Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Tongkat Ceng Umar

Kurang lebih sebulan setelah kejadian itu, Pak Felix dan Bu Kristin mengunjungi rumah ane. Mereka tampak bahagia sekali, dan mengabarkan berita kehamilan Bu Kristin. Bahagia sekali mereka yang tak lama lagi akan menjadi orang tua. Orang tua dari benih yang dikandung oleh Bu Kristin.

"Permisi..."
"Permisi..."
Betapa kagetnya Evi ketika membuka pintu ternyata Pak Felix dan Bu Kristin yang berkunjung.

Pak Felix tampak keren dengan balutan kaos V-neck ketat berwarna putih. Menunjukan lekukan tubuhnya yang masih atletis itu di usianya yang sudah tidak muda lagi. Sementara Bu Kristin memakai kaos yang juga sama berwarna putih. Kaosnya ketat dan berbelahan dada yang rendah, sehingga mempertontonkam kedua semangka yang besar dan mengkal itu terbungkus rapat di dalamnya.

"Eh, Bapak.. Ibu.. Mari silahkan masuk."
"Yaaaah, ada Bu Kristin dan Pak Felix."

Teriak Evi memanggil ane setelah mempersilahkan kedua tamu agung itu duduk. Ane yang pada saat itu sedang melatih silar anak-anak di halaman samping segera menemui mereka.

"Kalian lanjutkan dulu, saya ada tamu. Alip kamu terusin ya." kata ane ke anak-anak.

"Siap, Mamang.."
Untung Alif anak Teh Ida sedang pulang liburan. Sehari-harinya dia mondok di Tasikmalaya. Dan keponakan sekaligus murid pertama ane ini, memang bisa diandalkan.

"Eeehhh ada tamu rupanya."
Ane menyapa mereka berdua sambil menyalaminya. Terlihat kedua anak ane sedang memainkan mobil-mobilan baru dan siapa lagi jika bukan pemberian mereka. Selain mainan dan mobil-mobilan mereka juga membawakan beberapa bungkusan lain sebagai hadiah.

"Hasan.. Husen.. Sudah salim belum sama Om Tante.."

"Sudah ya.. Hihihi, gemes deh.. Anak-anak Mas Aceng pinter-pinter, lucu-lucu.." timpah Bu Kristin.

"Apa kabar nih Pak? .."
"Baik, Mas Aceng..."

Ane nanya kabar Pak Felix karena kalo Bu Kristin mah kan ane juga sering ketemu di Kantor.

"Duh, maaf nih. Lesehan kayak gini di rumah saya mah."
"Tidak apa-apa Mas Aceng, berasa di Malioboro, malah.."
"Bapak bisa aja.." jawab ane.

"Ngomong-ngomong di rumah Mas Aceng ini suka ada kegiatan rupanya?.." tanyanya

"Ya kalo malam minggu seperti ini ya biasa, saya suka melatih anak-anak remaja di sini pencak silat. Kalo istri saya tiap sore ngajar ngaji di madrasah."
"Iya Pak, namanya anak-anak kan. Apalagi malam minggu ini, daripada nongkrong-nongkrong tidak jelas mah mending diarahkan ke kegiatan yang positif." tambah Evi.

"Wah, rajin sekali ya kalian..."
"Oya, ngomong-ngomong soal positif ni ya, ini juga saya ke sini itu mau ngasih kabar kalo istri saya sekarang sudah positif."

Ane dan Evi bahagia sekali mendengarnya. Ane memberi selamat pada Pak Felix.

"Ibu lagi isi?" tanya Evi.

Bu Kristin sambil tersenyum mengangguk-anggukan kepalanya. Evi pun memeluknya memberi selamat.

"Selamat ya, Ibu.."
Bu Kristin pun balas memeluk Evi dengan erat. Entah kenapa melihat Evi dan Bu Kristin berpelukan itu menjadi pemandangan yang membuat hati ane begitu terasa sangat damai.

"Sama-sama Mbak Evi."
"Ini semua berkat suami Mbak."
"Berkat Mas Aceng akhirnya saya bisa hamil."

Eh, kok malah ngomong gitu? Baru aja hati ane berasa damai sekarang udah berasa kayak mau perang. Duh, Bu Kristin kok malah ngomong gitu sih. Pa Felix pun terlihat seperti senyum tertahan, mungkin dia juga kaget mendengar istrinya ngomong gitu.

Suasana ane rasakan jadi tegang, namun tiba-tiba Teh Ida datang dari arah dapur membawa teh manis hangat dan cemilan-cemilan sederhana sebagai suguhan. Teh Ida memang sedang berada di rumah ane, mengantar dan melihat anaknya Alif yang sedang latihan. Teh Ida seakan menjadi penyelamat ane saat itu.

"Evi.. Tamu-tamu nya kok belum dikasih minum?" kata Teh Ida sambil menyuguhkan minumanya. Terlihat Evi membantunya menata minuman untuk Pa Felix dan Bu Kristin. Mereka pun meminum suguhan teh manis hangat itu. Sedikit menurunkan tensi ketegangan yang ane rasakan tadi.

"Duuuh selamat ya ibu, tadi saya tak sengaja dengar sedang mengandung ya.." Teh Ida menyalami Bu Kristin memberi selamat.

"Pak.. Bu.. Maaf saya tinggal ke belakang ya. Saya sedang melihat anak saya yang sedang latihan. Mari Pak.. Bu.."

Teh Ida pun beranjak kembali.

Slurrrppttt...
"Enak banget ini teh nya." kata Pak Felix sebelum melanjutkan pembicaraan.

"Ini semua memang berkat Mas Aceng. Ingat kan waktu kemaren kita ke puncak.? Naaah ini kan oleh-oleh bulan madu kami itu lho,, Mas. Untung ada Mas Aceng yang nganter kita." jelas Pak Felix.

"Ah, Bapak mah. Itu mah memang udah rejekinya atuh Pak." jawab ane yang sedikit tenang dengan penjelasan Pak Felix yang masuk akal itu. Sehingga Evi pun tak akan curiga.

"Ya kalo gak ada jalan dari Mas Aceng kan susah. Hehehhe" kata Pak Felix sambil menggerakan halis kanannya ke atas, seakan penuh arti.

"Oh iya, Mas.. Mihh..." sahut Pak Felix.
Bu Kristin mengeluarkan sebuah bungkusan kertas berwarna coklat dengan logo sebuah Bank BUMN dimana ane ditempatkan sebagai tenaga keamanan. Tentu sudah bisa ane tebak isi bungkusan itu.

"Tolong diterima ya, Mas Aceng."
"Jangan ditolak pemberian saya ini."

Evi melirik bungkusan itu. Tentu Evi pun faham bungkusan itu berisi apa. Tapi masalahnya Evi bukanlah orang bodoh. Bu Kristin hamil, lalu Pak Felix memberikan "hadiah" ke ane, kedua hal itu bisa saja dihubung-hubungkannya. Ah, ane enggak bisa bayangin kalo Evi sampai curiga, apa yang harus ane katakan?

Detik demi detik terasa sangat panjang saat itu. Ane tetap berusaha tenang walau hati ane benar-benar terasa sangat kacau. Seperti saat meletusnya balon hijau. Dor!!!

"Terimakasih, berkat Mas Aceng juga bisnis saya bisa lancar.." aeh, kok Pak Felix ngomong.

"Klien saya sangat senang. Tanah dan harganya cocok. Tanah kenalan Mas Aceng itu langsung dibeli klien saya untuk yang sedang cari lokasi untuk membuat perumahan. Dan kemarin baru saja kita transaksi. Saya dapat komisinya, Mas Aceng juga berhak dong atas komisinya."

Pak Felix sangat pintar cari alasan, jadi istri ane gak curiga. Ah, lega rasanya.

"Tolong diterima ya, Mas Aceng."
Kata Pak Felix sambil menyodorkan bungkusan kertas berwarna coklat itu.

Entah apa yang harus ane lakukan, jika ane tak terima ane takutnya Evi curiga kok komisi tidak diterima. Jika diterima aaahhh.... Ane terima aja lah.

Bet.
"Terimakasih banyak Pak. Senang suami saya bisa membantu Bapak." lho kok Evi yang ngambil.

"Umi simpen ya, Yah." kata Evi.
Ah, dasar perempuan. Tapi untunglah Evi tampaknya tak curiga.

"Ngomong-ngomong, emang tanah siapa sih Yah, yang ayah bantu jualin.?"

Deg... Apa yg harus ane jawab.
Bu Kristin dan Pak Felix pun memandang ke arah ane. Seakan mengatakan, udah ini giliran lo. Tadi kita udah bantuin bohong.

"Emm.. Itu tanah.."
"Tanahnya Pak Haji, Mi.."

"Pak Haji yang mana?"
Lho kok malah lanjut gitu nanyanya.

"Haji.."
"Pak Haji.."
Haji mana ya? Haji siapa yang harus ane bilang?

"Haji Mabrur!!!"
Bu Kristin tiba-tiba menyambar memberikan jawaban.

"Eh, iya kan?"
"Haji Mabrur kan kenalannya Mas Aceng itu.?" lanjut Bu Kristin.

"Iya, Pak Haji Mabrur.." kata ane menegaskan.

"Haji Mabrur?.."
"Haji Mabrur.."
"Haji Mabrur.."
"Kayaknya Umi pernah denger deh Yah ya." sambung Evi, istri ane.

"Iya lah, orang-orang pada kenal sama Haji Mabrur mah." tambah ane menegaskan.

Ah, utung saja.
Kami pun lanjut mengobrol basa-basi ngalor ngidul. Ane sampe melupakan anak-anak yang lagi latian. Tapi engak apa lah, ada Alif ini.

Tak terasa waktu sudah menunjukan pukul 21.00.

"Pak,, Bu,, jangan pada pulang dulu ya, ikut makan di sini." kata Evi.

"Tak perlu repot-repot Mbak Evi." jawab Bu Kristin.

"Ayo Pak, tidak usah sungkan. Sekalian kita memang pada mau pada Ngaliwet. Pada belum pernah kan?" kata ane.

Ngaliwet merupakan kebiasaan ane kalo habis latian silat sama anak-anak. Nasi Liwet yang dimasak dalam kastrol, dilengkapi lauknya berupa ikan asin peda bakar, tahu tempe goreng dan telor dadar. Dilengkapi sambel tolenjeng dan peuteuy! Tak lupa, Kerupuk Geboy harus tersedia.

Kami semua pun balakecrakan makan liwet di atas daun pisang. Ane, Evi, Pak Felix, Bu Kristin, Teh Ida, juga Alif bersama anak-anak yang latian silat. Pak Felix dan Bu Kristin tampak lahap sekali, tak kalah lahap dengan anak-anak remaja yang habis latian itu. Ane yakin, Ngaliwet ini menjadi pengalaman tersendiri buat mereka.

Selesai makan-makan liwet smua bubar. Bu Kristin dan Pak Felix pamit pulang. Alif pulang duluan bareng kawan-kawannya. Sementara Teh Ida masih di rumah ane, membantu Evi gegeroh di belakang.

Setelah gegeroh Evi langsung ke kamar menemani kedua anak ane yang udah tidur duluan. Lalu ikut terlelap bersama mereka. Sementara Teh Ida belum pulang, dia masih di rumah ane.

"A, ke sini!" suara Teh Ida memanggil ane dari arah dapur.

"Aa jujur sama Teteh!"
"Kristin itu apanya Aa?"

Deg!!!
Alih-alih Evi, kok malah Teh Ida yang curiga soal Bu Kristin? Aneh, ane juga enggak paham kenapa bisa begitu. Jika sudah seperti ini ane pun mau enggak mau harus jujur pada kakak ipar ane ini.

Ane terus terang bercerita tentang Bu Kristin. Akan Pak Felix yang sudah kehilangan kemampuan sexualnya karena kecelakaan. Dan permintaan mereka berdua karena ingin punya keturunan. Tentu tidak ane ceritakan saat perampokan Bank saat ane tak sengaja menyetubuhi Bu Kristin.

"Begitu Teh. Saya gak ada perasaan lebih. Ini murni menolong mereka."

"Oke, Teteh percaya sama Aa"
"Tapi awas kalo Aa sampai menyakiti Evi, adik teteh. Teteh gak akan segan-segan motong titit Aa!" ancamnya.

Weleh, kayak enggak doyan kontol ane aja.

"Yaudah, sekarang Aa ke kamar ngecek Evi. Terus Aa cepet balik lagi ke sini." perintahnya.

Ah, ane udah tau maunya. Ane pun segera ke kamar ngecek Evi yang ternyata sudah terlelap tidur. Lalu segera balik lagi menemui Teh Ida di dapur.

"Gimana?"
"Udah pada tidur teh.

"Yaudah sok, cepetan masukin!"
Teh Ida memutar badanya, bersender pada tempat cuci piring mengangkat rok nya. Dan ternyata Teh Ida udah enggak pake celana dalam.

"Buruan atuh ih, bisi nanti Evi bangun.!"
Ucap Teh Ida sambil mencondongoan pantatnya ke arah kontol ane.

Melihat pantat Teh Ida yang bahenol itu sinyal kuat segera terkirim dan sekejap membuat burung ane berontak. Seakan dia berbunyi ewe ewe ewe..

Ane segera menurunkan celana training ane, mengeluarkan kontol ane yang udah menegang dan mengeras.

Jari ane mulai mengusap memek Teh Ida yang sudah lembut dan hangat itu. Namun malah ditepis olehnya.

"Gak usah pemanasan segala, langsung bucatin aja di dalem!"

Segera ane raih pinggangnya, lalu segera tangan kiri ane mengarahkan kontol ke memeknya. Ane usap-usap dulu sebentar sebelum ane sodok lubang memek Teh Ida itu secara perlahan.

"Huffttt..."
Ane memejamlan mata saat kontol ane mulai masuk ke memek Teh Ida yang seret dan baru lembab basah itu.

Meringis, ane menahan rasa ngilu-ngilu nikmat di kontol ane. Sambil menguasai diri, ane mulai memajumundurkan sodokan ane secara perlahan ke memeknya.

Ane melihat melalui kaca jendela dapur yang memantulkan bayangannya, Teh Ida tengah menggigit bibir bawahnya menahan suara sambil beradaptasi mengikuti irama sodokan ane.

"ssst... Kita maen cepet aja!"
Pantat Teh Ida menyambut tiap sodokan ane. Gila! Gak main-main, Teh Ida tampaknya bener-bener ingin membuat ane bucat secepat mungkin.

Clep.. Clep.. Clep.. Clep.. Clep.. Clep
Ane mencengkram pinggul Teh Ida dengan kedua tangan ane. Berkonsentrasi pada ritme sodokan ane.

"Hmmmppp... Ssssshhhhh"
Desahannya dia tertahan, sambutan pantatnya kini berubah menjadi goyangan yang semakin lama semakin liar dan nikmat.

Ane jambak rambutnya yang panjang, sementara tangan kiri ane mencengkram pundaknya.

Plok.plok.plok.plok.plok.plok.plok

Sodokan ane mulai tak karuan iramanya. Teh Ida pasti tau kalo ane udah mulai memasukin ambamg batas. Dan bisa bucat kapan aja.

Teh Ida memanfaatkan situasi ini dengan makin menggoyang pinggulnya semakin brutal menyambut tiap sodokan ane.

"Sokhh cepetanh atuh A a.. Hhhh.."
"Tetehhh sebentar lagih nyampeh..."

Ane gak mau rugi, kedua tangan ane lalu ane masukan ke dalam kaosnya. Teh Ida pun membantu ane dengan menyingkap kaos dan kutangnya. Susunya kecil dan hangat. Ane meremas-remas susu Teh Ida dan memilin putingnya dari belakanga.

Ane dekatkan kepala ane di samping wajahnya. Desahan ane pun beradu dengan desahannya. Teh Ida menoleh dan menyambut bibir ane dengan bibirnya yang lembut. Kami sampat berciuman berpagutan, sebelum ane makin percepat dan perkuatgenjotan ane yang disambut goyangan pantat Teh Ida yang makin liar dan makin brutal itu.

PLOK.PLOK.PLOK.PLOK.PLOK.PLOK.PLOK.
PLOK.PLOK.PLOK.PLOK.PLOK.PLOK.PLOK.
PLOK.PLOK.PLOK.PLOK.PLOK.PLOK.PLOK.
PLOK.PLOK.PLOK.PLOK.PLOK.PLOK.PLOK.

"ashh,,, saya udah mau bucat nih Teeehhhhh.."
"sokhhh Aa.. Bucatin ajahhhhhh.. Aaahhhh.."

Inilah saatnya...
CROTTTTT.. CROTTTT.. CROTTTTTTTT!!!!


TAMAT
Selamat atas titel tamat nya .. Hatur nuhun sudah membagi cerita nya.. semoga sehat selalu
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Wah selamat gelar tamat nya....lanjut season 2 kira2 explore Bu kristin ato tokoh baru ya....
Makasih. Suhu
Masih ada tokoh yang belim kita garap.. Udah ane siapin untuk season berikutnya. Apakah itu akan terjadi di season 2?
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd