Scene 30
Engkaulah Cahaya
Helena Mauricia
Helena
Tapi siapa lelaki itu bathinku
Helena duduk dengan membuka kedua pahanya, celananya turun di lututnya. Seorang lelaki yang memang kurang familiar, dia masih duduk dikursi dan membelakangiku. Beberapa saat kemudian, lelaki itu berdiri dan memutar dibelakang Helena. Memainkan sesuatu di alat kelamin helena. Benda kecil mirip kapsul itu di mainkan berputar-putar di sekitar vagina helena. Siapa dia sebenarnya?
Arrrghhh.... kristian, sudaaaahhhhh... rintih helena,
Kristian, namanya kristian. Tapi kenapa Helena melakukan ini semua? Sial, helena membohongi andrew. Apa yang sebenarnya terjadi? Andrew, pikiranku kini tertuju pada Andrew, lelaki yang selama ini selalu menyayangi Helena. Lama aku mengamati, pikiranku kacau. Ditambah lagi dede Arta bangun. Ah, sial, konsentrasiku terpecah karena apa yang aku lihat ini.
Ayo... keluarkan helena, keluarkan he he he tawa kristian
Erghhh... sudaaaahhhh.... aaaarghhh egh egh egh egh teriak pelan helena, tubuhnya mengejang dan bersandar pada kristian
Ha ha ha... enak bukan? Bagaiman aku tambah kenikmatan lagi? Ha ha ha tawa jahat kristian, jari tangannya hendak masuk
Egh, jangan! Ini hanya untuk andrew?! bentak helena, mengapit pahanya tangannya menahan tangan kristian.
Ha ha ha sini lu! kristian menarik kasar helena hingga berlutut di bawahnya
Mulut lu, buka mulut lu! bentak Kristian dan Helena menuruti
Aku duduk dan bersandar pada tembok, ah, tapi kalau dari percakapan mereka. Helena masih mencintai andrew, kelihatannya itu dilakukan secara terpaksa. Aku kembali mengintip adegan demi adegan. Sebuah pemandangan yang aneh menurutku, helena tampak terpaksa. Kepalanya dijambak oleh kristian. Mulutnya sebenarnya tidak mau terbuka, tamparan mendarat di pipi helena. Aku marah tapi...
Penis, eh, itu penis ya? kok beda sama punyaku ya? bentuknya sama tapi kok, sebentar-sebentar, waktu dulu aku main sama Samo dan Justi pas SMA, kita panjang-panjangan penis, tidak seperti punya kristian. eh, itu apaan ya? udah gede masa segitu? bathinku, antara marah dan geli, aku benar-benar bingung.
Lu kalau gak mau, gue hajar lu disini! cepetan! Ingat hutang lu! bentak kristian
Hutang? bathinku
Air mata helena turun, mengalir dipipinya. Mulutnya terbuka, pelan dia mengulum penis, eh, bukan tapi titit milik kristian. Sebenarnya aku ingin marah, tapi kondisi ini dikampus. Ah, aku serba bingung, mau marah malah geli sendiri. Tapi helena itu keluargaku, keluarga baruku di kampus ini.
Kepala helena maju mundur, air matanya terus mengalir. Lama helena mengulum penis kristian. Selang beberap saat, kepala helena ditarik sedalam-dalamnya oleh kristian. Kristian tampak mengejang beberapa kali. Beberapa saat kemudian Helena menarik kepalanya namun terlihat tertahan oleh tangan kristian. Pelan sekali helena melepas penis itu dari mulutnya.
Telan! bentak kristian, kulihat helena menelan sesuatu
Bersihkan kontol gue! bentaknya lagi, dengan rasa risih, helena mengulum kembali dan menjilati titit kristian
Setelahnya helena didorong hingga terjungkal kebelakang. Kristian memakai kembali celananya.
Ha ha ha ha ingat, gue akan tetap pada perjanjian. Sampe bulan depan lu gak bisa bayar, lu harus layani gue! Jadi budak gue! Atau lu masuk penjara! Ha ha ha ha
Dan, Oh ya, gue kasih kesempatan buat lu ngasih itu perawan buat pacar lu, setelahnya, lu milik gue, budak gue! Ingat itu! Ha ha ha ha ha tawa kristian,
Langkah kristian menuju pintu keluar, cepat-cepat aku berlari sambil menunduk. Masuk ke kelas disampingnya. Aku bersembunyi, berjongkok di balik tembok kelas kosong ini. kudengar langkah kristian menjauh, menuruni tangga. Masih kudengar tawanya, ketika dia berada dibawah. Aku menggenggam tanganku, ingin rasanya membunuhnya.
Tek tek tek...
Langkah kaki, tak beraturan. Terdengar tangis helena. Samar aku lihat bayangan di dilantai dari pintu kelas kosong ini. Itu helena. Aku ambil nafas dalam-dalam dan segera aku keluar. Berdiri didepan pintu ruang kelas kosong. Dari belakang aku melihatnya, isak tangis dan kesedihan dari yang baru saja dialaminya.
He-helen panggilku, dia berheneti menangis, sedikit terkejut dengan suaraku. Pelan dia membalikan badan
Ar-Arta?! suaranya sedikit keras, terkejut, buku yang dipeluknya jatuh
Ke-kenapa? tanyaku
Lu lihat? ucapnya, aku mengangguk
Jangan katakan pada andrew ucapnya, sambil mengusap air matanya
Ta-tapi kasihan andrew ucapku, menunduk dan kadang melihat ke arahnya
Lu gak tahu apa-apa ar, lebih baik lu diam jelasnya
Ta-tapi kamu bo-bohongi andrew ucapku, dengan gaya culunku
Diam! dia melangkah mendekatiku, matanya berair.
Gue juga cinta ma andrew ar! gue sayang! Cita-cita gue jadi istrinya, ta-tapi, gue harus gimana? Cuma ini jalan satu-satunya! bentaknya, tepat dihadapanku. Aku benar-benar terkejut.
Ta-tapi, itukan... ucapku, gugup tak tahu masalah helena
Gue tahu! Gue tahu ar itu salah! Tapi asal lu tahu, ini demi bokap gue! bentaknya dengan isak tangisnya
Bokap gue sakit ar, butuh biaya 150 juta untuk operasinya suaranya pelan dan terisak. Dia kemudian bersandar pada tembok dan merosot duduk dilantai. Aku masih berdiri dengan tubuh membungkuk, memeluk bukuku. Sedikit aku menoleh ke arahnya, wajahnya penuh dengan keputus asaan.
Sebelumnya nyokap udah habis-habisan. Habis semua Ar, untuk perawatan dan lainnya. Tabungan sudah habis, isi rumah yang berharga sudah ludes terjual. Dan... Jika rumah harus dijual, bagaimana dengan nyokap kalau bokap gak ada? air matanya mengalir lebih deras, bibirnya tertekuk kebawah, mencoba menahan suara tangisnya.
Dan... dan... cuma kristian yang bisa bantu. suaranya terisak, selang beberapa saat tangisnya pecah.
Kristian, Dia mau bantu. Dan akhirnya bokap selamat karena operasi bisa berjalan lancar. Setelah itu, aku mencari peinjaman sana-sini Ar. Cuma 50juta, Cuma 50 juta yang gue dapet dan itu juga yang bisa gue balikin ke Kristian. Masih 100juta, gak mungkin kan kalau harus nyokap lagi yang nanggung, nyokap dah banyak hutang sana sini kedua tangannya memegang kepalanya, menyibak rambut di wajahnya. Isak tangisnya semakin keras. Aku menunduk, masalahnya memang benar-benar besar.
Nyokap gak tahu gue dapat uang darimana. Dan yang jelas, nyokap percaya sama gue. Lu tahu Ar? Gue gak bisa lihat ortu gue sedih ar. Cuma mereka yang gue miliki. 100 juta, tidak ada cara lain selain menjadi apa yang diinginkannya. Dan aku yakin lu sudah mendengarnya. Dia menoleh ke arahku, memandangku dengan mata merahnya.
Ini satu-satunya cara untuk bayar utang gue ke kristian, gak ada cara lain. Dia bakal ancam untuk menyita rumah, dan itu yang gue gak mau. Rumah itu penuh kenangan,Ar helana terisak, nafasnya tersengal disetiap kata-katanya. Pelan dia kemudian berdiri, memandang jauh ke luar gedung kuliah. Menunduk dan mengambil buku, merapikan pakaiannya.
Gue tahu lu gak tega sama andrew... Gue juga. Satu bulan ini, bakal gue bikin andrew bahagia ar, dan bakal gue kasih semua yang gue miliki. Setelahnya, maaf, gue bakal jadi milik kristian selamanya. Jelasnya, membuat hatiku geram. Hela nafas panjangnya seakan memberikan sedikit rasa lega dalam sesak dadanya.
Ar, Sori kalau gue sakiti temen lu. Cuma ini jalan satu-satunya ucapnya, dia kemudian berbalik. Berjalan dan meninggalkan aku. Tangan kanannya terlihat mengusap air matanya. Aku terpaku, diam tak menjawab pertanyaannya.
Ayah? Sebegitu pentingkah ayah untukmu Helen? Aku tidak mengerti seperti apa pegorbanan seorang ayah untuk anaknya. Aku juga tidak mengerti arti kata Ayah yang sebenarnya. Ayah ayah dan ayah. Seperti apa rupa, laku, tutur dan canda seorang Ayah. Jalan pikiranmu kadang membuatku bingung Helen, sangat bingung. Kamu berkorban demi seorang Ayah, dan itu membbuatku heran.
Setelah kepergian Helena, aku masih berdiri. Suasana menjadi sepi walau ramai mahasisswa organisasi di bawah sana, yang masih bisa aku dengar. Aku duduk bersandar pada pagar pembatas didepan ruang kuliah.
Dunhill, temanku, kusulut temanku ini. Aroma dunhill, rasa disetiap asap yang merasuk ke dalam paru-paruku. Sedikit membuatku bisa tenang. Tapi tetap saja terasa sesak dihatiku ketika mengingat kata ayah. Seberapa besar kasih sayang seorang Ayah untuk anaknya? Dan itu hingga sekarang pun aku tidak mengerti. Ayah, apakah dia seperti Dunhill? Menyejukan sesaat, menghilang kemudian.
Helena, sangat menyayangi keluarganya. Ibunya juga seorang pahlawan baginya seperti halnya Ibuku. Hanya berbeda di sebuah kata yaitu Ayah. Helena, kamu tidak hanya memiliki keluargamu saja. Kamu masih punya andrew, masih punya kita semua. Tapi, kalau ini aku beritahukan ke teman-teman yang lain, pasti akan ada asumsi yang menyudutkan helena, dan andrew, belum tentu dia bisa menerimanya.
Lebih baik aku cepat pulang, mungkin aku bisa mencari bantuan. Aku melangkah cepat untuk pulang, dengan perasaan bimbang dalam hatiku. Sesampainya di kontrakan pun otakku buntu, sedikitpun tak terlintas didalam otakku bagaimana menolong helena. Bagaimana, harus bagaimana sebenarnya aku ini? Apa yang harus aku lakukan? Pikiranku benar-benar tak bisa mencari pemecahan masalah Helena. Hanya bisa meringkuk di tempat tidur.
Beberapa hari berikutnya, selama aku menjalani kuliah setelah aku melihat Helena dan Kristian. Memang terlihat kalau helena lebih romantis daripada hari-hari sebelumnya. Lebih memanjakan Andrew ketimbang hari-hari sebelumnya. Biasanya mereka suka bercanda, karena karakter Andrew suka sekali bercanda. Tapi kali ini berbeda, tanggapan Helena selalu saja membuat semua teman kuliah Iri.
Kadang mereka menjadi bahan olok-olokan karena keromantisan mereka. Pernah suatu waktu ketika didalam ruang kelas. Mataku bertemu dengan mata Helena. Tatapan matanya kepadaku seakan mengatakan kepadaku untuk diam. Sesekali aku mengamatai mereka dalam satu hari, tatapan mata Helena adalah tatapan mata yang menunjukan betapa dia sayang dan cinta kepada andrew. Keadaan yang benar-benar tidak bisa aku lukiskan, keadaan yang benar-benar membuatku tak bisa berbuat apa-apa. Aku membayangkan kondisi Andrew sekarang yang sedang terbang sangat tinggi. Setelahnya terhempas sangat dalam, sedalam-dalamnya lautan.
Tapi, piye iki? djancuk! (Tapi, bagaimana ini? djancuk!).
Didalam kontrakan, di kamar tempat dimana aku selalu berbaring. Setelah kuliah seharian, aku rebah dengan pikiranku terus berpikir bagaimana caranya membantu helena. Aku bangkit dari rebahku. Sejenak aku teirngat mas Raga dan mbak Arlena. Aku bisa minta bantuan mereka, kalau mbak arlena pasti akan bilang ke ..., ah, lupakan! Mas raga? Tidak, sekalipun aku pernah menyelamatkan nyawanya, bukan berarti aku meminta sebegitu banyaknya. Dia sudah merawat Ana dan Ani, itu sudah lebih dari cukup.
Tubuhku kembali rebah, rasa lelah menyelimutiku.
.
.
.
Kenapa kamu menangis sayangku, Artaku, anak Ibu yang paaaaaling ganteng?
aaaaaaa Aku tidak bisa mengerjakan PR bu sulit aku menangis, karena takut
Eh, kenapa kamu tidak bertanya pada ibu? Jangan menangis sayang
aaaaaaa Arta takut ibu marah, kalau Arta ndak bisa mengerjakannya aku masih menangis, tak berani aku menatap mata ibuku
Sayangnya ibu, jangan takut, ibu ndak bakal marah kalau kamu mau bicara sama ibu
aaaaaaa benarkah bu? aku usap air mataku, aku memberanikan diriku memandang Ibu
Benar sayang, datanglah ke ibu kalau kamu membutuhkan bantuan ibu, ibu akan selalu membantu mu
aaaaaaa Arta sayang ibu aku memeluknya, kini tangisanku menjadi tangis bahagia
Iya sayang, ibu juga sayaaang sama Arta, yuk kerjakan bersama
.
.
.
HAH!
Hash hash hash... Ibu gumamku pelan
Aku bangun, segera aku mengambil kotak pemberian Ibuku. Sebuah kotak kaleng tempat semua kenangan bersama Ibuku ada disana. Perlahan aku membukannya. Aku bawa kotak itu dan kembali duduk di pinggir kasurku. Kupandang foto Ibu yang berada didasar kotak. Manis sekali, sangat Ayu ketika aku melihat wajah ibuku. Pelan aku usap foto Ibu dengan jari tangan kiriku. Pelan, aku ambil dengan tangan kiriku, sedang tangan kananku memegang kotak itu. Sama persis dengan kakak perempuanku. Aku tersenyum ketika melihat wajah ibuku yang berada didalam foto. Aku letakan kembali foto itu didasar kotak, sejenak aku memandangnya kembali. Bibirku kembali tersenyum.
Aku kembali rebah di kasurku. Entah karena perasaanku yang senang karena bermimpi bertemu Ibu atau karena melihat foto Ibu. Aku kembai mengangkat kotak kaleng itu dengan kedua tanganku hingga posisi kotak terbalik.
Sreekkh...
Foto ibu jatuh bersama dengan alas didalam kotak kaleng. Mataku terpejam, betapa bodohnya aku, mengangkat kotak kaleng itu. Jelas saja foto Ibu akan jatuh, tapi kurasakan terlalu banyak yang jatuh dari kotak yang hanya berisi foto ini. Jika aku ingat lagi isinya cuma foto saja. Aku bangkit, ku buka mataku dan baru aku sadari alas pada kotak kaleng ikut terjatuh. Menutupi sebagian mulut dan hidungku Dari dulu aku mengira alas itu adalah alas peramanen untuk dasar kotak. Selama ini aku tidak curiga, karena mungkin ibu membuatnya untuk sekedar alas. Betapa bodohnya aku. Sebuah amplop putih besar dan juga buku tabungan. Terselip kartu ATM di sela buku tabungan itu.
Eh, buku tabungan, kartu ATM, sejak kapan? bathinku,
.
.
.
Aku berlari, berlari sangat kencang. Mencari mesin ATM yang sama dengan mesin ATM yang aku punya sekarang. Mataku tak bisa menahan pilu, hatiku tak bisa menahan tangis. Air mataku mengalir dengan derasnya.
Teruntuk pahlawan kecilku,
Pahlawan terhebatku
Pahlawan yang selalu aku sayangi
Pahlawan yang selalu aku cintai
Arta Byantara Agasthya
Maafkan Ibu nak,
Ibu banyak menyembunyikan sesuatu kepadamu
Ibu harap apa yang ibu rahasiakan kepadamu akan kamu temukan suatu saat nanti
Ibu tak akan mengatakannya kepadamu sayang, karena Ibu takut kamu merasakan sedih
Ibu takut, kamu akan sangat membenci Ibu
Ibu juga sedih nak, tapi ibu masih mencintai ayahmu
Dia orang yang sangat baik, hanya saja ibu belum bisa menerima keputusannya.
Ketika permintaannya disampaikan kepada Ibu.
Ibu harap kamu bisa mengerti, Ibu sayang kepadamu dan juga kakakmu, Arlena
Aku terus berlari, melangkahkan kakiku dengan sangat cepat. Aku sudah tidak peduli lagi, jika nanti aku bertemu dengan teman-teman kuliahku. Masa bodoh jika mereka mengetahui jatidiriku sebenarnya. Air mata ini terus mengalir, mengingat isi dari amplop tersebut. Aku membaca tulisan tangan yang rapi itu, tulisan tangan ibu. Tulisan tangan yang indah.
Mereka pergi, dan tinggal kamu satu-satunya yang Ibu miliki
Kakak perempuanmu ikut dengan mereka, itu atas paksaan ayahmu
Maafkan Ibu jika sering memarahimu, karena Ibu ingin kamu menjadi bertambah kuat
Maafkan Ibu jika kurang kasih sayang kepadamu, tapi Ibu sangat sayang kepadamu
Mungkin Ibu salah ketika menyampaikan kasih sayan ibu kepadamu
Tapi ibu sangat bangga kepadamu
Sebuah amplop putih besar yang berada dibalik alas kaleng. Berisi dua kertas yang dilipat sangat rapi secara bersamaan, dengan satu amplop kecil. Buku tabungan beserta ATM berada bersama berada diluar amplop besar. Kartu ATM dari Bank yang sama denganku, hanya berbeda warna dan tulisan. Aku membuka kertas yang dilipat rapi tersebut. Aku membukannya karena tertluis nama panggilanku, Arta. Ku buka perlahan dengan hati yang mulai menangis. Perasaan sangat kuat jika itu adalah dari Ibu. Dan Benar, baru aku membaca dua kalimat saja, aku sudah menangis. Aku membaca lembar kertas pertama tanpa membaca kertas yang kedua. Lembaran kertas pertama sudah membuatku menangis, kenapa bisa aku tidak membuka dasar kotak kaleng tersebut dari dulu? Kenapa aku tidak pernah sadar kalau ada sesuatu dibalik alas kaleng itu?
Ibu, Ibu memang pahlawanku, aku tidak pernah membencimu. Tak sedikitpun, walau marah yang selalu aku dapatkan. Aku tidak pernah marah bu, karena dalam hatiku Ibu adalah wanita yang paling mengerti aku. Wanita yang paling lembut dengan kasih sayang yang tak terbatas.
