Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Syahwat Birahi: Wanita-Wanita Idaman

Bimabet
Selamat Pagi para suhu.

Sebelumnya, saya ucapkan terima kasih atas respon yang bermacam-macam. Untuk mulustrasi, itu bukan foto Bu Dokter sebenarnya kok. Namun saya cari yang paling mendekati dari sisi fisiknya.

Setelah ini, cerita akan berlanjut ke bagian selanjutnya. Semoga dapat menghibur suhu sekalian. Mohon maaf jika masih banyak kekurangan.

Salam.
 
PART V
KEJUTAN

Permulaan kisah yang luar biasa dengan Dokter Ara harus disudahi. Pagi itu, sekitar pukul 6, kami keluar hotel. Berbeda dengan sebelum peristiwa kemarin, kali ini kami lebih mesra. Seks membuat segalanya menjadi menakjubkan. Sepanjang perjalanan, mata kami sering bertemu. Berkali-kali tangan kami berpegangan. Kami seperti anak muda yang baru saja berpacaran. Aku hanya berdoa semoga hubungan ini tetap aman dan baik-baik saja. Tak berharap banyak, jikalau harus berakhir suatu saat, berarti memang itulah saatnya. Suatu hari, ia harus kembali ke keluarganya. Begitu pun aku, hidupku harus terus berjalan.

Seperti kemarin, ia menurunkanku di titik yang sama. Kukecup bibir, kami berciuman cukup lama. Dalam. Saling menenangkan.

"Kita harus cari waktu lagi ya," ia berkata dengan wajah penuh harap

"Mudah-mudahan ya Bu Dokter," aku mengecup keningnya, keluar dari mobil. Ia berlalu, melambaikan tangan.

Pengalaman dengan Dokter Ara memberiku sedikit keberanian. Kusampaikan sebelumnya bahwa aku memiliki kelemahan dalam menghadapi wanita. Kini aku membuktikannya jika ternyata aku bisa. Meski harus diakui, aku menghadapi wanita yang lebih agresif. Maka dari itu, aku merasa kemampuan ini harus diuji lagi. Harus ada wanita-wanita dengan tipe berbeda yang kutaklukkan. Aku siap. Siapa tahu di depan ternyata lebih menyenangkan. Dan menantang.

Keesokan hari, di kantor tak ada sesuatu yang berarti. Kecuali siang itu, lagi-lagi, Dokter Ara menggodaku. Kami sudah sepakat kemarin kalau hubungan kami di kantor akan seperti biasa. Seolah-olah peristiwa menggairahkan kemarin tak pernah terjadi. Bisa-bisa aku dicurigai orang se-kantor kalau sering main-main ke klinik. Tapi, karena memang dasarnya dokter ini nakal, ia mengirimiku pesan erotis siang itu.

"Masss, aku sendirian loh di klinik. Sekarang masih jam 12 lagi," ia memancingku. Sialan.

"Bu Dokter nakal ya," kubalas singkat.

"Yakin nggak mau kesini? Keburu jam istirahat habis loh" ia terus menggodaku.

Begitu terus. Ia menggoda, aku berusaha bertahan sekuat mungkin menahan nafsu. Sial. Sial. Dokter nakal. Awas saja, kuhajar kau lain kali. Untung aku masih bisa menjaga kesadaranku untuk tak menemuinya di klinik. Godaan siang ini benar-benar berat. Dan ternyata, kelakuan nakalnya tak hanya berhenti di hari itu. Seminggu berikutnya ia terus menggodaku. Kali lain, kubalas godaanya dengan kalimat-kalimat yang lebih erotis. Jika tak tahan, ia akan mengirimiku foto wajahnya yang terlihat bernafsu. Dasar dokter binal. Tapi entah mengapa, kami tetap sadar memegang janji untuk tak berbuat apapun di kantor.

Hingga dua minggu setelahnya, tak ada kesempatan bagi kami untuk bertemu. Ditambah sejak 3 hari lalu Dokter Ara menyampaikan kalau ia sedang menstruasi. Bisa dipastikan, akhir pekan ini kami gagal berjumpa lagi. Rasanya memang pertemuan kami harus dikelola dengan baik agar gairah itu tetap menggebu. Tidak terlampau sering, juga tidak terlampau lama. Kami sama-sama menginginkannya.

Lalu bagaimana hubungannya dengan Mas Iwan atau Pak Tio? Dengan Mas Iwan jelas bubar. Ia tak pernah lagi ke klinik dua minggu ini. Nampaknya ia benar-benar ingin lepas dari Dokter Ara. Pak Tio? Tentu ia tetap pada perannya. Sesekali main ke klinik untuk menyenangkan diri, atau sekadar menggoda Bu Dokter seksi. Ia selalu mengabariku sebelum dan sesudah Pak Tio mengunjunginya. Apakah mereka pernah bercinta di klinik? Jawabannya adalah tidak. Pak Tio tahu risikonya. Kalau hanya adegan cium-mencium dan grepe-grepe jelas jadi menu wajib. Untungnya, Pak Tio orang yang mudah dirayu. Cukup dipuji dan disenangkan hatinya, ia akan memberikan segalanya. Aneh memang laki-laki satu itu. Selama itu, keuntungan materi jelas diperoleh Dokter Ara. Ia tak menampik itu, dan menikmatinya. Ia bilang padaku, ini kesempatan yang tak boleh dilewatkan. Karena tak akan selamanya, maka harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Dokter ini selain binal, pintar juga, atau licik mungkin.

Pertanyaannya kemudian, kapan jatah kenikmatan diberikan Dokter Ara kepada Pak Tio? Pada pertemuan dua minggu lalu, ia menceritakan padaku kalau sebenarnya mereka tak terlalu sering berhubungan badan. Selain pada akhir pekan, seperti yang kami lakukan kemarin, ia terkadang turut serta ketika Pak Tio dinas luar. Berarti apa yang dibicarakan teman satu ruanganku dulu memang benar. Tak habis pikir, dokter ini sangat menyukai tantangan. Apa dia tak berpikir kalau aksinya dipergoki orang lain, atau bahkan suaminya sendiri. Oh aku lupa, suaminya sedang di Thailand, dan tahun depan baru kembali. Meski tentu ia pulang saat libur panjang datang.

Rabu siang, minggu berikutnya, cuaca sedang panas-panasnya, aku sedang di luar kantor bertemu salah seorang warga sekitar. Nampaknya aku mulai merindukan tubuh Dokter Ara. Tak dapat dipungkiri, tubuhnya bikin ketagihan. Aksinya apalagi. Dan ia berhasil membuatku tahan cukup lama. Aku masih ingin membuktikan kekuatanku, sekedar kemarin atau memang sudah meningkat.

"Besok aku ke Kota S harus ke dinas, jumatnya cuti. Kamu weekend kemana?" masuk pesan di hapeku. Dari si dokter kesayangan. Tahu saja ia kalau aku sedang rindu.

"Ini namanya jodoh. Jumat aku juga dinas ke Kota S. Kamu sendirian?" aku bersorak, si johny nampaknya juga kegirangan.

"Sayangnya nggak. Pak Tio juga kesana hari Kamis-Jumat. Weekend kamu punyaku!" ah sialan manajer itu. Pasti jadwal ini sudah diatur. Mau tak mau kami harus berbagi. Shit. Aku terus mengumpat.

"Duh aku cemburu. Pasti jadwalnya sudah diatur biar seperti ini," aku protes.

"Jelas lah. Kayak kamu nggak tahu si Tio saja," ia menambahkan emoticon sebal. Aku juga sebal. Tapi aku tahu, ia butuh Pak Tio. Kuhargai itu, apalagi aku juga orang baru di kehidupannya.

"Kalian nginap dimana?" aku terus menggali informasi.

"Di Apartemen P. Kamu jangan jauh-jauh. Atau mau disitu juga? Biar aku pesankan," cukup berani juga mereka nginap disana. Lokasinya di tengah kota, dekat dengan kantor kami di Kota S, dan tentu pusat keramaian. Strategi perselingkuhan macam apa ini. Sebagai pemain baru, nampaknya aku harus banyak belajar.

"Gampang deh. Nanti kukabari aku nginap dimana. Masih jumat kan kita ketemu?" aku memasang mode acuh.

"Sudah tak pesankan disana saja. Nanti kukabari, kamu tinggal cek in. Awas kamu nggak mau!" ia mengancam. Sepertinya ia juga sedang rindu dengan si johny. Kita lihat saja nanti.

"Iya deh Bu Dokter cantik," kuputuskan sedikit merayunya.

Entahlah. Kebetulan-kebetulan selalu terjadi dalam hidupku. Jalan selalu terbuka, dan kesempatan datang begitu saja. Aku memang akan dinas luar pada Jumat esok. Seperti kesepakatan kami, aku hanya akan menunggu Dokter Ara mengosongkan waktunya untukku. Kubiarkan ia mengaturnya. Bukan apa-apa, ia memiliki kehidupan yang lebih kompleks. Pekerjaan, keluarga, anak-anaknya, sampai Pak Tio. Selain itu aku tak tahu lagi. Maka aku yang lajang ini cukup menunggu saja, dan kami sudah setuju dengan perjanjian itu. Meski tetap, beberapa kali kugoda ia dengan pesan-pesan erotis. Dan ia pun begitu.

Kami tidak saling menghubungi sejak kamis pagi. Rabu malam, ia hanya menyampaikan jika berangkat ke Kota S menggunakan bersama Pak Tio, mereka bertemu di Kota P. Mobil yang ia kendarai dari rumah ia parkir di salah satu Rumah Sakit disana. Aku tak bertanya lebih lanjut. Kuiyakan saja perkataannya. Mereka lebih ahli dalam dunia ini.

"Tunggu aku yang hubungi ya. Sampai ketemu ya Mas Awang Sayang," ia menutup perbincangan malam itu dengan manis. Aku terkesan.

Kamis malam, aku menyusul ke Kota S. Aku tak bilang lebih dulu pada Dokter Ara. Kurasa dia tak perlu tahu. Aku lebih dulu menginap di salah satu hotel kecil disana. Langganan jika aku dinas ke kota tersebut. Uangku jelas tak cukup jika harus menginap di apartemen P. Aku bukan Pak Tio yang uangnya mengalir bak musim hujan.

Aku tak ingin membayangkan apa yang terjadi di kamar tempat Dokter Ara dan Pak Tio menginap. Mereka jelas sedang bersenang-senang. Bagaimana pun bentuknya. Sial. Mau tak mau, aku kepikiran juga. Hampir 3 minggu setelah peristiwa menakjubkan itu, kami belum mengulangi lagi. Dan kini, aku harus menyadari bahwa di tempat lain, tubuh yang kunikmati beberapa waktu lalu sedang bergumul dengan laki-laki lain. Mereka mungkin sedang asyik masuk dalam birahi. Mereka mungkin sedang melenguh bergantian. Mereka mungkin sedang bergelut mengejar kenikmatan. Sialan. Benar-benar sialan. Aku cemburu ternyata. Bayangkan jika kalian menjadi aku? Jangan bilang kalian tak panas dingin. Kuhajar mulut kalian.

Jumat pagi, sekitar pukul 9, ada yang meneleponku. Dokter Ara. Berdasarkan ceritanya kemarin, harusnya ia sedang sendirian. Pak Tio pasti ke kantor. Aku sedang di dalam ruang rapat. Kubiarkan panggilannya, sampai tiga kali ia mencoba, tak kuhiraukan. Kuputuskan mengirim pesan saja.

"Aku lagi rapat, Bu Dokter. Ada apa?"

"Kamu ih. Pak Tio lagi di kantor, aku bilang pulang besok, dia kayaknya pengen nemeni. Gimana ini?"

Laki-laki bangsat. Aku tak kuat jika harus menahan hasrat ini lebih lama lagi. Apalagi aku akan satu apartemen dengan mereka, ya meski beda kamar.

"Mau gimana lagi. Kamu rencana pulang kapan?" aku mencoba berbesar hati.

"Minggu dong. Aku kangen sama kamu. Tapi kalau begini, pasti dia ngajak aku pulang bareng. Duh. Aku bingung," ia tampak gusar. Aku tak bisa memberikan solusi.

Aku hanya berpikir, alasan apa yang Pak Tio berikan pada istrinya kalau sampai ia menemani Dokter Ara hingga Sabtu. Laki-laki ini ada-ada saja.

"Buat dia pulang nanti dong Bu Dokter. Kan nggak mungkin kita sembunyi-sembunyi. Kalau ketahuan, mati kita," aku tak punya ide jawaban selain ini.

"Ya sudah kupikirkan dulu. Sialan orang itu. Kamu nanti langsung cek in saja ya. Minta kamar selantai sama aku, di lantai 16," perintahnya.

"Siap Bu Dokter sayang," kututup percakan dengan sedikit manis. Aku pasrah dengan strategi yang ia pikir. Aku percaya saja. Ia jelas lebih berpengalaman.

Pukul tiga sore, acaraku sudah selesai. Tanpa menghubungi Dokter Ara, aku langsung menuju Apartemen P. Proses cek in berlangsung singkat. Aku menuju lantai 16 seperti yang ia minta. Aku tak tahu ia di kamar nomor berapa, aku mendapatkan nomor 1640. Apartemen yang bagus. Pantas saja harganya lumayan. Tampak ada kolam renang dan bar di lantai 8. Memasuki lift, aku terhenyak. Kejutan apalagi ini. Aku bingung. Apa yang harus kulakukan. Aku salah tingkah. Oh. Ini harus segera diakhiri, jika tidak, semua akan kacau. Ah. Sial. Kenapa momennya harus tepat begini.

"Loh, Mas Awang nginep disini?" Pak Tio. Iya, aku berjumpa Pak Tio. Ia nampak dari basement. Aku tak tahu kalau kami tadi pulang bersamaan. Aduh, aku masih bingung menempatkan diri. Petualangan bersama Dokter Ara benar-benar penuh kejutan. Dan memacu adrenalin.

"Eh. Iya Pak. Tadi habis ada rapat di kantor. Pak Tio juga?" aku menguasai keadaan pelan-pelan.

Masih lantai 6.

"Iya. Saya dari hari kamis kemarin. Ini rencananya mau cek out, mau ambil barang-barang," Pak Tio tampak tenang sekali. Aku salut dengan ketenangannya. Padahal, aku tahu ia sedang berselingkung disini.

Lantai 9. Ada dua orang masuk ke dalam lift.

"Langsung pulang, Pak?" aku mulai tenang. Kupancing saja terus, siapa tahu bisa membuatnya pulang hari ini. Minimal ia ingat istrinya di rumah sudah menunggu.

Lantai 10. Tiga orang masuk membuat lift sedikit penuh.

"Rencananya gitu. Tadi masih harus ke kantor induk ketemu orang disana," ia mulai berbelit. Aku berhasil memancingnya.

Lantai 12. Dua orang keluar. Seorang petugas apartemen menggantikan.

"Mas Awang dari kapan dinasnya?" ia berusaha mencari topik lain. Mengalihkan pembicaraan. Aku tak tahu apa yang ada di pikirannya. Kami seperti saling menebak. Was-was atas rahasia masing-masing. Aku sedikit lebih tenang, aku memegang kartu truf.

Lantai 14. Seorang masuk lagi mengisi rombongan, wanita yang cukup cantik, dengan pakaian cukup berani. Mata kami semua tertuju padanya.

"Cuma hari ini, Pak. Masih mau main disini, janjian sama teman-teman," aku menjawab dengan tenang. Ia mungkin heran kenapa aku menginap disini. Dengan harga yang lumayan, seorang staf biasa sepertiku rasanya tak mungkin menghabiskan akhir pekan disini. Ia mulai curiga.

Lantai 15. Ini penentuan. Kami jelas turun di lantai yang sama. Aku tak tahu ia di kamar berapa. Bisa saja ada kejutan lain. Aku siap. Adrenalinku makin naik. 3 orang yang tadi masuk di lantai 10 keluar bersamaan.

"Oh. Masih bujang ya, jadi enak mau kumpul teman-teman," ia mulai kehabisan bahan pembicaraan. Penghuni lain di lift ini tampak tak peduli dengan pembicaraan kami. Lift rasanya berjalan lambat sekali.

Lantai 16. Kami sama-sama keluar lift. Ia nampak kaget. Wajahnya menunjukkan itu. Langkahnya ragu-ragu. Ia tersenyum. Aku memasang wajah cuek. Dengan yakin, aku melangkahkan kaki ke arah kiri. Ia pun sama. Gila. Ingin rasanya kondisi ini cepat berlaku. Tapi seru juga.

"Loh di lantai ini juga, Mas? Kamar nomor berapa?" terlanjur basah, kita menyelam sekalian.

"1640, pak. Bapak?" wajahku tampak meyakinkan.

"Saya di 1636," kamar ami ternyata berdekatan. Hanya ada 1 kamar ayng memisahkan. Ia menunjukkan perubahan sikap yang cukup ekstrem. Ia nampak bingung. Ada sedikit ketakutan kedoknya diketahui olehku. Aroma kemenangan tercium mendekat.

Pak Tio pura-pura kesulitan mencari kunci. Dengan meyakinkan, kulewati ia. Kubiarkan ia dalam kebingungannya. Buat apa kunci, wong di dalam ada Dokter Ara. Aku sedikit tersenyum. Lucu juga melihatnya kebingungan. Ingin rasanya kubisiki, "Sudah, tak usah bingung. Saya tau kok Pak," lalu tertawa sekeras mungkin. Tapi, aku tak sejahat itu.

Tak ingin mempermalukannya, aku bergegas membuka pintu kamarku. Kuucapkan salam pada Pak Tio. Kasihan juga ia dalam kondisi ini. Aku masih menghormatinya sebagai senior dan pejabat di kantorku.

"Saya duluan, Pak," aku masuk, menutup pintu perlahan.

Diam sejenak. Kudengar ada suara ketukan pintu, tiga kali, lirih. Pintu terbuka, ditutup, lalu hening. Aku tertawa terbahak-bahak.
 
Terakhir diubah:
seru nih ceritanya, kerasa tantangannya.. Ditunggu Lanjutannya ya suhu.
 
hahahahha....Pak Tio abis ini tidak macem macem lagi tuh....
 
Seru juga petualangan ny jadi selingkuhan wanita seperti dokter ara, posisi hanya menunggu sampai dia dan selingkuhan yg lainnya selesai baru bisa masuk. Di tunggu next ny gan..
 
mantap lah suhu ini... bikin kejutan ...kentang rebus ...
lanjutkan perjuangan si jhony :tegang::semangat:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd