Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TIARA... (No Sara)

Tiara pengusik kisah kenangan di masa lalu.
Kita terpaksa berpisah untuk mencari arah

kita dipukul ombak hidup alam yang nyata
berlumpur tubuh dan keringat membasah bumi..
Yaah jadi nyanyi suhu.
Makasih ceritanya asik
 
CHAPTER 5 - A
Ber-Hasrat


“Kirain tadi Pak ayah mau marah ke Tia.... Ma... mau gigit hidung Tia”

Sebuah gumamam pelan terdengar saat aku masih fokuskan diri ini untuk menghilangkan bayangan pada kejadian beberapa jenak yang lalu.

Ahhh Tiara, tidakkah engkau bisa memberikanku waktu buat mendinginkan suasana hati ini? Mengapa engkau terus menerus menyerangku, meski aku amat sangat yakin, dalam dirimu tak ada niat untuk menyerang, apalagi menggoda. Murni, ini hanya kepolosanmu semata.

Aku harus berusaha membiasakan diri dengan kebiasaan gadis ini. Aku tak boleh terlalu larut pada perasaan menyesatkan di dalam sana. Hingga pada akhirnya, setelah yakin, dan sedikit tenang, aku menoleh, melempar senyum padanya.

“Kamu ini.... tidak perlu segitu takutnya pada saya, Ra. Kamu telah menganggap Andini sebagai kakak, bukankah, selayaknya juga engkau menganggapku kakak?”

“Heheheh...” duh renyahnya tawa gadis ini. Pelan tapi bikin merinding.

“Btw, Pak ayah kalo ngomong baku banget ya”

Aku mengangkat alis. “Oh ya?”

Dia mengangguk, sembari membalas, “He em.... tapi, Tiara suka”

Suka?

Suka apa maksud dia ini?

“Eh maksud Tia, suka cara pak ayah bersikap.... maafkan Tia kalo terlalu lincah terlalu ceplas ceplos”

“Its oke. Itulah kamu, hanya saja, apabila sikapmu ini kamu tunjukkan pada pria lain mungkin saja mereka akan menganggap, kamu aneh, atau mungkin mereka akan baper juga.”

“Huumm, iya kah? Makanya Tia jarang punya teman kali ya.... tapi, kalo sama pak ayah, gak mungkin pak ayah baper kayak pria lain itu, kan?”

“Ngawur kamu....”

Andai kamu tahu, nyaris saja Ra. Nyaris, kamu menciptakan perasaan bernama baper di dalam diri ini. Aku membatin.

“Kan Tia Cuma nanya.... jangan marah ya ya yah pak ayah”

Ku respon dengan senyum, di sertai anggukan saja.

“Jadi kamu mau nemenin saya buat berbelanja, atau saya antarkan pulang dulu ke rumah?”

“Tia terserah bapak aja. Hehehe.... mau pulang hayo, mau lanjut belanja juga hayo”

“Ya sudah....”

“Ya sudah apa nih?” dia balik nanya. Aku sedikit gagu, pelan, aku menoleh padanya, tapi segera saja ku alihkan pandanganku, buat melihat jalan ke depan.

“Ya sudah, Tia akan nemenin kemana aja pak ayah mau bawa.... hehehe, anggap Tia balas budi karena tadi udah di temenin ngambil laptop di sekret” Andai saya mengajakmu ke tempat yang private, apakah kamu juga akan ikut, Ra? Ah sial, untung saja kalimat tersebut, sekedar terucap dalam hati.

“Hmm, saya sholat dulu kalo gitu, mampir di masjid sebentar saja baru kita lanjut, boleh?”

Dia mengangguk. “Boleh.... yuk!”



Karena tak ada kejadian yang berarti maka ku skip saja kejadian di mulai dari ku arahkannya mobil ini menuju ke masjid terdekat, kemudian menyuruh Tiara buat nungguin di dalam mobil saja, karena aku kalo sholat harus butuh waktu setidaknya 10 sampai 15 menitan. Tiara menyetujui, dan pada akhirnya ku tinggalkan ia di dalam mobil.

Begitu keluar dari masjid, ku dapati gadis itu malah tidak berada di dalam mobil, melainkan berdiri di sisi samping masjid sambil menatap ke arahku.

Ku balas tatapannya sembari berjalan mendekat padanya.

“Ada apa?” aku bertanya ketika sudah dekat.

Dia menggeleng.

“Kamu takut lagi?”

“Tidak.... tapi.....”

“Tapi apa Ra? Udah yuk....” aku bertanya, sembari memberikan gesture untuk mengajaknya buat balik ke mobil lagi.

Baru saja ku lewati gadis itu yang masih berdiri tanpa gerak, samar ku dengar suaranya, seperti bergumam. “Wajah pak ayah bersinar banget”

Aku menoleh. “Kenapa Ra?”

“Eh tidak... tidak. Hehehehe.... yuk pak”

Setelah menarik nafas panjang, maka aku pun memulai melangkah di ikuti gadis itu di belakangku. Setibanya di mobil, ku jalankan kembali menuju ke tujuanku yang sebenarnya. Pun, selama di dalam mobil, tak ada lagi hal-hal yang patut ku ceritakan pada kalian, karena selama di perjalanan, usahaku untuk tidak mengalihkan pandangan ini, atau mengarahkannya kepada sepasang paha yang masih saja terekspose di samping ini.

Rupanya....

Kami bertemu dengan kemacetan. Karena bersamaan, waktu pulang para pegawai kantoran, alhasil jalan protokol yang kami lalui, lumayan padat merayap. Tak begitu lama, tanpa kata, tanpa sedikitpun berbicara padaku, rupanya gadis itu mulai terpejam. Mulai membiarkanku sendirian mengemudi di tengah kemacetan. Ingin membangunkan, tapi urung ku lakukan di saat tanpa sadar, di saat mobil berhenti karena bertepatan lampu stopan berwarna merah – aku menoleh untuk sekedar melihat kepadanya.

Mata terpejam damai milik gadis ini, menghadirkan kembali gejolak dalam dada.

Kedua tangannya melipat di dada. Pandanganku malah tanpa sengaja mengarah ke situ. Ahhhh again and again. Kenapa aku seperti ini. Kenapa hanya melihat dua gundukan itu dari balik Tshirt berlengan panjang gadis itu, yang membentuk dua gundukan, apalagi di sempurnakan bentuknya karena lipatan kedua tangannya tepat di daerah itu – seharusnya tak berefek signifikan padaku, namun nyatanya, berefek kawan. Hadir kembali gejojak tak mengenakkan di dalam sana.

Mata ini bukannya berhenti, dan mencoba untuk ku alihkan, malah semakin tak beradab. Mulai merambat turun, mulai menatap ke arah perut, kemudian turun ke roknya yang semakin dan semakin tertarik ke atas. Menghadirkan samar, bayang-bayang sepasang paha proporsional itu, karena pencahayaan dari dalam kabin mobil mulai temeram. Dan karena mata yang tak beradab itulah, secara amat sangat perlahan, mulai mengirim signal ke otak, untuk memberikan efek kejut di bawah sana. Gusti, kenapa aku menegang? Kenapa harus saat-saat seperti ini, kebiadaban itu malah hadir dan menyiksa?

Bukankah penampilan gadis di sebelahku ini, bukanlah penampilan yang menggoda? Tapi kenapa aku malah tergoda? Oh tidak.... harus segera ku buang jauh pemikiran konyolku ini. Aku harus, dan wajib ku lakukan.

Bahkan tanpa sadar, tangan kanan yang memegang kemudi, malah mencengkram. Berusaha untuk menekan, melenyapkan pemikiran tak seronoh.



Tapi....

Sekali lagi, tapi....



Posisi Tiara, emang sangat menggodaku.

Ahhhh sialan. Kenapa lampu stopan ini lama banget berganti warna ke hijau, sih?

Hingga akhirnya, aku pun berhasil menghindari pandanganku ke arah roknya. Lebih tepatnya ke arah sepasang paha mungil nan proporsional itu, namun, sialnya, malah berhenti tepat pada bibir bermerah jambunya itu, yang amat sangat menggugah kelelakianku.


Ahhh....

Sebegitu sulitkah aku untuk menahan hasrat ingin mengecup bibir bermerah jambu menggoda, Tiara.......?


Bersambung....................
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd