Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Shinta Obong

awan samudra

Semprot Addict
Daftar
1 Jan 2016
Post
454
Like diterima
8
Bimabet
SHINTA OBONG



Gegap gempita wadya bala rewanda Goakiskenda menyambut tandu yang membawa Dewi Shinta. Hanoman dan Anggada tampak sibuk menghalau para kera yang berebut berusaha menyentuh tandu mengintip kecantikan Shinta. Iringan tandu yang menyemut tumpah ruah sepanjang perjalanan menuju istana Pancawati tempat Sri Rama menunggu pujaan hatinya.

Sang Dewi tampak gelisah di dalam tandunya, gelisah menahan rindu yang kian membuncah. Sekian lama berpisah dengan sang kekasih tercinta. Disekap dalam cengkraman Rahwana di taman sari Alengka. Tempat yang bergelimangan harta dan keindahan dunia, tapi tak pernah mampu membuatnya bahagia. Sakit menyiksa batinnya, terpisah dengan Rama sang suami tercinta.

Saat yang dinanti segera tiba, perlahan tandu memasuki Pancawati melintasi alun-alun menuju balai siti hinggil istana. Tapi ada satu pemandangan tak biasa yang mengusik tanya Shinta. Tumpukan kayu yang berkobar dilahap api. Ya, kobaran api yang biasa ada saat upacara kematian. Shinta betanya dalam hati,siapa gerangan pembesar istana yang meninggal sehingga dipersiapkan upacara sedemikian megahnya?

Tandu berhenti tepat di depan siti hinggil istana. Tampak Rama diapit oleh Laksmana dan Gunawan Wibisana menunggu Shinta turun dari tandunya. Perlahan Shinta melangkah, ditatapnya sekilas wajah yang telah lama dia rindukan. Tertunduk Shinta kala beradu pandang dengan Rama, wajah yang teduh, penuh wibawa, dan datar dengan tatapan yang menyejukkan hatinya. Wajah yang selama ini ia rindukan.

"Berehenti!"
"Berhenti Shinta! Jangan kau teruskan langkahmu!!".

Terkejut Shinta dengan kata yang pertama kali keluar dari bibir suaminya. Seketika hening suasana istana, sorak sorai terhenti, hanya terdengar suara gemletak kayu yang terbakar kobaran api. Sebagai istri yang berbakti tentu saja dia mematuhinya. Duduk bersimpuh sang dewi menghaturkan salam sembah takzim seorang istri pada suaminya. Sebuah hal yang sudah lama tak ia lakukan semenjak diculik Rahwana.

"Tak perlu kau melakukan itu Shinta," ucap Rama kemudian, "aku belum bisa menerima sembah bakti mu."
Terhenyak Shinta dengan perkataan suaminya. "Kenapa Kanda berkata seperti itu?"
"Apa kesalahan ku?" Tanya Shinta pada Rama.

Terdiam sejenak Sri Rama. Lalu kemudian dia berkata, "Salah atau tidak, aku tak tahu Shinta. Hanya kau, Rahwana dan para dewata yang mengetahunya."
"Maksud kanda apa?" Shinta makin tak mengerti dengan perkataan suaminya.
"Jangan pura-pura tak mengerti Shinta!" hardik Rama. "Sekian tahun kau disekap oleh raja durjana itu di dalam keputren istana Shinta!"
"Aku tak yakin Rahwana mampu menahan nafsunya, aku juga tak yakin kau mampu menahan godaan rayuannya!"
Berubah raut muka Shinta mendenga tuduhan suaminya. Tak terasa tetes demi tetes air mata turun mengalir dari kedua matanya yang bening.

Terisak Shinta lalu berkata, "oh jadi kanda meragukan kesetiaanku, kesucianku? Mencurigai aku berbuat serong dengan Rahwana??"

"Iya Shinta!", tegas Rama.
Lunglai seluruh badan Shinta mendengar jawaban suaminya. Tak habis pikir merasakan perubahan sikap suaminya. Bukankah suaminya adalah Rama Wijaya sang titisan Wisnu? Yang mampu melihat tembus ke dalam kegaiban seperti apapun. Ngerti sakurunge winarah. Mengapa suaminya seakan buta tak mampu melihat jauh dalam batin sanubari istrinya? Meragukan kesucian an kesetiaannya?

Rama menunjuk api yang berkobar di tengah alun-alun lalu berkata, "Kau lihat itu Shinta? Api yang berkobar itu?".
"Jika kau memang masih suci dan kesetiaanmu teguh pada aku suami mu. Masuk lah kau ke dalam kobaran api itu."
"Siram jamas sarana geni!!!!!!!"

Terperangah Sinta mendengar kata-kata terakhir Rama. Siram jamas sarana geni! Ya, suaminya menginginkan demikian. Suaminya menghendaki dirinya mandi api!

Apakah untuk sebuah pembuktian?

Dia rasa tidak!!!

Apakah untuk sekedar menerima kesucian?

Tidak!

Tapi entahlah…

Suaminya seolah tidak menghendaki dirinya lagi, suaminya berharap dia enyah dari muka bumi. Percuma dia mempertahankan kesucian diri dan jiwanya. Walau jiwa raga telah diserahkan utuh kepada sang kekasih. Sia-sia sebilah patrem menemaninya sepanjang hari belasan tahun lamanya demi untuk menghindarkan diri dari jamahan tangan kotor Rahwana.

Untuk apa dia hidup kalau nyala semangatnya tlah dipadamkan?
Buat apa dia bercinta pabila yang dicinta kini justru membencinya?

Segalanya telah jelas kini. Diusapnya air mata dengan punggung tangannya keras keras. Kini Sang Dewi tidak menangis lagi. Dadanya tak tersengal lagi menahan gejolak kepedihan.

Didongakan kepalanya tuk memandang wajah Sang Rama. Masih seperti yang dulu begitu dikenalnya
teduh, datar, tidak ada sinar kebencian. Namun tiba-tiba, keheningan terpecah oleh teriakan suara lantang, bening dan sedikit kenes, yang berasal dari seorang dara yang berdiri di belakang Dewi Sinta.

“Raden Rama...Raden Rama !!!”

Sedikit heran, Rama Regawa bertanya, “kowe iki sapa, kamu ini siapa ?”

“Aku ini yang selalu mendampingi Raden Ayu Shinta. Aku putri dari orang yang berdiri di samping mu itu, akulah yang bernama Trijatha." Jawab Trijatha sambil menunjuk Gunawan Wibisana sang ayah.

Pipinya mulai berlinang air mata, menangis merasakan penderitaan batin Shinta. Wanita yang selam ini dikaguminya. Wanita dengan segala kesetiaannya menanti kedatangan suami tercinta. Yang kesucian hatinya tak tergadai oleh seluruh harta benda milik Rahwana, bahkan oleh langit dan bumi beserta isinya.

Dengan bibir bergetar Trijatha melanjutkan pembelaannya kepada Shinta.
"Sungguh aku tidak terima akan sikapmu kepada Shinta! Engkau sungguh berlaku sewenang-wenang kepada dirinya!"

"Aku mendampinginya sepanjang waktu. Aku mengetahuinya bagaimana dia slalu mengharapkan kedatanganmu."
"Aku menyaksikan bagaimana dia digoda terus menerus oleh Uwaku, dan akupun selalu menyaksikan bagaimana Raden Ayu mampu melindungi diri dari sentuhan Uwa Rahwana. Hiks...hiks..."

Terisak Trijatha tak mampu meneruskan kata-katanya. Teringat olehnya betapa gigih perjuangan Sang Dewi. Setelah sejenak menyeka air mata dan sedikit kembali menguasai dirinya Trijatha melanjutkan perkataannya.

"Setelah itu akulah yang jadi sasaran intimidasi Uwa untuk segera membujuk Shinta meladeni hasratnya."
"Namun mengapa justru sekarang engkau sangsi
atas kesucian Sang Dewi??"
"Ketahuilah wahai Sri Rama...!!!"
"Aku berani menjadi saksi. Tak pernah sedetikpun Shinta memberi peluang kesempatan untuk meladeni cinta Sang Dasamuka. Walau hanya dengan kata-kata harapan, apalagi berupa sentuhan."
"Tidak pernah sekalipun !!!"

Suasana semakin sunyi. Semua orang menundukkan kepalanya. Wajah-wajah yang tadinya penuh keceriaan menyambut Sang Dewi kini muram penuh kesedihan. Begitupun dengan Rama. Setelah mendengar kesaksian Trijatha, hatinya mulai goyah. Haruskah dia mencabut semua perkataannya pada istrinya?

Ditengah kesedihan dan keheningan, Shinta membulatkan tekadnya. Bangkit dari duduknya, berbalik melangkah menuju kobaran api yang menyala. Ditepisnya tangan Trijatha yang berusaha menahannya. Terpuruk Trijatha tenggelam dalam tangisnya, tak mampu mencegah langkah Sang Dewi.

Langkahnya semakin medekat. Satu-persatu anak tangga dia titi menuju panggung yang di depannya berkobar nyala api. Sejenak Shinta termangu, dicabutnya patrem miliknya, didekapkan dalam dadanya.

Patrem, senjata berupa keris mungil yang selalu berada di dekatnya dimanapun berada. Saat duduk, saat tidur, dan terutama saat ketika Rahwana mengunjungi taman tempat tinggalnya bermaksud membujuknya. Telah ditetapkan dalam hati, bahkan secara terbuka di katakan kepada Rahwana bahwa pabila Rahwana menyentuh sedikit saja tubuhnya maka patrem ini akan langsung dihunjamkan ke dadanya. Dan ternyata tak seujung rambutpun Rahwana menyentuh tubuhnya selama puluhan tahun!!!

Sungguh hebat bukan diri mu Shinta? Tentu hebat juga Sang Rahwana! Mampu menahan gejolak hasrat demi cinta yang bergelora. Walau kata perumpamaan, mangsa yang sudah tak berdaya berada di depan mata tak hendak dia memangsanya kalau tidak dengan sukarela. Apakah cinta Rahwanaraja adalah sebenarnya CINTA ?????

Tersenyum Shinta melayang turun menyongsong nyala api yang membara. Dia pasrahkan jiwa raganya pada Sang Pencipta. Semua berasal dari Nya, dan akan berakhir kembali pada Nya.
"Hyang Agni..... wahai sang api....antar aku kembali. Kembali menuju cahaya Penciptaku. Kembali kepada kesucian yang sejati!!!"​

2hdazpv.jpg
 
Terakhir diubah:
agar dunia tak lagi sangsi untuk kejujuran dan kemurnian maka mukjizat adalah sebagai jawaban.​
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd