Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Wanita Yang Menutup Aurat

Status
Please reply by conversation.
Chapter 11

Aku saling bertatapan dengan Ecih seolah saling menyuruh siapa yang akan membuka pintu. Pikiran yang bodoh, karena justru Tina yang berjalan ke arah pintu dan membukanya. Tentu saja dia kan pemilik rumah, sudah sewajarnya dia yang membuka pintu tanpa harus ditunjuk oleh kami. Apa lagi dia tidak tahu masalah yang kami alami dengan Asep.

"Jangan...!" aku dan Ecih berteriak berbarengan mencegah Tina membuka pintu.

"Kenapa?" tanya Tina heran melihat kami yang ketakutan. Asep benar benar menjadi momok buat kami.

"Gak apa apa." kataku menghindari tatapan Tina yang penuh selidik dan kamj hanya bisa pasrah saat Tina membuka pintu rumah mempersilahkan Asep masuk.

"Kalian dicari Teh Euis..!" kata Asep berkata padaku.

"Siapa?" tanyaku pura pura bego. Tentu yang dimaksud Asep pasti aku dan Ecih yang terlibat petualangan ke Gunung Kemukus.

"Kamu sama Ecih." kata Asep, tatapan mata mesumnya membuatku muak dan ingin muntah saja.

Aku melihat ke arah Ecih yang juga melihat ke arahku. Tidak ada pilihan kecuali menuruti ajakan Aep. Aku berpikir untuk mengajak Tina tapi aku urungkan niatku itu. Bagaimana kalau ternyata Teh Euis mau membicarakan masalah Gunung Kemukus. Bukankah akan mengacaukan keadaan saja.

"Sekarang?" tanyaku.

"Iya, sekarang. Tadi aku nyari kalian ke tempat pengajian, tapi gak ada." kata Asep dengan seringai liciknya.

"Yuk, Cih..!" ajakku ke Ecih sambil keluar rumah lebih dulu hingga lupa berpamitan. Ecih mengikutiku.

"Aku gak diajak?" tanya Tina heran karena aku tidak mengajaknya.

"Gqk usah, Teh Euis ada perlu sama Kokom dan Ecih." kata Asep menjawab.

Aku dan Ecih berjalan mendahului Asep, aku sengaja mengajak Ecih jalan memutar yang lebih terang dan ramai agar Asep tidak berbuat macam macam. Karena kalau harus lewat jalan pintas, tempatnya sepi dan banyak pohin besar, itu artinya memberi kesempatan buat Asep untuk berbuat macam macan.

"Jangan lewat situ!" kata Asep yang rupanya tahu maksudku.

"Enak lewat sini, lebih rame." kataku cuek. Aku sudah bisa menduga rencana Asep yang tentu akan melecehkan kami.

"Lewat sini, kalau gak semua orang tahu kalian pernah ke Gunung Kemukus.!" acam Asep dengan senjata yang mematikan. Ahirnya apa yang aku takutkan terjadi juga.

"Awas, kalau berani macam macam.!" ancamku galak. Asep hanya tertawa licik mendengarkan ancamanku.

Kami berjalan melewati kebun bambu yang menurutku sangat menyeramkan ditambah kehadiran Asep membuat suasana lebih menakutkan. Entah apa yang direncanakannya. Sepanjang jalan kami bergandengan tangan, kebon bambu itu sudah mulai terlihat. Suara angin mengerakkan batang batang bambu saling bergesekan sehingga menimbulkan suara yang sangat menakutkan, seperti suara yang datang dari alam lain. Kalau saja kwjadiannya terjadi pada siang hari, tidak akan terasa sangat menakutkan seperti sekarang. Pantas saja banyak orang yang menghindari jalan sini.

"Kita gak usah ke rumah Teh Euis, ya!" kata Asep tiba tiba membuatku membalikkan badan Asep, wajahnya tidak begitu jelas karena gelap. Ecih ikut ikutan membalikkan badannya.

"Mau kamu, apa?" tanyaku mulai habis kesabaran yang kujaga sejak dari rumah Tina.

"Pengen ngewe sama kalian." kata Asep menyeringai. Tangannya meraba selangkangannya dan mengelus elusnya.

Gila, tiba tiba kemarahanku hilang begitu saja melihat Asep mengelus elus kontolnya yang berada di dalam celana. Aku merasakan sebuah sensasi aneh yang membuat detak jantungku semakin kencang. Apa yang terjadi padaku?

"Jangan kurang ajar, nanti aku laporin ke ayahku!" ancamku berusaha menjaga harga diriku dan kehormatanku.

"Laporin aja, nanti orang tua kamu tahu kalian ke Gunung Kemukus." kata Asep tertawa, merasa ancamannya akan berhasil menaklukan kami. "Mau gak?" tanya Asep semakin kurang ajar setelah melihat kami terdiam.

Apakah aku harus melepaskan perawanku untuk menyumpal mulut pria tidak tahu malu ini. Berpikir tentang hal utu membuat gairahku semakin panas. Dadaku terasa swsak merasakan sensasi yang selalu aku rasakan sejak mendengar rintihan ibuku.

"Aku mau, asal kamu jangan macam macam sama, Kokom." kata Ecih membuyarkan pikiranku yang berkecamuk.

"Ecih..!" seruku kaget mendengar Ecih bersedia melayani nafsu bejad Asep.

"Gak apa apa, Kom. Ecih udah gak perawan ini." kata Ecih membuatku terharu akan pengorbanannnya yang sangat besar. Pertama Ecih kehilangan lerawan di Gunung Kemukus, sekarang dia bersedia melayani nafsu Asep.

"Oke, aku gak akan macam macam sama Kokom." kata Asep tertawa senang, dia segera menuntun Ecih ke sebuah rumah tua yang sudah ditinggalkan pemiliknya dan sekarang berubah fungsi menjadi tempat kumpul anak anak muda di siang hari, tidak heran rumah panggung itu tetap bersih dan terawat.

Aku mengikuti mereka dengan perasaan tidak menentu. Tidak mungkin aku pulang sendiri dan membiarkan Ecih berdua dengan Asep melakukan perbuatan mesum. Tetap bersama mereka, artinya aku akan melihat langsung adegan mesum seperti yang pernah aku lihat di film BF. Sekujur tubuhku tiba tiba merinding membayangkan adegan yang akan dilakukan Ecih dan Asep. Adegan live. Seperti tahu jalan pikiranku, Asep tiba tiba memegang telapak tanganku dan gilanya aku tidak berusaha menolaknya. Ada sensasi aneh yang kurasakan saat Asep menuntun tanganku dan Ecih. Aku jadi ingat pernah naksir Asep sebelum membencinya.

"Ayo kita masuk, aku udah gak tahan pengen ngewe..!" kata Asep begitu jumawa karena keinginannya akan terlaksana. Asep menyalakan lampu yang masih tersambung karena sering kali rumah ini dijadikan tempat menginap anak anak muda saat malam minggu.

"Sep, kenapa dinyalain lampunya?" tanyaku protes. Walau hanya sebuah lampu 5 watt, tapi bisa terlihat dari luar. Dinding biliknya sudah banyak yang bolong sehingga cahaya lampu akan keluar lewat celah yang bolong.

"Gak akan ada yang ke sini, sekarang malam Selasa, jadi gak akan ada yang lewat." kata Asep begitu yakin.

"Buruan Sep, jangan banyak omong kalo mau ngewe.!" kata Ecih mengangkat baju gamisnya dan melepaskan celana dalamnya tanpa melepas baju Sya'inya yang longgar menutupi tubuhny. Ecih merebahkan tubuhnya di atas bale bale yang beralaskan tikar. Kakinya mengangkang lebar sehingga memeknya yang mungil terekspos jelas walau hanya mengandalkan penerangan lampu 5 watt.

"Kok bajunya gak dibuka? Buka dulu, gak enak ngewe pake baju..!" kata Asep semakin ngelunjak.

Aku membuang muka melihat Asep membuka baju hingga bugil. Tapi kenapa, aku sangat ingin melihat kontol Asep. Seumur hidup aku belum pernah melihat bentuk kontol seorang pria kecuali di film BF yang kutontong di tempat kos A Agus.

"Gak usah buka baju, tinggal masukin kontol kamu ke memek Aing." kata Ecih ketus.

"Buka, Cih. Aku mau lihat kamu telanjang." kata Asep memaksa.

Aku melihat ke arah Ecih yang setengah terpaksa membuka baju Syar'inya yang lebar. Baju syar'i pemberianku. Dalam sekejap Ecih sudah bunlgil memamerkan tubuh mungilnya yang proposional. Melihat ke arah Ecih membuatku secara tidak langsung melihat Asep yang juga sudah bugil dari samping. Dan aku terbelalak melihat Kontol Asep yang mengacung keras. Besar, atau mungkin karena aku baru melihat bentuk kontol secara langsung sehingga aku menganggap kontol Asep besar.

Tapi bukan karena bentuk atau ukurannya yang membuatku terpesona dan menahan nafas. Tapi karena aku merasakan sensasi aneh yah berpusat di memekku saat melihat kontol Asep, sensasi yang membuat tubuhku merinding. Sekujur bulu halus di tubuhku bangun. Apa lagj saat Ecih yang tiduran terlentang dengan kaki mengangkang lebar, sudah pasrah membiarkan bagian tubuh paling intimnya dimasukin kontol Asep. Tapi ternyata Asep tidak langsung memasukkan kontolnya ke dalam memek Ecih.

"Gak mau dicium...!" Ecih berusaha menghindari ciuman Asep di wajah dan bibirnya. Aku hanya bisa melihat adegan itu tanpa dapat berbuat apa apa. Sebuah drama yang terjadi karena kebodohanku mengajak Teh Euis dan Asep ke Gunung Kemukus. Tapi aku justru melihat adegan yang terjadi dihadapanku dengan jantung yang berdebar kencang dan aku sangat menikmatinya.

Ecih berusaha menolak, Asep terus memaksa hingga ahirnya Ecih menyerah membiarkan Asep menciumi bibir mungilnya dengan bernafsu. Aku memejamkan mata, merasakan bibirku yang sedang dicium oleh Satria. Sadar Kom, kamu seorang wanita yang menutup aurat. Aku menggelengkan kepalaku dengan kencang, berusaha mengusir bayang bayang Satria yang sedang mencumbu bibirku.

"Asep, ****** sia..! { ****** lu )" maki Ecih membuatku membuka mata. Asep sedang meremas payudara Ecih dan menghisap pentil payudara Ecih seperti seorang bayi yang sedang menyusu. Makian Ecih membuat Asep semakin bernafsu mempermainkan payudaranya.

Gila, payudara Ecih yang sedang diremas dan dihisap Asep, aku merasa ada sensansi aneh pada payudaraku. Putingku semakin mengeras. Och, kenapa aku membayangkan Satria datang dan meremas payudaraku serta menghisap putingnya. Tuhan, aku wanita yang menutup aurat, kenapa aku harus berzina dengan pikiranku. Aku menggigit bibirku untuk menghilangkan bayang bayang Satria yang terasa semakin nyata.

"Asep gipa, memek gue dijilatin...!" rintih Ecih mampu menarik perhatianku. Asep membenamkan wajahnha di selangkangan Ecih yang menggeliat tidak bisa diam.

Kenapa aku harus melihat adegan yang tidak senonoh. Bukan hanya pikiranku yang sedang berzinah, bahkan mataku sangat menikmati zinah yang sedang dilakukannya. Ini dosa, mata yang terbiasa membaca ayat ayat suci telah ternoda oleh adegan yang berjarak satu meter di depannya.

"Udah Sep, Ecih gak tahan. Geura (buruan ) ewe Ecih..!" kata Ecih menarik rambut Asep membuat Asep berteriak kesakitan. Mau tidak mau Asep merangkak di atas tubuh Ecih.

Melihat semuanya dengan jantung berdebar sangat kencang. Sayangnya aku tidak bisa melihat proses masuknya kontol Asep ke dalam memek Ecih karena terhalang pahanya dan posisiku yang tidak tepat. Tapi kenapa memekku berdenyut keras seakan memekku yang sedang diterobos kontol Asep. Aku wanita yang menutup aurat, tapi sekarang aku sudah ternoda oleh pikiranku. Bahkan aku tidak bisa menutup pikiranku dari perbuatan zina yang sedang berlangsung dihadapanku.

"Ochh, enak banget ngewe...!" Ecih merintih. Ucapannya membuat sekujur tubuhku merinding. Ecih yang awalnya menolak justru sangat menikmatinya.

Gerakkan Asep semakin cepat sehingga aku mendengar suara yang berkecipak, apa mungkin suara itu berasal dari memek Ecih? Aku tergoda untuk melihat kontol Asep yang masuk memek Ecih. Aku berjalan pelan ke belakang Asep untuk melihat kontol Asep masuk memek Ecih. Sayangnya sinar lampu sangat temaram, sehingga aku tidak bisa melihatnya. Aku kecewa karena tidak bisa melihatnya.

Aduh, Ecih kellluar....ngewe ennnak...!" Ecih menjerit lirih, kakinya melingkar di pinggang Asep.

"Ecih, akkku juga kellluar...!" Asep berteriak.

Aku tidak tahu apa yang sedang terjadi dan mereka rasakan. Aku hanya merasa bahwa Ecih dan Asep sedang merasakan sebuah sensasi dahsyat yang hanya bisa dirasakan saat berhubungan sex.

Aku kembali duduk di tempatku tadi, sebuah kursi kayu yang menempel di biliknya. Baru saja aku duduk, pintu dibuka paksa membuatku terkejut. Apa lagi dengan keadaan Ecih dan Asep yang masih berpelukan dengan tubuh bugil.

"Anjing kamu Asep,.." teriak seseorang. Aku sangat kenal suaranya, itu adalah suara ayahku. Aku langsung pucat ketakutan karena kelakuan kami dipergoki oleh ayahku.

Ayahku masuk dan mebarik Asep dari atas tubuh Ecih yang langsung duduk memeluk dengkul dengan wajah pucat ketakuta.

"Anjing siah..!" teriak ayahku lagi sambil memukul wajah Asep bertubi tubi membuat Asep jatuh ke lantai.

"Ampun Pak Haji...!" Asep berusaha memeluk dengkul ayahku meminta ampun atas perbuatannya. Perbuatan yang dilihat langsung oleh ayahku.

"Nyingkah, sia.( pergi kamu )! Kalau besok kamu masih ada di kampung ini, aku akan membunuhmu.!" kata ayahku sambil menjambak rambut Asep agar berdiri dan sekali lagi ayahku menonjok wajah Asep yang langsung lari terbirit birit meninggalkan kami.

"Pakai baju kamu, Ecih...!" kata ayahku sambil melemparkan baju Ecih.

Aku tidak berani menatap wajah ayahku yang berdiri di hadapanku. Semua perbuatan kotorku sudah diketahui olehnya. Mulutku terkunci dan sekujur tubuhku gemetar ketakutan oleh amarah ayahku yang akan segera meledak.

"Ayah tahu semuanya dari, Euis. Kalian mengikuti ayah sampai Gunung Kemukus. Sekarang kita pulang." kata ayahku. Suaranya terasa dingin dan menahan kemarahan. "Kamu sudah pake baju, Cih?" suara ayahku lebih lembut saat bertanya ke Ecih.

"Su...dah, Pak...Hajjjji..!" kata Ecih gugup.

Ayahku menuntun tangan kami berdua seperti takut kami lari karena telah melakukan aib. Padahal tanpa dipegangpun aku tidak akan lari, dengkulku gemetar karena takut. Ayahku mengajakku untuk mengantar Ecih pulang, baru setelah Ecih masuk rumahnya, kami pulang.

"Kamu masuk kamarmu, besok kita harus bicara." kata ayah sesampainya kami di depan pintu rumah. Tanpa banyak bicara ayahku pergi meninggalkanku yang heran, kenapa ayahku tidak ikut masuk rumah. Malah meninggalkanku begitu saja.

********

Aku gelisah, begitu juga ibuku. Sudah sejak dari semalam ayahku belum pulang. Setelah mengantarku pulang, ayahku langsung lergi lagi tanpa mengatakan tujuannya. Sekarang sudah jam 11 siang dan ayahku belum juga pulang.

"Asssalam mu'alaikum Bu Haji...!" teriak beberapa orang di depan rumah mengucapkan salam bersamaan.

Aku menatap ibuku yang sedang menonton dengan perasaan heran. Tidak biasanya orang datang berbarengan. Tiba tiba aku mendapatkan firasat buruk. Aku dan ibu bergegas menemui orang bergdrbol di depan rumah kami.

"Ada apa, Ugan? Suka ngagetin orang saja." kata ibuku yang sebenarnya juga sangat kaget melihat banyak orng berkumpul di depan rumah.

"Itu Bu Haji, kami lihat Pak Haji meninggal di tengah sawah. Badannya penuh luka." kata Mang Ugan membuatku shock dan tidak percaya dengan apa yang diucapkannya.

Bersambung
 
Misteri kematian pak haji......intel2 kepolisian ada disebelah.....sayangnya.
Om@beuqi90 tolong pasang police line dulu sampai intel2 sebelah datang hu......
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd