Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Vanquish

Bimabet
terlalu mainstream suhu kl si ara jadi binal. lebih baik karakter ara polos apa adanya
 
Sakti juga kah yang akan membuat si Ara berpindah Hati dari Budi seperti yang dilakukannya pada Mila

Gan bikin side storynya si Sakti dong waktu ngambil keperawanannya si Mila :D

Kapan ara dibinalinnya Gan :'(

mila siapa y gan, ad d chapter brpa
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
cerita ane ini emang ga ada genrenya, karakternya kebanyakan, alurnya ga jelas, ngebosenin, bla bla bla.. ya maklum aja, namanya jg nubie nulis suka-suka :D

setiap saran n kripik pedes yg masuk ane terima kok, apalagi thanks ama GRPnya.. kalo emang ada yg nggak suka sama cerita ane ya ane hargai, namanya selera pasti beda-beda, huehehe :D

siang ini ane update, dan mungkin bakal ngegantung disana-sini, huehehe :D
 
cerita ane ini emang ga ada genrenya, karakternya kebanyakan, alurnya ga jelas, ngebosenin, bla bla bla.. ya maklum aja, namanya jg nubie nulis suka-suka :D

setiap saran n kripik pedes yg masuk ane terima kok, apalagi thanks ama GRPnya.. kalo emang ada yg nggak suka sama cerita ane ya ane hargai, namanya selera pasti beda-beda, huehehe :D

siang ini ane update, dan mungkin bakal ngegantung disana-sini, huehehe :D

wah bakalan :kentang: updatean siang ini. ditunggu suhu updatenya
 
Chapter 11
Run The Pawn


Ramon mendekat, mengamati tiap inchi tubuh mungil wanita itu. Dia segera menelanjangi dirinya sendiri hingga hanya tinggal memakai celana dalamnya saja. Setelah itu dia membelai lembut kepala Safitri, wanita yang akan menemaninya malam ini, hingga pagi nanti. Tangannya menuju wajah wanita itu, membelai pipi dan bibir tipisnya, lalu menurunkan kepalanya menuju wajah Safitri, dan menempelkan bibirnya mengecup bibir Safitri. Dia lumat perlahan bibir itu, lidahnya menyeruak masuk dan menari-nari disana.

Tangan Ramon kemudian turun membelai dan meremas buah dada Safitri yang tak terlalu besar ukurannya, namun masih cukup kencang. Dia lalu membuka kancing bajunya satu persatu hingga terlepas semua. Dia singkapkan ke kiri dan ke kanan, memperlihatkan tubuh depan Safitri yang masih tertutup tanktop cokelat tua yang senada dengan warna celana panjangnya. Ramon kemudian meloloskan baju Safitri berikut tanktopnya. Dia beralih ke celana panjang yang dipakai Safitri. Tak perlu waktu lama bagi celana itu untuk lepas dari tubuh langsing Safitri.

Kini wanita itu hanya tinggal memakai bra dan celana dalam warna hitam. Ramon yang berada di sampingnya menyapukan pandangannya ke tubuh mungil itu. Dia tak mau membuang waktu lebih lama lagi, sehingga dengan cepat melepasi bra dan celana dalam Safitri, hingga kini keduanya sudah tak lagi memakai apa-apa.

Ramon langsung saja menciumi dan menjilati sekujur wajah Safitri tanpa perlawanan. Bibir dan lidahnya kemudian turun menyapu leher dan pundak wanita itu, kemudian turun lagi ke payudara Safitri. Kedua bukit ini memang termasuk kecil untuk Ramon jika dibandingkan dengan kepunyaan istrinya maupun kedua kakak beradik korban barunya, namun tetap saja menarik karena selain masih padat, permukaannya yang putih dengan puting mungil yang kecokelatan terlihat sangat menggoda.

Dicaploknya kedua puting Safitri bergantian, sedangkan tangannya juga ikut meremasi kedua buah dada itu. Cumbuan bibir Ramon kian turun, menuju perut dan kini telah sampai di belahan bibir kemaluan Safitri. Dibuka bibir vagina itu menggunakan jari-jarinya dan langsung saja lidahnya membasahi rongga-rongga kewanitaan Safitri. Biji klitorisnya pun tak luput dari aksi lidah Ramon. Safitri yang masih tak sadarkan diri tentu saja tak memberikan reaksi apa-apa.

Puas lidahnya bermain-main kini Ramon memasuki menu utama. Dia membuka celana dalamnya dan langsung dia arahkan kepala penisnya yang sudah tegang membelah bibir kemaluan Safitri, digenjotnya dengan kasar hingga seluruh batang itu tertanam sempurna. Tanpa menunggu terlalu lama Ramon segera menggoyangkan pinggulnya dengan kasar, membuat tubuh Safitri terlonjak-lonjak dan buah dadanya naik turun seiring dengan goyangan Ramon.

Beberapa saat Ramon menyetubuhi Safitri dirasakannya vagina sempit yang tadinya kering itu mulai basah oleh cairan Safitri. Bibir wanita muda inipun mulai mengeluarkan desahan pelan, namun kesadarannya belum kembali. Ramon kemudian membalikan tubuh Safitri hingga tengkurap, lalu menghajar lagi kemaluan wanita itu dengan kasarnya.

Safitri perlahan mulai sadar dari pingsannya, merasakan tubuhnya bergoyang-goyang. Dia merasakan sesuatu yang keras sedang memenuhi liang kewanitaannya. Hentakan keras dari Ramon perlahan mengembalikan kesadarannya, hingga dia mulai merintih dan mendesah. Desahan ini tentu saja membuat Ramon semakin bergairah dan bersemangat menggenjot Safitri.

“Eehmmm,, aahhh,, eehmm,” terdengar desahan dari bibir Safitri.

Dari sejak tubuhnya dijamah tadi Safitri ternyata bermimpi sedang dijamahi oleh Marto, hingga kini kesadarannya perlahan kembali dia masih mengira Martolah yang sedang menyetubuhinya. Namun ketika kesadarannya hampir pulih sepenuhnya, dia teringat sesaat sebelum pingsan dia hendak menolong seorang pengendara motor yang mengalami kecelakaan, namun tiba-tiba sesuatu mendekapnya hingga dia tak ingat apa-apa lagi.

Matanya kini terbuka, melihat sebuah ruangan yang asing buatnya, ini bukan kamarnya. Lalu dimana dia sekarang? Dan bukankah Marto sudah beberapa hari ini menghilang tanpa pernah mendatanginya lagi, lalu siapa yang menyetubuhinya? Diapun segera menolehkan wajahnya ke belakang dan betapa terkejutnya dia mendapati seorang pria yang sama sekali tak dikenalnya sedang menindih tubuh mungilnya sementara penis pria itu sedang mengaduk-aduk liang kemaluannya.

“Hei sii siapa kamu? Hentikaan aahh, hentikaan katakuuu ooouhh.”

“Kamu sudah bangun manis? Haha, nikmati saja sayang, memekmu enak sekali, pantas saja si Marto tergila-gila padamu, haha,” jawab Ramon sambil tetap menggenjot Safitri dengan kasarnya.

“Aahhh stooopp, aaaarhhh,” Safitri mencoba berontak namun tenaganya kalah dengan pria itu. Terlebih lagi dia baru saja tersadar dari pengaruh obat bius dan dirinya juga sedang disetubuhi. Entah sudah berapa lama dia diperkosa hingga tubuhnya saat ini sudah lemas.

Dia hanya bisa menangis tanpa bisa melakukan perlawanan berarti. Dia pasrah saja ketika bibir dan lidah Ramon menyusuri tengkuk dan telinganya, namun langsung menutup rapat bibirnya ketika hendak dicium oleh Ramon. Dia merasakan liang vaginanya masih agak sakit, dan terasa penuh. Penis pria ini hampir sama besar dengan punya Marto, tapi terasa sedikit lebih tebal.

Safitri yang sudah beberapa hari tak dijamah oleh Marto, lama-lama mulai naik birahinya. Dia berusaha menahan sekuat mungkin untuk tidak menikmati pemerkosaan ini dengan mengatupkan erat bibirnya, namun tubuhnya tak bisa berbohong, liang vaginanya kini semakin basah. Ramon yang mengetahui wanita ini mulai menikmati permainannya kini lebih mengatur tempo gerakannya. Masih menggenjot dengan kecepatan tinggi tapi tidak sekasar sebelumnya, dan ini semakin membuat Safitri merasakan nikmat di vaginanya, hingga tanpa sadar membuka mulutnya untuk mendesah, yang langsung saja disambar oleh Ramon.

Lidah Ramon meliuk-liuk masuk ke mulut Safitri dan menarik lidah wanita itu. Safitri yang kini mulai terbawa birahi tanpa sadar mulai membalas pagutan Ramon, dan pinggulnya pun mulai bergerak mengikuti gerakan dan sodokan Ramon. Sekitar lima menit dalam posisi itu membuat vagina Safitri kian basah, hingga akhirnya tanpa bisa dicegah diapun mendapatkan orgasmenya. Tak lama setelah mendapatkan orgasmenya tangis Safitripun kembali pecah. Tak disangkanya dia mendapatkan orgasme saat dirinya justru sedang diperkosa oleh pria yang sama sekali tak dikenalnya.

Ramon tersenyum puas bisa membuat wanita itu takluk. Dia menarik penisnya keluar, kemudian membalikkan tubuh Safitri, dan kemudian langsung menggenjotnya lagi. Safitri hanya menutup matanya saja, dia tak ingin melihat wajah pemerkosanya itu, dia tak ingin melihat wajah pria itu tersenyum karena telah berhasil menaklukannya. Dia hanya ingin semuanya ini cepat berakhir.

Ramon terus mengerjai tubuh Safitri, membolak-balikan sesukanya, membuat beberapa kali Safitri orgasme, hingga akhirnya dia menghentak keras penisnya saat cairan spermanya yang banyak menyembur di dalam vagina Safitri, membasahi dasar rahim perempuan itu dan membuatnya mendapatkan orgasme untuk yang kesekian kalinya.

***

“Sluuurrpp,, eeeemmppph sluuuurrppaahh.”

“Aaahh terus mbak, oouughh enak banget seponganmu mbak, aaahh.”

Seorang pria nampak sedang merem melek saat penisnya yang sudah tegak mengacung kini dikulum oleh seorang wanita cantik. Sudah hampir sepuluh menit wanita itu duduk bersimpuh di hadapan selangkangan pria itu. Dia tak percaya bisa mengelabuhi wanita ini dengan begitu mudahnya, hanya dengan mengatakan bahwa dia beberapa kali melihat si wanita ini berbuat mesum dengan bosnya di dalam mobil di depan rumahnya, membuat wanita itu panik dan terpaksa memenuhi permintaan wanita itu untuk mengulum penisnya.

“Oohh Mbak Lia, kontolku enak banget mbak di sepongin sama mbak.”

Lia tak menjawab, dia lebih berkonsentrasi untuk membuat pria itu secepatnya mengeluarkan maninya agar dia bisa cepat kembali ke rumahnya. Terlebih lagi dia melakukan itu di angkringan milik pria itu, takutnya kalau sewaktu-waktu ada orang yang datang, atau ada pengguna jalan yang melihat perbuatan mesum mereka, apalagi kini tangan pria itu sudah masuk ke dalam kaos dan bhnya, meremasi kedua gundukan payudaranya,

“Aahh Mbak Lia, aku mau keluar mbak, telen semua pejuhku mbak, aku keluar aaagghh.”

Crot crot crot, pria itupun berejakulasi di dalam mulut Lia, mau tak mau Lia segera menelan semuanya, lalu menjilati kemaluan pria itu untuk membersihkannya

“Udah ya mas, tolong jangan bilang ke siapa-siapa yang mas lihat kemarin itu.”

“Hehe, tenang aja mbak, asalkan saya boleh nyobain memek mbak juga, saya bisa jaga rahasia kok mbak.”

“Yang itu lain kali aja mas, saya udah ditunggu suami saya, cepetan bikin susu jahenya.”

“Iya Mbak Lia sayang,” jawb pria itu sambil menowel dagu Lia.

Lia hanya melengos saja. Dia tak menyangka perbuatan mesumnya dengan mendiang bossnya diketahui oleh orang lain. Dengan ancaman akan diadukan ke suaminya, dia terpaksa menuruti kemauan pria itu. Padahal dia ke angkringan itu sebenarnya hanya disuruh oleh suaminya untuk membeli susu jahe saja. Untung suasana angkringan dalam kondisi sepi saat itu, dan tidak ada orang yang datang selama dia memberikan servis oral kepada pria itu.

Tapi dia tahu pria itu tak akan berhenti sampai berhasil menikmati tubuhnya. Malam ini mau tak mau dia berjanji untuk memberikan tubuhnya lain kali. Lia memang bukan pertama kali ini selingkuh dari suaminya. Sebelum selingkuh dengan Pak Dede, dia sudah pernah berselingkuh dengan teman kerja suaminya, lebih tepatnya kepala sekolah di tempat suaminya mengajar. Setelah kepala sekolah itu dipindah tugas, lalu dia terlibat perselingkuhan dengan Pak Dede, dan kini terpaksa harus melakukannya lagi dengan tukang angkringan di depan rumahnya.

Setelah menerima dan membayar susu jahe itu, dan sempat berciuman sebentar dengan pemilik angkringan itu, Lia pun segera pulang ke rumahnya. Sesampainya di rumah ternyata suaminya masih asik menonton tayangan sepak bola favoritnya, tak mengetahui apa yang baru saja diperbuat oleh istrinya.

“Antri ya mah?”

“Iya pah, ngantri dulu tadi, ni pah susu jahenya.”

“Oh iya, makasih mah.”

“He’em, sama-sama pah.”

Lia pun menemani suaminya menonton sepak bola. Dia tahu kalau sudah sepak bola, apalagi tim favoritnya yang bertanding, maka suaminya tidak bisa diganggu gugat lagi. Dia merasa lega karena suaminya tak bertanya yang aneh-aneh lagi, tak menaruh curiga kepadanya. Padahal tadi jelas-jelas di angkringan sepi tak ada lagi orang yang datang, sehingga tak ada yang melihat perbuatannya itu.

Tanpa diketahui Lia, tak jauh dari angkringan itu, di sebuah tempat yang agak tersembunyi, seseorang telah memperhatikan apa yang dia lakukan selama disana. Dan bahkan mengacungkan jempol dan tersenyum puas kepada si pemilik angkringan ketika Lia pulang ke rumah. Si pemilik angkringan itupun tersenyum puas dengan segala rencana licik di kepalanya.

Sedangkan orang yang mengintip tadi kemudian pergi meninggalkan tempat persembunyiannya setelah memastikan adegan panas tadi telah terekam dengan baik di ponselnya. Dia pun tak lupa menghubungi seseorang untuk melaporkan hasil pengintaiannya.

“Hallo, ada apa

“Hallo boss, aku ada sesuatu yang menarik.”

“Soal apa

“Soal target boss, aku punya rekaman yang asik nih.”

“Oh ya? Wah bagus-bagus, segera kasih ke aku ya

“Oke, besok aku kasih liat ke boss.”

***

“Ooohh aahh paahh, enak bangeet paahh.”

“Aahh mamaah, mamah binal banget malem ini, oouhh.”

“Nggak tahu paah, aahh mama mau dapet lagi paah, aaaaahh.”

Nadya mendapatkan kembali orgasmenya malam itu setelah beberapa menit bergerak liar di atas tubuh Hendri, suaminya. Entah kenapa dia begitu bernafsu malam ini tak seperti biasanya. Sudah beberapa kali dia mendapatkan orgasmenya malam ini. Dia sama sekali tak sadar kalau suaminya sudah memberikan sesuatu ke minumannya saat makan malam tadi, yang membuatnya bisa sebinal ini.

Hendri hanya tersenyum mendapati istrinya Nadya terengah-engah di atas tubuhnya. Dia sendiri juga sudah meminum obat kuat yang diberikan oleh temannya Ramon. Ya, beberapa hari ini dia memang kembali dekat dengan Ramon. Beberapa kali mereka bertemu dan membicarakan banyak hal, bahkan termasuk urusan ranjang. Ramon bercerita bahwa dulu istrinya sangat membosankan ketika bercinta, namun sejak diam-diam diberikan obat perangsang oleh Ramon istrinya selalu melayaninya dengan binal.

Ramon kemudian menawarkan obat itu kepada Hendri. Hendri sendiri yang tak pernah ada masalah dalam urusan ranjang awalnya enggan untuk menerimanya, namun setelah dipaksa oleh Ramon akhirnya dia mau juga. Ramon pun memberinya obat kuat, takut kalau Hendri tak bisa mengimbangi istrinya, dan itu memang hampir terjadi beberapa hari lalu, hampir saja dia kalah melawan istrinya yang sudah diberi obat perangsang, karena itulah malam ini dia meminum obat kuat itu dan sudah satu jam ini mereka bercinta dengan panasnya.

Hendri tak sadar bahwa memberikan obat perangsang itu hanya akal-akalan Ramon saja. Bukan untuk bagaimana menguasai Nadya, karena itu bisa dia lakukan sendiri, tapi lebih kepada membuat Hendri yang selama ini setia, tergoda untuk mencoba perempuan lain dengan berbekal obat perangsang itu, dan sasaran yang dimaui oleh Ramon adalah Hendri nantinya bisa berselingkuh dengan Lia, teman istrinya sendiri.

“Masih kuat kan mah? Papah belum keluar ini.”

“Papah hebat banget malem ini pah? Nggak kayak biasanya.”

“Iya lah, mama aja jadi binal gitu, papa nggak mau kalah dong, hehe. Ayo mah lanjutin.”

Nadya kini berbaring lemas, tenaganya sudah benar-benar terkuras untuk melayani suaminya. Dia sudah berkali-kali orgasme tapi penis suaminya masih tegak berdiri. Diapun pasrah saja ketika suaminya kembali memasukkan penisnya ke lubang kemaluan Nadya yang sudah sangat basah itu. Hendri menggoyang-goyangkan penisnya dengan kuat, ingin mengejar puncak birahinya.

Sang istri mengimbanginya dengan bergoyang mengikuti setiap gerakan pinggul Hendri. Birahi dalam dirinya masih tinggi, meskipun dengan badan yang sudah sangat lemas dia berusaha sekuat tenaganya untuk bisa memuaskan suaminya. Dan semakin lama kocokan Hendri semakin cepat, dirasakan puncaknya akan segera tiba.

“Aaahh maahh papah mau keluaar aahh, ohh enak banget memek kamu maahh.”

“Aaahh terus paah, mamah juga mau keluar, barengan paah.”

“Ii,, iyaa maah, ini papah keluar maah, papah keluaaaaaarrrrhh.”

Dan crot crot crot, entah berapa kali penis itu menyembur, banyak sekali cairan sperma yang keluar dari kemaluan Hendri. Hal yang membuat tubuh Nadya juga ikut mengejang, karena disaat yang bersamaan dia juga orgasme lagi, sebuah orgasme yang dahsyat, bahkan diikuti oleh sebuah gelombang orgasme yang lainnya ketika semprotan sperma suaminya itu menghantam dinding rahimnya.

Keduanya kini saling berangkulan dengan nafas terengah-engah, menikmati setiap detik kenikmatan yang baru saja mereka dapatkan. Permainan ranjang terpanas mereka selama ini. Hendri tentu saja puas, karena ternyata memang benar omongan Ramon, obat yang dia berikan ke istrinya membuat istrinya menjadi wanita yang binal. Selama ini memang pelayanan ranjang yang diberikan Nadya tak pernah mengecewakannya, tapi malam ini lain, lebih hebat daripada yang sudah-sudah.

“Pah, papah hebat banget malam ini, kontol papah masih keras aja itu di dalam.”

“Iya nih mah, papah nafsu banget malam ini, apalagi liat mamah binal kayak tadi itu.”

“Mamah juga nggak tahu pah kenapa bisa binal banget malem ini, hehe.”

“Tapi binalnya buat papah aja ya mah, jangan dibagi sama orang lain, hehe.”

“Ih papah, ngapain juga dibagi sama orang lain.”

“Hehe, ya siapa tahu mah.”

“Huu, emang papah mau mamah binal sama orang lain?”

“Nggak sih mah, cuma pernah ngebayangin aja, hehe.”

“Hah, ngebayangin gimana pah?”

“Ya ngebayangin mamah dientot sama orang lain, haha.”

“Ih dasar papah, kok bisa-bisanya ngebayangin istri sendiri dientot sama orang lain?”

“Ya nggak tahu ya mah, cuma kalau ngebayangin mamah lagi dientot orang lain, papah kok jadi konak ya mah, hehe.”

“Ih papah kok aneh sih?”

“Emang mamah nggak pernah mah?”

“Pernah apa? Ngebayangin papah ngentot sama cewek lain?”

“Yaa bisa gitu, atau bisa jadi mamah ngebayangin ngentot ama cowok lain mah?”

“Belum pernah sih pah, ah masak mau ngebayangin kayak gitu sih?”

“Eh kita coba yuk mah, kita ngentot sambil papah ngebayangin mamah dientot cowok lain, trus mamah ngebayangin papah ngentot sama cewek lain, gimana?”

“Duh, fantasi papah kok aneh-aneh sih pah?”

“Ya kan cuma fantasi aja mah, jangan sampe kejadian juga sih, gimana mah, pasti asik tuh.”

Nadya tampak berpikir, dia sebenarnya merasa bersalah kalau suaminya membayangkan dirinya disetubuhi oleh orang lain, karena pada kenyataannya dia memang sudah bersetubuh dengan pria lain, dengan mendiang Pak Dede, mantan atasannya.

“Hmm, emang papah mau ngebayangin mamah dientot siapa pah?”

“Hmm, papah pengen ngebayangin mamah dientot sama Mas Ramon ya mah?”

Belum menjawab, Nadya sudah merasakan penis suaminya kembali mengeras di dalam vaginanya, dan kini mulai digerakan perlahan.

“Aahh iya deh pah, terserah papah aja, ahhh.”

“Trus mamah mau ngebayangin papah ngentotin siapa mah?”

“Hhmm aahh, papah maunya ngentotin siapa pah? Oouuhh aaahhh.”

“Sama temen mamah aja maahh.”

“Aaahh paahh, ouuhh sama Lia ya paaahh.”

“Iya maah, bayangin papah sama Lia mah, mamah sama Mas Ramon.”

Entah kenapa Nadya terpikirkan sahabatnya itu. Mungkin karena suaminya berfantasi dia sedang dikerjai oleh sahabatnya sendiri, membuat Nadya juga berfantasi suaminya sedang mengerjai sahabatnya itu. Terlebih dia tahu kalau Lia juga adalah salah satu korban Pak Dede, sama seperti dirinya.

Namun yang terjadi adalah, Hendri benar-benar membayangkan dia sedang menyetubuhi sahabat istrinya itu. Dia sama sekali tak membayangkan istrinya disetubuhi oleh pria lain, dia bahkan tak terlalu peduli. Dengan membayangkan sahabat istrinya itu saja sudah membuat nafsunya langsung naik di ubun-ubun.

Sedangkan Nadya yang kini sudah digenjot lagi oleh Hendri, juga seperti itu. Dia justru sedang membayangkan dirinya disetubuhi oleh pria lain, yaitu mendiang Pak Dede, tak hanya itu tapi dia juga mulai membayangkan dirinya disetubuhi oleh sahabat suaminya, Ramon.

Sementara itu di saat yang bersamaan, di suatu yang jauh dari rumah Hendri dan Nadya, tampak terlihat seseorang sedang memandang ke sebuah layar monitor. Dia terlihat begitu menikmati adegan panas yang disuguhkan layar monitor itu, bahkan sambil mengelus-elus selangkangannya sendiri.

“Nadya, kamu memang binal sekali, tunggu sampai aku bisa menjejalkan kontolku ini ke dalam memekmu yang legit sayang.”

Ramon nampak begitu menikmati pemandangan di layar monitor itu, pemandangan dimana Nadya sedang bercinta dengan hebatnya dengan Hendri. Dia sudah mulai berhasil mempengaruhi Hendri berbekal obat perangsang dan obat kuat yang dia berikan. Tak hanya itu, bahkan Ramon pernah mengajak Hendri untuk bersenang-senang dengan istrinya dan seorang lagi, yaitu Tata. Semua ini demi membuat Hendri semakin terhanyut dan nantinya memberinya lampu hijau untuk bisa menjamah istrinya, Nadya.

Nafsu Ramon yang kembali memuncak membuatnya menghentikan kegiatannya menonton live show dari suami istri itu dan segera kembali di kamar, dimana Safitri tengah terlelap kelelahan setelah dipaksa melayani Ramon berjam-jam lamanya. Safitri masih polos tanpa memakai pakaiannya sama sekali. Ramon mendekatinya, mulai kembali menjamah tubuh indah itu, hal itu membuat Safitri kegelian dan terbangun.’

“Aahh mas udah, aku capek.”

“Sssttt, udah nggak usah ngelawan, layani aku malam ini yaa manis.”

Tubuh Safitri sudah lemas, namun tugasnya belum usai malam itu. Dia masih terus dipaksa melayani Ramon hingga menjelang subuh, membuat dinding vaginanya serasa lecet. Badannya dipenuhi peluh dan sperma. Lubang kemaluan dan mulutnya berkali-kali menjadi tempat pembuangan sperma Ramon. Saat permainan usai mereka berdua terlelap saking capeknya.

Safitri terbangun saat merasakan ada tangan yang sedang memeluknya. Dia tertidur dengan posisi membelakangi dan dipeluk oleh Ramon. Saat hendak menggeser tangan itu ternyata dia juga membangunkan Ramon.

“Udah bangun sayang?”

“Udah, aku mau mandi dulu,” jawab Safitri ketus.

Tanpa menjawab Ramonpun ikut bangun dan menuju ke kamar mandi bersama Safitri. Acara mandi bersamapun dilewati dengan sekali lagi Safitri dipaksa untuk melayani Ramon. Dikulumnya penis Ramon hingga keras sebelum dimasukan ke vagina Safitri dan digoyangkan hingga keduanya sama-sama mendapatkan orgasme.

Setelah selesai mandi mereka kembali menuju kamar untuk memakai pakaiannya lagi. Safitri teringat pria itu semalam menyebut nama Marto, mungkin dia bisa mendapatkan informasi tentang Marto dari pria ini.

“Kamu siapa sebenarnya? Apa kamu kenal dengan Marto?”

“Ya, aku temannya Marto.”

“Lalu kamu ini siapa?”

“Kamu nggak perlu tahu aku siapa, cukup tahu saja kalau aku temannya Marto.”

“Kenapa kamu,, membawaku kemari? Dan dimana Marto?”

“Aku cuma penasaran aja sama kamu. Aku juga lagi nyari Marto, kupikir dia bersamamu makanya aku nyari kamu,” jawab Ramon berbohong.

“Gimana bisa kamu tahu tentang aku?”

“Sudah kubilang aku ini temannya. Dia pernah cerita tentang kamu. Ternyata permainan ranjang kamu cukup hebat, pantas Marto tergila-gila padamu, haha.”

“Dasar sinting!” umpat Safitri.

“Haha, sudahlah, sebaiknya kamu pulang, kurasa anakmu sudah menunggu di rumah. Oh iya, satu hal lagi. Kamu jangan sampai bilang kejadian ini ke siapapun ya, karena apa yang kita lakukan semalam semuanya sudah aku rekam, dan setiap saat aku butuh kamu harus siap. Aku rasa kamu mengerti kan resikonya kalau menolakku? Haha.”

“Apa katamu? Mana rekaman itu? Berikan padaku!” bentak Safitri.

“Kamu tahu itu tak akan pernah terjadi sayang. Dan mulai sekarang, kamu adalah milikku, ingat itu!” gertak Ramon, sambil memeluk dan mencium Safitri yang kini sudah berpakaian lengkap.

Safitri tak bisa mempercayai ini. Baru saja dia merasakan sedikit kebahagiaan saat muncul rasa sayangnya ke Marto, kini dia harus mengalami hal seperti ini. Hal yang sama persis dengan yang terjadi dulu, saat Marto pertama kali memperkosanya dan menjadikannya budak nafsu, kini harus dialaminya lagi. Terlebih dia sama sekali tak tahu siapa pria ini, dan apa yang akan terjadi kedepannya.

Ramon mengikuti Safitri hingga masuk ke dalam mobilnya, dia menjelaskan mereka sedang berada dimana dan bagaimana Safitri bisa pulang. Ramon memberi tahu kalau melalui ponsel Safitri dia sudah mengabari ibu mertuanya bahwa dia bermalam di kantor. Sekali lagi Ramon memperingatkan Safitri agar tidak melakukan hal-hal bodoh yang akan merugikan dirinya sendiri dan keluarganya.

“Setidaknya beri tahu nama kamu,” pinta Safitri.

“Ramon, kamu bisa memanggilku Tuan Ramon, nona Safitri,” jawabnya tersenyum.

Safitripun berlalu meninggalkan rumah itu dengan perasaan kacau balau. Entah kenapa nasibnya menjadi seperti ini. Dia tak mungkin melaporkan ini kepada siapapun, terlebih Wijaya. Kehadiran Marto saja tak disampaikannya, apalagi kejadian ini, pasti nantinya akan menyeret nama Marto juga. Dia semakin merindukan kehadiran Marto, dan berharap bisa menyelamatkannya dari situasi ini.

***

“Pak, bangun pak,” seorang wanita menggoyang-goyangkan badan lelaki yang terbaring di sampingnya.

“Heemmm, aduuuh entar dulu non, masih ngantuk nih.”

“Heeh, ayo bangun, udah siang ini.”

“Jam berapa sih non?”

“Udah hampir jam 11 pak, ayo bangun kita check out

Sarbini memaksakan membuka matanya. Tubuh tuanya masih terasa letih, setelah semalam suntuk mengayuh birahi dengan Tata. Ditambah lagi suasana kamar hotel yang nyaman membuat badannya semakin terasa berat untuk digerakan. Dia melihat Tata duduk si pinggir ranjang, masih telanjang bulat, belum mengenakan apa-apa. Rambutnya juga masih acak-acakan, sepertinya dia juga baru bangun. Pria tua itu bergerak melemaskan badannya, kemudian bergerak mendekat dan memeluk Tata.

“Non Tata belum mandi ya?”

“Hehe, belum pak, ini juga baru bangun.”

“Pantesan masih bau pejuh, hehe.”

“Huuu, pejuh bapak juga ini.”

“Ya udah, mandi bareng yuk non,” ajak Sarbini sambil menciumi tengkuk Tata.

“Ihh masih aja ya, belum puas semalem udah nggarap tubuh saya?”

“Hehe, bapak ketagihan sama tubuh non Tata nih, non Tata hot banget mainnya, hampir aja bapak kewalahan.”

“Bapak juga hebat banget, coba kalau masih muda, udah pingsan saya mungkin, hehe.”

Mereka pun sempat berciuman dulu sebelum akhirnya menuju kamar mandi. Tapi dasarnya Sarbini tidak ada puas-puasnya dengan tubuh Tata, mereka mengulangi permainannya kembali di kamar mandi, hingga berpelukan erat saat sama-sama mendapatkan orgasmenya. Setelah itupun mereka saling menyabuni dan membilas tubuh masing-masing.

“Pak, bapak ini punya nafsu ama tenaga yang besar gitu, istri bapak nggak ampun-ampun itu?” tanya Tata ketika mereka sudah kembali berpakaian.

“Wah ya ampun-ampunan lah non, dulu waktu masih muda aja kewalahan melayani bapak, apalagi sekarang udah tua, haha.”

“Haha, pantesan yaa semangat banget nggenjotin yang muda.”

“Iya dong, apalagi bening kayak non Tata, hehe.”

“Beningan mana saya sama Mbak Ara pak?”

“Waduh, sama-sama beningnya non, hehe.”

“Halah, ngomong gitu biar dapet jatah dari saya terus kan?”

“Haha, non Tata tahu aja deh.”

“Nggak pernah kepikiran pak ngentotin Ara?” Tata mulai menggoda Sarbini.

“Waduh, saya nggak berani non, takut ama Tuan Wijaya.”

“Yang bener pak sama sekali nggak pernah kepikiran?” goda Tata lagi.

“Hmm, yaa sebenernya pernah kepikiran sih non, tapi ya cuma berani ngebayangin aja, hehe.” aku Sarbini.

“Haha, emang ngebayangin apa Pak?”

“Yaa ngebayangin gitu, sama kayak kita semalem.”

“Semalem yang mana pak? Yang bapak saya sepongin, apa ngentotin memek saya? Apa nganal saya?” Tata semakin menjadi menggoda Sarbini.

“Ya kalau bisa semuanya dong non, haha.”

“Kalau Aranya mau gimana pak?”

“Haha, mana mungkin non Ara mau sama saya, non Tata ni ada-ada aja.”

“Yaa siapa tahu pak, buktinya saya, setelah tahu kontol Pak Sarbini perkasa gitu, saya malah ketagihan sama bapak, hehe. Kita kan nggak tahu segede apa kontol suaminya itu pak, kalau ternyata gedean punya bapak, pasti Ara bakal ketagihan tu sama bapak, jadi klepek-klepek deh. Jadi gimana kalau Aranya mau pak?”

“Ya kalo non Aranya mau sih, siapa juga cowok yang bakal nolak non.”

“Iya sih pak. Siapa tahu juga boolnya masih perawan pak, belum pernah dipakai. Tapi emang Ara tuh bodinya yahud lho pak,” goda Tata.

“Ah, tahu darimana non Tata?”

“Lha kan dia pernah nyobain kebayanya sama saya waktu itu, bapak juga yang ngantar kan? Saya aja yang cewek suka lho pak lihat bodinya dia, susunya sekel banget pak, kenyal banget, putingnya aja pink gitu, belum lagi pantatnya, beuh kalah punya saya pak,” Tata semakin menggoda Sarbini.

“Ah masak sih non?” Sarbini mulai terbawa godaan Tata, dan mulai membayangkan tubuh nona majikannya.

“Iya pak, dibilangin kok. Emang bapak nggak pernah merhatiin? Kulitnya putih mulus pak, tubuhnya seksi banget, perutnya rata, betisnya, pahanya, duh apalagi pantat sama susunya itu pak, saya aja kalau jadi cowok, udah saya entotin dari belakang kemarin itu pak.”

Tata mencoba untuk menggoda Sarbini dengan menceritakan saat Ara datang kepadanya untuk mencoba-coba baju pengantinnya. Saat itu memang Tata cukup terkagum dengan tubuh sempurna milik Ara. Sayang memang dia tidak sampai mengambil fotonya, karena saat itu memang dia belum tahu kalau Baktiawan akan melakukan sesuatu kepada gadis itu, kalau seandainya tahu lebih awal, dengan mengambil foto telanjang Ara saat sedang mencoba baju pengantinnya itu pastinya sekarang akan lebih memuluskan rencana bossnya itu.

“Ya pernah sih tapi nggak sampai segitunya non, dia kan bajunya ketutup terus non, saya cuma merhatiin wajahnya doang.”

“Hmm, saya yakin pak, kalau bapak udah ngerasain ngentot sama Ara, pasti ketagihan deh, pasti bakalan lupa sama saya, hehe. Apalagi bapak kan seneng banget tuh ngentotin bool sambil ngeremes-remes pantat saya, pasti bapak bakal betah tuh nyodokin Ara dari belakang.”

“Ah, non Tata bisa aja, bikin saya jadi pengen nih non, hehe.”

“Pengen apaan pak?” tanya Tata sambil matanya mengerling.

“Ya pengen ngentotin non Ara, haha.”

“Ngentot doang? Ngentotin apanya pak?” goda Tata, yang kini tangannya mengelusi penis Sarbini yang sudah tertutup celana panjangnya.

“Hmm, bapak pengen ngerasain semua non, pengen ngejilatin seluruh tubuh non Ara, ngerasain sepongannya, pengen ngecrotin pejuh saya ke muka ama kerudungnya, pengen ngeyotin susu non Ara, ngejilatin memeknya, ngentotin memek sama boolnya non Ara, ngecrotin memek sama boolnya non Ara juga, pengen ngebuat non Ara susah buat bangun dan jalan lagi setelah saya entotin habis-habisan, haha.”

“Haha, bapak ternyata nafsu juga sama majikannya. Moga-moga aja bisa ya pak, saya dukung deh, kalo perlu saya bantuin entar, hehe.”

“Bantuin gimana non?”

“Ya siapa tahu saya bisa bantuin bapak buat bisa ngentotin Ara. Kalau sekarang disini ada saya sama Ara, sama-sama telanjang nggak pake baju sama sekali, sama-sama ngangkangnya, bapak mau ngentotin siapa?”

Tiba-tiba Sarbini menjadi terbayang-bayang majikannya itu, membayang tubuh indah Ara, membayangkan bagaimana rasanya menyetubuhi gadis cantik berkerudung itu. Baru membayangkannya saja sudah membuat penisnya tegak sempurna, gimana kalau itu benar-benar kejadian? Bisa-bisa dia nggak tidur sehari semalam cuma buat menyetubuhi majikannya itu sampai puas.

Dia jadi penasaran kini, seperti apa permainan Ara kalau di ranjang. Seperti apa goyangannya waktu nunggangin suaminya. Seliar apa dia kalau dientot dari belakang. Sepanas apa kalau dia mengulum penis besarnya. Semerdu apa desahannya kalau memeknya lagi disodok-sodok. Sesempit apa lubang vagina dan anusnya. Dia tak sadar kini telah terobsesi oleh majikannya itu, terlebih dia digoda oleh Tata sambil dielus-elus penisnya hingga tegang. Dia malah sedang membayangkan kalau yang mengelusi penisnya itu bukan Tata, melainkan Ara, dengan kerlingan nakal dari kedua matanya yang indah.

Sarbini benar-benar tak menyadari bahwa ini semua adalah jebakan dari Tata untuknya. Sejak beberapa hari yang lalu membuat janji untuk ketemuan, hingga berlanjut ke permainan ranjang semalaman yang dahsyat, dan kini sedang disugesti untuk menjadi terobsesi kepada Ara, majikannya sendiri. Hal yang tak pernah dia pikirkan sejak dulu. Padahal Sarbini termasuk salah satu orang yang dekat dengan Ara sejak gadis itu masih kecil. Dia yang setiap haru mengantar-jemput Ara ke sekolahnya, sebelum punya mobil sendiri sebagai hadiah atas keberhasilannya memasuki perguruan tinggi terbaik di negeri ini.

Semua ini memang adalah bagian dari rencana Baktiawan. Dia yang merasa kesulitan menjalankan rencana lantaran ketidakberesan video yang harusnya diterima dari kamera pengintai di rumah Ara, mencoba mencari alternatif lain, dan orang yang dirasa tepat adalah Sarbini, supir pribadi Wijaya, yang kemungkinan tidak akan dicurigai oleh keluarga Wijaya karena telah sekian tahun bekerja untuk mereka.

Sarbini memang akan sulit didekati jika hanya dibujuk atau diiming-imingi dengan uang dan semacamnya karena hutang budinya ke keluarga Wijaya. Namun pria yang sudah beranjak tua itu masihlah seorang lelaki normal yang bisa dengan mudah dipengaruhi apabila sudah jatuh dalam pelukan seorang wanita. Dan disaat inilah Tata mengambil peran sebagai bidak catur permainan Baktiawan dalam mempengaruhi dan membuat Sarbini menjalankan perintahnya, meskipun itu tanpa disadari oleh Sarbin sendiri.

Tata hanya tersenyum melihat Sarbini yang melamun. Penis pria ini mengeras, dia pasti sedang membayangkan majikannya itu. Tata sudah mulai memasukkan sugesti-sugesti itu ke Sarbini. Dia punya waktu sebulan untuk membuat Sarbini menjadi terobsesi pada majikannya itu, dan pada saatnya nanti memanfaatkan Sarbini untuk memuluskan rencananya. Dia tahu ini tak akan mudah, dan tak hanya dengan sekali ini saja bisa langsung membuat Sarbini berada di pihaknya. Dia harus bersabar, dan meluangkan waktu lebih banyak lagi untuk mempengaruhi Sarbini.

Sementara itu tanpa disadari Sarbini, Tata telah merekam semua pembicaraan mereka barusan, bahkan persetubuhan mereka semalam pun dia rekam juga, sebagai senjata, untuk membuat Sarbini menjadi salah satu pionnya.

“Udah yuk pak udah mau jam 12, kita check out dulu.”

“Eh iya non.”

***

Sakti menghempaskan tubuhnya ke ranjang. Dia baru saja sampai Jogja dan langsung menuju hotel untuk beristirahat. Setelah seharian bergulat dengan pekerjaannya tiba-tiba sang ayah menyuruhnya untuk berangkat ke Jogja hari itu juga, karena ada klien yang harus segera ditemui. Pria itu merasa kesal pada ayahnya, kenapa harus mendadak begini, kenapa tidak dari sebelumnya dia diberi tahu. Untung saja masih bisa dapat tiket, meskipun tadi hampir saja dia ketinggalan pesawat karena waktunya yang terlalu mepet. Akhirnya dia mengambil ponselnya untuk menghubungi seorang sahabatnya, Budi.

“Hallo Cing.”

“Eh Sakti, kenapa Sak

“Lagi ngapain lu Cing?”

“Biasalah, bercengkerama dengan istri tercinta dong, haha

“Haha, tae lu Cing, bahasa lu kayak bapak-bapak poskamling aja.”

“Haha, nggak boleh sirik dong bro, makanya buruan sana nikah. Eh iya, ada apa nih bro tumben telepon

“Nggak, gw cuma mau kasih tahu aja, gw lagi di Jogja nih, hehe.”

“Wah iya tho? Dari kapan

“Baru nyampe Cing, ini baru banget masuk hotel.”

“Oalah, lha rencana mau berapa lama disini Sak

“Nggak lama sih, paling cuma 3 harian aja.”

“Ya udahlah, ketemuan dulu kita bro, jangan keburu pulang lho ya

“Haha, beres, entar gw kabarin lu lagi ya, mau molor dulu ni gw, capek banget badan.”

“Oke bro

Sakti menutup ponselnya. Dia memang tak bisa lama-lama disini, karena urusan bisnisnya di Jakarta juga sedang banyak-banyaknya, sementara sang ayah sudah tidak terlalu ikut campur lagi dengan urusan bisnis ini. Tapi dia memang ingin menyempatkan waktunya bertemu dengan Budi, sahabatnya semasa kuliah dulu, sekalian berkenalan lebih dekat dengan istrinya yang cantik.

Ah, capek gini, mending pijat dulu deh sebelum tidur, kali aja yang mijat kesini bening orangnya, udah beberapa hari ini keris nggak dicuci, pikir Sakti. Dia pun segera menghubungi salah satu nomor yang ada di pesawat telepon di kamarnya itu, untuk memesan terapis. Sekitar setengah jam menunggu dan hampir ketiduran, tiba-tiba, ting tong, bel di kamarnya berbunyi, diapun segera membuka pintu, dan matanya pun terbelalak melihat siapa yang datang.

“Selamat malam bapak, tadi pesan terapis?” sapa wanita itu dengan ramah dan merdu.

“Oh iya mbak, silahkan masuk.” Sakti tersenyum mempersilahkan wanita itu masuk.

Wanita itupun tersenyum dan kemudian masuk. Seorang wanita yang tak lebih tinggi dari pundak Sakti, dengan berat badan yang agak kelebihan dibandingkan tinggi badannya, sedikit gelap kulitnya, dan sepertinya sudah sedikit berumur. Jauh sekali dari ekspektasi berlebihan Sakti, sangat jauh.

‘Ah what the fuck, kenapa kok yang dateng malah beginian, haduuh nggak jadi indehoy deh gw malam ini’ batin Sakti sambil menepuk jidatnya.

***

POV Budi

“Siapa mas?”

“Oh ini dek, si Sakti, dia ngabarin lagi ada di Jogja, baru nyampai katanya.”

“Sakti?”

“Iya, Sakti, Saktiawan Mahendra, temenku kuliah, yang sekost sama aku dulu, empat sekawanku itu lho dek.”

“Oalah Sakti yang itu tho, ya diajak ketemuan aja mas mumpung lagi di Jogja kan.”

“Iya dek, tadi udah kuajak kok, katanya sih besok mau ngabarin lagi, soalnya dia kesini kan karena ada urusan kerjaan.”

“Ya kalau sampai dia hubungi mas gitu kan berarti ada waktu kosong paling nggak, minta diajak main mungkin itu mas, hehe.”

“Haha iya dek bener juga kamu, entar sama kamu sekalian ya temenin mas.”

“Iya boleh aja kok,” jawabnya tersenyum.

Aku dan istriku sedang bersantai di ruang keluarga setelah makan malam tadi. Baru saja aku menerima telepon dari temanku kalau dia sedang di Jogja, wah harus nyempetin waktu buat ketemuan ini. Terakhir kali ketemu sama dia sekitar enam bulan lalu pas pernikahanku, waktu itu malah lengkap berempat dengan Dimas dan Ihsan.

Hmm, aku jadi teringat sesuatu, aku teringat ketika bertemu dengan Kamila, mantan pacar Ihsan yang ternyata diperawani oleh Sakti. Pengakuan Kamila yang malah membuatku menaruh curiga ke temanku yang satu ini, apakah mungkin mantan pacarku dulu diembat juga sama anak ini, apa nanti aku perlu tanya ke Sakti ya?

“Mas,,” lamunanku dibuyarkan oleh Ara.

“Eh kenapa dek?”

“Yee dipanggil-panggil malah ngelamun. Lagi mikirin apa sih mas?”

“Hehe, nggak kok dek, lagi mikirin kerjaan aja, kenapa dek?” jawabku nyengir. Aku terpaksa berbohong, nggak mungkin aku jujur bilang ke Ara soal Kamila, sampai sekarang aku belum ngasih tahu dia kalau aku pernah manggil Kamila ke kamar hotel. Ya meskipun kami nggak ngapa-ngapain kan siapa tahu, dan pastinya Ara akan berpikiran yang tidak-tidak mengenai aku dan Kamila.

“Eemm mas, aku, aku mau kasih tahu sesuatu ke Mas Budi, tapi mas jangan marah ya.”

“Marah? Emangnya kenapa dek?” tanyaku penasaran.

Aku mengernyit memandangi istriku. Sesuatu? Jangan marah? Aku menatap matanya dalam-dalam, tapi dia menunduk, menghindari pandanganku sehingga aku nggak bisa melihat ekspresi wajahnya. Aku semakin heran, dia nggak segera berkata apa-apa, membuatku mengira-ngira apa yang mau disampein sama Ara.

“Iya, mas jangan marah, adek, mau bikin pengakuan,” dia mengucapkannya agak terbata-bata, dan wajahnya semakin menunduk.

DEG! Tiba-tiba perasaanku jadi nggak enak. Pengakuan? Apa maksud istriku ini? Ada apa dengannya? Sesuatu? Jangan marah? Pengakuan? Apakah Ara melakukan sesuatu di belakangku? Sesuatu yang buruk? Tiba-tiba darahku berdesir, detak jantungku semakin cepat, antara penasaran dan emosi.

“Pengakuan apa dek? Heh sini lihat mas, jangan nunduk gitu.” tanyaku semakin penasaran, kupegang dagunya dan kuangkat wajahnya hingga menghadapku, tapi matanya seperti melihat ke arah yang lain, seperti takut menatap langsung mataku.

“Adek, adek mau ngaku, kalau adek,,,” dia semakin terbata.

“Kalau adek kenapa dek?” aku semakin tak sabar, sampai-sampai kupegangi kedua pundaknya.

“Adek mau ngaku, kalau,, kalau adek .....”

***

to be continue...
 
Chapter 12
Falling, Part 1


Suasana di kantor hari ini sudah kembali normal. Sudah sebulan semenjak kepergian Pak Dede yang tragis itu, dan sampai sekarang entah kenapa belum ada yang ditunjuk untuk menggantikannya menjadi kepala dinas, tapi untuk sementara Pak Hamid, pegawai paling senior di kantor ini ditunjuk untuk menjadi penanggung jawab sementara sampai nanti benar-benar ada yang diangkat menjadi kepala dinas.

Namun sampai saat ini Nadya masih merasa khawatir sebenarnya, masalah hilangnya ponsel Pak Dede ang berisikan video-video persetubuhannya bersama Pak Dede, dan juga Pak Dede dengan beberapa temannya. Nadya khawatir video itu jatuh ke tangan orang yang salah. Jika tidak mengenal mereka, dia takut video itu disebarkan ke dunia maya, sedangkan jika orang itu kenal dengan mereka, dia takut video itu akan digunakan untuk memerasnya dan teman-temannya.

Nadya mencoba untuk berpikir positif saja, dan berharap agar ponsel itu benar-benar lenyap bersama dengan video mereka. Dia juga melihat teman-temannya masih sama khawatirnya dengan dirinya, karena mereka semua kebetulan sudah berkeluarga. Menyebarnya video itu tentu akan mengancam keutuhan keluarga mereka nantinya.

Sementara itu, hubungan Nadya dengan suaminya juga sedang panas-panasnya, seperti saat-saat pertama mereka menikah dulu. Entah kenapa sekarang nafsunya sering meledak-ledak saat bersama suaminya. Bahkan dia juga mulai mengikuti fantasi-fantasi suaminya yang aneh itu, yang membuat suaminya lebih bernafsu ketika menyetubuhinya dengan membayangkan Nadya sedang disetubuhi oleh orang lain. Hal itu tentu saja sedikit banyak mempengaruhi pikiran Nadya. Bagaimana kalau seandainya dia benar-benar bersetubuh dengan orang lain lagi.

Kadang Nadya pun ikut terbawa, membayangkan tubuhnya digarap oleh orang lain, dan hal itu justru membuat Nadya semakin bernafsu ketika bercinta dengan suaminya. Apakah pada dasarnya dia memang sebinal itu? Apakah memang dalam dirinya memang ada sisi liar yang tersembunyi dan kini sedang dibangkitkan oleh sang suami? Entahlah, yang jelas, bercinta dengan membayangkan pasangan mereka menyetubuhi dan disetubuhi orang lain membuat gairah mereka meletup-letup dengan luar biasa.

Beberapa hari terakhir Nadya juga sudah mulai sering berkomunikasi dengan sahabat suaminya yaitu Ramon, meskipun hanya sekedar chating di BBM. Pada awalnya hanya say hello saja, namun belakangan setelah mereka makin akrab, pembicaraan pun mulai menyerempet ke urusan ranjang, meskipun tidak pernah yang terlalu vulgar. Ramon bahkan pernah mengirim BBM yang entah sengaja atau benar-benar salah kirim, yang membuat dada Nadya berdesir.

‘Sayang, cepetan pulang dong, horny nih, pengen ngentotin memek kamu,’ begitu bunyi BBM Ramon.

‘Mas, salah kirim ya? :D’ balas Nadya.

‘Hehe, maaf

Hanya begitu saja Ramon membalas, dan BBM itu ternyata sukses membuat Nadya membayangkan sebesar apakah batang kejantanan Ramon, apakah lebih besar dari punya suaminya? Dan untuk yang satu ini dia tidak memberi tahu suaminya, takutnya nanti malah ada kesalahpahaman diantara mereka. Padahal sejatinya Ramon memang sengaja mengirimkan BBM itu kepada Nadya.

Selain dengan Ramon, Nadya juga mulai dekat dengan Beti, istri Ramon. Mereka sering ketemu, jalan-jalan dan belanja bersama. Beti dalam berpenampilan cenderung lebih seksi dan berani, berbeda dengan Nadya yang selalu tertutup. Meskipun begitu dengan pengaruh dari Beti kini dia mulai berpenampilan lebih modis lagi.

“Hey Nad, ngelamun aja dari tadi?” sapaan Lia mengagetkan Nadya.

“Eh kami Li, ngagetin aja, hehe.”

“Lagiaan, mikirin apa sih Nad ampe ngelamun gitu?”

“Yah, mungkin sama kayak yang kamu, Wulan sama Tika pikirin Li,” jawabnya mengalihkan pembicaraan.

“Ponsel itu ya? Iya sih, aku masih kepikiran sampai sekarang, mana ayahnya Ara belum bisa nemuin lagi, gimana ya?” tanya Lia dengan raut muka yang langsung berubah.

“Entahlah Li, kita berharap aja deh ponsel itu beneran ilang, termasuk video kita juga.”

“Iya Nad, aku juga berharap gitu.”

Mereka pun melanjutkan kembali pekerjaannya. Nadya mencoba untuk membuang jauh-jauh pikirannya mengenai ponsel Pak Dede, biar lah yang terjadi nanti terjadilah. Di tengah larutnya mereka dalam pekerjaan, tanpa mereka tahu, seseorang di suatu tempat, sedang mengocok kemaluannya sambil menonton beberapa video, video yang diambil dari file pribadi Pak Dede, video persetubuhannya dengan beberapa wanita anak buahnya, Nadya, Lia, Wulan dan Tika.

***

Siang ini Hendri mengabari Nadya kalau dia tak bisa menjemput istrinya itu, karena tiba-tiba harus berangkat ke luar kota dan kemungkinan larut malam baru akan pulang. Dia mengatakan sudah meminta bantuan Ramon untuk menjemput Nadya dan Ramon sudah menyanggupinya. Nadya sempat menolak sebenarnya karena bisa pulang nebeng dengan Ara, tapi suaminya memaksa dan mengatakan sudah terlanjur minta bantuan dan nggak enak kalau harus dibatalin, akhirnya Nadya hanya menurut saja.

Sudah sore, sekitar jam 5 lewat Nadya menerima BBM dari Ramon mengabarkan bahwa dia telah menunggu di depan kantor Nadya. Setelah memastikan rekan-rekannya pulang, Nadya pun keluar untuk menemui Ramon. Dia tidak ingin teman-temannya melihatnya pulang dijemput lelaki lain, karena selama ini selalu pulang pergi dengan suaminya. Nadya sempat menengok ke parkiran, ‘hanya ada 2 sepeda motor, pasti milik kedua satpam kantornya’, pikir Nadya. Dilihatnya Ramon sedang berbincang dengan kedua satpam itu. Setelah menyapa kedua satpam itu, dia pun segera masuk ke mobil Ramon.

Sudut matanya sempat melihat kedua satpam itu menyunggingkan senyum misterius, ah jangan-jangan mereka berpikir yang tidak-tidak tentang dirinya dan Ramon. Sementara itu tanpa diketahui Nadya, kedua satpam itu sebenarnya datang ke kantor ini berboncengan, dan salah satu sepeda motor yang berada di parkiran tadi adalah milik seseorang, yang sedang mengamatinya dari dalam kantor.

“Udah lama mas tadi?” Nadya membuka obrolan dengan Ramon ketika mobil sudah berjalan.

“Yaa lumayan sih Nad, emang masih ada kerjaan tadi?”

“Iya mas.”

“Oh pantas , kamu nggak ngabarin sih, makanya aku ngobrol dulu sama satpam-satpam tadi.”

“Hehe, maaf mas. Emang ngobrol apaan mas?”

“Nggak sih, cuma ngenalin diri aja, aku bilang kalau aku disuruh suamimu jemput kamu.”

“Ooh,” Nadya lega, paling tidak Ramon sudah menjelaskan ke satpam itu, sehingga tak perlu takut mereka berpikir yang macam-macam.

“Suamimu emang kemana Nad?”

“Nggak tahu mas, tadi sih bilangnya mendadak disuruh ke Semarang gitu.”

“Oh, gitu ya,” jawab Ramon tersenyum, karena dia tahu kemana sebenarnya si Hendri.

Nadya sebenarnya agak canggung bersama Ramon dalam satu mobil seperti ini, karena Ramon adalah pria yang beberapa malam terakhir sering menghiasi fantasi dia dan suaminya ketika sedang bercinta. Berbeda dengan Ramon yang terlihat rileks dan biasa saja, padahal Ramon sudah pernah beberapa kali melihat Nadya dalam keadaan polos sedang bercinta dengan suaminya. Darimana? Tentu saja dari kamera pengintai yang dipasang oleh Marto di kamar Nadya.

Ramon juga tahu, pasti Nadya sudah memiliki fantasi untuk bercinta dengan pria lain, mungkin saja itu adalah dirinya. Fantasi-fantasi yang selama ini dihembuskan oleh Hendri kepada istrinya Nadya adalah usul, bahkan arahan dari Ramon. Tujuannya jelas, meracuni pikiran Nadya dengan hal-hal mesum itu dan membangkitkan sisi liarnya, yang nantinya bisa membuatnya dengan mudah untuk menaklukan Nadya.

Mereka pun akhirnya sampai di rumah Nadya. Kondisi sudah mulai gelap apalagi langit mendung pekat sepertinya sebentar lagi hujan akan turun. Nadya sempat ragu apakah harus menawari Ramon untuk mampir atau tidak karena saat ini tidak ada suaminya di rumah, tapi dia berpikir pasti Ramon akan langsung pulang saja, dan hanya sekedar berbasa-basi untuk menawarinya mampir.

“Makasih ya mas, mau mampir dulu nggak?”

“Wah boleh deh, kebetulan aku mau numpang toilet, hehe.”

Nadya tersenyum kecut, niatnya cuma basa-basi, malah Ramon mampir beneran. Akhirnya mereka berdua masuk ke dalam rumah Nadya. Nadya mempersilahkan Ramon untuk menuju kamar mandi sedangkan dirinya menuju dapur menyiapkan minuman hangat untuk mereka berdua. Saat menuju ruang tamu ternyata Ramon sudah berada disana. Sementara itu hujan di luar sudah turun dengan sangat deras.

“Ini mas diminum dulu tehnya.”

“Wah makasih Nad, pas banget ini dingin gini dikasih yang anget-anget, hehe.”

Sudah hampir sejam mereka ngobrol di ruang tamu, tapi belum ada tanda-tanda hujan akan berhenti. Belum ada tanda-tanda juga Ramon akan meninggalkan rumah ini. Tapi Nadya juga tak terlalu memikirkannya, karena sekarang dia sudah bisa nyaman berbincang dengan lelaki itu. Wawasan Ramon yang cukup luas membuatnya seolah tak pernah kehabisan tema untuk dibicarakan, dan pembawaan Ramon yang terkesan santai dan humoris makin membuat Nadya serasa nyambung ngobrol dengan Ramon.

***

Sementara itu, di waktu yang bersamaan, Hendri tengah bergelut dengan panasnya bersama Beti, istri Ramon. Ini bukan pertama kalinya dia bercinta dengan Beti. Bahkan pernah bersama Ramon mereka bersenang-senang dengan seorang wanita lagi yang ia kenal bernama Tata. Mereka saat itu pergi ke sebuah villa di kawasan Kaliurang dari pagi hingga sore. Setelah mengantarkan Nadya ke kantornya, Hendri bukannya berangkat ke kantor malah berputar ke Kaliurang menemui Ramon yang sudah menunggunya bersama dengan Beti dan Tata.

Hendri sebenarnya bukanlah suami yang doyan selingkuh, dia tak pernah melakukan ini sebelumnya. Namun karena pengaruh dari Ramon, kini Hendri mulai merasakan asiknya bercumbu dengan wanita lain, dan mulai melirik wanita lain lagi, yang tak lain adalah sehabat dari istrinya sendiri. Bahkan hari itu ketika mereka melakukan pesta seks di Kaliurang, Hendri telah memberikan lampu hijau kepada Ramon untuk bisa menikmati tubuh istrinya, karena dijanjikan oleh Ramon untuk membantu Hendri mendapatkan wanita yang menjadi incarannya.

Dan siang tadi, Ramon meminta waktu agar hari ini dia bisa menikmati tubuh Nadya. Sebagai gantinya, Hendri dipersilahkan untuk menikmati tubuh Beti sepuasnya. Sejak siang tadi Hendri sudah berada di rumah Ramon. Berbekal obat kuat pemberian Ramon, dia sudah berkali-kali ejakulasi di mulut dan vagina Beti. Hendri begitu bergairah menyetubuhi istri temannya itu. Tubuhnya yang sintal dan montok itu membuat Hendri lupa diri, apalagi permainan ranjang Beti yang lebih liar daripada istrinya Nadya, meskipun sebenarnya Nadya masih lebih cantik dibandingkan Beti.

“Aaahh oohhh aauuuhhh, Hen, kontolmu kok nggak ada matinya sih.”

“Iyaahh mbak, aku kepengen ngentotin mbak terus, aaahh, memek mbak enak banget.”

Beti sedang menungging saat Hendri menyodokkan penisnya dengan kencang. Entah sudah berapa ronde mereka mainkan, entah sudah berapa banyak mani yang keluar dari penis Hendri, entah sudah seberapa becek vagina Beti. Hendri makin bersemangat menyetubuhi Beti saat membayangkan kini istrinya sedang dinikmati oleh Ramon.

“Mbak Bet, balik mbak, aku pengen ngecrot di mulutmu.”

Tanpa menjawab Betipun membalikan badannya dan kini dengan lahapnya mengulum penis Hendri. Kuluman Beti memang jauh lebih hebat daripada istrinya Nadya, membuatnya tak bisa berlama-lama bertahan, hingga akhirnya,

“Aaahhh mbaaak, aku keluaaarrhhh.”

Crot, crot, crot. Cairan mani Hendri keluar, namun tak sederas dan sekental sebelumnya. Hendri mengejang, menekan kepala Beti agar semakin dalam penisnya tertancap di mulut itu. Setelah habis semprotannya, Betipun menjilati dan membersihkan penis Hendri yang kini mulai melemas.

“Aahh, akhirnya lemes juga kontol kamu Hen, aku udah capek banget ini.”

“Hehe, iya mbak, lemes rasanya dengkulku ini.”

Hendripun merebahkan tubuhnya di kasur, sementara Beti pergi ke kamar mandi. Tak lama Beti kembali ke kamarnya dimana Hendri masih terbaring dengan nafas terengah-engah menikmati sisa-sisa kenikmatan permainan berjam-jam mereka.

“Nih minum dulu Hen,” ujar Beti sambil menyodorkan segelas air putih.

“Makasih mbak, gluuk gluuk gluuk,” jawab Hendri sambil meneguk minuman itu hingga habis. Kerongkongannya memang terasa kering sekali. Permainan ini membuatnya mengeluarkan banyak sekali cairan tanpa sedikitpun ada cairan masuk ke tubuhnya sejak pergumulan mereka dimulai.

“Wah mbak, aku puas banget hari ini, Mbak Beti joss banget deh, hehe.”

“Kamu emang gila Hen, berjam-jam ngentotin aku, bikin aku hampir pingsan tahu nggak.”

“Tapi enak kan mbak?”

“Iya sih, enak banget, hehe.”

Mereka kini berbaring berdampingan, masih mengatur nafas mereka yang sudah mulai normal. Sambil itu mereka juga membicarakan tentang beberapa hal, termasuk kira-kira apa yang sekarang sedang terjadi di rumah Hendri, karena mereka tahu kini Nadya dan Ramon sedang berduaan disana, dan memang sudah mereka rencanakan malam ini Ramon akan menikmati tubuh Nadya.

“Istrimu sekarang ini lagi ngapain ya Hen?” tanya Beti.

“Nggak tahu mbak, paling lagi dientot suamimu, hehe.”

“Kamu kenapa mau nyerahin istri kamu?”

“Ya gantian dong mbak, kan aku udah dikasih mbak sama Ramon.”

“Hmm, itu aja? Nggak mungkin ah,” ujar Beti.

“Hehe, ada yang lain lagi sih sebenarnya mbak,” jawab Hendri.

“Emang, siapa lagi yang mau kalian entot?” tanya Beti.

“Lhoh mbak kok tahu?” tanya Hendri terkejut.

“Halah, kalian ini para lelaki, emangnya apalagi yang kalian cari selain memek?”

“Haha, mbak bisa aja.”

“Jadi siapa target kalian sekarang?” tanya Beti lagi.

“Hmm, temennya Nadya mbak,” jawab Hendri ragu-ragu.

“Siapa? Lia? Atau Ara?”

“Hehe, si Lia mbak.”

“Kenapa nggak Ara sekalian?”

“Yaah, nanti lah mbak, satu-satu dulu.”

“Haha, dasar PK kalian ini.”

“Hehe, emang mbak nggak papa kalau Ramon kayak gitu?”

“Kamu tahu sendiri kehidupan kami kan Hen, soal seks, kami bebas-bebas aja kok, asal saling terus terang. Aku tahu Ramon udah pernah ngentot dengan siapa aja, Ramon juga tahu aku ngentot sama siapa aja.”

“Emang Ramon udah pernah sama siapa aja mbak?” tanya Hendri penasaran, sambil berharap.

“Kenapa? Kamu mau juga?” tebak Beti.

“Ya kalau dikasih ngapain nolak, haha.”

Mereka masih terus membicarakan tentang hal itu, dan Beti mulai memberi tahukan siapa saja yang pernah bercinta dengan Ramon, tentu saja tidak semuanya, Beti tidak menceritakan wanita-wanita yang masuk ke dalam rencana Baktiawan. Bukannya Beti tak tahu, dia tahu semuanya karena dia juga adalah bagian dari rencana itu. Dia hanya merasa belum waktunya Hendri tahu karena bisa-bisa malah mengacaukan rencana mereka.

Hujan masih turun dengan derasnya, membuat hawa di kamar itu mulai dingin. Stamina Hendri dan Beti yang mulai pulih, membuat mereka memulai kembali pergumulan panas mereka saat Hendri mulai menciumi leher Beti. Ciuman itu berpindah ke bibir Beti, hingga mereka berciuman dengan ganasnya. Lidah mereka saling membelit dan bertukar liur. Tangan Hendri tak hanya diam, tapi sudah mulai meremasi buah dada Beti yang ukurannya hampir sama dengan istrinya, meskipun sedikit agak kendor.

Tangan Beti juga mulai membelai dan mengocok lembut penis Hendri yang mulai menegang. Penis itu memang tidak sebesar punya suaminya, namun ketahanannya akibat obat kuat yang sudah diminum Hendri tadi mampu membuat Beti sangat menikmati permainan Hendri.

Ciuman Hendri kini turun ke payudara Beti. Dia menjilati dan sesekali menghisap puting kecokelatan yang kini mulai mengeras itu, sedangkan tanganya kini berpindah ke vagina Beti yang sudah mulai basah. Kocokan tangan Beti di penis Hendri pun semakin cepat, membuat penis itu kini sudah semakin mengeras.

“Aahh, terusin Hen, isep pentilku.”

“Aaah susumu mantep banget mbak, bikin aku nagih, sluuurp.”

Hendri masih mencumbui kedua buah dada Beti sambil jari-jarinya mulai mengocok vagina Beti. Kocokannya semakin kencang membuat liang vagina itu semakin basah, membuatnya tak tahan ingin segera memasukan penisnya yang sudah sangat tegang.

“Mbak, aku masukin yaa.”

“Aah iyaa, masukin aja langsung.”

Tanpa menunggu lebih lama, Hendri segera memposisikan tubuhnya di atas tubuh Beti, dia membuka selangkangan wanita itu dan menggesek-gesekan penisnya di bibir kemaluan Beti yang sudah basah.

“Aaahh Hen, jangan digosokin teruss, cepet masukinn,” pinta Beti.

“Iya mbak, ini tak masukin, nih rasain kontolku mbak,” ujar Hendri yang langsung memasukkan penisnya ke vagina Beti.

“Aah, kontolmu enak banget, aaahh ahhhh memekku, aahh enak Hen,” racau Beti.

Hendri semakin kencang menyodoki vagina Beti yang semakin becek. Hawa dingin akibat hujan telah berganti hawa panas dari tubuh keduanya. Kini peluh kembali membasahi tubuh mereka. Beti yang telah berganti posisi kini berada di atas tubuh Hendri dan dengan liarnya bergerak menyetubuhi penis Hendri. Hendri menyukai posisi ini, Beti terlihat begitu liar, begitu binal. Belum pernah dia selama bercinta dengan istrinya, Nadya sebinal itu jika berada di atas tubuhnya.

Nadya. Tiba-tiba Hendri teringat istrinya. Apa yang sekarang sedang dilakukan Nadya ya? Apakah Ramon sudah berhasil menaklukkan istrinya itu? Apakah Ramon sudah berhasil menancapkan penis besarnya ke vagina Nadya? Bayangan tentang istrinya saat ini sedang disetubuhi oleh temannya membuat Hendri semakin bernafsu. Dia menghentak-hentakkan penisnya mengikuti irama goyangan dari Beti.

Hendri terus membayangkan istrinya sedang disetubuhi oleh Ramon. Dia membayangan istrinya berteriak ketika vagina sempitnya ditembus oleh penis Ramon yang memang sedikit lebih besar darinya. Dia membayangkan akan seperti apa Nadya nantinya. Mengingat istri Ramon bisa sebinal ini, bahkan Tata, yang dikenalnya sebagai salah satu wanita Ramon juga sebinal itu, apakah Ramon berhasil membuat istrinya menjadi binal? Bayangan-bayangan yang muncul di benaknya membuatnya semakin bergairah meyetubuhi istri temannya itu.

***

Nadya dan Ramon sudah berpindah, mereka kini duduk bersebelahan di ruang keluarga. Nadya sudah berganti baju, kini dia memakai kaos lengan panjang berwarna hijau muda dan sebuah legging semata kaki, serta sebuah kerudung rumahan berwarna senada dengan kaosnya. Kaos itu tak telalu ketat, namun cukup untuk memperlihatkan lekuk tubuh indahnya. Ramon juga sudah melepas kemejanya dan kini hanya mengenakan kaos dalam berwarna putih, sedangkan celana panjangnya masih dipakainya.

“Kamu nggak mandi sekalian?” tanya Ramon.

“Nggak ah mas, ntar aja,” jawab Nadya.

“Nunggu aku pulang? Apa mau aku mandiin?” goda Ramon.

“Haha, maumu mas mas.”

“Kamu nggak mandi aja masih cantik gini kok Nad,” Ramon mulai meluncurkan rayuannya.

“Ah mas bisa aja, orang dekil gini dibilang cantik,” jawab Nadya, namun terlihat wajahnya tersipu mendengar pujian dari Ramon.

“Beneran deh Nad, kamu ini cantik lho, seksi lagi. Kamu ikut senam-senam gitu ya?” tanya Ramon lagi.

“Nggak tu mas, emangnya kenapa?” tanya Nadya.

“Nggak, kirain ikut senam, badanmu bagus banget,” jawab Ramon kini memuji badan Nadya.

Nadya tersenyum tersipu mendengar Ramon kembali memujinya. Memang Nadya pernah mengikuti senam di salah satu gym dekat rumah Lia, bersama Lia dan beberapa temannya. Ramon terus-menerus memuji kecantikan dan keindahan tubuh Nadya, membuatnya semakin melayang. Yah, wanita mana yang tak senang dipuji?

“Aku kalau punya istri kayak kamu Nad, tak kekepin terus di kamar.”

“Haha, mau diapain emangnya mas?”

“Ya digarap sepanjang hari lah Nad, menurut pengalamanku, cewek kayak kamu ini mainnya lebih ganas di ranjang, entar aku tanyain sama Hendri aah, haha”

“Dih, pake ditanyain. Emang pengalaman Mas Ramon kayak gimana?”

“Iya lah, dari beberapa cewek yang pernak aku en,, eh,” Ramon tiba-tiba terdiam, seolah kaget dengan ucapannya sendiri.

“Hayoo Mas Ramon, beberapa cewek yang udah diapain? Aduin ke Mbak Beti aah, haha,” potong Nadya.

“Haha sialan, malah keceplosan,” jawab Ramon sambil tertawa lebar.

“Yeee, ternyata Mas Ramon nakal yaa, cerita dong mas, haha,” entah kenapa Nadya justru penasaran dengan kata-kata Ramon tadi. Ramon memang terlihat sedikit badboy di mata Nadya, dan tiba-tiba dia ingin tahu seperti apa pengalaman seorang badboy.

“Hehe, ya udah aku ceritain, tapi jangan kasih tahu istriku lho ya?” pinta Ramon.

Ramon mulai bercerita. Cerita yang dia buat-buat sendiri tentunya. Dia bercerita pernah dekat dengan seorang wanita berkerudung seperti Nadya, yang tak lain adalah teman kantornya. Ramon bercerita bahwa wanita itu memiliki postir tubuh yang hampir sama, namun masih kalah cantik dibanding Nadya. Nadya tentu saja merasa tersanjung merasa lebih cantik daripada wanita yang diceritakan Ramon itu.

“Cewek itu bodinya mirip kamu deh Nad, pantatnya bulet padet, susunya kayaknya seukuran sama punyamu, 34B kalau nggak salah, coba deh Nad,” ujar Ramon sambil tiba-tiba menyibak ujung kerudung Nadya yang menutupi dadanya.

Nadya yang terkejut hendak menepis tangan Ramon, namun urung karena Ramon segera melepaskan kerudung itu lagi dan menarik tangannya. Darah Nadya sempat berdesir. Meskipun kaos yang dia pakai masih menutupi dadanya, namun sekilas tadi tangan Ramon sempat sedikit menyentuh gundukan itu.

“Tuh kan, hampir sama kayaknya, hehe,” ujar Ramon cengengesan.

“Ihh Mas Ramon ya tangannya nakal,” ujar Nadya sambil mencubit tangan Ramon.

Ramon kembali melanjutkan ceritanya karangannya. Dia bercerita bahwa saat pertama kali bercinta dengan wanita itu, masih terlihat sangat canggung, namun lama kelamaan wanita itu menunjukkan sisi lainnya, menjadi binal ketika bercinta dengan Ramon. Ramon bercerita pula bahwa wanita itu menjadi ketagihan penisnya yang katanya lebih besar dari punya kekasihnya, membuat Nadya melirik selangkangan Ramon.

Selama bercerita, Ramon memegangi tangan Nadya yang tadi mencubitnya, dan sesekali meremas dan mengelus-elus tangan itu ketika Ramon menceritakan bagian-bagian yang intim. Nadya hanya terdiam, bahkan posisi duduk mereka pun kini semakin dekat. Ramon bercerita bahwa dia terobsesi dengan payudara dan pantat wanita itu, karena lebih padat dan kencang dibanding milik istrinya.

Sambil bercerita, tangan kiri Ramon mulai bergerak menggosok pelan punggung Nadya, semakin turun dan kini berada di bawah pinggang Nadya. Gerakan tangan Ramon ini membuat Nadya serba salah, ingin menepis, tapi sebagian dari dirinya ingin untuk diteruskan. Tiba-tiba saja Ramon mulai meremas pantatnya dengan lembut.

“Eh mas ngapain?” Nadya yang terkejut mencoba menghindar, tapi gerakannya justru membuat pantatnya sedikit terangkat dan tangan Ramon kini berada tepat disana.

“Lebih kenceng punyamu ternyata Nad,” ucap Ramon sambil tersenyum, sambil terus meremas pantat itu.

Nadya menunduk, wajahnya tersipu, dia hendak menolak tapi pujian Ramon membuatnya tak mampu bereaksi. Merasa tak ada penolakan dari Nadya, Ramon mulai berani melanjutkan aksinya. Tangan kanan Ramon yang sedari tadi memegangi tangan Nadya bergerak meraih dagu wanita itu dan mengangkatnya, lalu dengan lembut Ramon mengecup bibir Nadya.

Nadya awalnya hanya diam saja, tapi lumatan dari Ramon dan remasan di pantatnya membuat birahinya mulai naik. Diapun perlahan membalas ciuman Ramon. Kini bibir mereka saling melumat, saling menghisap. Lidah mereka pun tak ketinggalan, saling menjilat dan membelit. Cukup lama mereka berciuman. Ramon bersorak dalam hatinya, dia berhasil memperdaya Nadya sampai sejauh ini, tapi dia belum ingin berhenti karena tahu Nadya sudah jatuh dalam genggamannya. Akhirnya Ramon melepaskan ciuman itu.

“Ciumanmu juga lebih hebat Nad, 2-0.”

Pujian Ramon membuat Nadya tersenyum. Dia senang, ego dalam dirinya bersorak merasa menang dan lebih baik daripada wanita yang diceritakan Ramon. Nadya menatap Ramon, menunggu, apa lagi selanjutnya?

Nadya masih terdiam dan hanya menatap mata Ramon, saat tangan Ramon menyibak kerudungnya dan menyampirkan di pundaknya. Ramon memajukan bibirnya untuk kembali melumat bibir Nadya, sementara tangannya perlahan turun menuju bukit payudaranya. Nadya tersentak dan melenguh pelan ketika telapak tangan Ramon meremas payudaranya dengan sangat lembut.

Tangan kanan Ramon masih meremasi dada Nadya, sedangkan tangan kirinya tanpa permisi telah masuk menelusup ke dalam legging dan celana dalam Nadya dan kembali menuju bulatan pantat Nadya yang masih kencang itu. Kedua tangan Nadya kini memeluk tubuh Ramon. Dia telah pasrah dengan semua perbuatan Ramon, dia telah jatuh ke dalam kuasa Ramon.

Nadya semakin menikmati cumbuan Ramon, bahkan dia diam saja ketika Ramon menarik lepas kaos dan kerudungnya. Bahkan dia membantu Ramon ketika melepaskan bra yang dipakainya.

“Pakai lagi jilbabmu sayang. Dulu aku entotin cewek itu juga masih pakai jilbab,” ujar Ramon, dan dituruti begitu saja oleh Nadya.

“Tokedmu bagus banget, nggak kendor sama sekali, 3-0 sayang,” puji Ramon untuk kesekian kalinya.

“Aaahh masssssshh,” desah Nadya saat bibir Ramon bergerak turun dan mencumbu kedua bukit payudara Nadya yang indah.

Hawa panas dari tubuh Nadya berhasil mengalahkan hawa dingin yang dibawa oleh hujan. Tangannya bergerak tanpa sadar menarik lepas kaos Ramon. Dia mengusapi punggung Ramon yang lebih kekar daripada punggung suaminya. Cumbuan Ramon di payudaranya makin membuat tubuhnya menggelinjang. Dia merasakan pangkal selangkangannya yang mulai basah.

Nadya mengangkat pantatnya ketika dia merasakan kedua tangan Ramon menarik legging dan celana dalamnya sekaligus, hingga terlepas dari kedua kakinya. Kini Nadya telah telanjang bulat di depan sahabat suaminya. Hanya tersisa kerudung saja yang menutupi kepalanya. Ramon menghentikan cumbuannya, memandangi tubuh polos Nadya dengan pandangan kagum, membuat wajah Nadya kian tersipu.

“Mas, jangan dilihatin gitu dong, malu ah.”

“Kenapa malu? Tubuh kamu indah banget ternyata, jauh lebih indah daripada cewek itu. Ah sudahlah, kamu menang segalanya.”

Ramon kemudian merebahkan tubuh Nadya di sofa, lalu membuka kedua kakinya. Tampak bibir kewanitaan Nadya yang dihiasi oleh rambut-rambut halus yang tertata rapi. Ramon segera mendekatkan bibirnya, mengecupi daerah di sekitar bibir kemaluan Nadya, membuat si empunya menggelinjang saking gelinya.

“Maaassshh ngapaiiin, geli massss,” desah Nadya.

Nadya semakin menggelinjang, dia merasakan vaginanya begitu geli menerima serangan dari bibir dan lidah Ramon. Permainan Ramon yang dirasa berbeda dengan suaminya, dan bahkan pria-pria yang pernah menikmati tubuhnya. Permainan lidah itu terasa begitu nikmat, hingga tubuh Nadya semakin menggelinjang tak karuan. Jilatan demi jilatan, hisapan demi hisapan dari Ramon, tak ayal membuat Nadya semakin terbang ke awang-awang. Dia merasakan semakin geli, dan semakin geli, tapi sangat nikmat, dan tak lama kemudian,

“Aaaaahh maaaasss aku dapeeett aaaaaaahhhhh.”

Badan Nadya mengejang, vaginanya menyemburkan cairan cinta yang cukup banyak, dan langsung dihisap habis oleh Ramon. Nadya terpejam, menikmati orgasme yang didapatnya. Dia tak menyadari kalau Ramon tengah menelanjangi dirinya sendiri. Nafas Nadya masih terengah-engah, kenikmatan barusan sungguh luar biasa.

“Giliran kamu sayang, coba kita lihat, seberapa hebat kamu nyepongin kontol,” ujar Ramon yang kini duduk sambil memegangi penisnya.

Mata nadya terbuka dan terkejut melihat penis Ramon yang lebih besar daripada milik suaminya. Dia pun segera bangkit dan kini bersimpuh di depan Ramon. Terpancar kekaguman melihat penis yang besar itu. Nadya mulai memegang dan mengocok pelan penis Ramon, sesekali dikecupi ujung kepalanya. Lidah Nadya bergerak ke kedua biji Ramon, dan mulai menjilatnya, sesekali menariknya dalam kulumannya, sementara tangannya masih mengocok penis itu. Dia sedikit kaget ketika Ramon mengarahkan kamera ponsel ke arahnya, namun dia tak menghentikan aktivitasnya. Dia menatap Ramon seolah meminta agar jangan merekam aksinya.

“Lanjut aja sayang, aku selalu ngerekam saat pertama kali ada cewek yang nyepongin kontolku, kamu tenang aja,” ujar Ramon.

Nadya pun tak menggubrisnya, dia lebih memilih untuk menikmati penis Ramon dalam kulumannya. Ramon keenakan dengan kuluman Nadya. Cara mengulumnya yang lembut dan dalam membuat penis Ramon kini sudah benar-benar keras , dan setelah hampir 5 menit Ramon mengangkat tubuh Nadya menghentikan kulumannya.

“Sekarang aku mau ngerasain memek kamu Nad, sama goyangan kamu. Aku pengen tahu kamu sebinal apa kalau ngentot.”

Kuping Nadya terasa panas. Bukan, dia tidak tersinggung oleh kata-kata Ramon yang kurang ajar. Dia panas, karena ingin membuktikan kepada Ramon bahwa dia juga tak kalah dengan wanita lainnya. Dengan ekspresi wajah yang penuh birahi, dia segera duduk di pangkuan Ramon, memegang penis Ramon, lalu mengarahkannya ke bibir vaginanya. Setelah dirasa pas, diturunkannya pantatnya perlahan. Kepala penis Ramon mulai membelah bibir kemaluan Nadya.

Perlahan penis itu mulai masuk menggesek setiap mili dinding kemaluan Nadya, hingga akhirnya penis itu masuk seluruhnya tertelan oleh vagina Nadya. Dia berhenti dulu, meresapi setiap sentuhan antara dinding vaginanya dan permukaan kulit penis Ramon. Setelah dirasa terbiasa dengan ukuran itu, dia perlahan menggerakan pinggulnya naik turun.

“Aaahh mas, kontolmu, aahh penuuh bangeet mass, aaaahh,” desah Nadya.

“Memekmu juga enak sayang, udah berapa kontol yang ngerasain jepitan memekmu Nad?”

“Ini yang kelima maasss, aaahhh,” jawab Nadya.

“Wow, lima? Nakal juga kamu, siapa aja?” tanya Ramon.

“Dua oraanghh mantan pacarkuuh oohh, terus suamikuuh, trusss bossku, terakhir kamuuhhh mass, aaahhh.”

“Dasar lonte kamu Nad.”

Hinaan Ramon bukannya membuat Nadya tersinggung, justru birahinya makin naik mendengar Ramon melecehkannya. Membuat gerakan naik turunnya menjadi semakin cepat, seolah mengiyakan bahwa dirinya adalah seorang lonte yang menerima begitu saja penis-penis pria lain memenuhi liang kewanitaannya.

“Segini doang goyanganmu lonte? Kok kalah sama cewek yang aku ceritakan tadi?” ujar Ramon memanas-manasi Nadya.

Mata Nadya terbelalak, tajam menatap Ramon yang juga menatapnya dengan tajam. Dia tak terima, egonya tak terima dikatakan kalah dari wanita lain. Ramon tersenyum, kini gerakan Nadya semakin liar. Pantatnya bergerak naik turun, maju mundur dan memutar dengan begitu liarnya. Dia telah dilecehkan, dibandingkan dengan wanita lain dan dibilang kalah. Tidak bisa. Dia ingin membuktikan bahwa dirinya tak kalah binal dengan wanita lain.

Gerakannya semakin liar, bahkan lebih binal dibandingkan saat dirinya dibawah pengaruh obat perangsang dan bercinta dengan suaminya. Egonya terusik, dan itu jauh lebih mengena daripada obat perangsang sekalipun. Dia ingin memberi pembuktian, dia tak ingin dilecehkan lagi, dia ingin memberi pelajaran pada lelaku yang sedang ditungganginya itu.

Tak terasa sudah lima menit lebih Nadya bergoyang dengan binalnya. Dia rasakan vaginanya semakin basah. Tapi dia sekuat tenaga menahan puncak orgasmenya, dia ingin lebih lama bisa menggoyang seperti ini, dia ingin membuktikan dirinya tak kalah dengan wanita lain.

“Gimana mas? Gimana goyangan lontemu ini hah? Masih bilang aku kalah dari cewek itu? Ayo bilang mass!” ujar Nadya sambil dirinya bergoyang semakin binal.

“Kamu hebat sayang. Kamu lonte paling binal yang pernah ngentotin aku. Aku puas, sluuuruurp,” jawab Ramon sambil meraih kepala Nadya dan menciuminya dengan ganas.

Nadya tersenyum, dia menang, dia lebih baik daripada cewek lain. Egonya bersorak, bersamaan dengan gelombang orgasme yang datang dengan begitu luar biasa. Dia merangkul Ramon dengan sangat erat. Bibirnya menghisap kuat bibir Ramon, gerakan pinggulnya makin liar, menandakan dia akan segera orgasme. Ramon yang menyadari itupun membantu Nadya dengan menghentakkan pinggulnya, hingga akhirnya badan wanita itu mengejang, kepalanya tengadah dan mulutnya terbuka membentuk huruf O.

“Aaaaaaaahhhhhh shiiiiiitttt, aku keluaarr maaaaassssshhhh.”

Seketika tubuhnya lemas dan ambruk dalam pelukan Ramon. Nafasnya terengah-engah. Ramon melingkarkan kedua tangan Nadya di pundaknya, lalu tangannya meraih kedua kaki Nadya, kemudian dia berdiri, menggendong Nadya dengan posisi kelamin mereka masih menyatu. Ramon menggoyangkan tubuh Nadya naik turun sembari berjalan menuju kamar Nadya. Dia tidak menuju ke ranjang, tapi ke depan meja rias Nadya yang terdapat cermin besar disitu.

Ramon kemudian menurunkan tubuh Nadya, membalikan dan menunggingkannya. Dia menyodoki vagina Nadya dari belakang. Perlahan penis besar itu mulai menyeruak masuk, mili demi mili hingga semuanya tenggelam dalam liang vagina itu. Tak terlalu sulit karena vagina itu sudah sangat basah. Sebelum menggoyangkan pinggulnya, Ramon menarik kepala Nadya dan memaksanya melihat dari cermin bagaimana dirinya disetubuhi dari belakang.

“Lihat baik-baik cermin itu, liat baik-baik bagaimana seharusnya seorang lonte melayani tuannya!”

Nadya memandangi dirinya yang sedang menungging, dan Ramon mulai menghentakkan penisnya dengan kasar.

“Aaaaaahhhh pelan maaassss,” pinta Nadya.

“Diam kau lonte, layani saja aku!” jawab Ramon sambil menahan kepala Nadya agar tetap melihat persetubuhan mereka.

Nadya mulanya meringis kesakitan karena disetubuhi dengan kasar, namun tak lama kemudian justru dia merasa begitu nikmat apa yang dilakukan oleh Ramon. Dia merasa diperlakukan kasar seperti ini malah membuat birahinya begitu cepat naik. Apalagi melihat ekspresi kenikmatan dari Ramon membuatnya senang bisa memuaskan lelaki itu. Tak lama dalam posisi itu, dengan irama yang cepat dari goyangan Ramon, Nadya pun mendapatkan kembali orgasmenya.

Namun Ramon bukannya berhenti untuk memberi nafas kepada Nadya, dia tetep melanjutkan genjotannya,, hingga tak perlu waktu lama bagi Nadya untuk kembali mendapatkan orgasmenya. Bukan hanya sekali, tapi hingga tiga kali Nadya mengalami orgasme dalam posisi itu dan Ramon tak juga menghentikan genjotannya. Barulah pada orgasmenya yang keempat, Ramon berhenti, dan langsung mencabut penisnya.

Dia menarik tubuh Nadya dan menghempaskannya ke ranjang. Tak menunggu waktu lama, Ramon kembali menggenjot vagina Nadya dengan ganasnya, hingga Nadya mendapatkan orgasmenya untuk kesekian kali hingga badan Nadya sudah benar-benar lemas. Menyadari itu, Ramon memperlambat gerakkannya, membuat setiap gesekan antar pemukaan kelamin mereka terasa begitu nikmat. Nadya yang sudah lemaspun turut menikmatinya. Hebat, Ramon benar-benar hebat dalam urusan menaklukan wanita, pikir Nadya.

Tak lama kemudian Ramon mempercepat tempo gerakannya, meskipun tak secepat dan sekasar sebelumnya. Dia merasakan dirinya pun akan segera mencapai klimaksnya.

“Memek kamu nikmat banget, aku puas, aku pejuhin memekmu Nad.”

“Iyaaah mass, pejuhin memekku mas, semprot yang banyaaakk, aaaahh.”

Ramon mempercepat gerakannya, Nadya juga membantunya dengan menggerakan pinggulnya mengikuti setiap gerakan Ramon. Hingga tak lama kemudian tubuh Ramon mengejang, dihentakkannya dengan keras pinggulnya ke pinggul Nadya.

Crot, crot, crot, crot, crot. Entah berapa kali penisnya menyembur, namun begitu banyak dirasakan oleh Nadya cairan sperma Ramon memenuhi rahimnya, hingga diapun ikut mendapatkan orgasme yang kesekian kalinya.

Keduanya berpelukan, kelamin mereka masih menyatu, meskipun kini penis Ramon terasa mulai melemas dan mengecil. Nafas mereka masih memburu. Satu jam lewat mereka mengayuh birahi bersama. Keduanya sama-sama puas. Nadya puas, karena ini pergumulan terhebatnya. Sedangkan Ramon puas, telah berhasil mendapatkan satu lagi wanita yang akan menjadi koleksinya, dan sekaligus rencananya yang telah berjalan lancar.

“Kamu hebat Nadya, kamu menang segalanya dari cewek itu. Kamu bahkan lebih hebat dari istriku,” puji Ramon.

Yang dipuji hanya tersenyum malu, dan menenggelamkan wajahnya di dada Ramon. Nadya pun sama, belum pernah dia sepuas ini, bahkan ketika dia dalam pengaruh obat perangsang yang membuatnya bercinta berjam-jam dengan suaminya, masih kalah dengan permainannya bersama Ramon barusan.

“Aku ketagihan sama kamu Nad, lain kali kita ngentot lagi. Aku mau boolmu juga, siapin ya, nanti suatu saat aku minta,” ujar Ramon dengan yakinnya.

“Terserah mas aja,” jawab Nadya lirih, kepalanya masih ia sembunyikan di dekapan Ramon.

“Udah yuk mandi kita, udah malem ini, aku mau pulang,” ujar Ramon.

Dia menggandeng Nadya yang nampak kepayahan berjalan. Nadya masih merasa selangkangannya sedikit sakit. Di dalam kamar mandi mereka melanjutkan cumbuannya, tapi kali ini tak ada penetrasi, hanya saja Ramon menumpahkan air maninya ke mulut Nadya yang semuanya ditelan oleh perempuan itu.

Hujan sudah reda, keduanya sudah berpakain lengkap. Nadya mengantarkan Ramon ke pintu. Namun sebelum pintu dibuka, ramon meraih Nadya, memeluk dan menciumnya. Nadya membalas ciuman ringan dari Ramon itu, kemudian memeluknya dengan hangat.

Tanpa banyak kata Ramon pun berpamitan dan melajukan mobilnya kembali pulang. Setengah perjalanan dia melihat mobil Hendri menuju ke arah rumahnya. Ramon tersenyum, Nadya sudah didapatkan, tinggal membantu Hendri untuk mendapatkan Lia. Atau lebih tepatnya, memanfaatkan Hendri agar dirinya bisa menguasi Lia.

Beberapa saat kemudian, Nadya membukakan pintu rumahnya ketika mendengar suaminya telah datang. Dia menyalami dan mencium punggung tangan suaminya. Wajah suaminya tampak letih, namun tersirat kebahagiaan disana. Begitu juga Hendri melihat wajah Nadya yang nampak begitu kelelahan, tapi rona-rona kebahagiaan dan kepuasan tak mampu disembunyikannya. Itu artinya Ramon telah berhasil menikmati tubuh istrinya itu. Sayang memang, berbagi wanita secantik Nadya dengan pria lain, tapi tak apalah, diapun mendapat wanita lain juga, dan bahkan berencana untuk menambahnya lagi.

Ada sedikit penyesalan di hati Hendri. Bukan penyesalan karena telah membagi istrinya, tapi penyesalan kenapa tidak dari dulu-dulu dia seperti ini. Dia memang sudah memiliki istri yang cantik dan mampu melayaninya dengan baik, lahir dan batin. Tapi ternyata berpetualang mencari kenikmatan yang lain sungguh menyenangkan. Dia tak sabar untuk petualangan berikutnya, untuk wanita berikutnya.

***

to be continue...
 
berhubung untuk update selanjutnya mungkin masih agak lama (belum bisa mastiin kapan, tapi semoga sebelum tahun baru bisa update) makanya hari ini nubie kasih double update :hore:

mohon kripik pedasnya para suhu sekalian kalo masih banyak typo :)

makasih juga buat para suhu yang udah ngirimin :cendol: makin seger aje kulkas nubie nih :horey:

buat yg ngefans sama Ara, porsinya masih dikit untuk beberapa chapter ini, yg sabar yaa :taimacan:
 
wah gagal pertamax..

mantap boz alan, updatenya double gini, ijin :baca: dulu suhu :cup:
 
cooling down dulu gitu ya ini maksudnya :pandaketawa:
paling bisa pokoknya kalo bikin orang penasaran bang alan nih :pandaketawa:
tapi ss-nya kok uwe rasa ngga se-smooth yg pertama-pertama dulu bang! kek sense of touch yg dulu jadi ciri khas bang alan hilang gitu! padahal porsinya dulu juga sepenggal-sepenggal kek gini juga kan ya!
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd