Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG [Season 1 & 2] - Slavery Game

Tim siapakah anda?

  • Lia

    Votes: 68 21,1%
  • Indah

    Votes: 40 12,4%
  • Vera

    Votes: 20 6,2%
  • Yolanda

    Votes: 60 18,6%
  • Azizah

    Votes: 125 38,8%
  • Natsu

    Votes: 9 2,8%

  • Total voters
    322
SG 35 - Better Aces



Sabtu malam ..

Tepat jam 7 malam, aku dan Lia keluar dari rumahku untuk menghadiri ‘undangan’ makan malam di rumah ‘teman’ baru kami.

Malam ini kami mengenakan busana semi formal untuk menunjukkan kesan sopan namun tetap casual dan tidak berlebihan.

Aku memakai kemeja lengan panjang berwarna putih gading dipadu dengan celana krem bermodel chinos, lengkap dengan sabuk dan sepatu kulit berwarna coklat.

Tak lupa aku juga mengenakan sebuah jam tangan pria yang bertali kulit juga yang kupakai di tangan kiriku.

Lia juga mengenakan outfit yang hampir senada denganku. Dengan blazer yang juga berwarna putih gading dan rok panjang krem bermodel plisket, membuatnya tampil cantik dan stylish.

Yang membedakannya dengan outfit yang kupakai adalah jilbab segi empat berwarna biru dongker yang membalut cantik kepalanya.

Kulihat Lia sedikit gugup dan gelisah. Tangannya memeluk lenganku cukup keras. Aku tersenyum sambil mengelus lembut tangannya untuk menenangkan kegelisahannya.

Aku sudah memintanya untuk percaya kepadaku dan cukup hanya fokus menjalankan rencana yang sudah kubuat untuknya.

Lia menatap lembut mataku lalu tersenyum untuk menunjukkan rasa percayanya padaku bahwa aku akan selalu melindunginya.

Sambil bergandengan, aku dan Lia berjalan santai menuju rumah Bramono.

Sesampainya di depan gerbang aku memencet bel lalu menunggu.

Setelah beberapa saat, dari dalam rumah keluar seorang pria brewokan bertubuh kekar dan berambut gondrong.

Pria yang terlihat berusia sekitar 40 tahunan ini juga terdapat beberapa bekas luka di wajahnya sehingga membuat penampilannya tampak menyeramkan

Kulihat Lia menoleh ke arahku dan menunjukkan kebingungannya dengan sosok pria yang membukakan pintu gerbang rumah Bramono untuk kami.

Lia tidak mengenali pria ini. Aku merasakan tangan Lia memeluk lenganku lebih erat tanda ia sedikit takut dengan pria ini.

Namun bagiku, pria ini sudah tidak asing lagi. Pria ini adalah salah satu bodyguard Bramono yang pada kehidupanku sebelumnya ikut menculik dan mengeroyokku.

Kulihat pria itu mempersilakan aku dan Lia masuk dengan gesture tangannya tanpa berkata sepatah kata pun.

Aku tidak segera masuk ke dalam rumah Bramono dan hanya diam mematung sambil menatap tajam ke arah pria itu.

Otakku sedang berpikir ekstra cepat menganalisa perubahan situasi yang ada di luar rencanaku ini.

Aku langsung mengkhawatirkan kondisi Vera, karena sebelumnya aku sudah memerintahkannya untuk langsung mengabariku jika ada terjadi sesuatu yang berubah pada rencana makan malam kami.

Kurasakan Lia menoleh ke arahku dan menatapku dengan heran. Namun aku tetap diam dan tidak bergerak. Setelah beberapa saat, aku bertanya kepada pria itu.

“Ada berapa orang di dalam rumah?”, tanyaku dingin ke pria itu.

Pria itu terlihat kaget dengan pertanyaanku, tapi lalu ia menjawab dengan suara datar,

“2 pengawal, Pak Bramono dan Bu Vera”

“Bi Yanti?”, tanyaku lagi.

“Pulang”, jawabnya lugas. Lalu pria itu menatapku tak kalah dingin.

Namun dari matanya bisa kulihat seolah seperti ia sedang memberiku peringatan yang mengatakan kepadaku bahwa memasuki rumah ini akan menjadi suatu hal yang akan kusesali.

Aku tersenyum melihat reaksi yang ditunjukkan oleh pria ini lalu berkata,

“OK terima kasih”. Lalu aku menggandeng tangan Lia dan mengajaknya memasuki rumah itu.

Pria itu kulihat terkejut dengan keputusanku untuk masuk ke dalam rumah, namun ia tidak mengatakan apa-apa.

“Jadi ini kartu As-mu, Bramono? Kalau rencanamu gagal lalu kau akan menggunakan kekerasan? Haha sungguh klasik Bramono… Kita lihat saja nanti, kartu As siapa yang lebih bagus..”, batinku mencibir ketika aku berjalan ke pintu depan rumah Bramono untuk menuju ruang tamunya.

Sesampainya di ruang tamu, pria yang tadi membukakan gerbang untuk kami, mempersilakan kami duduk dan lagi-lagi hanya dengan gesture tangannya.

Lalu dia berjalan masuk ke dalam rumah. Namun baru ia berjalan beberapa langkah, Bramono muncul dari balik dinding lorong yang memisahkan ruang tamu dan ruang keluarga rumah ini.

Pria itu pun seketika terhenti dengan sikap hormat untuk mempersilakan Bramono lewat.

“Haha tamunya sudah datang rupanya. Ayo silakan duduk. Maaf saya tadi habis dari kamar mandi. Jadi ini pengawal saya yang membukakan pintu. Wah wah ibu Lia dandan cantik sekali malam ini”, sapanya dengan ramah seraya mengulurkan tangannya kepadaku.

Namun mata Bramono terfokus pada Lia dengan tatapan seperti seekor singa yang sedang mengincar buruannya.

Lia tidak menjawab pujian Bramono dan hanya tersenyum untuk tetap menunjukkan rasa hormat. Tapi aku tahu Lia sudah merasa risih diperlakukan seperti itu.

“Gpp pak”, jawabku untuk mengalihkan perhatian Bramono kepadaku. Lalu aku berdiri dan menjabat tangan Bramono. Setelah itu aku menoleh ke arah pria bodyguard itu dan mengatupkan kedua tanganku, “Salam kenal pak, saya Reza dan ini istri saya Lia”

Pria bodyguard itu hanya menoleh ke arahku sebentar dan tidak mengatakan apa-apa.

“Hahaha maaf mas Reza. Mas Paidi ini memang orangnya pendiam dan gak suka ngomong. Tapi sebenernya dia orangnya baik”, Bramono buru-buru berbicara untuk menetralkan suasana yang mendadak jadi canggung ini.

Lalu kudengar Lia bertanya, “Ibu Vera mana pak?”

“Ada itu.. Vera uda di ruang makan. Ya udah ayo kita langsung ke meja makan aja. Itu makanannya udah disiapin. Aku tau pasti kalian sudah lapar kan. Ayo ayo mari silakan silakan”, Bramono lalu mengisyaratkan kepadaku dan Lia untuk mengikutinya.

Sesampainya di meja makan, aku melihat Vera sudah duduk di meja makan. Seketika kulihat wajahnya cemas ketika ia melihat kedatangan kami.

Lia langsung berjalan ke arah Vera lalu mereka saling menyapa layaknya dua sahabat wanita bertemu. Lalu kulihat Vera menatapku seolah ingin mengatakan sesuatu.

Aku tersenyum dan menyapanya,

“Hai Ver. Kamu lagi ga pegang HP ya, dari tadi aku dan Lia WA kamu ga dibales-bales”, tanyaku menguji.

“Eh itu..”, jawabnya ragu.

“Oh itu tadi HP Vera saya pegang. Saya lagi mau liat-liat galeri foto pernikahan kami dulu. Memangnya mas Reza ada WA ya?”, Bramono berkata untuk menjawab pertanyaanku.

“Iya cuma mau menanyakan tentang makan malam ini aja”, jawabku santai.

“Oh gitu.. Haha saya gak nyangka kalian ternyata sudah dekat ya. Haha iya bagus-bagus. Sesama tetangga memang harus rukun”, lanjut Bramono.

Aku dan Lia hanya tersenyum. Vera masih diam saja. Di wajahnya masih terlihat jelas kecemasannya.

Lalu Bramono mempersilakan kami untuk mengambil makanan yang sudah tersedia di meja.

Dengan alasan kesopanan, aku memintanya untuk memulai duluan. Lalu setelah itu aku mengambilkan makanan ke piring Lia dan piringku dengan lauk yang sama seperti yang diambil Bramono.

Kami berempat makan sambil mengobrol santai. Aku lebih sering mengajak Bramono untuk ngobrol berdua agar fokusnya selalu padaku.

Walaupun sesekali kulihat dia melirik ke arah Lia. Lia kulihat juga sedang mengobrol dengan Vera.

Sesekali aku juga menoleh ke arah Vera dan tatapan kami bertemu. Masih kulihat kecemasan itu di matanya, namun tak kuhiraukan.

Aku dan Bramono selesai makan duluan. Lalu ia berkata,

“Nanti abis makan kita ngobrol-ngobrol di ruang tv sanbil ngeteh. Saya baru-baru ini memesan teh herbal dari tiongkok. Kalian harus coba. Ini teh langka yang sangat bagus buat kesehatan”

“Baik pak Bram. Saya dan istri saya kebetulan sangat suka ngeteh dibanding kopi”, jawabku terlihat bersemangat.

Padahal di dalam benakku aku mencibir,

“Ternyata ini rencanamu. Sungguh kreatif sekali..”

Lalu aku melihat jam yang kupakai. Waktu sudah menunjukkan pukul 19:40. Tidak lama lagi, rencana yang sudah kusiapkan akan dimulai.

Dan benar saja, beberapa menit kemudian kami mendengar suara dering telpon di HP Lia.

Lia meminta izin kepada Bramono dan Vera untuk mengangkatnya. Lalu ia berdiri agak menjauh dari meja makan, namun suaranya masih bisa kami dengar.

“Halo.. oh aku lagi makan malam di rumah tetanggaku. Iya yang sebelah kiri dari rumah.. Hah kalian sudah sampai? Bukannya katanya baru besok? Duh gimana sih.. ya udah aku kesana sekarang.”

Bramono yang mendengar percakapan telpon itu mendadak wajahnya berubah dingin.

“Pak Bram, Ver.. maaf banget.. ini ada teman-teman saya dari luar kota sedang liburan ke sini. Tadinya mereka rencananya besok pagi baru mau ke rumah. Tapi tau-tau katanya udah di depan rumah aja sekarang.. Saya izin pamit pulang dulu ya.. terima kasih atas jamuan makan malamnya”, Lia berkata setelah menutup panggilan telpon itu. Lalu dia menoleh ke arahku.

“Ohh mereka udah dateng? Ya udah kamu pulang duluan aja. Nanti aku nyusul. Aku masih mau nyobain teh herbal langka yang ditawarkan pak Bramono tadi”, kataku santai kepada Lia.

Bramono hanya diam saja. Kulihat ia melirik ke arah pengawalnya. Mungkin ia lagi mempertimbangkan untuk mencegah Lia pulang.

Namun ia tahu ia tidak bisa melakukan hal itu. Dengan beberapa orang saksi mata yang tahu keberadaan Lia dan saat ini sudah di depan rumahnya, Bramono harus bisa menerima kenyataan bahwa rencananya malam ini harus gagal.

Tak mau berlama-lama, Lia langsung pamit lagi dan berjalan keluar rumah diikuti pengawal yang bernama Paidi itu.

Kami bertiga hanya duduk diam melihat kepergian Lia. Aku menatap Bramono sambil tersenyum.

“Well now.. Apa Plan B mu sekarang, Bramono..”, batinku bersorak riang memperhatikan raut wajah Bramono yang terlihat jelas menunjukkan kekesalannya itu.





…..

…..

…..
 
SG 36 - Mind Over Body



POV Bramono

“Wanita sialan.. rencanaku malam ini jadi berantakan semua. MONYET!! Kenapa tau-tau bisa ada teman-temannya yang datang”, Bramono menggerutu kesal melihat kepergian Lia.

“Tunggu saja nanti Lia. Pantatmu yang semok itu tak lama lagi akan kusodok-sodok lalu kutandai dengan seni maha karyaku seperti Vera..”, Bramono mulai memfantasikan hal-hal sadis yang sudah sering ia lakukan kepada wanita-wanita simpanannya.

“Berarti sekarang aku hanya bisa menggunakan laki-laki ini untuk bisa mendapatkan Lia. Malam ini juga dia akan kujebak lalu ku-blackmail biar dia terpaksa membantuku untuk menjerat istrinya nanti”, pikir Bramono sambil melihat Reza yang sedang menatapnya juga.

“Maafkan kami pak Bram.. Kami benar-benar gak nyangka ternyata teman-teman Lia jadi datangnya malam ini. Tadinya rencananya besok mereka baru datang. Tapi kalo boleh ya kita bertiga aja lanjut ngobrol. Saya juga jadi penasaran dengan rasa teh herbal asli dari tiongkok.”, kata Reza dengan ekspresi bersalahnya.

“Haha iya-iya gpp santai saja. Kalau ada tamu memang kita harus kita jamu dengan baik. Ayo ayo kita ke ruang TV saja ngobrol-ngobrolnya. Paidi kau ikut juga, ini hadiah yang tadi kubilang akan kukasih buatmu karena kau sudah bekerja dengan baik akhir-akhir ini.. Vera kamu siapkan air panasnya. Nanti sebentar lagi aku menyusul. Aku harus mengajarimu cara menyeduh teh spesial ini.”, jawab Bramono bersemangat sambil memerintahkan Paidi dan Vera.

Reza dan Bramono duduk bersebrangan di sofa kulit mewah yang ada di ruang TV. Lalu bramono memerintahkan Paidi untuk duduk didekatnya.

Bramono dan Reza mengobrol santai, Paidi hanya diam saja mendengarkan obrolan mereka.

Setelah beberapa menit Bramono berdiri dan berkata, “Kayaknya airnya sudah panas. Saya ke dapur dulu mas Reza, Vera harus saya ajari langsung cara menyeduh tehnya”

“Iya pak silahkan”, jawab Reza.

Sesampainya di dapur, Bramono melihat Vera sudah mempersiapkan 4 buah gelas dan 1 teko dengan tipe yang sudah memiliki penyaring.

Di atas kompor juga terlihat sebuah ketel yang sudah berasap di moncongnya tanda air panas di dalamnya sudah mendidih.

“Minggir”, perintah Bramono kepada Vera yang langsung menggeser tubuhnya beberapa langkah.

Lalu bramono mengambil teh herbal tubruk dari dalam laci dan melemparkan beberapa jumput ke dalam teko.

Setelah mengaduk sebentar, kemudian ia menuangkan teko berisi air teh itu ke dalam gelas. Lalu ia mengambil sebuah plastik sachet yang memiliki ziplock di bagian atasnya dari dalam saku celananya.

Kemudian dengan berhati-hati, Bramono menuangkan isi sachet itu yang ternyata berisi serbuk putih, ke dalam 3 gelas.

“A-apa itu mas?”, tanya Vera lirih.

“Sudah kamu diam aja. Ini pemanis buatan biar rasa tehnya lebih keluar”, bentak Bramono kepada Vera sambil mengaduk ketiga gelas yang sudah diberi serbuk itu.

Setelah beres, Bramono lalu berbalik ke arah Vera dan berjalan mendekatinya. Lalu dengan gerakan yang kasar, Bramono menjambak rambut Vera ke belakang, sehingga kepala Vera menjadi terdongak ke atas.

“Aahh mas sakiit”, pinta Vera memelas.

“Dengarkan aku baik-baik. Gelas yang tidak kuberikan pemanis itu buatku. Kamu tahu kan kadar gulaku agak tinggi, jadi yang itu buatku. Sisanya kamu hidangkan untukmu, ke lelaki itu dan ke Paidi. Kamu harus menghabiskan tehmu, ini teh mahal jangan kamu buang-buang. Pastikan juga lelaki itu menghabiskan tehnya. Mengerti??”, Bramono menginstruksikan Vera sambil menarik rambutnya lebih keras.

“Aduhh.. I-iya mas Vera ngerti”

“Good lalu setelah itu, kamu harus menggoda laki-laki itu. Malam ini aku mau melihatmu bercinta dengan panas dengan laki-laki itu”, lanjut Bramono.

“Ta-tapi mas…Aaawww sakkiiit”, kata-kata Vera terpotong karena secara tiba-tiba Bramono meremas sebelah payudaranya dengan kasar.

“Tidak ada tapi-tapian.. Pokoknya malam ini kau harus ngentot sama laki-laki itu. Bukannya kamu menyukai dia kan? Aku hanya penasaran, apa kamu masih berpura-pura keenakan seperti 2 malam lalu ketika aku menyetubuhimu..”, bentaknya kepada Vera

“Hah kamu kira aku gak tau? Pokoknya nikmati saja malam ini dengan laki-laki itu. Lakukan dengan baik dan berikan aku tontonan yang asik. Kalau kamu sampai gagal.. maka jangan salahkan aku kalau malam ini aku akan berkreasi di susu kebanggaanmu ini. Mau??”, Bramono mengancam Vera sambil meremas payudara yang dicengkramnya.

Mendengar ancaman Bramono, sontak Vera membelalak ketakutan sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Good sekarang bawa nampan itu, trus kamu hidangkan dengan benar. Ingat..gelas yang tanpa pemanis itu untukku.. ngerti??”, Vera mengangguk lalu mulai mengikuti Bramono menuju ruang TV.

..


##

POV Reza

Aku mendengar teriakan Vera dari arah dapur. Aku yang berniat berdiri langsung mengurungkan niatku karena pria bernama Paidi itu menatap tajam ke arahku.

Tak berapa lama kemudian, Bramono muncul dari arah dapur, diikuti Vera yang membawa nampan berisi teko dan 4 buah gelas.

Kemudian Vera berlutut di depan meja yang menjadi pembatas antara aku dengan Bramono dan Paidi, lalu Vera menghidangkan keempat gelas itu.

Kulihat tangan Vera sedikit gemetar saat menghidangkan teh untuk kami. Setelah itu Vera duduk di sofa panjang yang kududuki dengan kepala yang menunduk.

“Ayo segera diminum tehnya, teh spesial gini harus langsung diminum panas-panas sampe habis”, ajak Bramono sambil mengambil gelasnya sendiri.

Aku mengambil gelas di depanku dan meminumnya sambil sesekali meniup teh yang panas itu agar lebih bisa diminum.

Kulihat Vera juga melakukan hal yang sama. Tapi bodyguard bernama Paidi itu hanya diam saja dan tidak meminum tehnya. Bramono menyadari perilaku Paidi dan berkata,

“Kenapa gak kau minum tehmu? Ayo dihabiskan. Ini teh spesial sebagai hadiah yang tadi kujanjikan buatmu. Hadiah utamanya akan kuberikan sebentar lagi”

Paidi terdiam beberapa saat lalu menjawab datar, “Saya tidak bisa minum teh.. sakit perut”

“HAH BANYAK CINGCONG!! Mana ada orang sakit perut abis minum teh. Aku ini BOSMU.. kalo aku suruh minun ya minum. Dikasih enak kok gak mau”, bentak Bramono.

“Mungkin mas Paidi memang tidak suka teh. Tapi kalau minuman lain pasti suka. Malam ini minum yang seger-seger tapi bisa buat badan anget kayanya enak juga”, aku menyela omelan Bramono, sambil meletakkan gelasku yang sudah kosong di meja.

Bramono melihat ke arah gelasku yang kosong lalu tersenyum menatapku,

“Hoo gak nyangka ternyata mas Reza suka minum juga. Ok saya juga kebetulan suka minum.. Vera ambilin 3 gelas di dapur. 4 gelas kalau kamu mau juga. Jangan lupa dikasi es batu. Paidi kau ambil whiskey di minibar. Whiskey suka kan mas Reza?”

“Boleh..”, jawabku cuek. Kulihat mood Bramono membaik melihatku sudah menghabiskan tehku. Lalu aku berkata kepada Bramono,

“Saya niat datang ke sini juga karena saya ada satu proposal untuk pak Bram”

Bramono sedikit terkaget mendengar perkataanku lalu bertanya, “Proposal apa?”

“Saya sebenernya seorang software engineer dengan pengalaman lebih dari 4 tahun. Kebetulan saya iseng cek hotel-hotel milik bapak ternyata belum ada sistem reservasi dan manajemen online-nya. Saya punya prototype yang bisa bapak coba-coba untuk digunakan di hotel bapak. Kalau tertarik, nanti kita bisa kerjasama lebih lanjut”, aku menjelaskan kepada Bramono selayaknya seorang sales profesional.

“Oh gitu? Wah kebetulan sekali kalau begitu. Saya juga sebenarnya sedang mencari orang untuk bikin sistem itu di hotel saya. Ok saya tertarik. Nanti kapan-kapan kita bahas lagi di lain waktu. Malam ini kita have fun saja”, kata Bramono.

“Dan juga malam ini saya punya satu permintaan kepada mas Reza”, lanjutnya.

“Permintaan apa pak Bram?”, tanyaku sambil mengebas-ngebaskan kerah bajuku.

Aku merasakan tubuhku mendadak menjadi gerah. Keringat dingin mulai mengucur dibalik kemeja yang kupakai.

Aku juga merasa nafsuku naik. Penisku mulai menegang dibalik boxerku. Aku ingin secepatnya pulang ke rumah dan menyetubuhi istriku.

“Bangsat.. Obat macam apa yang dicampurkan sama bajingan ini ke teh tadi. Reaksinya cepet banget”, batinku mengutuk.

“Begini mas Reza.. eh tunggu dulu kita ngobrol setelah bersulang”, Bramono tidak melanjutkan perkataannya karena melihat Paidi datang membawa sebotol whisky dan tak lama setelah itu Vera datang dengan 3 buah gelas yang sudah berisi es batu.

Lalu Vera duduk di sebelahku seperti tadi. Kulihat Vera sama sepertiku, ia terlihat gerah dan gelisah. Keringatnya kulihat menetes di leher jenjangnya. Pahanya ia tutup rapat-rapat.

Bramono menuangkan minuman itu ke ketiga gelas dan menyodorkannya kepadaku dan Paidi.

“Untuk kerja sama yang baik”, ujarnya bersulang dan menegak habis minumannya.

Aku juga yang saat ini merasa sangat haus, menghabiskan minuman di gelasku. Kulihat mas Paidi menyeruput gelasnya. Lalu kudengar Bramono meneruskan perkataannya yang terpotong tadi.

“Bagaimana pendapat mas Reza tentang istri saya Vera”, katanya.

“Oh Vera orangnya baik. Saya dan istri saya Lia bersukur akhirnya bisa punya tetangga dan teman baru sebaik bu Vera”, jawabku.

“Haha bukan itu.. maksud saya secara fisik”, koreksi Bramono. Mendengar pertanyaannya, aku pun refleks menoleh ke arah Vera.

Vera malam ini mengenakan dress pesta berwarna hijau pastel dengan roknya yang agak pendek diatas lutut.

Sehingga ia terlihat lebih seksi dibanding aku melihatnya sebelumnya. Pahanya yang putih mulus itu tersaji indah di depanku.

Sesekali kulihat ia seperti bergerak gelisah, menggesek-gesekkan pahanya yang ia tutup rapat. Vera hanya menunduk dan seperti tidak berani menoleh ke arahku.

Reaksi Vera itu membuat nafsuku yang sedang meninggi menjadi semakin memuncak.

“Cantik sekali.. Hanya laki-laki buta yang tidak bisa ngelihat kecantikan Vera”, jawabku sambil menelan ludah. Kulihat wajah Vera sedikit memerah mendengar pujianku padanya.

“Haha baguslah kalau memang mas Reza menyukai kecantikan Vera. Saya punya satu permintaan ke mas Reza. Anggap aja ini sebagai awal dari kerja sama kita seterusnya nanti”

“Begini mas Reza.. Saya dan istri saya akhir-akhir ini punya sedikit masalah.. masalah ranjang kalo boleh saya perjelas. Hubungan seksual saya dengan Vera akhir-akhir ini kami rasa jadi sedikit kurang harmonis. Lalu setelah saya berdiskusi dengan Vera, dan Vera menyetujuinya, kami memutuskan untuk mencoba menggairahkan lagi hubungan kami”, kata Bramono.

“Ma-maksudnya gimana pak? Apa hubungannya dengan saya dan kerja sama kita?”, tanyaku pura-pura tidak mengerti arah pembicaraan bajingan ini.

Lalu masih dengan tersenyum Bramono melanjutkan,

“Gini mas.. saya itu dari dulu punya fantasi, fetish kalo bahasa kerennya.. saya punya keinginan bisa melihat istri saya ini, bercinta dengan orang lain. Jadi gimana mas, kalo mas membantu saya mewujudkan fetish saya itu. Mas Reza bantu saya, saya puas, lalu saya nanti bantu mas Reza juga dengan proposalnya tadi. Gimana? Win win solution kan?”

“Eh itu.. maaf pak saya tidak bisa. Saya sangat mencintai istri saya dan tidak akan mengkhianatinya”, jawabku tegas. Kulirik Vera masih diam saja sambil menunduk.

“Ah istri mas gak perlu tahu. Cukup kita berempat yang tahu. Lagipula ini hanya untuk malam ini. Kalau mas Reza tidak masalah, saya tidak masalah dan Vera tidak masalah, trus kenapa. Toh semua pihak senang. Bukan begitu ma?”, tanya Bramono kepada Vera.

“Ayo sekarang coba kamu duduk di pangkuannya mas Reza ini ma”, perintahnya tegas.

“Eh..”, Vera terkaget mendengar instruksi dari suaminya itu.

Kulihat Vera menjadi semakin gelisah. Namun ia tetap duduk terdiam masih sambil menatap lantai.

“VERA!!”, suara Bramono semakin meninggi.

Vera yang terlihat ketakutan segera menggeser duduknya ke arahku sehingga tubuh kami sekarang menempel.

Kemudian dengan perlahan Vera berdiri lalu duduk di pangkuanku dengan posisi menyamping. Vera akhirnya menatapku, pandangannya sayu, mulutnya sedikit terbuka.

“Mass..”, katanya lirih.

Penisku yang dari tadi sudah tegang, kini mengganjal pantatnya. Dan aku tahu pasti Vera merasakannya juga.

“Pa-pak Bram, i-ini..tidak perlu sampai seperti ini..”, kataku terbata.

“Sudah gpp mas Reza. Kemarin Vera pernah bilang dia pernah memfantasikan bercinta dengan mas Reza. Jadi tolong Vera mewujudkan fantasinya itu. Hahaha.. ayo sekarang coba kamu cium mas Rezamu itu ma”, suara Bramono terdengar bersemangat kali ini.

Lalu kurasakan wajah Vera menjadi semakin dekat. Bibir kami bertemu dan Vera mulai melumat lembut bibirku. Kedua tangannya kini merangkul leherku.

Dengan kondisi tubuhku yang juga sudah sangat bergairah, aku pun mulai membalas lumatan Vera dengan bernafsu. Tangan kiriku menahan punggungnya.

Lalu tangan kananku yang sedang menganggur, merayap naik dan menangkup buntalan payudaranya dan meremasnya lembut.

“Nghh”, Vera menggelinjang dan mendesah tertahan oleh bibirnya yang sedang beradu dengan bibirku.

Aku melihat Vera seperti sudah kehilangan kontrol atas dirinya. Pengaruh obat perangsang dan mungkin juga karena sesi ‘training’ yang kuberikan intens padanya beberapa hari yang lalu itu, membuat tubuhnya begitu gampang bergairah dan terangsang.

Aku juga merasakan kesadaranku perlahan mulai memudar dan tergantikan oleh nafsu hewaniah yang ada di tubuhku.

“Haha good good.. Ayo lebih binal lagi ma. Coba kamu buka aja bajumu, pasti gerah kan”, suara Bramono kudengar sedang menyemangati aksiku dan Vera.

Namun kali ini aku mendengar suara Bramono lebih lemah dari sebelumnya. Ia terdengar seperti orang yang sedang teler.

Vera menuruti permintaan Bramono. Ia turun dari pangkuanku dan membuka dressnya sehingga kini Vera hanya memakai bra dan CD-nya.

Lalu dengan bernafsu Vera duduk di pangkuanku lagi sambil menghadapku. Vaginanya menempel di penisku yang menegang dari balik celana chinosku.

Lalu ia kembali mencumbuku. Tangannya kurasakan sedang membuka kancing kemeja yang kupakai.

Kemudian Vera mulai menciumi pipi dan leherku. Sesekali pinggulnya bergoyang sehingga menggesek penisku yang menempel di vaginanya yang masih tertutup CD.

Sontak aku memejamkan mata. Namun aku bukan ingin meresapi rangsangan yang diberikan Vera.

Dengan tergesa, aku mengaktifkan perintah ring dan langsung berlari ke arah Dream Room.

“Please..please ndahh..”, aku berharap dalam hatiku supaya Indah mengikuti instruksi yang sudah kuberikan kepadanya 2 hari yang lalu.

Lalu aku mengaktifkan perintah ‘Dream Connection’.

Dan seketika aku langsung bernafas lega melihat sosok Indah dengan tiba-tiba muncul di atas ranjang. Matanya terpejam erat.

Aku langsung tersenyum menyadari Indah yang benar-benar mengikuti instruksi dariku setelah melihat Indah tidur dengan berpakaian tertutup.

Saat ini Indah mengenakan sweater lengan panjang yang juga menutup lehernya dan celana panjang training.

Dengan terburu-buru aku berjalan mendekatinya dan membangunkan Indah.

Perlahan mata Indah terbuka, dan langsung melihatku yang berdiri di sebelah ranjang. Lalu Indah dengan perlahan bangkit dan duduk sambil tersenyum kepadaku.

Aku membalas senyumannya. Kemudian aku naik ke atas ranjang dan mengecup bibirnya sekali.

“Makasih udah mau bantuin mas”, ujarku lembut kepadanya.

“Sekarang?”, tanyanya yang kujawab dengan mengangguk lemah. Lalu Indah meletakkan kedua tangannya di pipiku lalu mulai menciumku dengan lembut.

Seketika nafsuku yang tidak bisa kukontrol tadi perlahan bisa kukendalikan. Walaupun aku masih merasakan penisku yang menegang sempurna, tubuhku yang panas dan sensitif, tapi aku sudah bisa berfikir dengan jernih.

Nafsu hewaniah tubuhku yang tadinya mengendalikan tubuhku, kini sudah kalah oleh rasionalitas dan akal sehatku.

Indah melepaskan ciumannya dari bibirku.

“Sudah?”, tanyanya sambil menatap mataku dengan penuh cinta.

“Udah.. makasih.. mas harus segera kembali”, ujarku lembut.

“Iya hati-hati mas..”. Namun sebelum aku menonaktifkan perintah ‘Dream Connection’, aku merasa Indah menarik tanganku.

“Hmm?”, aku menoleh heran kepadanya.

Indah tersenyum lalu berkata sambil menempelkan telapak tangannya di dadaku, “Indah cuma pengen mas tahu bahwa mas Reza itu orang yang baik hatinya.. dan banyak orang yang sayang sama mas Reza”.

Aku tertegun sejenak mendengar perkataannya, lalu setelah memberinya senyuman terbaikku, aku kembali ke dunia nyata.

..

Aku membuka mataku dan seketika melihat Vera sedang menggoyangkan pinggulnya maju mundur dengan bernafsu. Kepalanya mendongak ke atas.

Gerakannya makin lama makin cepat. Sepertinya Vera sudah hampir mencapai klimaksnya. Aku membantunya dengan meremas payudaranya yang kini menggantung bebas dihadapanku. Entah kapan Vera melepas Branya.

Setelah beberapa saat,

“Ahhhhhnn”, goyangan Vera terhenti. Tubuhnya mengejang dan melengkung. Kulumat putingnya dengan mulutku dan kusedot-sedot dengan lembut.

Vera tampak sangat menikmati momen orgasmenya ini. Lalu tubuhnya ambruk lemas menindih tubuhku. Aku mengangkat Vera dan merebahkannya di sampingku. Kulihat Vera menatapku dengan sayu.

“Sebentar ya.. Kamu istirahat dulu sebentar disini”, kataku sambil membelai rambutnya. Lalu aku menoleh ke arah Bramono.

Bramono kini sudah tampak seperti orang yang sedang teler berat. Tubuh tambunnya menyender lemah ke sandaran sofa.

Tangannya terkulai lemas di samping tubuhnya. Kulihat dia mencoba mengangkat tangannya dan menunjuk ke arahku sambil meracau tak jelas.

Kemudian tubuhnya merosot dari sofa dan ambruk ke lantai lalu menubruk meja. Beberapa gelas dan teko teh herbal itu jatuh ke lantai dan pecah berkeping-keping.

Mendengar suara keributan itu, 2 orang bodyguard berbadan kekar terlihat tergesa menuruni tangga.

Mereka melihat Bramono yang terkulai lemas di lantai. Lalu melihatku yang duduk sambil menatap tajam ke arah mereka.

“Ada apa ini?”, tanya salah seorang bodyguard itu. Aku yang malas menjawab pertanyaan mereka, mengangkat tanganku dan mengarahkannya ke kedua orang itu. Lalu..

Lull”, ujarku pelan. Seketika 2 orang itu ambruk terjatuh dan langsung tertidur di lantai.

“Haha ini baru skill yang cocok bagi seorang master..”, aku bersorak senang dalam hatiku karena ini adalah yang pertama kali aku menggunakan skill yang baru kudapatkan dari sistem ini..

….

2 Hari yang lalu di rumahku..

“Ssh..shh.. udah jangan nangis lagi.. sekarang dengar baik-baik rencanaku…”, kataku berusaha menenangkan Vera.

“Mulai sekarang, aku mau kamu percaya sama mas dan menuruti semua yang aku perintahkan. Aku mau Vera menjadi budak mas. Kalau rencanaku pada waktu makan malam dengan Bramono berhasil, mas janji akan selalu melindungi Vera. Gak akan ada orang lain yang akan menyakiti kamu lagi. Dan mas juga janji akan berusaha sekuat tenagaku untuk menemukan kakakmu. Kamu mau?”, tanyaku tulus kepada Vera.

“Iya mas Vera mau”, jawabnya yakin.

Lalu aku mengambil sebuah botol berisi cairan yang berwarna jernih seperti air lalu memberikannya kepada Vera. Namun belum sempat aku menginstruksikan kepada Vera tentang apa yang harus dilakukannya, tiba-tiba..


“” Trringg..Mission 5 (New Target) accomplished ””

“” Calculating score … “”

“” Evaluation : A+ “”

“” Final Score : 94 “”

“” Reward 1 (Mission Completion) .. Slave Contract obtained “”

“” Detail : Kontrak yang sakral antara master dan budaknya. Aktifkan perintah ‘Slave’s Emotion’ sambil berfokus pada slave yang di pilih sehingga Master bisa merasakan perasaan dan pemikiran slave saat itu. Ucapkan perintah ini lagi untuk menonaktifkan “”

“” Reward 2 (A+ Evaluation) .. 5 points obtained “”

“” Reward 3 (Amazing Slave’s Quality) .. 5 additional points obtained “

“” Reward 4 (Target’s Voluntary Submission) .. 1 Temporary Strength Booster obtained “”

“” Item Detail : Boost 100% Str. Duration : 1 hour “”

“” Reward 5 (Fast Result) .. New Skill [Lull – 3 charges] obtained ””

“” Skill Detail : Membuat target tertidur selama 6 jam. Cooldown : 7 days / charge“”

“” Congratulation on gaining a new slave, Master “”


….




Aku terkaget mendengar suara sistem yang tiba-tiba bergema di kepalaku. Namun tak lama kemudian,

“Hahahaha.. reward dari sistem kali ini benar-benar luar biasa”, pikirku.

Aku benar-benar puas dengan reward yang diberikan sistem atas keberhasilanku menundukkan Vera. Untunglah aku tadi tidak terburu-buru menjadikan Vera sebagai budakku.

Kalau tidak, tidak mungkin sistem akan berbaik hati memberiku penilaian sebagus ini atas keberhasilan misiku.

Dengan ini, tingkat kesuksesan rencanaku akan bertambah. Aku malah tidak perlu menggunakan obat penenang ini untuk bisa melumpuhkan Bramono.

Dengan mengandalkan skill [lull] yang baru kudapatkan ini, aku bisa dengan mudah membuatnya tertidur.

Namun setelah kupikir-pikir, sebaiknya aku tetap ‘stick to the plan’.

Selain untuk menguji loyalitas Vera, aku juga mau menyimpan reward dari sistem ini sebagai kartu As-ku.

Cooldownnya yang cukup lama membuatku harus menghemat-hemat sebisaku untuk tidak dengan gampangnya menggunakan skill ini.

Lagipula aku tidak mau menunggu Bramono terbangun 6 jam kemudian agar bisa menjalankan rencanaku selanjutnya.

“Mas.. mas.. kok senyum-senyum sendiri sih”, suara Vera membuyarkan pikiranku yang sedang mempertimbangkan rencanaku.

Aku membuka mataku dan tersenyum kepada Vera,

“Ngga.. mas cuma seneng aja, dengan bantuanmu rencanaku pasti berhasil”, jawabku berbohong.

“Vera juga seneng bisa bantu mas”, ujarnya.

“OK gini.. obat ini bisa buat orang teler selama 2-3 jam. Mas mau kamu nanti di rumah bikin es batu yang udah dicampur sama beberapa tetes obat ini. Aku memprediksi Bramono akan mencoba untuk menjebakku, Lia dan kamu dengan obat perangsang. Mungkin setelah makan malam dia akan mengajak kita untuk meminum sesuatu. Tapi sebelum itu, aku sudah membuat rencana supaya Lia bisa pulang ke rumah.”

“Lalu kamu dan aku akan menghabiskan minuman yang dibuatnya. Abis itu aku nanti akan mengajaknya minum yang lain. Entah itu bir atau..”

Whiskey.. Bramono suka minum itu”, potong Vera.

“Ya whiskey berarti. Nanti kamu yang menawarkan untuk mengambil gelas dan es batunya. Lalu….”

….

….


Kembali ke waktu sekarang..

Aku berdiri dan tersenyum puas melihat keberhasilanku menggunakan skill [lull] kepada 2 orang bodyguard itu.

Lalu dengan santai aku berjalan ke arah Bramono yang kini terkulai lemas di lantai.

Rasa dendam dan kemarahanku yang mendalam kepada bajingan ini membuatku sekejap ingin langsung membunuh laki-laki yang sudah menghancurkan keluargaku di kehidupanku sebelumnya ini.

Namun seketika aku teringat dengan perkataan Indah di dream room tadi. Lalu aku tersadar dengan rencana yang akan kulakukan dengan menggunakan Bramono untuk bisa mendekati dan memancing Rudy Zhao.

Dengan sekuat tenaga aku mengontrol emosiku.

Namun kebencianku terhadapnya membuatku tidak tahan. Aku menendang keras 2 kali perut buncitnya itu. Kudengar Bramono mengerang namun ia tetap terkapar tak bergerak di lantai.

Setelah melampiaskan sebagian amarahku padanya itu, aku lalu menoleh ke arah mas Paidi yang saat ini terlihat tertidur dengan berbaring menyamping di sofa. Lalu aku berkata,

“Aktingmu ternyata lebih buruk dari aktingku mas Paidi.. oh maaf .. aku harus memanggilmu mas Teguh Wiratama”

Lalu tiba-tiba, dengan gerakan yang cepat dan tanpa gerakan yang sia-sia, ia seketika berdiri, mengambil sesuatu dari dalam jaketnya lalu mengarahkannya kepadaku.

