TOGE_ther
Suka Semprot
- Daftar
- 13 Nov 2017
- Post
- 19
- Like diterima
- 29
Salam Hormat kepada para Suhu 
Newbie hanya ingin mengisahkan pengalaman pribadi yang pernah newbie alami.
Nama Tokoh, Tempat, dan lain2 yang berkaitan, newbie samarkan agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.
Cerita ini berjudul "Tangga Kenikmatan Bersama Rahma"
Kenapa Tangga Kenikmatan? Karena Tangga menunjukkan tahapan-tahapan yang menuntun menuju puncak. dan puncak disini adalah KENIKMATAN
sebelumnya newbie mohon maaf karena
Terima Kasih.
Newbie hanya ingin mengisahkan pengalaman pribadi yang pernah newbie alami.
Nama Tokoh, Tempat, dan lain2 yang berkaitan, newbie samarkan agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.
Cerita ini berjudul "Tangga Kenikmatan Bersama Rahma"
Kenapa Tangga Kenikmatan? Karena Tangga menunjukkan tahapan-tahapan yang menuntun menuju puncak. dan puncak disini adalah KENIKMATAN
sebelumnya newbie mohon maaf karena
- Tidak ada dokumentasi dalam cerita ini
- Hanya ada ilustrasi
- Maaf jika cerita ini kurang greget.
Terima Kasih.
Perkenalkan namaku Didik, seorang anak desa yang memiliki tampang standard, dan isi dompet yang standard pula. Kisah ini aku alami ketika masih kuliah di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Jateng. Kebetulan sejak masa sekolah aku selalu aktif berorganisasi, sehingga ketika menjadi mahasiswa aku pun masuk ke dalam organisasi Intra Mahasiswa di jurusanku. Kebetulan posisiku berada pada divisi keagamaan, dimana anggotanya berjumlah 10 orang, 6 laki-laki dan 4 perempuan. Dari keempat teman perempuanku itu, terdapat satu yang berparas cantik, sintal, namun terkenal cukup cerewet dan egois. Dia adalah Rahma, gadis yang akan menjadi aktris dalam cerita ini.
Singkat cerita, ketika memasuki bulan puasa kami berencana mengadakan kegiatan Safari Ramadhan, dan teman-teman mahasiswa sedivisiku sepakat bahwa kegiatan bertempat di lingkungan tempat tinggalku dengan alasan karena rumahku berada di desa. Alasan itu cukup berarti, karena kebanyakan dari mereka adalah anak-anak kota yang jarang sekali menikmati keindahan tinggal di desa.
Oh iya, rumahku tidaklah besar, namun berbentuk memanjang yang terdiri dari ruang depan sebagai ruang tamu, ruang tengah sebagai ruang keluarga yang mana terdapat kamarku dan kamar orang tuaku, lalu yang terakhir adalah ruang belakang, meliputi dapur, kamar mandi, dan sepetak ruang untuk mengeringkan pakaian. Gambaran fisik rumahku seperti rumah-rumah di desa pada umumnya. Walaupun sudah berlantai keramik, akan tetapi masih menggunakan papan kayu sebagai temboknya. Ya begitulah, selalu ada celah diantara papan yang satu dengan papan yang lain.
Aku pun tak malu atau minder, walaupun rumahku masih bertembokkan papan kayu, sedangkan teman-temanku yang merupakan anak-anak kota memiliki rumah yang bertembok batu bata. Malah karena adanya celah-celah itulah, naluri lelakiku muncul dengan sendirinya. Ya, mulai dari membayangkan teman-teman perempuanku mandi atau berganti pakaian ketika di kamar, sampai membayangkan kegiatan-kegiatan gerilya yang tiba-tiba membuat jantungku berdegub kencang dengan sendirinya. "Ah..., dasar otak setan!" hardikku dalam hati.
Akhirnya mereka pun tiba, dan kami sepakat untuk tempat tidur laki-laki adalah ruang depan, tempat tidur perempuan adalah ruang tengah, dan kamarku hanya untuk ganti pakaian. Setelah brifing dan bercanda santai, aku pun mempersilahkan para bidadari untuk mandi terlebih dahulu karena waktu menjelang sore.
"Cewek adus sek kono, seng lanang ben udut sek" (yang perempuan mandi dulu sana, yang laki-laki mau merokok dulu)
Dengan suara egoisnya, Rahma berkata: "Aku sek pokok e..." (pokoknya harus aku dulu yang mandi)
Kami pun menjawab serempak: "MONO...!" (SANA...!)
Tiba-tiba terbesit dalam benakku untuk mengintip Rahma yang sedang mandi. Namun tiba-tiba aku dikejutkan oleh Tuti, "DHOORRR...! ngalamun...!"
Aku pun terhentak karena kaget. "Weh...! ngagetin aja!" kataku.
"haha, selow mas vrohh... sorry-sorry... kamu sih ngelamun. eh Dik, ngomong-ngomong Bapak Ibu kamu dimana, kok sepi dari tadi..." tanya Tuti.
"Oh, Bapak Ibu masih di toko, biasanya pulang petang." jawabku.
"emmmmmmmmmmmmhhh..." sambut Tuti dengan ekspresi yang cuek-cuek menjengkelkan sembari berlalu dari hadapanku.
Aku pun hanya bisa menghela nafas melihat kelakuan temanku itu.
Lalu aku melanjutkan lamunanku yang tadi, dan akhirnya aku pun beranjak ke belakang ketika teman-temanku masih asik ngobrol dan bercanda. Aku berjalan pelan ke belakang dan mengendap-endap seperti maling menuju ruang untuk mengeringkan pakaian. Aku melangkah dengan hati-hati penuh kewaspadaan, walaupun aku yakin Rahma tidak tahu karena dia asik mandi sambil bernyanyi-nyanyi dengan suara lirih. Sesampainya di ruang belakang kamar mandi itu, aku berjongkok dan menempelkan mataku pada celah-celah papan kayu. Tiba-tiba badanku gemetar, nafas terengah-engah, dan detak jantung tak beraturan.
Ya, aku melihat Rahma yang sedang mandi, TELANJANG dan hanya memakai CD. Ku amati dengan rasa tak karuan, serasa tak percaya, aku melihat dia sedang membersihkan payudaranya dengan spon mandi. Berulang-ulang dia membuat gerakan memutar mengitari payudaranya yang montok. Tampak pemandangan yang begitu indah, payudara yang sintal sedang bergoyang-goyang mengikuti irama tangan si empunya. Busa-busa sabun yang menutupi membuatku semakin penasaran dengan penampakan aslinya.
Aku hanya bisa menelan ludah, dan tak terasa tangan kiriku merangsak ke dalam celana dalamku. Tatapanku semakin tajam ketika Rahma mengayunkan tangannya untuk mengambil air, lalu mengguyurkan keseluruh badannya. "Ya Tuhan...!" ucapku dalam hati. Dua bukit kembar menjulang tinggi dengan angkuhnya, kulit putih menambah keindahan panorama yang aku lihat. Rahma mengusap seluruh badannya, membersihkan air yang mengalir di tubuhnya. Tiba-tiba dia menghadap ke arahku dan membungkuk. Ku lihat payudaranya menggantung dan bergoyang menggairahkan. Puting mungil yang tidak terlalu mencuat dan areola warna coklat muda semakin membuat tangan kiriku menjadi gila. Aku berusaha menahan diri sembari menikmati. Kulihat kedua tangannya bergerak meraih celana dalam yang masih dikenakannya.
DAN... YAAAAA...! dia melepas CD nya perlahan, hingga nampak bulu tipis yang menghiasi vaginanya. Aku semakin tak kuasa, melihat Rahma membelai bulu jembut tipisnya. Rasanya tangan kiriku sudah di luar kendali, hingga tak terasa burungku ku keluarkan dari sangkarnya, dan... aaahhhhh... penisku berkedut-kedut sembari memuntahkan cairan kenikmatannya. Aku segera bergegas merapikan celanaku dan kembali ke ruang depan bersama teman-teman. Tubuhku terasa panas dan berkeringat. Terlihat Haris memperhatikanku dan bertanya: "Kenapa lu Dik? wajahnya merah dan keringetan gitu..."
"Habis olahraga. hehe..." jawabku.
"Olahraga? paling juga olahraga gini" (sahut Aldi dengan gerakan coli)
"Ehhh... enak aja lu..." jawabku sambil berlalu.
Tiba-tiba Rahma datang dari belakang dan bertanya: "Kenapa Dik? meriang? kok merah gitu wajahnya"
"Eh... anu... enggak kok, nggak papa" jawabku kikuk karna masih begitu jelas terbayang pemandangan yang tadi.
Singkat cerita, ketika memasuki bulan puasa kami berencana mengadakan kegiatan Safari Ramadhan, dan teman-teman mahasiswa sedivisiku sepakat bahwa kegiatan bertempat di lingkungan tempat tinggalku dengan alasan karena rumahku berada di desa. Alasan itu cukup berarti, karena kebanyakan dari mereka adalah anak-anak kota yang jarang sekali menikmati keindahan tinggal di desa.
Oh iya, rumahku tidaklah besar, namun berbentuk memanjang yang terdiri dari ruang depan sebagai ruang tamu, ruang tengah sebagai ruang keluarga yang mana terdapat kamarku dan kamar orang tuaku, lalu yang terakhir adalah ruang belakang, meliputi dapur, kamar mandi, dan sepetak ruang untuk mengeringkan pakaian. Gambaran fisik rumahku seperti rumah-rumah di desa pada umumnya. Walaupun sudah berlantai keramik, akan tetapi masih menggunakan papan kayu sebagai temboknya. Ya begitulah, selalu ada celah diantara papan yang satu dengan papan yang lain.
Aku pun tak malu atau minder, walaupun rumahku masih bertembokkan papan kayu, sedangkan teman-temanku yang merupakan anak-anak kota memiliki rumah yang bertembok batu bata. Malah karena adanya celah-celah itulah, naluri lelakiku muncul dengan sendirinya. Ya, mulai dari membayangkan teman-teman perempuanku mandi atau berganti pakaian ketika di kamar, sampai membayangkan kegiatan-kegiatan gerilya yang tiba-tiba membuat jantungku berdegub kencang dengan sendirinya. "Ah..., dasar otak setan!" hardikku dalam hati.
Akhirnya mereka pun tiba, dan kami sepakat untuk tempat tidur laki-laki adalah ruang depan, tempat tidur perempuan adalah ruang tengah, dan kamarku hanya untuk ganti pakaian. Setelah brifing dan bercanda santai, aku pun mempersilahkan para bidadari untuk mandi terlebih dahulu karena waktu menjelang sore.
"Cewek adus sek kono, seng lanang ben udut sek" (yang perempuan mandi dulu sana, yang laki-laki mau merokok dulu)
Dengan suara egoisnya, Rahma berkata: "Aku sek pokok e..." (pokoknya harus aku dulu yang mandi)
Kami pun menjawab serempak: "MONO...!" (SANA...!)
Tiba-tiba terbesit dalam benakku untuk mengintip Rahma yang sedang mandi. Namun tiba-tiba aku dikejutkan oleh Tuti, "DHOORRR...! ngalamun...!"
Aku pun terhentak karena kaget. "Weh...! ngagetin aja!" kataku.
"haha, selow mas vrohh... sorry-sorry... kamu sih ngelamun. eh Dik, ngomong-ngomong Bapak Ibu kamu dimana, kok sepi dari tadi..." tanya Tuti.
"Oh, Bapak Ibu masih di toko, biasanya pulang petang." jawabku.
"emmmmmmmmmmmmhhh..." sambut Tuti dengan ekspresi yang cuek-cuek menjengkelkan sembari berlalu dari hadapanku.
Aku pun hanya bisa menghela nafas melihat kelakuan temanku itu.
Lalu aku melanjutkan lamunanku yang tadi, dan akhirnya aku pun beranjak ke belakang ketika teman-temanku masih asik ngobrol dan bercanda. Aku berjalan pelan ke belakang dan mengendap-endap seperti maling menuju ruang untuk mengeringkan pakaian. Aku melangkah dengan hati-hati penuh kewaspadaan, walaupun aku yakin Rahma tidak tahu karena dia asik mandi sambil bernyanyi-nyanyi dengan suara lirih. Sesampainya di ruang belakang kamar mandi itu, aku berjongkok dan menempelkan mataku pada celah-celah papan kayu. Tiba-tiba badanku gemetar, nafas terengah-engah, dan detak jantung tak beraturan.
Ya, aku melihat Rahma yang sedang mandi, TELANJANG dan hanya memakai CD. Ku amati dengan rasa tak karuan, serasa tak percaya, aku melihat dia sedang membersihkan payudaranya dengan spon mandi. Berulang-ulang dia membuat gerakan memutar mengitari payudaranya yang montok. Tampak pemandangan yang begitu indah, payudara yang sintal sedang bergoyang-goyang mengikuti irama tangan si empunya. Busa-busa sabun yang menutupi membuatku semakin penasaran dengan penampakan aslinya.
Aku hanya bisa menelan ludah, dan tak terasa tangan kiriku merangsak ke dalam celana dalamku. Tatapanku semakin tajam ketika Rahma mengayunkan tangannya untuk mengambil air, lalu mengguyurkan keseluruh badannya. "Ya Tuhan...!" ucapku dalam hati. Dua bukit kembar menjulang tinggi dengan angkuhnya, kulit putih menambah keindahan panorama yang aku lihat. Rahma mengusap seluruh badannya, membersihkan air yang mengalir di tubuhnya. Tiba-tiba dia menghadap ke arahku dan membungkuk. Ku lihat payudaranya menggantung dan bergoyang menggairahkan. Puting mungil yang tidak terlalu mencuat dan areola warna coklat muda semakin membuat tangan kiriku menjadi gila. Aku berusaha menahan diri sembari menikmati. Kulihat kedua tangannya bergerak meraih celana dalam yang masih dikenakannya.
DAN... YAAAAA...! dia melepas CD nya perlahan, hingga nampak bulu tipis yang menghiasi vaginanya. Aku semakin tak kuasa, melihat Rahma membelai bulu jembut tipisnya. Rasanya tangan kiriku sudah di luar kendali, hingga tak terasa burungku ku keluarkan dari sangkarnya, dan... aaahhhhh... penisku berkedut-kedut sembari memuntahkan cairan kenikmatannya. Aku segera bergegas merapikan celanaku dan kembali ke ruang depan bersama teman-teman. Tubuhku terasa panas dan berkeringat. Terlihat Haris memperhatikanku dan bertanya: "Kenapa lu Dik? wajahnya merah dan keringetan gitu..."
"Habis olahraga. hehe..." jawabku.
"Olahraga? paling juga olahraga gini" (sahut Aldi dengan gerakan coli)
"Ehhh... enak aja lu..." jawabku sambil berlalu.
Tiba-tiba Rahma datang dari belakang dan bertanya: "Kenapa Dik? meriang? kok merah gitu wajahnya"
"Eh... anu... enggak kok, nggak papa" jawabku kikuk karna masih begitu jelas terbayang pemandangan yang tadi.
Terakhir diubah:
Manteman-teman kumpul.... Kumpul dimari. Ada cerita baru nih, hagus kanyaknya.
