WINDA... sambungan.
Hujan masih mengucur deras ketika mereka memutuskan untuk pergi dari tempat itu. Winda sudah mengenakan kerudungnya kembali dan memeluk tas sekolah di pangkuannya. Tapi dia merasa ragu ketika Suradi bersikeras mengantarnya sampai rumah.
"Emang kenapa? Takut apa?" Tanya Suradi datar. Dia melirik cewek itu dengan ujung matanya. Bahkan jika dibandingkan dengan memek neneng, memek Winda sangat jauh sensasinya, dia telah memberikan suatu surprise berefek sangat "wow" pada kontolnya. "Mustahil dilupakan." Desis Suradi dalam hatinya.
"Soalnya di rumah engga ada apa-apa Om, lagian rumah Winda jelek."
"Terus, masalahnya apa?" Kata Suradi. "Om takkan membiarkan Winda kehujanan. Nanti sakit."
"Tapi.."
"Sudah, kita mampir ke warung itu sebentar. Belilah semua yang kamu perlukan dan inginkan."
"Maksudnya Om?"
"Ayolah Winda yang cantik... jangan bilang engga ada apa-apa di rumah. Warung itu kelihatannya cukup lengkap..."
Winda terdiam sebentar. Matanya mengerjap-ngerjap.
"Kalau begitu, jangan di warung itu Om. Nanti setelah warung itu ada warung lain yang lebih lengkap. Apakah Winda boleh belanja apa aja?"
"Boleh. Kalau perlu, borong saja semua isinya."
"Om becanda."
"Tidak. Om serius."
"Sungguh?"
Suradi mengangguk sambil tersenyum.
Tiba di warung yang cukup besar itu, Winda masih merasa ragu. Tapi Suradi meyakinkannya dengan tegas, jangan ragu! Beli apa yang bisa dibeli.
Hanya dalam hitungan waktu 30 menit, Winda telah menyelesaikan semua pembelian barang-barang yang dibutuhkannya. Dari beras 1 karung, mie instan, segala jenis tetek bengek bumbu dapur, sabun mandi dan cuci, shampo, odol, sikat gigi dan entah apa lagi. Suradi tak peduli. Dia merasa bahagia melihat abg itu senang.
"Jadi semuanya berapa, Pak?" Tanya Suradi pada penjaga warung yang melayani pembelian itu. Setelah memencet-mencet kalkulator, penjaga warung yang kemungkinan besar juga adalah pemilik warung tersebut berkata, "Satu juta dua ratus ribu 51 ribu rupiah. Dibulatkan aja jadi satu juta 250 ribu, Pak."
"Baik." Kata Suradi. Dia mengeluarkan dompetnya dan membayar harga yang diminta.
Karena hujan masih deras, semua belanjaan disimpan di depan di bawah dashboard.
Mereka melanjutkan perjalanan. Berkali-kali Winda menciumi pipi Suradi dan mengucapkan terimakasih. Diciumi seperti itu, kontol Suradi yang belum lama muntah pejuh, bangun lagi. Edan elu, tol!!! Suradi memaki dalam hatinya.
Setelah memasuki sebuah jalan aspal rusak yang sempit dan agak menanjak, Winda menunjukkan sebuah rumah tua khas bangunan pinggiran tahun 80-an. Rumah seperti memencilkan diri karena halamannya yang luas dan ditumbuhi berbagai jenis pepohonan.
Suradi tidak merasa kesulitan memarkir mobil baknya di pinggir rumah itu. Dia membantu Winda membawa semua barang-barang belanjaan ke dalam rumahnya. Setelah selesai, Suradi menikmati interior rumah tua itu yang sangat sederhana. Dia ingat masa kecilnya dihabiskan di rumah yang lebih jelek dari rumah ini. Suradi melihat Winda masuk ke dapur yang luas berlantai tanah, menyalakan kayu bakar dan menanak nasi liwet.
"Winda... "Sebuah suara tua tiba-tiba terdengar dari kamar paling ujung yang bergorden paling lusuh.
"I ya, nek."
"Kamu lagi masak nasi?"
"I ya."
"Wanti sudah pulang?"
"Belum, Nek. Mamah belum pulang."
Suradi duduk di kursi tua yang sudah sangat tua, tapi ternyata masih kuat. Winda dua kali menghampirinya dan mencium pipi dan bibirnya ketika duduk.
"Sabar, ya Om. Tunggu sebentar." katanya. Dia pergi ke kamar mandi untuk mencuci celana dalamnya sekaligus mandi. Berganti pakaian mengenakan kaos dan celana pendek.
Jam di HPnya menunjukkan waktu 03:55. Dan hujan mulai reda.
Winda datang dan duduk di sisinya. Dia memeluk tangan Suradi.
"Winda enggak tahu nama Om tapi Winda sudah berkenalan lebih dulu dengan kontol Om." Katanya. Suradi melepaskan tangannya dari pelukan Winda untuk merangkul pundaknya. Menciumnya pipi, kening, hidung dan matanya.
"Boleh lihat KTPnya, Om?"
Suradi merogoh dompetnya dan memberikan KTPnya. Winda menelitinya dengan cermat.
"Om tinggal di Cimahi ya?" Katanya. "Eh, no HP Om berapa? ga pa pa kan Om minta nopenya?"
"Ga pa pa."
"Ga takut kalau ketahuan istri?"
Suradi mengangkat bahu. "Kalau ketahuan berarti sial!" Katanya dalam hati.
"Winda sendiri ga takut ketahuan sama pacar?"
Sepasang mata besar bonekanya itu mengerling-ngerling.
"Ssstt. Ini rahasia ya, Om adalah selingkuhan Winda. Setuju?"
Suradi tertawa kecil. Dia memeluk gadis kecil itu dan menciumi bibirnya. Tiba-tiba, gairah itu bangkit kembali. Kontolnya yang belum satu jam lalu mengentot memek gadis itu, kini bangun kembali.
Sebuah ledakan halilintar mengejut mereka. Hujan yang semula mereda, berubah menjadi deras kembali. Bahkan lebih deras dari sebelumnya.
"Mamah pasti akan terlambat pulang." Kata Winda dalam hati. Memeknya yang masih remaja itu berdenyar-denyar lagi menahan rangsangan jemari Suradi yang mengoles-olesnya.
Winda dengan lembut menarik tangan Suradi dan membimbingnya untuk memasuki kamarnya. Kamar yang sederhana dengan berbagai perabotan yang sederhana. Di kasur busa yang sudah lepek itu, Suradi membaringkan Winda dan melucuti seluruh pakaiannya.
Suradi adalah lelaki yang sudah matang. Dia tahu, ketika menikmati sesuatu, maka dia akan menikmatinya secara sempurna. Jika dia menikmati gulai kambing kesukaannya, misalnya, dia akan menghabiskan semuanya bahkan dengan kuahnya tanpa sisa. Dia akan menyisir makanan itu dari yang paling kurang enak secara bertahap sedikit demi sedikit menuju yang paling disukainya, sehingga menyisakan yang terbaik di akhir untuk disantapnya. Dia akan merasa kenyang dengan cara yang baik.
Demikian juga ketika dia menikmati sex. Dia tidak akan terburu-buru untuk menyemprotkan pejuhnya secara membabi buta. Tidak. Dia akan menikmatinya dengan pelahan dan bertahap. Apalagi abg yang kini berbaring telanjang bulat di hadapannya adalah idaman terbaik lelaki mana saja yang memiliki selera normal.
Sejenak Suradi menikmati ketelanjangan cewek itu dengan minat seorang penjelajah untuk menemukan daerah-daerah baru yang bisa diekplorasi. Kedua buah susu cewek itu yang besar, bulat dan mancung, menjanjikan ekplorasi gairah yang berliku. Tapi memek mungil yang tembem itulah puncak segala eksplorasinya.
Suradi melepaskan semua kemeja dan celananya sampai telanjang. Kontolnya sudah mengacung. Dia tidak akan meminta kontol itu diisap, jika Winda tak menginginkannya. Walau Suradi berharap Winda mau mengulum kontolnya sebentar saja, tapi dia tak ingin merusak hidangan istimewa ini.
Suradi membungkuk dan mulai menciumi wajah Winda. Lalu menemukan bibirnya untuk mendapat pagutan yang lama dan saling berbalas dengan gairah. Tangannya merabai dan merambahi seluruh tubuh abg itu sampai sejauh apa yang bisa diraba dan dirambah dengan lembut. Tangan itu akan menemukan rambu-rambu rangsangan yang berdenyar lembut, yang hanya bisa dirasakan dan ditemukan oleh tangan yang memiliki jam terbang pengalaman menikmati wanita yang tinggi.
Suradi melepaskan diri dari kuluman bibir Winda. Mulutnya kini menyusuri leher yang berdenyut-denyut oleh aliran darah yang bergerak cepat. Mengisapnya pelahan, kemudian naik ke telinga lalu turun kembali ke leher untuk menuju pundak. Menyesap pinggiran payudara dan keteknya. Turun ke perut. Mencecapnya dan menyusur naik ke atas di sepanjang pinggiran perut hingga ke pinggiran bukit susu yang berbeda.
Kedua bukit nenen yang kenyal itu akan mengeras demikian juga dengan putingnya. Bergantian mulut Suradi memamah sekitaran bukit-bukit itu dengan bibir-bibir mulut bagian dalam. Barulah kemudian dia melahap puting-putingnya yang mengeras itu dan mempermainkan denyarannya dengan lidahnya.
"Aghkhkh...." suara desahan itu memberi tahu Suradi bahwa eksplorasi kenikmatan di daerah itu harus segera di akhiri.
Sekarang fokusnya beralih ke daerah paha. Dia mengendus belahan memek tembem itu dan menikmati aromanya yang memikat. Tapi Suradi tak menyantapnya. Dia melahap pinggiran pangkal paha dan seluruh paha sampai dengkul. Kemudian menggulingkan tubuh Winda agar menelungkup. Menciumi punggungnya yang halus dan menemukan kedua buah pantatnya yang bulat dan indah. Memamah-mamahnya dan kemudian menyusuri belahan pantat itu dengan lidahnya hingga mencapai lubang anus. Membalikkan kembali tubuh abg itu dan merenggangkan ke dua pahanya.
Bibir-bibir memek yang tembem itu merekah. Belahannya membuka dengan kelentit yang berdnyut-denyut. Pada pucuk bagian bawah, telah menetes lendir yang merambat menuju anus.
Inilah bagian akhir dari awal perjalanan menuju ke angkasa kenikmatan.
Dia mengecup pubis yang berrambut halus. Mencaplok bibir-bibir luar si memek tembem yang mulai gelisah. Lalu dengan cerdik menyesap bibir-bibir bagian dalamnya yang lembut dan basah. Menjulurkan lidahnya untuk menyapu semua lendir yang meleleh, mengentot liang memek itu dengan lidahnya, membiarkannya berdenyut-denyut lalu mengulum itilnya yang bergerak-gerak centil.
"Omhkhkhk...omhkhkhk..." Winda menggelinjang. Pinggulnya mengangkat beberapa centimeter dari permukaan kasur. Itulah isyarat bahwa tugas mulut sudah selesai. Kini kontolnya yang sejak tadi sudah tak sabar ingin bertugas, dibawanya ke mulut liang memek itu. Membenamkannya hingga masuk semuanya... maka pengentotan itu pun dimulai.
Memek berusia remaja memang beda. Suradi meresapi perbedaan itu. Saat menggenjotnya, dia tak ingin terburu-buru. Dia ingin kontolnya benar-benar menikmati memek itu secara sempurna. Dia tidak akan berganti posisi sampai dia yakin bahwa perubahan posisi akan menambah kesempurnaan kenikmatan.
Clep clep clep... terdengar suara ritmis hujaman kontol Suradi yang berkecepatan sedang. Liang memek itu terasa hangat ketika menyemburkan orgasme puncaknya yang pertama. Winda menggelinjang lemah. Suradi terus menggenjotnya secara ritmis. Pelahan tapi pasti, puncak ke dua dan ke tiga dilalui oleh abg itu dengan mata terpejam. Akhirnya, moment itu datang juga. Sebuah denyaran dan lenguhan Winda menyadarkan Suradi bahwa puncak terakhir akan mereka naiki.
Suradi memeluk Winda dengan erat dan melakukan genjotan dengan kecepatan yang semakin lama semakin tinggi.
Winda menjerit lirih saat mendaki puncaknya yang tertinggi. Kedua tangan dan kakinya memeluk Suradi dengan erat.
Perjalanan sudah sampai di ujung. Suradi melawan pelukan itu dengan lebih erat dengan membenamkan seluruh batang kontolnya ke dalam memek Winda. Dia mengejan sangat keras dan menyemprotkan lahar pejuh itu dengan ledakan yang sangat gila.
PROTTTT!!!!
"Eughkhkh..." Suradi melenguh menimati letupan susulan yang mengecrot-ngecrot pelahan dan melemah.
Suradi memeluk Winda dan merasakan kehangatan dan kelembutan seluruh tubuh abg itu. Mereka terdiam. Bertahan dengan pelukannya masing-masing dan menikmati keheningan yang sempurna efek kelezatan persetubuhan yang menyatu.
Mereka terdiam meresapi dunia lain yang melayang-layang jauh entah di mana.
Sampai gemuruh halilintar itu membangunkan mereka dari efek ekstasi percintaan yang sempurna. Hujan deras masih terdengar riuh di luar.
Winda yang pertama bangkit. Dia mengecup bibir Suradi dengan cepat.
"Indah sekali, Om. Sangat indah." Bisiknya.
Suradi tersenyum.
"Ya, memang sangat indah."
***
(bersambung)