begawan_cinta
Guru Semprot
- Daftar
- 27 Oct 2023
- Post
- 620
- Like diterima
- 10.883
Usaha Baru
DUA KALI saya membuka usaha, dua kali pula saya gagal. Pertama, saya membuka usaha mainan anak-anak di pasar. Tadinya pasar itu adalah pasar kumuh, harga sewa kios masih sangat murah.
Tetapi setelah pemerintah daerah mengambil alih pasar itu dijadikan pasar modern, kami para pedagang menjerit, karena jika kami masih ingin berdagang di pasar baru yang sudah direnovasi itu, kami dikenakan harga sewa kios yang tinggi.
Saya sebagai seorang pedagang beromset tidak sampai 400 ribu rupiah per hari dengan keuntungan 50 sampai 70 ribu rupiah, mana mungkin mampu saya menyewa kios dengan harga puluhan juta rupiah setahun?
Usaha mainan anak-anak tersebut terpaksa saya tutup. Kemudian saya beralih membuka usaha berdagang bakso dengan gerobak dorong berkeliling kampung. Rupanya rezeki belum menjadi milik saya. Usaha bakso saya hanya bertahan enam bulan, karena lebih banyak bakso yang saya bawa pulang ke rumah daripada yang terjual.
Akan tetapi, rupanya masih ada tangan-tangan yang tidak kelihatan yang masih mau menolong saya. Sewaktu saya dengan istri saya mengajak anak kami berkunjung ke rumah kakek nenek mereka, Papa dari istri saya bilang begini pada saya, "Hamdan, di sepanjang jalan ini kan belum ada orang yang buka kios jualan pulsa handphone? Bekas garasi Papa itu dibersihkan saja buat kamu jual pulsa handphone. Nanti Papa modalin!" kata papa mertua saya.
"Benar nih Pah, Papah mau modalin Hamdan buka kios jual pulsa handphone?" tanya istri saya antara percaya dan tidak perkataan papanya, karena istri saya kadang-kadang tidak bisa membedakan kapan papanya bercanda, dan kapan papanya berbicara serius, karena papanya suka bercanda. Mertua saya dua-duanya memang baik orangnya.
"Benar, Kak!" jawab mama mertua saya yang sedang menyiapkan makan siang untuk kami. "Teman papamu mau pindah keluar kota ikut anaknya. Ia mau menjual barang-barang di kios pulsa handphonenya."
“Oo.. ya sudah, kalau Papah mau beliin buat Hamdan.” kata istri saya senang. "Terima kasih lho, Pah..." Papa mertua saya mendapat ciuman pipi dari istri saya, cupp...
Dua minggu kemudian, jadilah saya mempunyai usaha baru, yaitu kios pulsa handphone di bekas garasi papa mertua saya yang saya beri judul "HAMDAN CELL".
Lumayanlah, hanya duduk ongkang-ongkang kaki saja, di hari pertama, dari pagi sampai sore saya membuka kios, saya bisa mengumpulkan uang 500 ribu rupiah, karena selain menjual pulsa handphone, saya juga menjual token listrik, terima service handphone dan menjual segala macam asesories handphone di kios "HAMDAN CELL".
Makan siang gratis di rumah mertua!
Tapi, kira-kira lewat 3 minggu saya membuka kios, pada suatu sore, mama mertua saya menyapu halaman pas di depan kios pulsa handphone saya. Waktu itu ada seorang ibu yang berjilbab lebar sedang berada di kios saya membeli pulsa handphone. Jadi saya tidak memperhatikan mama mertua saya yang sedang menyapu.
Setelah si ibu itu selesai transaksi dan pergi dari kios handphone saya, saya baru memandang ke arah mama mertua saya yang sedang menyapu halaman memakai sapu lidi pendek dengan posisi membungkuk, wooalaaa... melihatnya mata saya sampai sulit untuk dikerdipkan, kelopak mata saya seperti sedang dicangkok dengan batang korek api.
Mama mertua saya tidak memakai BH, sedangkan leher dasternya longgar menggantung. Akibatnya, saya bisa melihat dengan sangat jelas kedua payudara mama mertua saya yang telanjang menggelantung bergoyang-goyang seirama dengan tangannya yang menggerakkan sapu lidi.
Anjrit... saya sampai menahan napas, karena payudara mama mertua saya bukan sudah peot, melainkan masih mulus dan ukurannya juga lumayan besar, meskipun sudah menggantung lonjong. Itu hanya karena adanya daya tarik gravitasi bumi saja. Tetapi kalau mama mertua saya berdiri tegak, sepasang payudara itu pasti sangat indah bentuknya.
Otomatis, kemaluan saya menjadi sangat tegang, karena tidak tahan saya melihatnya dan saat itu tidak ada orang lain di sekitar saya, selain saya dengan mama mertua saya, sehingga saya bisa memandang payudara mama mertua saya yang masih sangat mengundang napsu birahi itu dengan sepuas-puasnya sambil saya duduk di bangku yang berada di belakang etalase pulsa handphone.
Lama-lama sayapun mengeluarkan kemaluan saya yang tegang dari celana saya. Saya mengocok kemaluan saya dengan tangan.
Saya membayangkan, kemaluan saya dikempit oleh kedua tetek mama mertua saya sambil ia mengocok kemaluan saya, saya ngeracau sendiri, “Ooohh... Ratnaa... tetekmuuu.. uughh... sungguh nikmat... lagi, Ratna... lagih... kocok trusss...”
Saya sudah seperti orang yang hilang ingatan saja. Dan hanya sebentar saja saya mengocok kemaluan saya, air mani saya sudah menyembur ke lantai. “Uuugghhh... Ratnaa... jilatt... telann tuh pejuku...” suruh saya.
Air mani saya keluar sangat banyak serta kental sampai tubuh saya lemas lunglai. Tetapi sejak saat itu saya memandang mama mertua saya jadi berbeda. Ia sering menjadi fantasi onani saya. Ia sering saya bawa dalam ranjang saya saat saya bersetubuh dengan istri saya dan setiap hari saya lebih rajin ngomong dengannya. Saya sering memuji masakannya enak, sehingga di antara kami terjalin hubungan yang semakin akrab.
Kalau saya memboncenginya dengan sepeda motor ke pasar, dulu ia duduk agak menjauh dari saya, tetapi sekarang dadanya sudah berani nempel-nempel di punggung saya. Cuma saya belum berani bertindak lebih jauh. Ingin sih, tetapi saya belum punya keberanian dan nyali yang besar.
Pada suatu hari mama mertua saya bertanya pada saya, "Win, kenapa kamu tidak mau bikin anak satu lagi? Adhias kan sudah 4 tahun... bikin satu lagilah, anak cewek biar sepasang..." kata mama mertua saya.
Inilah kesempatan saya untuk mewujudkan impian seksual saya padamu Ratna, batin saya, lalu saya menjawab Mama mertua saya, "Sudah gak ada tenaga, Mah..."
"Masih muda kok sudah nggak ada tenaga?" tanya mama mertua saya heran. "Kemana tenagamu? Kamu punya wanita lain...?"
"Bukan begitu, Mah... sejak saya gonta-ganti usaha, bikin kepala saya pusing saja. Jangankan mikirin nambah anak, mau setubuhi Pingkan aja saya males..." padahal bukan begitu ceritanya.
"Ah... nanti Mama cariin kamu jamu. Loyo atau gimana...?"
"Loyo Mah, nggak bisa berdiri." tambah saya. "Percuma minum jamu, mau jamu apapun juga, kecuali Mama mau membantu saya..."
"Bantu apa...?" tanya mama mertua saya tidak mengerti maksud saya.
"Berikan saya semangat, Ma... siapa tau kalau dibantu Mamah, saya bisa semangat lagi..."
"Maksudmuu..uu... itu...?! Aduh Hamdan, kok kamu bisa sampai kepikiran ke sana sih? Mama ini mertuamu, Hamdan... Mama sudah menganggap kamu sebagai anak sendiri..." kata mama mertua saya dengan nada suara agak sedikit meninggi.
Ludah yang sudah saya keluarkan, tidak mungkin saya jilat lagi. "Mamah masih dengan Papa...?" tanya saya.
"Sudah nggak sih... sejak Papamu masuk rumah sakit jantungnya mau dipasang ring nggak jadi itu lho..." jawab Mama mertua saya. "Papamu main kan kayak kuda... Mama takut tengah main terjadi sesuatu dengan Papamu. Daripada nyawa melayang hanya untuk nikmat sejenak... ya sudahlah, Mama pikir... istirahat saja deh, nggak usah mikir itu lagi... Mama juga sudah tua ini..."
"Apalagi Mama sudah nggak..." sambung saya. "Selama Mama masih bisa jangan dihentikan, Mah... kecuali Mamah yang sakit... lagi pula kan yang tau hanya kita berdua... bantu Hamdan dong, Mah... Hamdan janji tidak akan bocorkan keluar..." rayu saya.
"Meskipun kamu tidak membocorkan keluar... malunya itu lho, Hamdan...!! Bagaimana nanti Mama menghadapi Papamu? Siang sama kamu, malam tidur sama Papamu... walau sudah nggak begitu sih, tapi Papamu kan masih suka meluk Mama kalau tidur, cium Mama... Papamu itu masih sayang sama Mama..."
Saya belum putus harapan walaupun ditolak, karena menurut saya, saya masih punya kesempatan besar untuk menikmati tubuh mama mertua saya, wanita berkulit putih berusia 47 tahun ini.
"Ayolah, Mah..." kata saya memegang tangannya. "Nggak ada bekasnya ini..."
"Nggak...!" jawab mama mertua saya menepis tangan saya. "Mama nggak mau kok maksa sih... walaupun nggak ada bekasnya disana, tapi bekasnya disini...!" Mama mertua saya menunjuk dadanya.
Saya nekat memegang payudaranya dari luar daster yang dipakainya, ia tidak menolak. "Sudah jelek, sudah kempes..." katanya membuat saya semangat lagi.
Sehingga sewaktu ia berjalan ke dapur, saya buru-buru mengejarnya dan memeluknya dari belakang. Saya mencium lehernya dan kedua tangan saya tertelungkup meremas kedua payudaranya.
"Nekat juga ya kamu..." kata mama mertua saya. Suaranya seperti sudah menyerah.
"Mamah bantu saya..." jawab saya. "Kalau saya sudah bisa, nanti saya pindah ke Pingkan, sehingga Mama bisa dapat cucu cewek..."
Saya pun menaikkan dasternya ke atas, ternyata ia tidak menolak saya, malahan ia menaikkan kedua tangannya untuk saya meloloskan dasternya dari tubuhnya.
Setelah ia hanya memakai celana dalam, tidak memakai BH, saya langsung buang dasternya ke lantai. Saya tidak mau menunggu lebih lama lagi, kesempatan tidak boleh saya sia-sianya, mumpung ia mau, bisa jadi nanti ia berubah pikiran.
Langsung saja saya menghadapkan dadanya ke depan, lalu saya menunduk menyergap puting susunya yang mancung besar berwarna coklat tua itu dengan mulut saya.
"IITT..TTSS... GELIK AH, HAMDAN... JANGAN HISAP KUAT-KUAT... SEGERA KEK..." desah mama merua saya.
"Maaf ya, Mah..." kata saya memandang mama mertua saya. "Hamdan sudah kurang ajar sama Mama... Mama gak marah kan... sebenarnya bukan baru sekarang saya ingin begitu dengan Mama, tapi sudah sejak saya buka kios disini... memang nggak wajar..."
"Sudah tau nggak wajar masih diterusin... jangan disini begini, nanti orang datang beli pulsa...! Tutup dulu pintu kiosmu...!"
Berdebar jantung saya... sangat... sangat... sangat... rejeki memang belum jauh dari saya.
Terakhir diubah: