Part IV : The Emperor
Jackson Andreas
Dan dia meninggalkan kami berdua dengan suasana kaku seperti ini, kembali lagi dengan tingkahnya yang selalu kurang dewasa dan ingin mengerjakan segalanya terburu-buru.
Kutatap gadis manis yang duduk di depanku dengan wajah kebingungan sambil menatap cek di tangannya.
“ Cher,… “ Panggilku sambil tersenyum berusaha seramah mungkin.
“ Iya Pak “ jawabnya cepat sambil berusaha menyatukan nyawanya kembali kesini.
“ Kamu jangan bingung, daripada bingung lebih baik ikut saya sekarang ke tempatnya ya. Percuma kalau kita disini dan aku berusaha menjelaskan ke kamu cuma pakai kata-kata. Kamu ada waktu kan ? “
“ Hmm “ dia tertegun sesaat “ Ada koq Pak, waktu… saya kan pengangguran sekarang “ dia tertawa renyah, sepertinya mulai menguasai situasi saat ini.
“ Hahaha, yawda kamu naik apa kesini ? “ tanyaku memastikan sambil memanggil pelayan untuk membawakan bill yang ditinggalkan begitu saja oleh Edison.
“ Saya bawa kendaraan sendiri pak, Lokasinya dimana ya ? “ tanyanya sambil mengeluarkan dompet juga ingin ikut membayar tagihan itu.
“ Gak usah “ menolak uang darinya, sambil menaruh kartu kredit di bill itu dan memberikannya pada pelayan itu “ Hmm, kamu ikut aku aja deh ya, aku ga terlalu tahu nama jalan di Jakarta, keberatan kalau supir aku yang bawa mobil kamu ? “
Dia berfikir sesaat,
“ Kalau enggak kita naik mobil kamu aja “ jawabku cepat menebak keraguannya, wajar sih ragu memberikan mobil ke orang yang baru aja dia temuin 15 menit yang lalu.
“ Boleh, deh pak “ katanya cepat namun belum terlalu yakin.
“ Okay, kalau gitu kamu parkir dimana ? “ kataku sambil berjalan keluar sesuai arahannya.
##
“ Hmmm, masih bingung ya ? “ tanyaku berusaha mencairkan suasana saat melihat bibirnya bergumam sendiri.
“ Eh, iyasih sedikit “ dia tersenyum renyah sambil tersenyum di balik kemudi mobilnya, aku sengaja memintanya untuk membawa kendaraan itu agar dia tidak terlalu khawatir dengan keberadaanku yang mungkin akan merampok mobilnya.
“ Ga perlu bingung, jangan ngerasa terpaksa atau tertekan juga. Santai aja lagi.. “ aku tersenyum berusaha mengangkat beban darinya.
“ Ya memang Edison itu begitu, impulsive dan penuh dengan cara-cara aneh yang… ga semua orang bisa terima dan paham dengan cara dia yang begitu “
Cheryl mengangguk lucu.
Aku tertawa menatap kepolosannya.
“ Tapi tenang, dia itu bukan tipe orang yang egois, hmm agak egois sih. Tapi bukan tipe orang yang cuma memikirkan dirinya sendiri “ terangku “ Kita lihat tanah yang baru aku beli, coba kamu konsep. Kalau kamu cocok dan yakin. Baru kamu ambil pekerjaan ini. Kalau enggak ? tenang aja saya pasti paksa Edison untuk balikin kamu ke company kamu yang lama “ ucapku mantab.
Dia mengangguk sedikit yakin.
“ Haha, semangat donk !! “ aku bertepuk tangan kecil sambil menunjuk untuk dia berbelok ke sebelah kiri di pertigaan di depan sana.
“ Bapak sudah kenal lama ya sama Pak Edison ? “ tanyanya seperti ingin menyelidiki.
“ Sudah “ aku mengangguk “ Dari kita kecil, dari kita puber sampai sekarang “
“ Kira-kira 26 tahun lah “ ucapku mantab “ Dari kita bayi, orang tua kita kebetulan bikin bisnis bareng dan akhirnya ya sampe sekarang ini “
“ Property juga ? di Jakarta ? Mall ? Hunian ? “ tanyanya cepat
“ Hahaha, iya tapi kerjasamanya bukan di proyek property sih, tapi lebih ke sahamnya aja sesuai dengan bidang company perusahaan Papa dulu “
“ Oh begitu, supplier ya ? “ tanyanya lebih detail
“ Haha, enggak bukan supplier tapi advertisingnya gitu lah “
“ Oh, masih sampai sekarang ? Konsultan gitu ? Temen aku kerja di konsultan marketing gitu tapi lagi coba cari kerja di tempat lain “ ucapnya bersemangat.
“ Bukan – bukan, hmm Papa punya stasiun Televisi gitu “ ucapku, sebenarnya agak malas membahas itu.
“ Hah, ooo … “ dia mengangguk sepertinya bisa menebak stasiun TV mana yang begitu sering bekerja sama dengan perusahaan tempatnya bekerja sampai siang hari tadi.
Dan tiba-tiba dia diam, seolah sungkan.
“ Hahaha, kenapa tiba-tiba kaku begitu ? “ tanyaku sambil membetulkan cincin ditanganku.
“ Gak kenapa-kenapa pak “ dia tersenyum “ Sebenernya daritadi tuh ngerasa pernah ngeliat bapak dimana gitu, mungkin di acara gossip atau apa “ dia tertawa
“ Gosip ? kamu suka nonton gossip ? “ aku tertawa.
“ Ya… kadang sih, ya itu makanya kayaknya pernah lihat dimana. Tapi gak yakin, dan pengen tanya dari tadi, tapi masih sungkan “
“ Lah, kalau mau tanya-tanya aja lagi “ ucapku, menunjuk ke sebelah kanan, tempatnya sudah tidak jauh lagi.
“ Hmm, disini ya ? “ tanyanya sambil menepi ke pinggir tanah kosong itu.
“ Iya disitu “ kataku, sambil membuka pintu sesaat setelah Cheryl menarik tuas rem tangannya.
“ Eh sebentar, tadi mau nanya apa ? “ tanyaku sebelum dia lupa dengan pertanyaannya lagi.
“ Enggak, lupain-lupain !! malu mau tanyanya. Lagian yang ini kayaknya lebih seru deh buat diobrolin “ dia tertawa sambil melangkah keluar mobilnya.
Aku mengangguk, menggoyangkan kepalaku tersenyum sendiri dengan tingkahnya.
“ Gimana ? “ tanyaku padanya berdiri di depan tanah kosong itu.
“ Gila, gak nyangka ada tanah sebesar ini di Jakarta dan lingkungannya juga keren banget “ dia memperhatikan lingkungan sekitarnya yang memang cukup asri dan jarak antar rumahnya pun cukup lebar.
“ Dibikin gaya bali kayaknya keren deh pak “ lanjutnya.
“ Setuju ! “ ucapku tertawa geli, pemikirannya sama persis dengan calon bossnya. Aku mulai mengerti kenapa Edison menyukai gadis ini.
“Gaya Bali buat halamannya tapi bangunanya tetep minimalis kaya yang bapak mau “ dia berlari sedikit ke pojok tanah itu “ Nah disini kita bangun sedikit taman, mungkin kalau bapak ga keberatan bisa pakai pohon palem atau pohon kelapa sekalian “
Aku hanya menggangguk-angguk sambil memperhatikan Cheryl yang terlihat begitu bersemangat. Dia seolah menemukan dunianya disini.
Dia terus berlarian sambil bercerita panjang lebar tentang ide-idenya. Sebelum kemudian berhenti dan berjalan kedepanku.
“ Pak saya mau jujur sama bapak, tapi bapak juga jawab jujur sama saya ya “ ucapnya sedikit terengah-engah.
Aku mengangguk, sambil tersenyum.
“ Boleh tanya aja, asal bukan hal pribadi “ aku tertawa
“ Bukan pak, bukan tentang itu “
“ Okay, kamu mau tanya apa ? “
“ Pak, tanah di daerah ini dan lokasi ini pasti mahal banget. Dan,.. dengan luas segini “ ucapnya lagi.
“ Bapak yakin rela kalau interior designer dan arsitektur pemula seperti saya yang mengerjakan, kalau gagal atau jelek, bapak bisa buang uang sangat besar loh !! “ ucapnya lagi.
“ Hmm, Okay, kamu mau jawaban jujur kan ? “
Dia mengganguk cepat.
“ Indeed, I know Edison very well. Tapi jujur saya masih ragu koq, cukup ragu apakah ini akan selesai atau enggak, akan sesuai harapan atau enggak “ aku mengangkat bahuku sebelum mengangguk-angguk kecil dan tersenyum.
“ Tapi boleh kan, saya coba pak ? meyakinkan bapak untuk “ Cheryl membulatkan kedua tanganku sambil menunjuk tanah kosong luas di depanku.
“ Ya, kamu harus bisa meyakinkan saya dengan project kalian. Tapi, sebelum itu “ aku terdiam sesaat.
“ Kamu harus meyakinkan diri kamu sendiri dulu, untuk menerima tawaran Edison “
Dia mengangguk setuju.
“ Aku tunggu kamu yakin dengan pilihan kamu, setelah itu kamu yakinkan aku untuk pilih kalian untuk membangun rumah ini “ ucapku perlahan.
Dia tersenyum.
“ Okay, udah sore kayaknya dan ini kartu nama aku “ aku mengeluarkan secarik kartu namaku dari dalam dompet.
“ Kamu boleh hubungi aku langsung kalau kamu udah yakin dan menerima project ini, nanti kita set meeting dan please yakinkan aku untuk terima proposal kalian “
“ Baik pak, mungkin butuh sedikit waktu. Tapi apapun keputusan saya, saya pasti kasih kabar ke bapak “ dia menerima kartu namaku dan menyimpannya ke kantung blazer.
“ Saya jalan dulu ya “ ucapku sambil berjalan pergi ke mobilku yang sudah menunggu.
“ Baik pak, hati-hati di jalan “
Aku mengangguk, “ Kamu juga hati-hati ya “