Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TRUTH, CRY AND LIE

Bimabet
menarik sih ini ceritanya..... ga sabar nunggu part part selanjutnya nih... update hu! haha
 
plaakk minggir mas kamu miskin alias lanjutkan bro alurnya sudah bagus dan enak dibaca.
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Chapter 1
Part 3​

Alemania
https://encrypted-tbn0.***********/images?q=tbn:ANd9GcTw4mW6TA6_Tx-oPXdTwYDnnF9nVj4FMSE0hta9p4hmqDvi-fB_

Indah matanya, gerai rambutnya menunjukan itulah keindahan, sinar wajahnya, tutur katanya, sepertinya mampu mengubah dunia.

Kira kira seperti itulah aku menggambarkan Shani Indira Natio, apakah Tuhan menurunkan satu bidadari surga kebumi untuk menemuiku? Sungguh, dari banyaknya bintang bintang di dunia ini hanya Shani seoranglah yang berhasil membuatku jatuh hati, ya hanya dia saja, aku harap aku bisa bersamanya lebih lama lagi.

Disaat aku memikirkan itu semua, terdengar suara yang meminta izin untuk masuk kekamarku.

“masuk.” ucapku.

“eh udah bangun lu.” Fajar membuka pintu seraya menyapaku,

“eh elu Jar kirain siapa.” jawabku sambil menjabat tangannya.

“gimana luka lu? Mendingan?” tanya Fajar.

“ya beginilah Jar, tapi ya gapapa lah tadi ada obat yang ngebuat gw tenang.” jawabku.

“oh Shani ya obatlu? Bisa bisanya emang lu haha.” Fajar meledekku.

“lah lu kenal ama dia?.” tanyaku kepada Fajar.

“kenal lah orang satu fakultas ama gw.”

“beruntung banget lu malih.”

“yah gw mah kalo masalah wanita jangan tanya fab.”

“halah bau, ngomong ngomong makasih ye kemaren kalo gak ada lu mungkin gw udah mati dan Shani udah gak tau lagi gimana sekarang.” jawabku sambil menepuk pundak Fajar.

“santai Fab, itu juga karena salah satu warga denger suara tangisan ama ngeliat elu di gebukin makanya dia ngadu ke warga lainnya kalo ada yang gak beres, dan kebetulan gw juga lagi nyariin lu nah gw udah punya firasat buruk dan bener aja elu ternyata lagi di sapu bersih disono.”

“lu gila juga ya 3 lawan 1, lu nekat juga demi seorang yang gak lu kenal.” lanjut Fajar.

“bukan masalah gak kenal Jar, tapi ini masalah kemanusiaan, apa elu gak tega ngeliat cewek digituin masa gak lu tolongin?” jawabku

“ini nih gw demen, walaupun lu brengsek tapi hati baik lu masih ada ya haha, gw kira lu bakal ngikut itu orang orang gituin doi.”

”babi lu jar haha.”

Ya..itulah Fajar, Sahabat ku, walaupun dia brengsek dia adalah salah satu orang yang membuatku tersenyum walau dalam keadaan seperti apapun..

“karena lu udah bangun yaudah gw gak mau lama lama, gw pamit ya, ada urusan lagi gw, maklum orang panggilan.” Fajar pamit kepadaku

“oh yaudah makasih banget nih Jar, oiya lu ngasih tau keluarga gw kalo gw di rumah sakit?” tanyaku ke Fajar.

“iye udah tadi juga Om Edi udah kemari, pas Shani dateng dia pulang, ada urusan katanya.”

Om Edi yang dimaksud adalah kakak ipar ku, yang kebetulan dia sedang di Jakarta karena urusan pekerjaannya.

“sial adik nya babak belur gini malah ditinggalin haha.” jawab ku ke Fajar.
.
”ya ada dia lu gak bangun bangun, pas Shani yang nungguin malah bangun lu kunyuk.” Fajar lagi lagi meledekku.

“itu berarti insting lelaki gw masih tajam walau dalam keadaan kolap.” jawabku sambil tertawa.

“bisaan emang lu, eh ini buku siapa.” Fajar melihat ada buku diatas meja kecil disamping tempat tidurku.

“lah gak tau? Punya Shani kali, lu kasih aja kalo gitu Jar.” jawabku.

“lu aje lah.”

“lah?”

“ya lu biar bisa ngobrol lah ama dia, terus juga kali aja lu bisa minta japri dia ya gak?” ucap Fajar sambil mengedipkan matanya.

“hehe bener juga lu, oke deh.”

“haha tai emang lu ye, yaudah gw pamit nih, nanti sepupu lu juga kemari tungguin aja.”

“si Devi? Lah tumben tumbenan dia mau ngunjungi gw.”

”dia nanyain lu mulu Fab, nih liat.” jawab Fajar sambil memperlihatkan history panggilan teleponnya yang ternyata dari Devi semua.

“dah nih gw cabut dulu ye bae bae lu.” lanjut Fajar sambil bergegas pergi dari kamarku.

“eh tar dulu.”

“Barcelona berapa berapa semalem?” tanyaku kepada Fajar.

“oh menang 3-0, Messi 2, Iniesta 1.” jawab Fajar.

“ohh oke sip makasih yee.”

Fajar pun pergi keluar dari kamarku.

***

Oh Devi, sesungguhnya Aku sangat senang saat mendengar dirimu akan mengunjungiku.

~~oOo~~

09 Juli 2014 - 02.35

Piala Dunia 2014 Brazil, mungkin jadi awal dari hubungan terlarang ku dengan sepupu ku ini. Kala itu kami tengah menonton Semi Final Piala Dunia 2014 antara tuan rumah Brazil menghadapi Jerman.

“Kak bangun kak udah mau mulai nih.” suara Devi membangunkanku yang tidur di sofa ruang tamu.

“eeh iya iya.” jawabku sambil mengucek mata ku yang masih mengantuk.


Devi sebenarnya tidak terlalu menyukai sepakbola, tapi semenjak Aku ajak dia menonton piala dunia edisi 2014 ia menjadi suka dan mengikutinya hingga partai puncak yang dimenangkan Jerman setelah mengalahkan Argentina berkat gol semata wayang Mario Goetze kala itu.

“Kak, pemain Brazil yang kemarin di tendang dari belakang gak main malam ini ya?” tanya Devi kepadaku.

“iya si Neymar gak maen, cederanya lumayan parah dia bakal absen di match ini.” jawaban ku tentang Neymar yang cedera di pertandingan perempat final saat melawan Kolombia.

“kesian ya padahal Aku liat liat dia doang yang jago gocek-gocek” sahut Devi.

ngomong-ngomong di pertandingan kali ini aku menjagokan Brazil untuk ke Final, sebenarnya aku ini pendukung setia timnas Spanyol namun karena mereka tersingkir jadi aku mendukung Argentina, tapi karena hari ini yang main Brazil dan Jerman maka aku menjagokan Brazil.

Berbeda dengan Devi yang memang dari awal gelaran Piala Dunia 2014 sudah jatuh hati oleh Der Panzer julukan Timnas Jerman, ya jadi kali ini kami berdua berbeda arah.

“ya terimakasih para pemirsa setia TV1 telah bersabar menunggu kali ini kami telah terhubung di Stadion Mineirao, Belo Horizonte untuk menyaksikan laga Semi Final FIFA World Cup 2014 antara tuan rumah Brazil melawan Jerman.” kalimat yang terucap dari Tris Irawan salah satu presenter olahraga favorit ku itu menandakan pertandingan sebentar lagi akan dimulai.

David Luiz dan Phillip Lahm kapten Brazil dan Jerman berjalan memimpin teman-temannya memasuki lapangan yang berarti pertandingan akan segera dimulai.

Starting Eleven kedua tim pun di munculkan, aku pun kaget bukan main dengan formasi yang di turunkan Scolari pelatih Brazil kala itu yang menurutku sangat jauh dari biasanya.

“waduh formasi macam apa ini? Bernard di kanan? Biasanya dia maen di tengah atau gak di sayap kiri kok malah di sayap kanan.” sahutku karena kesal melihat formasi yang terasa asing dimataku.

“ih Kakak mah berisik, lagian kan yang nentuin pemain itu pelatih, mereka yang tau” jawab Devi.

“sotoy ayam.” jawabku sambil mengacak ngacak rambut Devi.

“ih kakak mah rambut Aku jangan diginiin!”


Kick off pun dimulai, selama 10 menit Aku menikmati permainan karena Brazil sejauh itu mendominasi, namun petaka muncul ketika Jerman mendapatkan sepak pojok di menit 11’ sepak pojok yang di lakukan oleh Toni Kross itu berhasil mengarah kepada Thomas Muller yang berdiri bebas tanpa kawalan, first time shootnya berhasil menggetarkan gawang yang dikawal Julio Cesar.

“GOOOOOLLLLL.” Teriak Devi dengan girangnya karena Jerman mencetak gol.

“aiih itu ngapa Muller gak dijagain sih.” cetusku kesal.

Brazil berusaha menyamakan kedudukan, serangan demi serangan dilancarkan namun hasillnya nihil, Jerman yang menyadari disaat Brazil melakukan serangan sisi kiri dan kanan kosong karena ditinggal oleh Maicon dan Marcelo yang terlalu asik Overlapping, membuat Jerman menggunakan strategi serangan balik cepat.

Duo center back Brazil seakan kehilangan arah, nampaknya Dante belum bisa menggantikan peran Thiago Silva tandem sesungguhnya David Luiz yang harus menepi karena cedera.

Akhirnya petaka muncul di menit 23’ sampai menit 30’ gol demi gol di lesatkan oleh Jerman. Miroslav Klose, Sami Khedira dan Toni Kross menambah pundi pundi gol Jerman menjadi 5! Sungguh itu 29’ menit terburukku saat menyaksikan pertandingan sepak bola!.

Aku melihat Devi yang nampaknya sangat senang dengan pembantaian itu, saat dia menyadari diriku sedang memandanginya dia langsung meledek diriku dengan menjulurkan lidahnya.

”bleeee rasain deh.” ucap Devi.

“Maracanazo akhirnya terulang hari ini.” ucapku sambil menggeleng kan kepala.

Babak pertama pun usai, sungguh itu adalah 45’ menit yang seharusnya Aku lewatkan. Devi tidak henti-hentinya meledekku, ocehan demi ocehan terus menerus menghujam diriku.

“rasain, rasain, rasain bleee.” ucap Devi sambil menjulurkan lidahnya.

Karena aku sudah merasa kesal dan jengkel akan tingkahnya, aku tarik tangan dia dan mendekatkanya kepada ku, mata kami pun bertemu.

“haha 5-0 rasain kaciaammpmmpphhh.” Devi masih meledekku namun dengan cepat aku langsung mencium bibirnya agar dia terdiam.

Entah setan apa yang merasuki diriku hingga aku melakukan hal senekat itu.

“mmhhh..kak...ah” Desahan Devi membuat ku menghentikan ciumanku kepadanya.

Kulepaskan ciumanku dan ku pandangi wajahnya yang memerah itu.

“Kak.” ucap Devi sambil menundukan kepalanya.

”eh..Dev kakak gak maksud begitu aduuh..reflek aja Dev, abisnya kamu berisik sih daritadi Kakak kan jadi kesel.” jawabku mencari alasan agar dia tidak mengadukan ini kepada siapa siapa.

Tiba tiba dia tersenyum kearah ku.

“gapapa kok Kak, kalo kakak yang nyium.” ucapan Devi membuatku melongo kebingungan.

“hah? Maksud kamu?” tanyaku kepadanya.

“udah kakak gak usah malu malu deh.” jawab dia sambil memejamkan matanya.

“Dev kok kamu...eee..aduuhh kakak bingung.”

“ayuk kak gapapa.” suara pelannya menggoda ku yang membuat penisku berdenyut.

“ehh serius nih?”

Ia menggangukkan kepalanya.

Karena dia sudah memberiku izin, yasudah daripada aku banyak mikir langsung saja ku lumat bibir sepupuku ini. Ku cium bibirnya dengan perlahan dan menikmati setiap detik yang berlalu.

Ku coba memasukan lidahku kedalam mulutnya tetapi dia tidak membuka mulutnya dan hanya berdiam saja.

“Dev...buka mulut kamu dong.” ucapku di sela sela kami berciuman.

“mmhh...kayak..gini..kak?” dia pun membuka mulutnya dan memberiku ruang untuk memasukan lidahku kedalamnya.

Nampaknya dia sudah mulai terbiasa dengan ciuman ini, dia mulai membalas ciuman yang kuberikan kepadanya, dan disaat lidahku memasuki mulutnya lidah dia pun membalas balutan lidahku.

“mmmphhh..kak” desahannya yang membuat penis ku semakin bergejolak didalam celana ini.

Setelah cukup lama kami beradu lidah akhirnya aku melepaskan ciumannku darinya, disaat kami melepaskan ciuman kami disitulah air liur kami berdua yang menyatu panjang layaknya keju mozzarela yang meleleh.

“Dev, kamu mau yang lebih joss gak?” tanyaku kepadanya.

“eehh apa tuh kak?” jawab dia sambil mengusap pipinya.

“nih.” aku menunjuk ke arah penis yang sudah tegang sejak tadi.

“ehh... kenapa itu kak?” jawab dia kebingungan.

“kamu genggam dong.”

“gapapa? Gak sakit?”

“ya enggaklah kalo kamu megangnya dengan lembut mah” jawabku sambil menuntun tangannya ke arah penisku ini.

Devi akhirnya mengenggam penisku yang masih terbalut oleh celana ini.

“kayak gini kak?” ucap Devi

“iya kayak begitu.”

“terus diapain kak?”

“kocok aja coba..”

“hah?”

“ya tangan kamu naik turunin.”

“kok? Susah dong kak kalo masih ada celananya.” jawab Devi sambil melepaskan genggamannya.

“ehh iya juga ya, yaudah deh bentar kakak lepas dulu celananya.” langsung saja aku lepas celana ku dan saat ku melepas celana ku sang Poacher ku sudah menjulang tinggi layaknya menara eiffel.

Devi pun hanya bisa terpaku melihat Poacher ku.

“kok, ge..de ya kak?” ucap Devi sambil menggerakan kepalanya kekiri kekanan.

“yaa gimana ya kakak juga bingung, udah coba Dev kamu kocok.” ajakku kepadanya. Dia pun hanya mengganguk.

Aku dudukan diriku di sofa itu dan Devi dengan cepat langsung menggenggam penis ku dan memulai mengocoknya secara perlahan.

“Aaahh..mmhhh Dev, kencengin dong sayang.” erangku keenakan karena permainannya.

Dia pun menambah speed dari kocokkannya itu, semakin cepat kocokkannya semakin didepan pula Poacher ku ini akan klimaks.

Disaat aku merasa akan mendapatkan orgasme, aku menyuruh Devi untuk memberhentikan itu.

“Ahh..Dev..Berhenti dong....” ucapku kepadanya.

“gak mau.” jawab dia sambil terus mempercepat kocokkannya itu.

“EEEHHH NAKAAAAL YA KAMU DEEVVVVV AHHHHH.” sahutku keenakan dan disaat itu pula aku mendapatkan orgasme pertamaku.

Ada satu, dua , empat semburan dari Poacher ku ini, sebagian memenuhi tangannya dan ada yang mengenai rambutnya.

“ah...dibilangin si malah nakal.” ucapku sambil mengambil tissue yang ada di meja untuk membersihkan sisa sisa orgasme ku.

“hehe tapi kakak keenakan itu.” jawab dia sambil menjulurkan lidahnya.

“heh dasar.”

“Alfab, udah mulai belum matchnya?” tiba tiba ada suara yang memanggilku dari lantai 1.

“eh itu papah aku manggil.” ucap Devi.

“ehh? Om manggil? Yaudah beresin ini dulu bahaya kalo bisa tau.” jawabku dengan wajah panik.

Langsung ku bereskan sisa sisa sperma ku yang berada di sofa dan di tubuhku. Devi aku suruh ke kamar mandi untuk membersihkan tangannya dan juga aku minta dia untuk membawa salah satu sprei sofa yang banyak tertempel sisa orgasme ku agar nanti tidak ada bau baunya.

“iya Om udah mulai nih lagi half time nanti aku panggil kalo udah mulai babak kedua.” jawab ku kepada Ayah Devi.

“oh okee.” sahut Ayah nya Devi

Langsung ku pakai celanaku setelah aku membereskan ke kacauan ini.

Huh...hampir saja aku mati disini.

“ya sebentar lagi kita akan menyaksikan babak kedua antara Brazil melawan Jerman, apakah Brazil bisa membalikan keadaan yang saat ini sudah tertinggal 0-5? Mari kita tunggu dan dari studio kami mengucapkan selamat menyaksikan.” ucapan dari Tris Irawan yang menandakan babak kedua akan segera dimulai.

“Om udah mulai om.” Aku memanggil ayah Devi.

Dia pun turun ke bawah.

“hah sudah 0-5?” ucap dia kaget karena melihat scoreboard.

“ya begitulah Om saya juga bingung.”

“Gimana sih ini Brazil.” jawab dia sambil menggelengkan kepalanya.

Devi pun keluar dari kamar mandi dan menuju ruang tamu, dia langsung duduk disampingku.

“eh Devi nonton lagi?” tanya Ayah Devi.

“iya pah.” jawab Devi

“semenjak Alfab disini jadi suka bola dia ya.” ucap Ayah Devi.

“ya begitulah Om.”

Beliau pun menggangukan kepalanya dan duduk di sofa single seat yang berada di samping sofa kami berdua.

“kak....kapan kapan lagi ya.” bisik Devi menggodaku.

“ett ya bocah.” jawabku sambil mendorong tubuhnya.

“eh ngomong-ngomong sprei sofa satu lagi mana ya?” tanya Ayah Devi.

“nganu om eeee.. Itu.” “kak Alfab tadi ngompol jadinya Aku suruh lepas aja spreinya dan tadi udah aku taro di tempat cucian kotor kok.” jawab Devi dengan santai nya memotong perkataanku.

“APAAAN ANJIRRRRR, BISA BISANYA NI BOCAH” ucapku dalam hati.

“hahahahaaha, bener itu Fab?”

“hehee iya om maaf ya tadi soalnya saya lupa buang air sebelum tidur” jawabku dengan berat hati.

“yaudah gapapa haha.”

Ya walaupun aku harus menanggung malu begini, tetapi yang terpenting adalah perbuatanku dengan Devi tadi tidak ketahuan.

“awas kamu ya Dev.” bisikku kepada Devi.

DQxMJfpVAAANCcW.jpg


Devi pun menengok ke arahku dan memanyunkan mulutnya

Bersambung


***

FYI, Maracanazo adalah istilah saat Piala Dunia 1950 di Brazil, kala itu Brazil kalah 1-2 di Final oleh Uruguay di hadapan 200 Ribu pendukungnya di Maracana, maka dari itu munculah istilah Maracanazo yang berarti masa kelam di Maracana. Dan karena kekalahan 1-7 oleh Jerman di 2014 muncullah istilah Mineirazo yang merujuk bencana 68 Tahun silam.


 
Terakhir diubah:
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
finally dvrnta ❤
dv luv

Gue kagum dengan semangat nulisnya, tapi bisa lah sebelum dipost dicheck dulu tanda bacanya. Ada yg di akhir kalimat pake tanda koma, bahkan Ada yang nggak pake titik di akhir kalimatnya. Juga setahu gue di akhir dialog biasanya dikasih titik sebelum ditutup tanda kurung lagi. Ya, maaf kalo sok tahu.

waah thankyou om sudah ngasih tau, buru buru soalnya tadi wkwk dan belum sempet di cek juga.
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd