Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Sebuah Sisi Lain (TAMAT)

Deriko

Tukang Semprot
Daftar
29 Oct 2019
Post
1.366
Like diterima
21.631
Lokasi
Bawah Kaki Langit
Bimabet
****
Permisi Suhu semua. Kali ini ane hanya ingin membagi sebuah cerita yang dibuat di sela-sela kesibukan pekerjaan. Ane berusaha menyederhanakan alur cerita dalam Thread ini supaya tidak bikin pening saat membacanya walau dinikmati di tempat kerja sekalipun. Mohon maaf juga kalau bahasa yang ane gunakan terlalu bertele-tele karena ane ingin memberi kesan yang jelas pada kalimat yang ada.

Tak lupa, apabila ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian dan peristiwa itu semua hanya kebetulan semata. Selamat membaca.

****


Sebuah Sisi Lain

Post 1


“Dek, ntar jemputnya di warung depan aja yah “

“Oke kak... “

“Jangan terlambat yah.... trus jangan main kemana-mana “

“Iya deh kak..... “

Kutinggalkan kakak perempuanku di depan gerbang sebuah klinik, tempat kerjanya. Seperti hari sebelum-sebelumnya, kakakku kuantar ketempat kerjanya sembari aku berangkat sekolah.

***

Setidaknya itulah yang kuingat dari kakak perempuanku dulu. Sebelum semuanya jadi hancur berantakan seperti sekarang ini. Kakakku yang dulunya periang dan ramah pada siapapun kini hanya bisa meringkuk sendirian di rumah. Kakak perempuanku yang dulunya cantik dan seksi itu kini jadi mirip orang gila, karena memang dia sekarang mengidap gangguan jiwa.

Dea Priscilla, nama kakak perempuanku. Dulunya dia jadi rebutan cowok di kampusnya, bahkan sampai di tempat kerjanya. Kak Dea dulunya kerja sebagai tenaga medis di sebuah klinik di kota ini. Kakak perempuanku ini bukan saja punya body-nya yang seksi, tapi memang wajahnya benar-benar cantik. Tinggi bandannya sekitar 167cm, memang termasuk lumayan tinggi untuk seorang perempuan di negara ini. Di usianya yang ke-24 tahun saat itu, kak Dea masih saja nampak seperti anak sekolahan. Kulitnya putih mulus dan bentuk tubuhnya langsing. Buah dadanya juga kelihatan bulat sekaligus montok.

Ada satu peristiwa dimana hal itu jadi titik balik semuanya. Kala itu kakak perempuanku telah dilamar oleh seorang pemuda teman kuliahnya dulu. Semuanya sudah diatur sedemikian rupa sampai tiga hari sebelum acara pernikahan kak Dea. Tiba-tiba saja pihak laki-laki membatalkan acara pernikahan itu. Keluargaku langsung marah besar karena merasa dilecehkan. Parahnya lagi tunangan kak Dea tidak bisa dihubungi sama sekali dan keluarganya seperti sengaja menutupi keberadaannya.

Papaku sudah lama cerai dengan mama. Penyebab perceraiannya juga aku tak mengerti sampai sekarang. Jadilah aku di rumah ini sebagai laki-laki satu-satunya. Aku harus pontang-panting menghubungi keluarga tunangan kak Dea, sampai pada akhirnya aku berada pada satu kesimpulan.

Malam itu keluarga tunangan kak Dea menemuiku dan mama. Mereka mengatakan bahwa anaknya telah menikah dengan seorang perempuan dari pulau seberang. Sama seperti kami, mereka juga tak bisa menghubungi anaknya. Mengetahui kabar itu kak Dea semakin syok dan depresi. Sebaliknya aku dan mama sibuk membatalkan semua acara dan meminta maaf pada keluarga besar kami karena telah mengecewakan mereka.

Saat aku kira semuanya bisa teratasi malah muncul masalah baru. Sewaktu aku dan mama tak ada di rumah, kakak perempuanku nekat berusaha mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri. Tapi Tuhan berkehendak lain, dia masih bisa diselamatkan oleh warga dan tetangga kami yang melihatnya. Meski kak Dea selamat tapi depresinya semakin parah. Bahkan setelah kejadian itu kakakku sempat dirawat di rumah sakit selama dua minggu, namun tak ada hasil sama sekali. Sampai sekarang dia masih belum bisa diajak bicara dan tak pernah menjawab kata-kata kami.

Namaku Vendi, aku baru lulus SMU. Di rumah ini aku hanya tinggal bertiga bersama mama dan kakak perempuanku. Setelah mama bercerai dengan papa, dia kemudian bekerja pada sebuah hotel. Entah di hotel itu mama jadi apa aku tak tahu, bahkan sampai sekarang pun dia tak pernah mengatakannya. Tak jarang juga mama berangkat pagi dan pulang larut malam. Kalau aku tanya hanya dijawab di hotel lagi banyak tamu, jadi pulangnya agak larut malam.

Mamaku itu tipe wanita yang mandiri. Di umurnya yang sudah 42 tahun ini dia masih lincah dan tidak sering sakit. Badannya juga masih fit, masih langsing dan wajahnya juga masih terlihat cantik. Anehnya, kulihat semakin hari mama semakin gembira, meski di rumah kami punya masalah yang berat sekalipun.

Penghasilan mama dari kerja di hotel tak pernah aku tahu, yang jelas cukup untuk makan kami bertiga dan memenuhi kebutuhannya. Aku juga menyibukkan diri dengan usahaku jualan barang secara online. Memang hasilnya belum nampak tapi setidaknya penghasilanku dari jualan online itu aku bisa membahagiakan kakakku yang tengah sakit. Itulah kenapa untuk membeli obat dan keperluan kak Dea lainnya aku tak pernah meminta pada mama.

Sore ini mama kembali berpakaian seragam hotel seperti biasa. Aku yang sedang sibuk mendata barang-barang yang akan aku kirim melihatnya berangkat dengan tatapan datar dan biasa saja.

“Ven, kamu jagain rumah yah, jangan kemana-mana”

“Iya mah.. eh, kok tumben mama berangkat sore?” tanyaku.

“Iya nih, mama dapat gilliran shift malam”

“Loh, bukannya mama seminggu ini masuk pagi terus?”

“Eh, itu.. ada teman mama yang gak bisa masuk kerja.. jadi mama terpaksa gantiin”

Aku kembali diam dan menerima jawaban dari mama. Untuk sekarang ini yang ada dalam pikiranku adalah bagaimana merawat kakak perempuanku. Dengan tak adanya papa sebagai orang tua laki-laki, aku harus memastikan keadaan rumah baik-baik saja.

“yaudah Ven, mama berangkat dulu...”

“Iya mah, hati-hati.. sering chat Vendi yah kalo ada kesempatan..”

“Beres...” balasnya.

Kami kemudian berpelukan dan mencium pipi seperti biasanya. Melihat wajah mamaku yang tegar dan ceria membuat semangatku untuk menjalani hidup ini semakin menyala.

Sepeninggal mama, aku di rumah bersama kakak perempuanku saja. Aku kemudian membuka kamarnya untuk sekedar melihat kondisinya. Kamar kakakku hanya berisi sebuah kasur busa biasa tanpa dipan dan bantal guling saja. Tak ada barang lain karena kami kawatir bisa digunakan olehnya untuk mencoba bunuh diri lagi. Setelah kubuka pintunya langsung kutemui kak Dea masih meringkuk di atas tempat tidurnya seperti yang sudah-sudah. Dia hanya diam tanpa berbuat apa-apa.

“Kak... makan ya?” tanyaku sambil mendekatinya. Namun tak ada jawaban darinya.

“Makan yah kak!? Udah seharian kakak gak makan..” tawarku lagi. Biasanya memang dia tak pernah menjawab perkataan kami.

“Aku ambilin yah kak!? Aku suapin...” kataku kemudian keluar dari kamarnya dan mengambil makanan.

Beberapa saat kemudian aku kembali ke kamar kakakku. Kutemui dia sudah duduk di atas tempat tidurnya. Biasanya itu pertanda kalau dia setuju dengan tawaran kami.

“Makan ya kak!? Vendi suapin...” kataku lagi sambil menyendok makanan lalu ku arahkan pada mulut kakak perempuanku. Syukur kali ini dia nurut padaku, karena tak jarang dia memberontak dan tak ingin ada orang lain di dekatnya.

Sambil meenyuapi kakakku, pandanganku kusapukan pada tubuh kakak perempuanku itu. Meski rambutnya yang panjang di bawah punggung itu acak-acakan tapi penampilannya masih terlihat biasa saja. Wajahnya yang sudah lama tak tersentuh make-up itu juga masih terlihat cantik. Hanya saja bau badannya mulai tak sedap karena sudah dua hari dia tak mandi. Sebenarnya kalau mama tak sibuk biasanya mama yang memandikan kak Dea.

“Habis makan kakak mandi yah!?” tawarku lagi, tapi dia terus-menerus diam. Kuteruskan dulu suapan makanan ke dalam mulutnya sampai habis.

Setelah makanan di atas piring yang kubawa habis, aku kemudian pergi ke depan untuk mengunci pagar dan pintu depan rumah sekalian. Aku tak mau ambil resiko kakak perempuanku bisa melarikan diri dari pengawasanku. Setelah itu aku kembali ke dalam kamarnya untuk merayunya supaya mau mandi.

“Ayo kak.. mandi, aku siapin air hangat yah!?” tawarku lagi. Lagi-lagi dia hanya diam membisu.

“Kak.. kalo kakak gak peduli sama diri kakak, tapi kakak apa gak sayang sama adek?” ucapku menatap wajahnya.

“Adek udah rela merawat kakak, adek ikhlas kok.. tapi jangan sia-siakan rasa sayang adek kak...”

Kak Dea masih diam membisu. Aku mulai merasakan kalau tawaranku akan ditolaknya. Aku tahu dan sadar, biasanya yang akan memandikan kakakku itu adalah mama. Mungkin dia tak mau karena tak ada mama di sini.

“Yaudah deh kak... istirahat aja.. aku mau kerja dulu” ujarku. Setelah itu aku berdiri hendak meninggalkannya lagi. Tapi tiba-tiba tanganku dipegangnya.

“Gimana kak? Mandi yah.. bersihin badan kakak.. kakak sayang sama adek kan?” tanyaku lagi, dia mengangguk.

Dengan lembut aku bimbing dirinya menuju ke kamar mandi. Kutuangkan air hangat ke dalam bak yang ada di kamar mandi. Setelahnya aku berhenti, tak berani berbuat lebih karena aku juga bingung dan tak tahu apa yang biasanya dilakukan mama saat memandikan kakak perempuanku itu.

“Kakak mandi sendiri yah” ucapku di depan pintu kamar mandi. lagi-lagi kak Dea malah diam berdiri tanpa berbuat apa-apa.

“Kakak mau... emm.. mau Vendi yang mandiin?” tanyaku ragu, tanpa kuduga rupanya kak Dea malah mengangguk.

“Tapi... aku gak bisa kak.. kakak mandi sendiri aja yah?” balasku.

Setelah mendengar penolakanku kak Dea malah keluar dari kamar mandi. Dia kemudian menuju kamarnya lagi. Mengetahui itu aku langsung memegang lagi tangannya dan menariknya lagi menuju kamar mandi.

“i-iiya deh kak... ayo Vendi temenin kakak mandi”

Kak Dea kembali menuruti perkataanku. Dia kembali masuk ke dalam kamar mandi tapi dengan aku juga ada di dalamnya.

“Maaf ya kak.. adek lancang” kataku yang mulai menarik kaos merah yang menutupi tubuh bagian atasnya.

Begitu kaos itu terlepas langsung terlihatlah dua bukit kembar milik kakak perempuanku. Aku tahu kalau selama ini kak Dea tidak memakai Bra, tapi baru kali ini aku beneran melihat payudaranya. Montok banget cuy!

Jantungku mulai berdegub kencang. Rasanya darahku berdesir semakin cepat. Ah kacau, masak aku jadi horni gini sih!? tapi aku timbulkan lagi sugesti dalam pikiranku kalau yang kuhadapi ini adalah kakak kandungku sendiri. Apalagi dia dalam keadaan terganggu pikirannya. Tak sepantasnya aku jadi horni melihat tubuhnya. Adek macam apa aku ini?

“Ma-maaf lagi ya kak..” ujarku saat kedua tanganku menarik ke bawah celana pendek yang dipakainya. Untung saja masih ada celana dalam yang menutupi daerah kewanitaanya, jadi kutinggalkan saja barang itu berada di posisinya saat aku memandikan kak Dea.

“Siap ya kak....” ucapku memberi peringatan. Kakakku kini sudah jongkok di depanku.

Kusiramkan air hangat yang dari dalam bak mandi memakai gayung. Kuratakan sampai seluruh permukaan tubuh kak Dea basah semua. Setelah itu kuberikan shampoo pada rambutnya yang tergerai panjang itu sampai berbusa. Hingga saat ini kakakku masih diam saja menerima perlakuanku.

Berikutnya kubalurkan sabun pada tubuh kakakku. Mulai dari wajahnya lalu turun ke daerah punggung dan pinggangnya. Aku sengaja melewati dadanya karena takut dia terganggu dengan sentuhan tanganku di payudaranya. Kuteruskan saja sapuan tanganku pada tubuhnya tapi dengan melewatkan beberapa bagian penting tubuhnya, terutama payudara dan daerah kewanitaannya.

“Sudah ya kak...” ucapku hendak menyelimuti tubuhnya dengan handuk. Tapi tanganku di tepisnya, gerakan tangannya memberitahuku supaya menyabuni bagian tubuhnya yang tak terkena sabun tadi.

“Ehh.. iya kak.. tapi.. ah, gapapa...” balasku.

Aku kemudian mengambil sabun cair dari dalam botolnya lalu kuusapkan sesuai permintaannya. Meski tanganku gemetar tapi kuyakinkan pikiranku kalau yang kuhadapi adalah kakak kandungku yang butuh perhatian dan kasih sayang. Tak ayal aku bisa memegang buah dada kak Dea yang bulat montok itu tanpa penghalang apa-apa. Jantungku yang tadinya sudah mulai tenang kini mendadak deg-degan lagi.

Baru kali ini aku memegang buah dada perempuan setelah aku dewasa. Rasanya sungguh empuk, kenyal dan membuat darahku berdesir kencang. Tak terasa batang penisku ikut-ikutan tegang juga. Kacau nih.

Aku tak mempedulikan kaos dan celana pendek yang kupakai sudah ikutan basah. Tanganku terus mengelus payudara kak Dea dengan gerakan memutar dan membersihkan. Aku tak mau terus terpancing nafsuku, aku haru ingat selalau kalau yang kuhadapi itu adalah kakak perempuanku yang terganggu mentalnya. Aku harus merawatnya dan memastikan dia baik-baik saja.

“Adek lepas sekalian ya kak!?” tanyaku, entah dapat keberanian dari mana saat tanganku mulai melepas celana dalam yang menempel di tubuh kakakku.

Dengan cekatan aku singkirkan celana dalamnya yang sudah basah itu. Kemudian kembali tanganku meraih sabun untuk menyabuni daerah kemaluannya. Ugh, rasanya beda banget dari yang tadi. Bener-bener beda saat tanganku mengusap permukaan kemaluannya. Kak Dea masih diam saja tanpa ada ekspresi apa-apa di wajahnya. Telapak tanganku yang penuh dengan busa sabun kini mengusap permukaan vaginanya yang ditumbuhi bulu kemaluan yang lebat itu. Sebuah pemandangan yang selama ini hanya aku bisa lihat di video bokep tersaji nyata di depan mataku.

“Udah kak yaa.. udah bersih kok...” ujarku sambil mengguyurkan air untuk membilas tubuh kakakku dari busa sabun. Aku tak ingin lama-lama berada pada situasi seperti ini.

“yuk, adek keringin tubuhnya...”

Aku kemudian mengusap tubuh kakakku dengan selembar handuk. Dari ujung rambutnya sampai ujung kaki tak ada yang terlewat olehku. Kupastikan tubuh kak Dea bener-bener tak basah lagi.

Sebelum keluar dari kamar mandi, kulepaskan kaosku yang basah dan kujadikan satu dengan pakaian kak Dea tadi. Selepas itu kami berdua menuju kamar kakak perempuanku itu.

“Vendiiii..... oiiii...Vendiii....!” tiba-tiba terdengar teriakan dari pagar depan memanggil namaku.

Aku yang masih telanjang dada kemudian memastikan dulu kakakku masuk ke kamarnya. Jangan sampai ada yang tahu kalau dia baru saja dimandikan oleh adik laki-lakinya. Setelah mengunci kamar kakakku, akupun ke depan membuka pagar dan mencari tahu siapa yang memanggilku.

“Vendiiii.....”

“Heh... ada apasih ribut aja lu?” ucapku sambil membuka pagar depan. Ternyata yang memanggilku tadi adalah Bayu, teman sekolahku dulu.

“Nyet, nih foto lu nih... udah kelar cetaknya...” balasnya sambil menunjukkan foto kelulusanku.

“Wah kampret lu.. panggil gua monyet...” ujarku. Memang kami sudah akrab, bisa dibilang kami ini sohib kental.

“Eh, ngapain lu basah-basahan kek gitu? Lu dirumah sendirian?” tanya Bayu melihat celana pendekku yang masih basah.

“Barusan nyuci baju nih.. ada tuh kakak gua...” balasku.

“Ohh.. kalo dirumah sendirian mending ikutan gua aja...”

“Emang mo kemana sih?”

“Biasa.. mancing”

“Hadeuhh.. mancing aja lu kerjaannya.. gua ada kerjaan yang lebih penting, mo kirim barang” balasku.

“Ahh, yaudah deh...”

“Iyah... kapan-kapan aja gua ikut, eh.. makasih yah udah lu anterin foto gua”

“Sippp...”

Bayu kemudian berlalu dari depan rumahku. Dia jalan kaki karena memang rumahnya hanya beda gang dengan rumahku. Kembali aku kunci pagar rumahku dan masuk kedalam.

Setelah meletakkan fotoku di atas rak Tv, aku kemudian mencari pakaian kak Dea. Lengkap berserta dalemannya juga. Sungguh baru kali ini aku mencarikannya pakaian. Begitu dapat aku langsung kembali masuk ke dalam kamar kakak perempuanku.

“Kakk....” kembali aku terpana dengan pemandangan yang kutemui di depanku sampai tak kuteruskan panggilanku pada kak Dea.

Kakak perempuanku yang tadinya terselimuti dengan handuk kini duduk bersandar pada tembok dengan kedua kaki mengangkang. Dia duduk dengan tubuh bugil tanpa sehelai benang. Shit! Lagi-lagi aku harus menelan ludah melihat kemolekan tubuh kakak perempuanku.

“Eh, kak.. ayo dipakai bajunya.. ntar kedinginan lho..” ucapku.

Pelan-pelan kudekati kak Dea, lalu tanganku berusaha memasukkan kedua kakinya pada lobang celana dalam. Memang tak semudah perkiraanku tapi akhirnya aku berhasil melakukannya. Pikiranku terus terganggu dengan penampakan vagina kakak perempuanku itu, apalagi dengan posisi aku jongkok dan dia berdiri membuat celah kewanitaannya itu berada tepat di depan wajahku.

Aku tak ambil pusing. Tanpa kutunda lagi segera kupakaian baju dan celana pendek pada tubuh kakak perempuanku. Akan tidak elok kalau sampai kakakku itu terlihat orang lain tidak memakai baju.

Hari berganti hari, semenjak saat itu aku sudah tak lagi canggung saat mengajak mandi kakakku. Semakin hari rasanya semakin biasa saja aku melihat tubuh telanjang kak Dea. Meski aku sering horni juga kalau menyentuh bagian kelaminnya. Itulah kenapa aku jadi sering onani. Parahnya lagi yang kujadikan fantasiku pas onani adalah kakak perempuanku sendiri. Ahh, tambah kacau nih otak.

Mama juga sering tidak di rumah. Bahkan sempat beberapa hari dia tidak pulang. Kalau aku tanya jawabnya hanya kerja dan kerja. Tapi kemarin malam aku sempat melihatnya pulang diantar oleh seorang pemuda seumuranku dengan mobil. Aku diam saja, karena kurasakan hal yang terbaik saat ini adalah diam.

***

Maaf besok disambung lagi ya Gaes ^_^
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd