Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Sesuai Aplikasi: Dea

Status
Please reply by conversation.
hasil ladang kentang terbaik yang bisa bikin pembaca menunggu selanjutnya :lol:
 
"Banyak banget, Kang." Ujarku refleks, tak bisa menahan diri melihat kental dan licinnya sperma yang bergenangan di perut si perempuan.
"Enak pasti ya, Kang?" Tanyaku, hanyut dalam lelehan cairan penghabisan di ujung penis laki-laki itu.


Licin dan basah, kencang mengkilap, hitam memerah, berurat dan tegang. Aku mulai terperdaya batang kemaluan yang ada di video itu.
"Itu beneran penisnya Kang Rifki?" Tanyaku, gelap pikiran.


"Asli punya saya, Neng."
"Kenapa? Gede, yah?"


Aku tak menjawabnya, hanya bisa menikmati rembesan cairan hangat yang basahnya sudah terasa hingga bibir kemaluanku.


"Atau, Neng mau liat sendiri?" Tanyanya.


Aku tak mengiyakannya, tapi aku pun tak mencegahnya ketika Kang Rifki membuka kancing dan ritsleting celananya sendiri.


Jantungku berdegup demi melihat tongolan daging yang lepas dari balutan celana dalamnya. Cangcut abu-abunya itu seolah tak sanggup mewadahi gejolak yang memadati batang penisnya. Mekar mengkilap, kepala penis itu seolah menyapaku.


"Duh."
Aku merasa makin lemas melihat Kang Rifki merogoh penisnya hingga keluar utuh-utuh.
Tampak memar memerah, bengkak oleh pompaan darah syahwatnya yang nampak jelas mengalir di sekujur batang penisnya.


"Kok basah itunya, Kang?" Tanyaku, gemas melihat cairan bening di mulut pintu kencingnya. Ingin rasanya kucucup dan kuhisap getah kenikmatannya itu.


"Iya, Neng. Ini namanya Peju Madu." Jawabnya sambil mencekik leher penisnya hingga cairan pra-ejakulasinya itu berlinang dari saluran kencingnya.
"Manis ini, Neng. Pernah coba rasanya?"


Aku menggeleng, pura-pura belum pernah.
"Boleh aku cobain emangnya, Kang?" Tanyaku memancingnya.


Seketika itu juga raut Kang Rifki berbinar.
"Boleh." Jawabnya cepat. Dimajukan pantatnya hingga penisnya terhunus ke langit-langit kamarku.


"Bener boleh?" Tanyaku, berlagak polos.


Kang Rifki menangguk dengan tak sabar.


Aku pun memberanikan diri menjulurkan kepalaku ke arah perutnya.
Hawa panas dari selangkangannya terasa menerpa wajahku, semilir lembab keringat dan kecutnya aroma kulit penis yang hangat membuatku lemas. Bebauan lelaki pejuang ini terasa menyergap hingga syaraf-syaraf di relung kemaluanku.


"Eh, gak apa aku pegang?" Tanyaku, ketika tanganku refleks menyangga batang kejantanannya.


Kang Rifki mengangguk tanpa suara, nampaknya laki-laki ini sudah benar-benar tak sabar.
Maka kujulurkan lidahku di belahan mulut lubang kencingnya itu, kucuil lendir licinnya, lalu kucucup habis dengan ujung bibirku.


"Aduh, Neng." Keluh Kang Rifki.


"Kenapa, Kang?"


"Nikmatnyaaa. Ampun deh, Neng."


Aku tertawa mendengar reaksinya.

Manis-asinnya getah kejantanannya itu mengingatkanku akan rasa sperma, licinnya mengingatkanku pada lelehan pelumas yang sudah di ujung bibir kemaluanku
"Mau aku isep, Kang?" Tanyaku memberanikan diri, tak kuasa menahan godaan penisnya.

"Disepong, Neng?"


Aku mengangguk.


"Mau atuh." Jawabnya, berbalik memohon.


Aku yang sejatinya sudah lupa diri tak membuang-buang waktu lagi. Kujulurkan lidahku di sosis hidup ini, kusapu, kuusap, kulahap, dan kuhisap. Panas dan tebal, terasa penuh, menyumpal dalam mulutku. Asin karena keringat dan aroma kecut kekayu-kayuan yang aku sukai ini makin jelas saat batang penisnya tenggelam dalam mulutku. Bulu kemaluannya yang lebat terasa menguapkan kehangatan selangkangannya.


Kang Rifki mendongakkan kepalanya, terpejam, ketika aku mulai menghisap dan memuntahkan batang kemaluannya. Nafasnya melambat, helaannya mendalam, seiring dengan gerakan maju-mundur mulutku.


"Aduh. Neng Dea jago pisan." Keluhnya, ketika hisapanku berpadu dengan tekanan lidahku.
Tanduk kekarnya terasa semakin keras, dagingnya kian mengembang, kulitnya makin mengencang.


"Neng, mau ngewe, gak?" Tanyanya penuh harap.


Jujur, ajakannya membuatku gerah. Namun aku menggelengkan kepala menolaknya. Untuk blowjob ini saja, rasanya sudah terlalu jauh buatku, mengingat aku sebetulnya tak mengenal Kang Rifki. Lagi pula, para Ojol ini setahuku punya komunitasnya, apalah jadinya kalau nanti tersebar di antara mereka.


Namun Kang Rifki pasrah saja dengan jawabanku.
Tak lama setelah itu, tangannya seperti mencari jalan untuk menggapai buah dadaku. Di saat seperti ini, rasanya aku tak mampu menolaknya. Aku memang mengharapkan jamahan, aku ingin sesuatu yang nikmat.


"Mmmhh." Aku menghela nafas ketika jemari kasar Kang Rifki menyentuh permukaan payudaraku. Apalagi ketika tangan kekarnya menggenggam dan meremasnya.


"Kenyal gini, Neng." Ujarnya, tak menyadari seandainya aku begitu menikmati kecabulannya.


Tapi dasar manusia memang serakah, tak puas dengan payudaraku, sekarang tangannya itu meraba-raba perutku dan turun lebih bawah dari itu.
"Mau ngapain, Kang?" Tanyaku.


"Hehe. Boleh gak, Neng?"


Renjulan kasar otot dan urat penisnya yang berada di mulutku membuatku tak bisa berhenti membayangkan jika penis ini bertemu dengan dinding-dinding lembut vaginaku. Tebalnya, panasnya, kasarnya, membuat otot-otot dalam vaginaku merenggut-renggut tak karuan. Semua godaan terasa melebihi bebanku, ditambah semua perjalanan erotis dari sejak Kang Rifki datang mengantar ayam geprekku.


"Sini, Kang." Ajakku tak tahan. Kuraih tangannya, kutuntunnya ke bawah perutku, kuajaknya menyelinapi kain tipis celana dalamku, kubawa tangannya menyusuri lereng yang nyaris tak berambut ini, hingga tiba pada lembahan yang tembam dan hangat.


Aku terpejam, menikmati sentuhan jari kasarnya di bibir kemaluanku.


"Enak, Neng?"


Aku tak menjawabnya.

Kurogoh tangannya itu, kutarik telunjuknya, lalu kubimbing ujung jarinya itu pada belahan bibir kemaluanku yang basah dan licin.

"Emmmhh." Dengusku tertahan. Menahan sejumput kenikmatan dari pintu vaginaku ketika jarinya meretas, memintas, dan menyusup. Sesaat kemudian, aku merasakan tusukan, ganjalan, dan cocokan jarinya yang membatang dalam himpitan dinding liang vaginaku.


"Panas banget memeknya, Neng." Kata Kang Rifki.
Jarinya bak cacing kepanasan, menggeliat-geliat, mengorek-ngorek setiap lembaran daging vaginaku.


"Masa?"
"Punya Kang Rifki juga panas gini."
Timpalku gemas.


"Masukin ajalah Neng kontolnya."


"Masukin ke punya aku?"


"Iya, Neng."
"Dientot. Mau yah?"
Bisiknya.


"Mmhhh." Lenguhku di antara korekan-korekan dan tusukan-tusukan jemarinya dalam vaginaku.


"Enak ya, Neng?" Godanya berbisik, sambil menancapkan jarinya dalam-dalam.
"Gimana? Mau gak diewe?"


"Two. Don't let him in.
"You'll have to kick him out again.
"Three. Don't be his friend.
"You know you're gonna wake up in his bed in the morning.
"And if you're under him, you ain't gettin' over him."


Suara Dua Lipa terdengar terlantun dari handphoneku, bersamaan dengan getarnya yang membuat aku dan Kang Rifki terdiam sejenak.


"Siapa, Neng?" Tanya Kang Rifki, berhenti sejenak, mengamati layar handphoneku yang menyala.


"Papaku, Kang."


Bersambung ke keranjang kentang berikutnya.
Makasi banyak yang selalu ngomen dan yang selalu support aku. Aku selalu butuh dikomen dan pasti seneng bacanya, tapi sementara maafin kalo aku gak selalu bisa bales komennya.
You guys are the best! Love you!
 
Bimabet
harus benar2 menghayati ketika membaca cerita ini. thanks
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd