Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Sejarah runtuhnya kerajaan majapahit yang di sembunyikan pemerintah

Status
Thread ini sudah dikunci moderator, dan tidak bisa dibalas lagi.
Bimabet
ikut belajar ya,
mohon koreksinya bagi yang lebih paham
bagi yang belom paham, ayo kita selidiki dan belajar bareng
bagi yang hobinya debat, berpikir pendek, radikal, fanatik seperti saya ini, ada baiknya diem dulu, mari kita simak bareng2


kalo ndak salah baca dan inget era akhir majapahit ada 2 istana
istana timur dan istana barat (kedaton wetan+kulon ~ pararaton)
munculnya istana baru sekitar era hayamwuruk dan konflik makin runcing ketika beliau mangkat


mohon di cek kebenerannya bagi yang punya waktu
mohon koreksi kebenarannya bagi yang udah paham


alasannya simpel karena ada pihak yang merasa lebih berhak jadi raja, daripada yang sedang bertakhta saat itu
dan mohon diperhatikan silsilah raja pada era saat itu

terjadilah perebutan takhta secara berkelanjutan di internal trowulan

1478 adalah hancurnya blok istana trowulan karena diserang blok istana "saingannya"

sekali lagi mohon di cek siapa sajakah raja saat itu, darimana silsilahnya,
dan raja siapa sajakah yang rebutan trowulan, raja siapakah yang menyerang pengkudeta dan darimana silsilahnya


setelah trowulan hancur, maka otoritas mutlak milik pemenang/penyerang terletak pada istana terkahir, dan berada di Daha (kediri)

~waktu berselang, terjadilah regenerasi~

takhta istana kediri telah berpindah pada keturunan "penyerang trowulan"

sementara di negeri seberang generasi ke sekian raja terakhir di trowulan, berniat menunaikan "hutang dendam"
dan diseranglah kediri...
dengan hancurnya istana kediri, maka tidak ada istana lagi yang menjalankan pemerintahan dibawah nama majapahit

jadi benarkah majapahit hancur karena masalah agama ?
benarkah anak menyerang bapak kandung ?


berkenaan dengan sumbernya sumber,
(karena TS meng-copas blog, dan blog itu mengcopas dari sumber utama)

silakan di telisik lebih dalam siapakah dhamar sasongko
bagaimana kiprahnya di web ataupun forum sejarah/arkeologi
lebih banyak mana orang yang setuju dengan pemikirannya dengan yang tidak
lebih logis mana alasan orang yang tidak stuju atau yang setuju atas pemikirannya


sekali lagi tentang sumbernya sumber sumber,
(karena di tulisan tsb dhamar sasongko bukanlah satu2nya sumber, dan dhamar sasongko juga punya sumber atas tulisannya)

kitab kuno yg berupa babad, serat, kidung, tembang
adalah karya pujangga yg memiliki pesan inti pujasastra terhadap Tuhan YME yang dibalut dengan dongeng sejarah
hanya orang2 yang mau berpikir secara universal dan mendalam yang bisa dapetin pesan inti nya, bukan telan mentah bulat2

jadi sekedar dongeng masa lalu secara tutur tinular (cerita yang disampaikan turun temurun dengan ucapan (tutur), bukan fakta
satu contoh buktinya adalah
silakan di cari "brawijaya" dalam prasasti, atau negarakertagama deswarnana (kitab majapahit yg diakui otentik oleh unesco) ada nggak ?


tulisan saya ini memang samar, se samar ingatan saya ketika baca2 era akhir majapahit
tujuan saya nulis ini semua, agar agan2 yg hobi konspirasi, debat, untuk lebih kritis
dan berpikir cerdas-terbuka secara universal, sehingga tergelitik utk menggali info sendiri
bukan telan mentah bulat2
ibarat durian bisa dimakan, kulit durian jangan dimakan, kalo dimakan ya sakit sendiri........
perhatiin deh karakter komentator yang telen kulit di forum manapun, pasti komentarnya berisi hujat-hina, dengki, marah
apa gak sakit sendiri tuh ??
hujat-hina dengki marah kan butuh energi besar, dan juga buang waktu
tarohlah lagi jualan, kalo waktu disalurkan ke kerjaan kan bisa dapet hasil lebih banyak
daripada disalurkan utk yang negatif, udah tekanan darahnya naik, kesehatan terpengaruh, kerjapun dapetnya dikit

silakan dibuktikan sendiri kebenarannya berdasar dari
clue pada bagian yg saya kasi tanda
dan jangan lupakan catatan sejarah dari luar negeri juga yak

kalo ada yg ngira, saya ga punya dasar/bukti valid/kuat atas tulisan, saya kan udah sampein diatas sendiri kalo numpang belajar
kalo ada yg gelar tiker dan minta saya lanjut, saya juga udah sampein kalo komen ini saya tulis agar agan sekalian gak cuma terima instan
kalo ada yg makan kulit durian, teruslah lanjut, suatu saat kalo agan sadar agan akan buang kulitnya dan makan daging buah didalamnya

TS : jika berkenan taro bagian akhir post#1 nya ya
 
Ini jelas pembelokan sejarah , peparangan majapahit bukan peperang antar Agama , peperangan itu terjadi karena adanya ketidak puasan di antara interen kerajaan majapahit sendiri....
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Berdirinya Giri Kedhaton





Blambangan ( Banyuwangi sekarang ), sekitar tahun 1450 Masehi terkena wabah penyakit. Hal ini dikarenakan ketidaksadaran masyarakatnya yang kurang mampu menjaga kebersihan lingkungan. Blambangan diperintah oleh Adipati Menak Sembuyu, didampingi Patih Bajul Sengara.



Wabah penyakit itu masuk juga ke istana Kadipaten. Putri Sang Adipati, Dewi Sekardhadhu, jatuh sakit. Ditengah wabah yang melanda, datanglah seorang ulama dari Samudera Pasai ( Aceh sekarang ), yang masih berkerabat dekat dengan Syeh Ibrahim As-Samarqand, bernama Syeh Maulana Ishaq. Dia ahli pengobatan. Mendengar Sang Adipati mengadakan sayembara, dia serta merta mengikutinya. Dan berkat keahlian pengobatan yang dia dapat dari Champa, sang putri berangsur-angsur sembuh.



Adipati Menak Sembuyu menepati janji. Sesuai isi sayembara, barangsiapa yang mampu menyembuhkan sang putri, jika lelaki akan dinikahkan jika perempuan akan diangkat sebagai saudara, maka, Syeh Maulana Ishaq dinikahkan dengan Dewi Sekardhadhu.



Namun pada perjalanan waktu selanjutnya, ketegangan mulai timbul. Ini disebabkan, Syeh Maulana Ishaq, mengajak Adipati beserta seluruh keluarga untuk memeluk agama Islam.



Ketegangan ini lama-lama berbuntut pengusiran Syeh Maulana Ishaq dari Blambangan. Perceraian terjadi. Dan waktu itu, Dewi Sekardhadhu tengah hamil tua. Keputusan untuk menceraikan Dewi Sekardhadhu dengan Syeh Maulana Ishaq ini diambil oleh Sang Adipati karena melihat stabilitas Kadipaten Blambangan yang semula tenang, lama-lama terpecah menjadi dua kubu. Kubu yang mengidolakan Syeh Maulana Ishaq dan kubu yang tetap menolak infiltrasi asing ke wilayah mereka. Kubu pertama tertarik pada ajaran Islam, sedangkan kubu kedua tetap tidak menyetujui masuknya Islam karena terlalu diskriminatif menurut mereka. Antar kerabat jadi terpecah belah, saling curiga dan tegang. Ini yang tidak mereka sukai.



Sepeninggal Syeh Maulana Ishaq, ternyata masalah belum usai. Kubu yang pro ulama Pasai ini, kini menantikan kelahiran putra sang Syeh yang tengah dikandung Dewi Sekardhadhu. Sosok Syeh Maulana Ishaq, kini menjadi laten bagi stabilitas Blambangan. Mendapati situasi ketegangan belum juga bisa diredakan, maka mau tak mau, Adipati Blambangan, dengan sangat terpaksa, memberikan anak Syeh Maulana Ishaq, cucunya sendiri kepada saudagar muslim dari Gresik. Anak itu terlahir laki-laki.



Dalam cerita rakyat dari sumber Islam, konon dikisahkan anak itu dilarung ketengah laut (meniru cerita Nabi Musa) dengan menggunakan peti. Konon ada saudagar muslim Gresik yang tengah berlayar. Kapal dagangnya tiba-tiba tidak bisa bergerak karena menabrak peti itu. Dan peti itu akhirnya dibawa naik ke geladak oleh anak buah sang saudagar. Isinya ternyata seorang bayi.



Sesungguhnya itu hanya cerita kiasan. Yang terjadi, saudagar muslim Gresik yang tengah berlayar di Blambangan diperintahkan untuk menghadap ke Kadipaten menjelang mereka hendak balik ke Gresik. Inilah maksudnya kapal tidak bisa bergerak. Para saudagar bertanya-tanya, ada kesalahan apa yang mereka buat sehingga mereka disuruh menghadap ke Kadipaten? Ternyata, di Kadipaten, Adipati Menak Sembuyu, dengan diam-diam telah mengatur pertemuan itu. Sang Adipati memberikan seorang anak bayi, cucunya sendiri, yang lahir dari ayah seorang muslim. Anak itu dititipkan kepada para saudagar anak buah saudagar kaya di Gresik yang bernama Nyi Ageng Pinatih, yang seorang muslim. Adipati Menak Sembuyu tahu telah menitipkan cucunya kepada siapa. Beliau yakin, cucunya akan aman bersama Nyi Ageng Pinatih. Hanya dengan jalan inilah, Blambangan dapat kembali tenang.



Putra Syeh Maulana Ishaq ini, lahir pada tahun 1452 Masehi.



Sekembalinya dari Blambangan, para saudagar ini menghadap kepada majikan mereka, Nyi Ageng Pinatih sembari memberikan oleh-oleh yang sangat berharga. Seorang anak bayi keturunan bangsawan Blambangan. Bahkan dia adalah putra Syeh Maulana Ishaq, sosok yang disegani oleh orang-orang muslim. Nyi Ageng Pinatih tidak berani menolak sebuah anugerah itu. Diambillah bayi itu, dianggap anak sendiri. Karena bayi itu hadir seiring kapal selesai berlayar dari samudera, maka bayi itu dinamakan Jaka Samudera oleh Nyi Ageng Pinatih.



Jaka Samudera dibawa menghadap ke Ampeldhenta menjelang usia tujuh tahun. Dia tinggal disana. Belajar agama dari Sunan Ampel.



Sunan Ampel yang tahu siapa Jaka Samudera yang sebenarnya dari Nyi Ageng Pinatih, maka sosok anak ini sangat dia perhatikan dan diistimewakan. Sunan Ampel menganggapnya anak sendiri.



Sunan Ampel, dari hasil perkawinannya dengan kakak kandung Adipati Tuban Arya Teja, memiliki delapan putra dan putri. Yang penting untuk diketahui adalah Makdum Ibrahim ( Nama Champa-nya : Bong- Ang : kelak terkenal dengan sebutan Sunan Benang. Lama-lama pengucapannya berubah menjadi Sunan Bonang ). Yang kedua Abdul Qasim, terkenal kemudian dengan nama Sunan Derajat. Yang ketiga Maulana Ahmad, yang terkenal dengan nama Sunan Lamongan, yang keempat bernama Siti Murtasi'ah, kelak dijodohkan dengan Jaka Samudera, yang kemudian terkenal dengan nama Sunan Giri Kedhaton (Sunan Giri), yang kelima putri bernama Siti Asyiqah, kelak dijodohkan dengan Raden Patah ( Tan Eng Hwat ), putra Tan Eng Kian, janda Prabhu Brawijaya yang ada di Palembang itu.



Kekuatan Islam dibangun melalui tali pernikahan. Jaka Samudera, diberi nama lain oleh Sunan Ampel, yaitu Raden Paku. Kelak dia dikenal dengan nama Sunan Giri Kedhaton. Dia adalah santri senior. Sunan Ampel bahkan telah mencalonkan, mengkaderkan dia sebagai penggantinya kelak bila sudah meninggal.



Sunan Giri sangat radikal dalam pemahaman keagamannya. Setamat berguru dari Ampeldhenta, dia pulang ke Gresik. Di Gresik, dia menyatukan komunitas muslim disana. Dia mendirikan Pesantren. Terkenal dengan nama Pesantren Giri.



Namun dalam perkembangannya, Pesantren Giri memaklumatkan lepas dari kekuasaan Majapahit yang dia pandang Negara kafir. Pesantren Giri berubah menjadi pusat pemerintahan. Maka dikenal dengan nama Giri Kedhaton ( Kerajaan Giri ). Sunan Giri, mengangkat dirinya sebagi khalifah Islam dengan gelar Prabhu Satmata ( Penguasa Bermata Enam. Gelar sindiran kepada Deva Shiva yang cuma bermata tiga ).



Mendengar Gresik melepaskan diri dari pusat kekuasan, Prabhu Brawijaya, sebagai Raja Diraja Nusantara yang sah, segera mengirimkan pasukan tempur untuk menjebol Giri Kedhaton. Darah tertumpah. Darah mengalir. Dan akhirnya, Giri Kedhaton bisa ditaklukkan. Kekhalifahan Islam bertama itu tidak berumur lama. Namun kelak, setelah Majapahit hancur oleh serangan Demak Bintara, Giri Kedhaton eksis lagi mulai tahun 1487 Masehi. ( Sembilan tahun setelah Majapahit hancur pada tahun 1478 Masehi

).



Dari sumber Islam, banyak cerita yang memojokkan pasukan Majapahit. Konon Sunan Giri berhasil mengusir pasukan Majapahit hanya dengan melemparkan sebuah kalam atau penanya. Kalam miliknya ini katanya berubah menjadi lebah-lebah yang menyengat. Sehingga membuat puyeng atau munyeng para prajurid Majapahit. Maka dikatakan, 'kalam' yang bisa membuat 'munyeng' inilah senjata andalan Sunan Giri. Maka dikenal dengan nama 'Kalamunyeng'. Sesungguhnya, ini hanya kiasan belaka. Sunan Giri, melalui tulisan-tulisannya yang mengobarkan semangat ke-Islam-an, mampu mengadakan pemberontakan yang sempat 'memusingkan' Majapahit.



Namun, karena Sunan Ampel meminta pengampunan kepada Prabhu Brawijaya, Sunan Giri tidak mendapat hukuman. Tapi gerak-geriknya, selalu diawasi oleh Pasukan Telik Sandhibaya ( Intelejen ) Majapahit. Inilah kelemahan Prabhu Brawijaya. Terlalu meremehkan bara api kecil yang sebenarnya bisa membahayakan.



Sabdo Palon dan Naya Genggong sudah mengingatkan agar seorang yang bersalah harus mendapatkan sangsi hukuman. Karena itulah kewajiban yang merupakan sebuah janji seorang Raja. Salah satu kewajiban menjalankan janji suci sebagai AGNI atau API, yang harus mengadili siapa saja yang bersalah. Janji ini adalah satu bagian integral dari tujuh janji yang lain, yaitu ANGKASHA (Ruang), Raja harus memberikan ruang untuk mendengarkan suara rakyatnya, VAYU (Angin), Raja harus mampu mewujudkan pemerataan kesejahteraan kepada rakyatnya bagai angin, AGNI (Api), Raja harus memberikan hukuman yang seadil-adilnya kepada yang bersalah tanpa pandang bulu bagai api yang membakar, TIRTA (Air), Raja harus mampu menumbuhkan kesejahteraan perekonomian bagi rakyatnya bagaikan air yang mampu menumbuhkan biji-bijian, PRTIVI (Tanah), Raja harus mampu memberikan tempat yang aman bagi rakyatnya, menampung semuanya, tanpa ada diskriminasi, bagaikan tanah yang mau menampung semua manusia, SURYA (Matahari), Raja harus mampu memberikan jaminan keamanan kepada seluruh rakyat tanpa pandang bulu seperti Matahari yang memberikan kehidupan kepada mayapada, CHANDRA (Bulan ), Raja harus mampu mengangkat rakyatnya dari keterbelakangan, dari kebodohan, dari kegelapan, bagaikan sang rembulan yang menyinari kegelapan dimalam hari, dan yang terakhir adalah KARTIKA (Bintang), Raja harus mampu memberikan aturan-aturan hukum yang jelas, kepastian hukum bagi rakyat demi kesejahteraan, kemanusiaan, keadilan, bagaikan bintang gemintang yang mampu menunjukkan arah mata angin dengan pasti dikala malam menjalang. Inilah DELAPAN JANJI RAJA yang disebut ASTHAVRATA (Astobroto ; Jawa ). Dan menurut Sabdo Palon dan Naya Genggong, Prabhu Brawijaya telah lalai menjalankan janji sucinya sebagai AGNI.



Mendapati kondisi memanas seperti itu, Sunan Ampel mengeluarkan sebuah fatwa, Haram hukumnya menyerang Majapahit, karena bagaimanapun juga Prabhu Brawijaya adalah Imam yang wajib dipatuhi. Setelah keluar fatwa dari pemimpin Islam se-Jawa, konflik mulai mereda.



Namun bagaimanapun juga, dikalangan orang-orang Islam diam-diam terbagi menjadi dua kubu. Yaitu kubu yang mencita-citakan berdirinya Kekhalifahan Islam Jawa, dan kubu yang tidak menginginkan berdirinya Kekhalifahan itu. Kubu kedua ini berpendapat, dalam naungan Kerajaan Majapahit, yang notabene Shiva Buddha, ummat Islam diberikan kebebasan untuk melaksanakan ibadah agamanya. Bahkan, syari'at Islam pun boleh dijalankan didaerah-daerah tertentu.



Kubu pertama dipelopori oleh Sunan Giri, sedangkan kubu kedua dipelopori oleh Sunan Kalijaga, putra Adipati Tuban Arya Teja, keponakan Sunan Ampel. Kubu Sunan Giri mengklaim, bahwa golongan mereka memeluk Islam secara kaffah, secara bulat-bulat, maka pantas disebut PUTIHAN (Kaum Putih). Dan mereka menyebut kubu yang dipimpin Sunan Kalijaga sebagai ABANGAN (Kaum Merah

).



Bibit perpecahan didalam orang-orang Islam sendiri mulai muncul. Hal ini hanya bagaikan api dalam sekam ketika Sunan Ampel masih hidup. Kelak, ketika Majapahit berhasil dijebol oleh para militant Islam dan ketika Sunan Ampel sudah wafat, kedua kubu ini terlibat pertikaian frontal yang berdarah-darah ( Yang paling parah dan memakan banyak korban, sampai-sampai para investor dari Portugis melarikan diri ke Malaka dan menceritakan di Jawa tengah terjadi situasi chaos dan anarkhis yang mengerikan, adalah pertikaian antara Arya Penangsang, santri Sunan Kudus, penguasa Jipang Panolan dari kubu Putihan dengan Jaka Tingkir atau Mas Karebet, santri dari Sunan Kalijaga, penguasa Pajang dari kubu Abangan. Nanti akan saya ceritakan : Damar Shashangka ).

Berdirinya Ponorogo.



Ki Ageng Kutu, Adipati Wengker, sebenarnya masih keturunan bangsawan Majapahit. Beliau masih keturunan Raden Kudha Merta, ksatria dari Pajajaran yang melarikan diri bersama Raden Cakradhara. Raden Kudha Merta berhasil menikah dengan Shri Gitarja, putri Raden Wijaya, Raja Pertama Majapahit. Sedangkan Raden Cakradhara berhasil menikahi Tribhuwanatunggadewi, kakak kandung Shri Gitarja.



Dari perkawinan antara Raden Cakradhara dengan Tribhuwanatunggadewi inilah lahir Prabhu Hayam Wuruk yang terkenal itu. Sedangkan Raden Kudha Merta, menjadi penguasa daerah Wengker, yang sekarang dikenal dengan nama Ponorogo.



Ki Ageng Kutu adalah keturunan dari Raden Kudha Merta dan Shri Gitarja.



Melihat Majapahit, dibawah pemerintahan Prabhu Brawijaya bagaikan harimau yang kehilangan taringnya, Ki Ageng Kutu, memaklumatkan perang dengan Majapahit.



Prabhu Brawijaya atau Prabhu Kertabhumi menjawab tantangan Ki Ageng Kutu dengan mengirimkan sejumlah pasukan tempur Majapahit dibawah pimpinan Raden Bathara Katong, putra selir beliau.



Peperangan terjadi. Pasukan Majapahit terpukul mundur. Hal ini disebabkan, banyak para prajurid Majapahit yang membelot dari kesatuannya dan memperkuat barisan Wengker. Pasukan yang dipimpin Raden Bathara Katong kocar-kacir.



Raden Bathara Katong yang merasa malu karena telah gagal menjalankan tugas Negara, konon tidak mau pulang ke Majapahit. Dia bertekad, bagaimanapun juga, Wengker harus ditundukkan. Inilah sikap seorang Ksatria sejati.



Ada seorang ulama Islam yang tinggal di Wengker yang mengamati gejolak politik itu. Dia bernama Ki Ageng Mirah. Situasi yang tak menentu seperti itu, dimanfaatkan olehnya. Dia mendengar Raden Bathara Katong tidak pulang ke Majapahit, dia berusaha mencari kebenaran berita itu. Dan usahanya menuai hasil. Dia berhasil menemukan tempat persembunyian Raden Bathara Katong.



Dia menawarkan diri bisa memberikan solusi untuk menundukkan Wengker karena dia sudah lama tinggal disana. Raden Bathara Katong tertarik. Namun diam-diam, Ki Ageng Mirah, menanamkan doktrin ke-Islam-an dibenak Raden Bathara Katong. Jika ini berhasil, setidaknya peng-Islam-an Wengker akan semakin mudah, karena Raden Bathara Katong mempunyai akses langsung dengan militer Majapahit. Jika-pun tidak berhasil membuat Raden Bathara Katong memeluk Islam, setidaknya, kelak dia tidak akan melupakan jasanya telah membantu memberitahukan titik kelemahan Wengker. Dan bila itu terjadi, Ki Ageng Mirah pasti akan menduduki kedudukan yang mempunyai akses luas menyebarkan Islam di Wengker.



Dan ternyata, Raden Bathara Katong tertarik dengan agama baru itu.



Selanjutnya, Ki Ageng Mirah mengatur rencana. Raden Bathara Katong harus pura-pura meminta suaka politik di Wengker. Raden Bathara Katong harus mengatakan untuk memohon perlindungan kepada Ki Ageng Kutu. Dia harus pura-pura membelot dari pihak Majapahit.



Ki Ageng Kutu pasti akan menerima pengabdian Raden Bathara Katong. Ki Ageng Kutu pasti akan senang melihat Raden Bathara Katong telah membelot dan kini berada di fihaknya. Manakala rencana itu sudah berhasil, Raden Bathara Katong harus mengutarakan niatnya untuk mempersunting Ni Ken Gendhini, putri sulung Ki Ageng Kutu sebagai istri. Mengingat status Raden Bathara Katong sebagai seorang putra Raja Majapahit, lamaran itu pasti akan disambut gembira oleh Ki Ageng Kutu..



Dan bila semua rencana berjalan mulus, Raden Bathara Katong harus mampu menebarkan pengaruhnya kepada kerabat Wengker. Dia harus jeli dan teliti mengamati titik kelemahan Wengker. Ni Ken Gendhini, putri Ki Ageng Kutu bisa dimanfaatkan untuk tujuan itu.



Bila semua sudah mulus berjalan, dan bila waktunya sudah tepat, maka Raden Bathara Katong harus sesegera mungkin mengirimkan utusan ke Majapahit untuk meminta pasukan tempur tambahan.



Bila semua berjalan lancar, Wengker pasti jatuh!



Raden Bathara Katong melaksanakan semua rencana yang disusun Ki Ageng Mirah. Dan atas kelihaian Raden Bathara Katong, semua berjalan lancar.



Ki Ageng Kutu, yang merasa masih mempunyai hubungan kekerabatan jauh dengan Raden Bathara Katong, dengan suka rela berkenan memberikan suaka politik kepadanya. Ditambah, ketika Raden Bathara Katong mengutarakan niatnya untuk mempersunting Ni Ken Gendhini, Ki Ageng Kutu serta merta menyetujuinya.



Rencana bergulir. Umpan sudah dimakan. Tinggal menunggu waktu.

Ni Ken Gendhini mempunyai dua orang adik laki-laki, Sura Menggala dan Sura Handaka. ( Sura Menggala = baca Suromenggolo, sampai sekarang menjadi tokoh kebanggaan masyarakat Ponorogo. Dikenal dengan nama Warok Suromenggolo : Damar Shashangka

).



Ni Ken Gendhini dan Sura Menggala berhasil masuk pengaruh Raden Bathara Katong, sedangkan Sura Handaka tidak.



Raden Bathara Katong berhasil mengungkap segala seluk-beluk kelemahan Wengker dari Ni Ken Gendhini. Inilah yang diceritakan secara simbolik dengan dicurinya Keris Pusaka Ki Ageng Kutu, yang bernama Keris Kyai Condhong Rawe oleh Ni Ken Gendhini dan kemudian diserahkan kepada Raden Bathara Katong.



Condhong Rawe hanya metafora. Condhong berarti Melintang (Vertikal) dan Rawe berarti Tegak (Horisontal). Arti sesungguhnya adalah, kekuatan yang tegak dan melintang dari seluruh pasukan Wengker, telah berhasil diketahui secara cermat oleh Raden Bathara Katong atas bantuan Ni Ken Gendhini. Struktur kekuatan militer ini sudah bisa dibaca dan diketahui semuanya.

Dan manakala waktu sudah dirasa tepat, dengan diam-diam, dikirimkannya utusan kepada Ki Ageng Mirah. Utusan ini menyuruh Ki Ageng Mirah, atas nama Raden Bathara Katong, memohon tambahan pasukan tempur ke Majapahit.



Mendapati kabar Raden Bathara Katong masih hidup, Prabhu Brawijaya segera memenuhi permintaan pengiriman pasukan baru.



Majapahit dan Wengker diadu! Majapahit dan Wengker tidak menyadari, ada pihak ketiga bermain disana! Ironis sekali.



Peperangan kembali pecah. Ki Ageng Kutu yang benar-benar merasa kecolongan, dengan marah mengamuk dimedan laga bagai bantheng ketaton, bagai banteng yang terluka. Demi Dharma, dia rela menumpahkan darahnya diatas bumi pertiwi. Walau harus lebur menjadi abu, Ki Ageng Kutu, beserta segenap pasukan Wengker, maju terus pantang mundur!



Namun bagaimanapun, seluruh struktur kekuatan Wengker telah diketahui oleh Raden Bathara Katong. Pasukan Wengker, yang terkenal dengan nama Pasukan Warok itu terdesak hebat! Namun, Ki Ageng Kutu beserta seluruh pasukannya telah siap untuk mati. Siap mati habis-habisan! Siap menumpahkan darahnya diatas hamparan pangkuan ibu pertiwi! Dengan gagh berani, pasukan ksatria ini terus merangsak maju, melawan pasukan Majapahit.



Banyak kepala pasukan Majapahit yang menangis melihat mereka harus bertempur dengan saudara sendiri. Banyak yang meneteskan air mata, melihat mayat-mayat prajurid Wengker bergelimpangan bermandikan darah. Dan pada akhirnya, Wengker berhasil dijebol. Wengker berhasil dihancurkan!



Darah menetes! Darah membasahi ibu pertiwi. Darah harum para ksatria sejati yang benar-benar tulus menegakkan Dharma! Alam telah mencatatnya! Alam telah merekamnya!



Kabar kemenangan itu sampai di Majapahit. Namun, Prabhu Brawijaya berkabung mendengar kegagahan pasukan Wengker. Mendengar kegagahan Ki Ageng Kutu. Seluruh Pejabat Majapahit berkabung. Sabdo Palon dan Naya Genggong berkabung. Kabar kemenangan itu membuat Majapahit bersedih, bukannya bersuka cita.



Para pejabat Majapahit menagis sedih melihat sesama saudara harus saling menumpahkan darah karena campur tangan pihak ketiga, karena disebabkan adanya pihak ketiga. Ki Ageng Kutu adalah seorang Ksatria yang gagah berani. Ki Ageng Kutu adalah salah satu sendi kekuatan militer Majapahit. Kini, Ki Ageng Kutu harus gugur ditangan pasukan Majapahit sendiri. Betapa tidak memilukan!



Kadipaten Wengker kini dikuasai oleh Raden Bathara Katong. Surat pengukuhan telah diterima dari pusat. Dan Wengker lantas dirubah namanya menjadi Kadipaten Ponorogo. Wengker yang Shiva Buddha, kini telah berhasil menjadi Kadipaten Islam

waduh ini di tambaken kembali oleh TS nya ... mantap suhu
 
Kalo baca isi thread nya,, dimana banyak tokoh2 yang ternyata berdarah cina,, dan emang sejak dulu rakyat cina banyak yang sudah berada di nusantara,, jangan2 ada darah cina mengaalir di darah ane,,who knows?

Arghhh, jadi pengen tes DNA kyk pak DI,, kan bisa tau nenek moyang kita tuh,,,,

Secara,, kan udah ratusan tahun yang lalu orang cina berada di nusantara,,, :ampun:
 
Kalo baca isi thread nya,, dimana banyak tokoh2 yang ternyata berdarah cina,, dan emang sejak dulu rakyat cina banyak yang sudah berada di nusantara,, jangan2 ada darah cina mengaalir di darah ane,,who knows?

Arghhh, jadi pengen tes DNA kyk pak DI,, kan bisa tau nenek moyang kita tuh,,,,

Secara,, kan udah ratusan tahun yang lalu orang cina berada di nusantara,,, :ampun:

Mungkin makalah berikut dapat menjelaskan bangsa cina berada di nusantara :

Orang Tiongkok yang pertama datang di Indonesia adalah seorang pendeta agama Buddha yang bernama Fa-hien (Faxien). Ia singgah di Pulau Jawa pada tahun 1413. Dalam sejarah Tiongkok lama menyebutkan bahwa orang Cina merantau ke Indonesia terjadi pada masa akhir pemerintahan dinasti Tang. Daerah yang pertama kali didatangi adalah Palembang yang pada masa itu merupakan pusat perdagangan kerajaan Sriwijaya. Kemudian para perantau pergi ke Pulau Jawa untuk mencari rempah-rempah.
Mengenai migrasi bangsa Tiongkok ke wilayah Nusantara, dapat dibagi menjadi tiga tahap: pertama masa kerajaan, kedatangan bangsa Eropa, dan masa penjajahan Belanda (Purcell,1997:33).

Masa Kerajaan

Pada abad 7, kerajaan Sriwijaya muncul sebagai kekuatan laut yang menguasai jalur perdagangan sepanjang sungai Musi dari hulu sampai hilir.
Dalam perkembangannya, Sriwijaya muncul sebagai kekuatan yang mampu mengontrol pusat-pusat perdagangan di Asia Tenggara. Seperti yang tercatat dalam sejarah, produk- produk yang diperdagangkan di wilayah kekuasaan Sriwijaya mencakup bermacam-macam barang. Pedagang-pedagang Cina membawa keramik dan kain sutera. Mereka kembali ke negaranya membawa berbagai macam produk yang dihasilkan daerah Sriwijaya seperti damar, kayu, cendana, minyak wangi, dan produk hutan lainnya.
Hubungan Cina dengan Sriwijaya dapat juga dilihat dari catatan perjalanan yang ditulis oleh I Ching, seorang pendeta agama Budha. Ia datang ke Palembang pada tahun 671 M dan tinggal di Sriwijaya selama enam bulan untuk mempelajari bahasa Sanskerta sebelum bertolak ke India.
Secara teratur Sriwijaya mengirim utusan ke negeri Cina untuk menyatakan pengakuan atas kekuasaan imperium Cina (Coedes, 1968:83).
Pihak Cina yang saat itu sudah memiliki armada kapal laut kuat, merasa harus melindungi Sriwijaya. Di pihak lain Sriwijaya juga sangat membutuhkan dukungan Cina dalam menghadapi ancaman penguasa lokal yang berkedudukan di Jawa seperti Wangsa Syailendra dan Sanjaya. Kedekatan hubungan ini memperlebar kesempatan oarang-orang Cina untuk menetap di Sriwijaya.
Sejak abad 13 hubungan perdagangan mulai berkembang pesat. Pendatang-pendatang baru banyak yang datang pada waktu negeri Cina diperintah oleh dinasti Ming (1368-1644).
Pada tahun 1412, sebuah armada Cina di bawah pimpinan Zhenghe (Chengho) datang ke Pulau Bintan. Menurut Zhenghe dalam persinggahannya di Pulau Jawa, kebanyakan orang-orang Cina berpusat di kota-kota pantai seperti di Tuban, Surabaya dan Gresik. Pada umumnya orang-orang Cina yang pertama datang ke Indonesia hanya terdiri dari kaum laki -laki sampai perang dunia pertama berakhir.

Masa kedatangan bangsa Eropa

Sejak abad 16 bangsa-bangsa Eropa mulai berdatangan ke Nusantara. Mereka mendirikan dan menguasai pusat-pusat perdagangan yang tersebar mulai dari Malaka hingga wilayah Cina seperti Canton, Provinsi Guangdong. Pada saat itu pelabuhan utama di Jawa adalah Banten, Cirebon, Sunda Kelapa, dan Tuban. Sebagai pusat perdagangan, Banten tampaknya lebih besar dibandingkan Cirebon. Banyak pedagang mancanegara yang datang ke Banten daripada Cirebon.

Sumber : Departemen Pendidikan Nasional. (2000). Kelenteng Kuno di DKI Jakarta dan Jawa Barat. Jakarta: Proyek Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Kepurbakalaan Pusat.
 
Mungkin makalah berikut dapat menjelaskan bangsa cina berada di nusantara :

Orang Tiongkok yang pertama datang di Indonesia adalah seorang pendeta agama Buddha yang bernama Fa-hien (Faxien). Ia singgah di Pulau Jawa pada tahun 1413. Dalam sejarah Tiongkok lama menyebutkan bahwa orang Cina merantau ke Indonesia terjadi pada masa akhir pemerintahan dinasti Tang. Daerah yang pertama kali didatangi adalah Palembang yang pada masa itu merupakan pusat perdagangan kerajaan Sriwijaya. Kemudian para perantau pergi ke Pulau Jawa untuk mencari rempah-rempah.
Mengenai migrasi bangsa Tiongkok ke wilayah Nusantara, dapat dibagi menjadi tiga tahap: pertama masa kerajaan, kedatangan bangsa Eropa, dan masa penjajahan Belanda (Purcell,1997:33).

Masa Kerajaan

Pada abad 7, kerajaan Sriwijaya muncul sebagai kekuatan laut yang menguasai jalur perdagangan sepanjang sungai Musi dari hulu sampai hilir.
Dalam perkembangannya, Sriwijaya muncul sebagai kekuatan yang mampu mengontrol pusat-pusat perdagangan di Asia Tenggara. Seperti yang tercatat dalam sejarah, produk- produk yang diperdagangkan di wilayah kekuasaan Sriwijaya mencakup bermacam-macam barang. Pedagang-pedagang Cina membawa keramik dan kain sutera. Mereka kembali ke negaranya membawa berbagai macam produk yang dihasilkan daerah Sriwijaya seperti damar, kayu, cendana, minyak wangi, dan produk hutan lainnya.
Hubungan Cina dengan Sriwijaya dapat juga dilihat dari catatan perjalanan yang ditulis oleh I Ching, seorang pendeta agama Budha. Ia datang ke Palembang pada tahun 671 M dan tinggal di Sriwijaya selama enam bulan untuk mempelajari bahasa Sanskerta sebelum bertolak ke India.
Secara teratur Sriwijaya mengirim utusan ke negeri Cina untuk menyatakan pengakuan atas kekuasaan imperium Cina (Coedes, 1968:83).
Pihak Cina yang saat itu sudah memiliki armada kapal laut kuat, merasa harus melindungi Sriwijaya. Di pihak lain Sriwijaya juga sangat membutuhkan dukungan Cina dalam menghadapi ancaman penguasa lokal yang berkedudukan di Jawa seperti Wangsa Syailendra dan Sanjaya. Kedekatan hubungan ini memperlebar kesempatan oarang-orang Cina untuk menetap di Sriwijaya.
Sejak abad 13 hubungan perdagangan mulai berkembang pesat. Pendatang-pendatang baru banyak yang datang pada waktu negeri Cina diperintah oleh dinasti Ming (1368-1644).
Pada tahun 1412, sebuah armada Cina di bawah pimpinan Zhenghe (Chengho) datang ke Pulau Bintan. Menurut Zhenghe dalam persinggahannya di Pulau Jawa, kebanyakan orang-orang Cina berpusat di kota-kota pantai seperti di Tuban, Surabaya dan Gresik. Pada umumnya orang-orang Cina yang pertama datang ke Indonesia hanya terdiri dari kaum laki -laki sampai perang dunia pertama berakhir.

Masa kedatangan bangsa Eropa

Sejak abad 16 bangsa-bangsa Eropa mulai berdatangan ke Nusantara. Mereka mendirikan dan menguasai pusat-pusat perdagangan yang tersebar mulai dari Malaka hingga wilayah Cina seperti Canton, Provinsi Guangdong. Pada saat itu pelabuhan utama di Jawa adalah Banten, Cirebon, Sunda Kelapa, dan Tuban. Sebagai pusat perdagangan, Banten tampaknya lebih besar dibandingkan Cirebon. Banyak pedagang mancanegara yang datang ke Banten daripada Cirebon.

Sumber : Departemen Pendidikan Nasional. (2000). Kelenteng Kuno di DKI Jakarta dan Jawa Barat. Jakarta: Proyek Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Kepurbakalaan Pusat.

Wa ini,, ini,,,

Terimakasih suhu share ilmunya,,, :ampun:
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Sebenarnya,,,sejarah itu emang gak ada yang lurus,,karena ditulis menurut cara pandang penulis, dimana si penulis punya kepentingan tersendiri, dan ini berlaku jamak,,maka kita sebagai pelaku sejarah (pada saatnya nanti), jadilah orang yang bijak, bukan hanya mementingkan diri sendiri atau golongannya,,,,

Tapi apa bisa ???
 
kok pada ribut sendiri

buat moderator.. tolong hapus komen yg menjurus sara

sudah ada Tag ko malah berusaha flamming

thumbdown!
 
ya elah bray, kek ane ga tau aja tipe2 orang kek lu,..sbenernya ane kasian juga ama lu bray, pasti tersiksa bgt hidup lu ya...hati penuh kebencian,...di detik dot com di bredel momod, disini ga laku.. ah elah, yg sabar brayy..
yang penuh kebencian bukannya situ wkwk ngaca dolo da.. kaya gw juga ga tau aja model orang2 kaya lo wkwk
 
Ulasan bagus, ditambah komen dri komentator. Tpi tolong dong kl pada kuot jgn semua dikuot. Ane atau yg pada pake hape jadul kasian scroll panjang
 
ane bukan ahli sejarah tapi kadang tertarik juga pengen tau, dulu ada yg ngasih ke ane fotokopian buku RUNTUHNYA KERADJAAN HINDU DJAWA DAN TIMBULNYA NEGARA2 ISLAM DI NUSANTARA, oleh Prof Dr Slamet Muljana, 1968.

Buku ini dilarang oleh pemerintah utk disebarluaskan, tapi thn 2000an ane pernah liat di Gramedia, pas minggu depannya kesana lagi ternyata sdh ditarik menurut petugasnya. Tapi akhirnya ane dapet juga di toko loak di Purwokerto pas kebetulan lg main kesana ikut temen.

Memang isinya cukup heboh tapi menurut ane cukup dapat dipertanggungjawabkan, paling tidak si penulis, Prof Dr Slamet Muldjana, telah berani menulis pastinya berani mempertahankan apa yg ditulis. Banyak hal yg harus dipahami...Babat Tanah Djawa, Pararaton, Serat Kanda, surat Tuanku Rao, Prasasti2..dst..dan banyak buku2 dalam dan luar negri.

Ane ngga berani kasih liat apa2 krn buku ini dilarang, cuma bisa share aja sampul depan dan daftar isinya aja.





 
ane bukan ahli sejarah tapi kadang tertarik juga pengen tau, dulu ada yg ngasih ke ane fotokopian buku RUNTUHNYA KERADJAAN HINDU DJAWA DAN TIMBULNYA NEGARA2 ISLAM DI NUSANTARA, oleh Prof Dr Slamet Muljana, 1968.

Buku ini dilarang oleh pemerintah utk disebarluaskan, tapi thn 2000an ane pernah liat di Gramedia, pas minggu depannya kesana lagi ternyata sdh ditarik menurut petugasnya. Tapi akhirnya ane dapet juga di toko loak di Purwokerto pas kebetulan lg main kesana ikut temen.

Memang isinya cukup heboh tapi menurut ane cukup dapat dipertanggungjawabkan, paling tidak si penulis, Prof Dr Slamet Muldjana, telah berani menulis pastinya berani mempertahankan apa yg ditulis. Banyak hal yg harus dipahami...Babat Tanah Djawa, Pararaton, Serat Kanda, surat Tuanku Rao, Prasasti2..dst..dan banyak buku2 dalam dan luar negri.

Ane ngga berani kasih liat apa2 krn buku ini dilarang, cuma bisa share aja sampul depan dan daftar isinya aja.







Resensi mengapa buku ini dilarang :

RUNTUHNYA KERAJAAN HINDU JAWA DAN TIMBULNYA NEGARA-NEGARA ISLAM DI NUSANTARA


Penulis : Prof Dr Slamet Muljana
Penerbit : LKiS Yogyakarta
Cetakan I : Maret 2005
Tebal : viii + 303 hlm (indeks)

TRAGEDI kehancuran Kerajaan Majapahit, yang di sertai tumbuhnya negara-negara Islam di Bumi Nusantara, menyimpan banyak sekali fakta sejarah yang sangat menarik untuk diungkap kembali. Sebagai kerajaan tertua di tanah Jawa, Majapahit bukan saja menjadi romantisme sejarah dari puncak kemajuan peradaban Hindu-Jawa, sudah menjadi bukti sejarah tentang pergulatan politik yang terjadi di tengah islamisasi pada masa peralihan.

Keruntuhan Kerajaan Majapahit banyak mengantarkan suatu peradaban bagi orang China dalam proses islamisasi di Nusantara.

Stigma yang kecenderungan para sejarawan dalam mengungkapkan bahwa kedatangan Islam di Indonesia lebih pada kecenderungan orang Arablah yang berjasa sebagai penyebar Islam, sehingga tidak pernah melirik, orang China pernah andil dalam membangun peradaban Islam.

Hadirnya Buku Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara yang di tulis Prof Slamet Muljana pada tahun 1968 yang beredar di Indonesia pernah dilarang oleh Kejaksaan Agung tahun 1971, karena mengungkapkan hal-hal yang kontroversial waktu itu tentang para Wali Songo berasal dari China.

Pijakan yang dipakai rujukan oleh Slamet Muljana hanya membandingkan dari tiga sumber, yaitu Serat Kanda, Babad, Tanah Jawi dan naskah dari Kelenteng Sam Po Kong yang ditulis Poortman dan dikutip oleh Parlindungan.

Residen Poortman tahun 1928 telah ditugasi pemerintah kolonial untuk menyelidiki apakah Raden Patah itu orang China atau bukan sebagai dasar rujukan awal.

Perkembangan peristiwa itu ternyata menjadi sejarah politisasi bahwa China dikaitkan terhadap pemberontakan Partai Komunis Indonesia yang terjadi tahun
1926/1927, ini memberikan kesempatan kepada pemerintah kolonial untuk menggeledah Kelenteng Sam Po Kong di Semarang untuk mengangkut naskah berbahasa Tionghoa yang terdapat di sana, sebagian sudah berusia 400tahun--sebanyak 3 cikar (pedati yang ditarik lembu).

Arsip Poortman ini dikutip oleh Mangaraja Onggang Palindungan yang menulis buku yang kontroversial--Tuanku Rao.

Pada tahapan selanjutnya Slamet memberikan ilustrasi bahwa Bong Swi Hoo yang datang di Jawa tahun 1445 sama dengan Sunan Ampel.

Bong Swi Hoo ini menikah dengan Ni Gede Manila yang merupakan anak Gan Eng Cu (mantan Kapitan China di Manila yang dipindahkan ke Tuban sejak tahun 1423). Dari perkawinan ini lahirnya Bonang yang kemudian dikenal sebagai Sunan Bonang.

Bonang ini diasuh oleh Sunan Ampel bersama dengan Giri yang kemudian dikenal sebagai Sunan Giri.

Putra Gan Eng Cu yang lain adalah Gan Si Cang yang menjadi Kapitan China di Semarang.

Tahun 1481 Gan Si Cang memimpin pembangunan Masjid Demak dengan tukang-tukang kayu dari galangan kapal Semarang. Tiang penyangga masjid itu
dibangun dengan model konstruksi tiang kapal yang terdiri dari kepingan-kepingan kayu yang tersusun rapi.

Tiang itu dianggap lebih kuat menahan angin badai daripada tiang yang terbuat dari kayu yang utuh. Slamet menyimpulkan bahwa Sunan Kali Jaga yang masa mudanya bernama Raden Said itu tak lain dari Gan Si Cang.

SedangkanSunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah, menurut Slamet Muljana, adalah Toh A Bo, putra dari Sultan Trenggana (memerintah di Demak tahun 1521-1546).

Sementara itu, Sunan Kudus atau Jafar Sidik tak lain dari Ja Tik Su.

Tentu tidak ada larangan untuk berpendapat bahwa sebagian Wali Songo itu berasal dari China atau keturunan China.
Namun, kelemahan Slamet Muljana, ia hanya mendasarkan kesimpulannya pada buku yang ditulis oleh MO Parlindungan.
Ia hanya melihat arsip Poortman dan tidak membaca sendiri naskah China tersebut.
Begitu pula, Slamet sendiri tidak memeriksa sendiri naskah-naskah yang berasal dari kelenteng Sam Po Kong Semarang itu.
Bagi para sejarawan di masa mendatang, dengan melakukan penelitian terhadap sumber berbahasa China baik yang ada di Nusantara maupun di daratan China, diharapkan periode ini (terutama mengenai penyebaran agama Islam di Jawa abad XV-XVI) dapat dijelaskan dengan lebih baik.

FAHAM MENGAPA DILARANG ????
 
Bimabet
Resensinya bagus..tapi masih bisa diperdebatkan.

Ada baiknya kita juga meninjau di Wikipedia siapakah Prof. Dr. Slamet Muljana, apakah se-teledor itu dalam menanggapi penelitian dari Residen Poortman atau apakah sedemikian mudahnya peneliti pemerhati sejarah sekelas SM mengambil dan mengolah serta mengutip data dari narasumber ?

Tentunya ada standar ilmiah yang harus SM ikuti dalam memilih sumber dan mengutipnya, tidak harus melakukan penelitian ulang ke naskah sumbernya namun cukup dengan cara2 yang benar dalam mengambil menyadur hasil penelitian peneliti lain, tentunya memilih peniliti yang berkompeten.

Benar pada resensi bahwa lebih mantap bila SM melihat dan menerjemahkan serta merumuskan naskah kuno tionghwa dr kelenteng SPK. Tapi dalam keterbatasan kesempatan merumuskan meyelidiki naskah tsb, SM melihat kepakaran Residen Poortman melalui metoda yg diambil, dan pada Bab selanjutnya ada penjelasan lain yg lebih mendetail berdasarkan sumber2 lainnya.
Copas : “ Residen Poortman bersikap sangat hati2 dalam mengutarakan pendapat2nja, terutama tentang identifikasi tokoh2 sedjarah, meskipun berdasarkan penjelidikannja jang bersumber pada dokumen2 penting jang orisinil ia jakin akan kebenaran pendapatnja. Dalam mengidentifikasi tokoh2 sedjarah ia selalu menggunakan terminology jang paling rendah nilainja jakni veroderstelling atau supposition, bukan presumption atau hypothese. Terminologi jang kedua dan jang ketiga ini lebih tinggi nilainja dan lebih kuat. Penggunaan istilah supposition/ veroderstelling menundjukkan betapa hati2 sikapnja dalam bidang ilmiah”

Ok biar lebih seru dan menjawab (mungkin loh menjawab…) yg dimaksud : “….yang disembunyikan pemerintah”…(sepertinya kurang tepat menurut ane…kalo pake kata “disembunyikan”) dibahas dikit deh…(jadi baca lagi nih … udah bbrp tahun ga dibaca lg…).

Oke… deh dilanjut : …diambil dari buku nya (kalo ada yg sdh baca maafin ane…tp mungkin ada juga yg belon pd baca…)

Berita atau Naskah dari Kelenteng Sam Po Kong (SPK) – Semarang merupakan sumber sejarah baru, orientasi baru yang mencoba menembus kegelapan sejarah, karena uraian Babad tanah Djawi dan Serat Kanda kedengarannya seperti dongeng yang mengandung banyak fantasi. Berita atau Naskah SPK merupakan sumber sejarah baru, dan penelitian lbh lanjut sangat diharapkan.

Residen Poortman pd thn 1928 adalah penasihat urusan pemerintahan dalam negeri dan seperti resensi diatas ditugaskan oleh pemerintah kolonial belanda utk menyelidiki apakah Raden Patah adalah orang Tionghwa. Mengapa harus diselidiki Raden Patah adalah Tionghwa ? karena (menurut bukunya nih….) menurut Serat Kanda Raden patah bergelar Panembahan Djimbun dan menurut Babad Tanah Djawi bergelar Senapati Djimbun,…..sedangkan Djin Bun dalam dialek Yunan artinya Orang Kuat…(jadi mungkin kolonial Belanda penasaran makanya nyuruh Residen Poortman selidiki….kayanya sih gitu ya).

Sesuai resensi/buku maka berangkatlah Residen Poortman ke Kelenteng SPK di Semarang (mengapa ke SPK karena sejarah SPK itu sendiri yg sangat erat dengan jejak kaki Tionghwa di Tanah Jawa/Indonesia…kalo ini mnrt ane ya). Dan dibawalah tiga tikar naskah2 tulisan Tionghwa, ada yg sdh berumur lebih dari 400 tahun. Hasil penelitian tiga tikar itu tentang Panembahan Djimbun termuat pada preambule/pendahuluan suatu prasaran kepada pemerintah kolonial Belanda, dengan diberi label GZG yang artinya sangat rahasia, ditambah keterangan : hanya boleh digunakan dikantor saja. Atas permintaan Residen Poortman hasil penelitiannya harus dirahasiakan krn jika diketahui umum “sudah pasti menimbulkan keguncangan dalam masyarakat islam di pulau jawa” (ini copas dr bukunya…), menurut ane saat itu Residen Poortman sdh sangat hati2 mengenai hasil penelitiannya. Hasil penelitian ini atau prasaran baru diketahui pada tahun 1964 sebagaimana tertulis pada buku Tuanku Rao. Ada rentang waktu yg lama antara 1928-1964.

Lanjut deh…dikit lagi nih…

Dalam buku tsb tidak disinggung dimana tiga tikar naskah tionghwa dari kelenteng SPK disimpan (sepertinya ga ada ya…ditulis dimana disimpan…), hanya ada 5 lembar prasaran dalam bentuk cetakan. Prasaran tersebut masih ada di Gedung Negara Rijswijk, Belanda. Tapi kalo menurut ane sih naskah2 kuno itu masih disimpan di Belanda, Belanda kan jago kalo nyimpen2 arsip sejarah.

Dikemudian hari, hasil penelitian Residen Poortman tsb diumumkan oleh Ir. M.O. Parlindungan dalam bukunya Tuanku Rao (1964) sebagai Lampiran/XXXI dari halaman 650 sampai 672 dibawah judul : Peranan orang2 Tionghwa/Islam/hanafi didalam perkembangan agama islam dipulau Jawa. Parlindungan adalah seperti anak angkat dari Residen Poortman, ahli waris Residen Poortman.

Jadi menurut ane nih terlepas dari pro kontra sebagaimana yang ada pada resensi diatas dan isi bukunya, Pemerintah lebih mengambil jalan tengah untuk melarang beredarnya buku tsb demi menjaga ketenangan masyarakat, bukan “menyembunyikan” kebebasan ilmiah tapi lebih kepada pemahaman kelompok masyarakat Indonesia kebanyakan yang mungkin ngga bisa se “cool” kita2 ini dalam menyikapinya saat membaca buku tsb. ….hehehe Ahok aja ribet tuh waktu kampanye jadi wagub karena suku dan agamanya.

Pada masanya cara2 berilmiah penulisan buku termasuk sumber2nya akan lebih detail dikupas dikritik dalam diskusi2 panel ilmiah. Jangan hanya sebatas resensi buku tapi bagusnya para ahli sejarah buat symposium atau panel diskusi terbuka yang bukan hanya menguliti buku Prof Dr SM ini, tapi naskah kuno tsb. ....nah masalahnya….bakalan ada kelompok yg dateng ga teriak2 bubarin acaranya….hehehehe….(jangan2 udah ada kali diskusi ilmiah tentang naskah tsb atau bukunya…*** tau deh…).

Dalam bukunya kebanyakan/hampir semuanya nama Tionghwa untuk tokoh2 yg kita pelajari waktu sekolah SD SMP SMA dulu dan mereka semuanya adalah Tionghwa Muslim.

….cari deh bukunya baca sendiri biar lebih afdol….ane kalo baca jadi penasaran…kok begini ya…bener ga sih…para pakar sejarah harus debat nih…termasuk pakar sejarah dari belanda.

PALING TIDAK SUDAH ADA ORANG YANG BERANI BERSUARA, DAN SEBUAH PENELITIAN DILEMPAR KE PUBLIK UNTUK DI UJI KEMBALI…DAN DIUJI LAGI…LAGI DAN LAGI…
 
Status
Thread ini sudah dikunci moderator, dan tidak bisa dibalas lagi.
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd