bibir yang lembut, jari tangan lelaki itu masuk ke dalam rongga mulut Sheyla yang hangat. Dia bergidik, tubuhnya bergetar.
Tangan Rendra dengan cepat memegang belakang kepala Sheyla dan mendorong ke depan, mendekat ke arah penisnya.
“Emutin, ya…”
Sheyla tidak menjawab, hanya menurunkan tempo kocokan. Kemudian menjulurkan lidah, menyentuh ujung penis Rendra. Memberi jilatan memutar. Rendra menggeliat tegang, tubuhnya serasa terkena setrum kecil yang nikmat.
Rahang mengeras, otot paha menengang, mata terpejam saat Rendra merasakan batang kemaluanya mulai masuk ke dalam mulut basah dan hangat Sheyla. Rasanya luar biasa. Apalagi saat kepala Sheyla mulai bergerak pelan, maju mundur sehingga penis Rendra keluar masuk mulutnya.
Kamu liar sekali Sheyl! Luar biasa!! Beda dengan Meytha!
Rendra tidak tahan dengan kenikmatan yang menyerbu. Dia menahan kepala Sheyla, lelaki itu bergerak dan menyandarkan pantat pada pinggiran sofa. Mulutnya mendesah, dia melirik ke arah Sheyla yang menyedot penisnya dengan begitu luwes. Cantik! Sheyla tetap cantik meski dalam posisi seperti itu.
Rendra duduk di sofa dengan nafas berat saat Sheyla melepaskan kuluman. Dia menarik tubuh telanjang Sheyla yang mengkilat menggairahkan dengan butir kecil keringat. Menuntun untuk duduk di atas pangkuannya. Mencoba menyatukan alat kelamin mereka.
Bokong Sheyla yang kenyal menggesek paha berotot Rendra di bawahnya. Lembut luar biasa. Nikmat menggairahkan. Tegang! Sangat tegang ketika alat kelamin saling menggesek. Nikmat, geli, penasaran. Jantung berdetak cepat.
“Awwwwhh..”
Baru masuk kepala penis Rendra, Sheyla sudah menjerit.
Evan aja kadang bikin sakit, apalagi ini, lebih gede!
“Sakiit Ren… pelan-pelan ya,” Sheyla merintih. Rendra mencabut kembali penisnya, mencium bibir Sheyla, menyedot lidah. Sheyla lupa rasa sakit, dia membalas ciuman dengan rakus. Satu tangan Rendra bermain di payudara, dan satu lagi menggesekan penis di vagina Sheyla.
Sheyla lebih rileks, saat dia merasa kemaluan Rendra kembali masuk, dia semakin memperdalam ciuman, mengigit lidah dan bibir Rendra untuk mengurangi rasa sakit. Itu berhasil, penis Rendra masuk semakin ke dalam, mendorong dinding dan masuk lebih dalam dari yang pernah Evan lakukan.
Sakit! Perih! Tetap saja Sheyla merasakanya. Dia belum berani bergoyang di atas tubuh Rendra. Rendra mencium payudaranya, menyedot dan menjilat. Elektrik kecil mulai menimbulkan getaran gairah kembali. Apalagi saat Rendra membelai dan meramas bokongnya, Sheyla mulai menggerakan pinggul.
Pelan-pelan aja dulu. Pinggul Sheyla bergerak, bokong kenyal menggesek paha, kelamin mereka bergesekan. Sakit? Iya masih. Nikmat, mulai terasa. Rendra tahu yang harus dilakukan. Serangan bibir pada leher, dagu, pundak dan dada mulus Sheyla semakin gencar. Tangan sudah bergeriliya di banyak tempat, pangkal paha, bokong, payudara, perut. Usap mengusap, remas meremas.
“Aaahhh…ahhh”
“Hasshhh… hppppmm… iyaaahhh”
Desahan Sheyla semakin sering. Nafas Sheyla berat, nafsunya naik semakin tinggi, goyanganya semakin cepat. Dia ingin merengkuh nikmat. Tanganya menahan kepala Rendra, kepalanya turun mencari bibir lelaki itu. Mencium dengan rakus. Vagina yang semakin becek sudah terbiasa dengan penis Rendra. Rasa perih sudah berubah menjadi nikmat luar biasa. Bukan hanya di dalam vagina tetapi di seluruh tubuh.
Tubuh Sheyla melonjak liar diatas tubuh Rendra. Sofa mengeluarkan suara berdecit karena bergeser. Cepat,cepat,cepat, gerakan pinggul Sheyla semakin cepat. Dia menggengam tangan Rendra, menautkan jari-jari tangan.
“Reeenn… aku gak tahan…”
“ahhh… hhhmmmpp”
Hentakan pinggul Sheyla kuat dan panjang. Tubuhnya terkulai di atas tubuh Rendra. Kenikmatan luar biasa hinggap di tubuhnya. Rileks, tenang, bahagia. Itu perasanya saat ini.
Sensasi tu belum berakhir, Rendra membaringkan tubuh lemas Sheyla di sofa. Mencium bibirnya, meraba perut, menjilat payudara. Kelamin meraka kembali menyatu. Sodokan demi sodokan, kadang cepat kadang melambat.
Sheyla kembali merintih. Kenikmatan luar biasa diberikan Rendra. Dia seolah lupa segala hal. Lupa statusnya sebagai istri orang. Tidak peduli kalau dia bercinta dengan suami adiknya. Dia hanya ingin kenikmatan.
***
Kotak putih berisi sandal swallow terombang-ambing terbawa ombak. Hempasan air laut yang kuat beberapa kali membenturkan kotak itu pada karang. Pecah, kotak itu menghilang.
Dari atas tebing, mata jelita wanita berambut pendek mengintip dari balik kacamata menyaksikan kotak yang hilang ditelan laut. Tarikan nafasnya yang pelan, aura wajahnya yang segar, pertanda dia sudah mulai tenang.
Tahun berganti, ini awal 2020. Sudah saatnya dia berbicara dengan Rendra. Ini saatnya dia melakukan pengakuan dosa. Dia harus menceritakan kejadian buruk itu pada Rendra apapun resikonya. Dia tidak sanggup menyakiti Rendra lebih lama.
Awalnya dia pasrah seandainya Rendra pergi meninggalkanya. Dia masih sanggup hidup sendiri, tetapi perlahan kepercayaan diri Meytha terkikis. Rasa berani dan manja berlebih kepada Rendra berubah menjadi rasa takut kehilangan.
Rasa jengkel terhadap Sheyla yang mati-mati menjodohkan dia dengan Rendra berubah menjadi rasa syukur luar biasa. Kata-kata pujian Sheyla tentang kebaikan Rendra yang diucapkan terus-menerus seperti mantra dan doa, sempat membuat Meytha muak kepada kakaknya. Kini, kata-kata Sheyla terbukti.
Rendra pria baik, sangat baik. Hati Meytha pedih karena pernah memperlakukan pria sebaik Rendra dengan sangat buruk. Hanya karena wajah yang dianggap biasa saja, dia merasa Rendra tidak layak menjadi pendamping hidupnya.
Jahat!
Sekarang dia lebih mengenal Rendra. Sekarang dia mengerti kenapa kakaknya, Sheyla begitu memuji lelaki itu. Pengorbanan lelaki itu selama menjaganya di ruma sakit cukup membuktikan kalau Rendra adalah suami yang sangat bertanggung jawab. Lelaki yang sanggup mengontrol emosi dan amarah dengan baik. Lelaki yang sopan dalam bertutur kata.
Langkah Meytha terasa semakin berat saat memasuki rumah. Rasa ragu kembali muncul di benaknya. Dia tidak bisa membayangkan wajah Rendra yang penuh amarah karena Rendra tidak pernah marah kepadanya.
Meninggalkan Rendra tanpa kabar selama dua hari adalah kejahatan. Dia telah berdosa karena menyiksa perasaan suaminya. Dia tahu lelaki itu akan sangat mengkhawatirkanya. Dia tahu lelaki itu pasti sudah sangat terluka.
Kepala Meytha menunduk saat memasuki ruang tamu. Dia tidak berani menatap Rendra yang sedang berbicara dengan Sheyla di sofa.
Hiks hiks
Tangis Meytha pecah, air matanya bajir tidak tertahan. Tubuhnya langsung menghambur ke Rendra, memeluk lelaki itu dengan erat. Mencari perlindungan di dalam pelukan hangat dada bidang lelaki itu.
Cerita memilukan mulai bergulir dari bibir Meytha dengan tersendat-sendat. Meytha tidak sanggup bercerita dengan utuh. Dia menangis sesegukan. Suaranya bercampur dengan air mata. Permintaan maaf berulang kali meluncur dari bibirnya.
Rendra mendekap perempuan itu erat. Mengecup kening dan berbisik lembut di telinga Meytha, “ Kita lupakan semuanya sayang, kita mulai awal yang baru.”
Tangis Meytha semakin pecah. Tubuhnya berguncang keras, rasa haru dan lega bercampur jadi satu. Dia tidak menyangka Rendra akan memaafkanya begitu cepat. Cukup lama dia mendekap tubuh suaminya seolah tidak ingin melepaskan. Dia berjanji akan menjadi istri yang baik.
“Maaf Mey, aku sudah menceritakan semua pada Rendra. Aku tidak tega membohonginya.”
Suara Sheyla membuat Meytha mendongak. Pandangan mata mereka beradu. Mereka sama-sama merasakan rasa haru luar biasa. Tangan Meytha terbentang, mendekap Sheyla dengan erat. Air matanya tumpah kembali.
***
Jika ada yang bertanya, Siapa pria yang paling kamu banggakan? Sheyla akan menjawab, “Rendra!”
Kenapa bukan Evan, suamimu? Evan tidak ada apa-apanya dibanding Rendra. Evan kasar seperti preman dan Rendra lembut seperti pahlawan. Kenapa bukan ayahmu? Aku tidak punya banyak waktu bersama ayah. Sosok lelaki yang paling lama menemaniku dalam suka duka adalah Rendra.
Jika ada orang yang bertanya, Siapa orang yang paling mengenal Rendra? Sheyla dengan sangat yakin mejawab, “Aku, aku paling mengenal pria itu! ”
Apa yang pernah kamu lakukan bersama Rendra? Banyak! Banyak sekali. Aku bahkan tidak pernah bisa menghitungnya. Kalau ingin dijadikan catatan, mungkin akan memerlukan banyak buku diary. Rendra adalah nama yang selalu ada di memori Sheyla. Nama yang tidak bisa dihapus dari ingatannya.
Kalau memang Rendra sangat berarti, kenapa kamu menikah dengan Evan, Bukan Rendra?
Pertanyaan itu membuat air mata Sheyla mengembang. Seandainya aku punya mesin waktu. Aku akan kembali ke masa itu. Aku akan mengulang semuanya. Aku tidak akan menikah dengan Evan. Aku akan menunggu Rendra, meski aku harus menua sendiri. Tidak! Aku yakin aku tidak akan menua sendiri, Rendra akan menemaniku.
Seandainya Sheyla mau menunggu lebih sabar, mungkin Rendra bisa menjadi suaminya. Ibunya mungkin masih hidup sampai sekarang. Bisa tersenyum sambil bercanda dengan cucu. Ibunya tidak akan sakit parah, seperti saat tahu Evan susah memenuhi impiannya menimang cucu. Evan pemabuk dan perokok berat. Susah punya keturunan.
Saat itu, bukankah Rendra belum menikah? Kenapa kamu tidak memaksa dia untuk menikahimu? Seperti saat kamu memaksa dia menikahi adikmu. Rendra tidak mungkin mau menikahiku. Aurelia, perempuan busuk itu ada di sampingnya. Aku pernah berharap mereka putus, tapi aku tidak menyangka dia putus secepat itu. Aku menyesal menikah buru-buru.
Tepat dua bulan setelah pernikahn Sheyla, Rendra dan Aurelia putus. Sheyla meluangkan waktu menemani Rendra mendengarkan lagu ‘butiran debu’. Memberikan dorongan semangat kepada lelaki itu. Seandainya waktu itu Sheyla belum menikah, lagu-lagu patah hati pasti tidak akan lama menggema, akan berubah dengan cepat menjadi lagu cinta.
Menjodohkan si manja Meytha dengan Rendra adalah keputusan paling
brilian di hidup Sheyla. Dia ingin adik yang sangat disayangi mendapat pendamping hidup lelaki yang baik. Sosok itu hanya ada di dalam diri Rendra.
Sheyla rela berubah menjadi emak-emak cerewet untuk mengenalkan Meytha kepada lelaki itu. Meytha hanya sesekali bertemu dengan Rendra sebelumnya karena dia tidak bersekolah di kota ini. Selain itu Meytha agak tertutup, tidak begitu senang bergaul.
“Kenapa kaka maksa aku?! Kenapa bukan kaka aja yang dulu nikah sama Rendra?”
Kata itu, disertai teriakan keras Meytha dengan sorot mata penuh amarah sungguh menyayat hati Sheyla. Sheyla berusaha sabar, menahan semua emosi yang mengguncang tubuhnya.
Semua pengorbananya terbayar manis. Perjuangan menyatukan kedua orang itu berhasil. Mereka akan menikah. Sheyla mendadak menjadi orang yang super sibuk, dia menyiapkan semuanya, semua harus berjalan lancar. Pernikahan Meytha dan Rendra harus menjadi pernikahan yang istimewa dan berkesan.
Acara pernikahan berjalan lancar. Hanya saja, mendengar masalah yang menimpa Meytha membuat Shyela merasa terhimpit batu besar. Hatinya hancur lebur. Kebanggannya sirna, Meytha si bodoh mengecewakannya. Dia tidak layak mendapat lelaki terbaik.
Sheyla sangat takut. Dia takut Rendra meninggalkan Meytha. Dia takut adik tersayang akan semakin terluka dan patah hati. Dia takut Meytha menjadi janda.
BOHONG! Kamu bohong Sheyla!
Kamu yang takut Rendra pergi dari hidupmu, bukan Meytha. Kamu yang takut kehilangan senyum Rendra. Kamu takut kehilangan gairah hidupmu seperti saat lelaki itu tidak bersamamu. Bukankah senyum manismu baru kembali saat kamu bertemu dia? Bukankah pria itu yang membuat wajahmu berseri kembali setelah ditutup mendung tebal karena pernikahanmu yang buruk dengan Evan?
Kamu menjodohkan Rendra dengan Meytha bukan karena kamu ingin melihat adikmu mendapat pendamping yang baik, tapi karena kamu ingin melihat lelaki itu setiap hari. Iya kan, Sheyla? Kamu harus berani jujur mengakuinya!
Apa yang akan kamu lakukan sekarang?
Rendra sudah mengungkapkan rasa cinta padaku. Aku sudah menunggunya bertahun-tahun. Dia sudah beristri, aku tahu. Aku sudah bersuami, aku tidak peduli.
Saat aku jatuh cinta, aku tidak peduli meskipun aku menjadi orang yang paling egois.
***
Hembusan angin dingin keluar dari AC yang menempel di tembok di dalam ruangan berukuran 4 x 4 meter. Komputer, LCD monitor, kamera, speaker, kulkas, dispenser, dan berbagai alat elektronik lain ikut menikmati
adem udara yang tersembur.
Seorang laki-laki duduk menatap layar monitor komputer. Headset besar yang menempel di kepalanya mengeluarkan desahan-desahan erotis. Video seksual terlihat di layar. Menampilkan adegan seorang perempuan bercinta dengan seorang yang mengenakan kostum beruang. Dia merasa puas dan menyudahi tontonannya. Berganti ke video lain yang baru menjadi video favoritnya. Seorang perempuan dan lelaki bercinta di sofa. Suara kembang api terkadang terdengar disela desahan mereka.
Tentu saja dia menyukai semua video itu. Dia adalah pemeran utama. Dia adalah lelaki hebat itu. lelaki bertampang biasa saja yang bisa bercinta dengan wanita cantik.
Membanggakan bukan?
Lelaki itu keluar ruangan. Hujan turun disertai angin. Udara dingin tetapi hatinya terasa hangat. Dia bisa melihat dedaunan bercerita di bawah guyuran hujan. Seperti memberi ucapan selamat kepadanya.
Lelaki itu mengeluarkan senyum khas-nya. Senyum lebar dengan bibir terkunci sehingga membuat pipi yang tembem semakin menggelembung.
~ TAMAT ~