Sejak Ayahmu pergi, dia tidak pernah melupakanmu dan Ibu
Diawal kelahiranmu, semua sulit, hingga umurmu satu tahun, Ayahmu datang
Ibu memeluknya karena Ibu masih mencintainya
Tapi..
Dia tetap pada pendiriannya, Ibu masih belum menerima
Ibu kangen sekali dengan Ayahmu, dan juga kakak perempuanmu Arlena
Aku terus berlari, air mataku seakan terurai dari mataku. Sesekali aku mengusap air mataku dengan pergelangan tanganku sembari berlari. Dan satu tanganku menggenggam amplop putih besar yang berisi buku tabungan, ATM dan Amplop kecil bertuliskan nama kakakku, Arlena. Aku masukan kembali semua yang aku dapat dari balik alas kaleng setelah aku membacanya.
Aku mengenggam erat amplop itu. Berlari sekencang munkin. Air itu masih mengalir, air kesedihanku. Ibu, aku sangat menyayangimu. Aku sangat mencintaimu... Ibu.
AKU SAYANG IBU! teriakku yang sedang berlari kencang, banyak orang yang melihatku tapi aku tidak mempedulikannya
Arta, Arta anakku sayang, prajurit pelindung
Prajurit pelindung yang lahir dari rahimku
Kata kakakmu, arti nama kamu
Arlina yang penuh cinta melahirkan seorang prajurit pelindung
Manis bukan sayang? Ibu menyukainya sayang,
Tapi maafkan ibu, yang kurang cinta kepadamu
Aku masih terus berlari, mencari mesin ATM terdekat. Terdekat dari kompleksku, walau jarak yang harus aku tempuh jauh. Suasana hatiku benar-benar kacau, tapi aku bahagia dengan apa yang aku baca. Aku ingin memeluknya, mengatakan padanya bahwa aku sangat menyayanginya. Bahwa aku sangat mencintai Ibuku, wanita yang selalu menjadi pahlawan dalam hidupku. Pahlawan dalam setiap kesenangan dan kesedihanku.
Arta sayang...,
Ayahmu, sejak kedatangannya memberikan uang untuk kita
Tepatnya setelah kamu lahir sayang...
Tapi ibu selalu menyimpannya, karena suatu saat nanti pasti kamu lebih membutuhkannya
Uang itu ada dalam buku tabungan, ambilah untuk kebutuhanmu
Ibu tidak tahu berapa jumlahnya, tapi yang jelas bisa untuk makan satu bulan lebih
Ayahmu selalu mengirimkannya untukmu dan Ibu
Tapi ibu tidak pernah menggunakannya, karena ibu menyimpannya untukmu
Maafkan ibu, seharusnya kita bisa memiliki hidup yang lebih baik
Tapi ibu tidak ingin kamu hidup dalam kemewahan yang menjerumuskan
Ibu ingin kamu menjadi pribadi yang kuat
Bukan menjadi pribadi yang lemah karena harta
Maafkan Ibu ya sayang, maafkan Ibu
Ah, ATM... bathinku,
Terlihat mesin ATM dari kejauhan. Aku menambah kecepatanku berlari. Itu adalah mesin ATM yang biasa aku dan kedua sahabatku gunakan untuk mengambil uang. Aku berlari, secepatnya menuju ATM tersebut. Beruntung tak ada orang didalam sana. Aku terngah-engah didepan pintu. Kedua tanganku menyangga tubuhku pada kedua lututku. Sejenak mengambil nafas, melepas lelah.
Sayang,
Ayahmu selalu mengirimkan uang untuk Ibu dan Arta, terutama untukmu,
Entah sampai kapan, mungkin sampai kamu membaca surat ini
dan Ibu yakin, Ayahmu akan mengirim terus ke tabungan ini, sesuai janjinya
dan karena itu juga permintaan dari Ibu
tenang saja sayang, kartu ATM-nya masih bisa berlaku
karena kakekmu yang akan selalu mengurusnya untukmu
Kreeeek...
Aku membuka pintu ATM yang kosong. Udara dingin mulai terasa di sekitar tubuhku. Bulu kudukku berdiri menanggapi suhu yang dingin dalam ruangan ini. Dengan kedua tanganku, aku bersandar pada mesin ATM. Masih mengambil nafas, mengatur nafasku yang masih terengah-engah. Pelan aku berdiri tegak, aku usap air mataku. Ku buka amplop putih besar dan ku ambil kartu ATM. Sejenak aku melihat kartu ATM dengan warna keemasan ini. Kumasukan.
Sayangku Arta,
Dulu Ayahmu pernah memberitahukan Ibu cara menggunakannya
Tapi karena saat itu Ibu marah, Ibu jadi lupa sayang
Yang Ibu ingat adalah nomor PIN ATM, itu kata Ayahmu
41274 5474119
Dulu bukan itu sayang nomor PIN-nya,
tapi Ibu yang meminta Ayahmu untuk menggantinya
Arta tahu Artinya tidak? Itu Artinya
ARTA SAYANG
Hi.. hi.. hi..
Karena memang Ibu sangat menyayangi anak lelaki Ibu
dan anak perempuan Ibu juga, hi hi hi
PIN ATM, aku kembali menangis lagi. ARTA SAYANG, aku tersenyum, menangis. Kepalaku menggelengkan kepala, seakan tak percaya akan semua ini.
Arta juga sayang Ibu ucapku lirih, dengan air mata yang mengalir deras. Lendir dalam hidungku sedikit menghambat nafasku.
Aku masukan deret angka tersebut. Pelan dengan isak tangisku yang tak bisa aku tahan. Setiap angka aku tekan, selalu aku terhenti. Karena tangis bahagiaku ini, tangis rinduku ini, tangis kesedihanku. Setelah semua angka aku masukan. Kulihat pada layar berwarna biru ini. Kutekan sebuah tombol, cek saldo...
Ibu... Ibu.... pelan dari bibirku, aku menangis, air mataku mengalir di pipiku.
Antara kebahagian dan kesedihan bercampur menjadi satu. Inilah pertolongan yang selalu kau berikan padaku Bu. Ibu selalu datang disetiap aku mengalami sebuah masalah. Ibu tidak pernah ingkar, Ibu selalu menepati janji Ibu. Ibu, engkau adalah wanita paling hebat diantara semua wanita di dunia ini.
Benar dugaanku, dengan apa yang tercetak di buku tabungan. Memang hanya ada sebaris cetakan tentang saldo tabungan. Mungkin ini buku baru. Selama ini kakek selalu meminjam kotak ini. Mungkin selain kakek rindu dengan Ibuku, anaknya, juga menguruskan masa aktif kartu ATM. Setiap 5 tahun sekali kakek selalu mengurusnya, dan mungkin setiap kali itu juga saldo yang tercetak menghabiskan buku tabungan.
Tertulis satu baris sejumlah uang yang sangat besar. Lebih besar dari sejumlah uang yang dibutuhkan Helena. Bahkan nilai saldo tabungan masih bertambah hingga aku mengeceknya. Saldo pada buku tabungan adalah saldo 3 tahun yang lalu.
Aku menangis, keras. Seperti seorang anak yang kehilangan permen. Seperti seorang prajurit yang memenangkan perang, perang yang tidak seimbang. Ibu... Ibu...
IBU TERIMA KASIH! teriakku dalam kotak dengan suhu yang dingin ini.
HUAAAAAAAAAAAAAAAAAAA! teriakan keras untuk kedua kalinya, teriakan rindu pada Ibuku. Aku berteriak hingga aku berlutut di depan mesin ATM. Mataku memandang langit kotak dingin ini. Pelan, aku menutup mataku.
helena...
helena... pelan bibirku berucap
HELENA! KAMU BISA BERSAMA ANDREW! teriakku didalam kotak dingin ini. Teriakan di malam yang sepi. Teriakan bukan karena kesendirianku. Teriakan akan sebuah cahaya dalam kegelapan. Teriakan untuk sahabatku. Teriakan yang berasal dari cinta dan kasih sayang Ibuku, yang ku sampaikan teruntuk sahabatku.