“Siapa kamu? Bagaimana kamu bisa mengenalku?”, tanyanya dingin.

Moncong senjata itu kini membidik tepat ke arah kepalaku. Matanya menatapku dengan tajam.




….

….

….
 
Bimabet
SG 37 - My Hell and Your Hell



“Aaaah”, kudengar teriakan Vera di belakangku yang melihat moncong senjata yang diarahkan padaku.

Namun aku tetap diam menatap tajam mata mas Teguh. Mas Teguh hanya melirik sebentar ke arah Vera, lalu kembali fokus menatapku.

Kemudian aku berkata,

“Kecepatan reaksi dari seorang mantan pasukan khusus memang luar biasa”, pujiku pada pria yang sedang menodongkan senjatanya itu padaku.

Kulihat ia sedikit terkaget dengan apa yang barusan kukatakan. Lalu dia mengulangi pertanyaannya sebelumnya kepadaku, namun kali ini dengan intonasi yang lebih menuntut.

“Siapa kamu? Kenapa kamu bisa tahu tentangku?”

“Huhh.. cukup sulit memang. Aku harus mengorek-ngorek kembali artikel-artikel berita lama tentangmu. Sebelum aku akhirnya menemukan beberapa artikel tentang kisah tragis yang menimpa keluargamu”, jawabku.

Kulihat tangannya yang sedang memegang senjata itu sedikit bergetar. Dari matanya kulihat kesedihan yang mendalam.

Lalu aku melanjutkan,

“Mas tau ngga? Dalam risetku itu aku juga menemukan hal lain.. Binatang yang sudah menghancurkan keluargamu itu sekarang sedang asik berlibur di pulau H. Walaupun dia menggunakan nama akun yang berbeda dari nama aslinya, aku masih bisa mengenalinya”, lanjutku memancing emosi mas Teguh.

Dan benar saja..

“BANGSAT!! JANGAN BERTELE-TELE DAN JAWAB PERTANYAANKU.. Atau timah panas ini akan bersarang di kepalamu”, ancamnya. Matanya kini menunjukkan amarah dan dendamnya yang membara.

Namun sebelum aku melanjutkan perkataanku tiba-tiba..

“Nggaakk.. jangan.. jangaaan.. please jangan bunuh mas Reza”, dengan tiba-tiba Vera berdiri dan berlari ke depanku. Vera berdiri memunggungiku.

Tangannya terbuka lebar seperti sedang berusaha melindungiku dari mas Teguh yang mau menembakku.

“Eh??”, aku terkaget melihat reaksi Vera yang tiba-tiba ini. Tubuhnya yang lebih pendek dariku itu, kini sedang berdiri di depanku.

Saat ini Vera padahal sedang dalam keadaan hampir telanjang. Hanya CD yang masih melekat di tubuhnya yang membuat Vera tidak telanjang sepenuhnya.

Dengan gemetaran ia menatap mas Teguh dengan pandangan memohon agar mas Teguh tidak melukaiku.

Kulihat raut wajah mas Teguh kini terheran dengan reaksi yang ditunjukkan oleh Vera.

Setelah beberapa saat, aku tersenyum lalu membelai kepala Vera sambil berusaha menutup tangannya yang terbuka.

“Shh.. tenanglah Ver.. ayo sini duduk lagi.. mas Teguh gak akan mungkin melukaiku”, kataku sambil menarik Vera dan mengarahkannya untuk kembali duduk di sofa.

Setelah Vera terduduk, aku membungkuk dan mengecup lembut keningnya seraya berkata, “duduk aja disini dan percaya sama mas.. OK?”.

Vera kulihat menatap mataku. Masih terlihat ketakutan itu di matanya. Namun ia kemudian mengangguk lemah.

“Cih, kenapa kau bisa yakin sekali.. aku tidak akan segan-segan membunuh kalian berdua. Sekarang cepat jawab pertanyaanku.. apa hubunganmu dengan istri Bramono ini? Apa yang sedang kalian rencanakan”, suara mas Teguh terdengar lagi di belakangku.

Aku berdiri dan berbalik menghadapnya lalu berkata,

“Aku dan wanita ini punya dendam yang sama denganmu. Kita punya musuh yang sama dan rencana yang juga hampir sama”, jawabku.

“Hahh tahu apa kalian dengan rencanaku. Tapi kalau kalian berencana untuk membunuh Bramono malam ini, aku tidak bisa membiarkannya”, kata mas Teguh.

“Mendekati Rudy Zhao dengan menggunakan Bramono?? Lalu membunuh Rudy Zhao?? Tapi kalau untukmu lebih tepatnya menghabisi William Zhao yang sudah memperkosa putrimu sampai membuatnya trauma hingga bunuh diri??”, kali ini aku berusaha membuat suaraku terdengar lebih lembut agar mas Teguh bisa merasakan keprihatinanku yang mendalam atas kejadian tragis yang dialami keluarganya.

Aku tidak mau emosi mas Teguh tiba-tiba meledak sehingga menarik pelatuk dari senjata yang masih mengarah padaku itu. Kulihat tangannya kembali gemetar mendengar perkataanku.

Setelah itu aku melanjutkan,

“Aku mengerti penderitaanmu. Kita semua merasakan penderitaan yang serupa”

“OMONG KOSONG!! Tidak ada orang lain yang bisa merasakan apa yang aku rasakan.. dan kamu? Kulihat keluargamu baik-baik saja. Kalian hidup senang dan tidak akan mungkin bisa mengerti penderitaan yang aku alami”, bentaknya.

Aku terdiam sesaat agar emosi mas Teguh sedikit mereda sebelum melanjutkan.

“Kakak dari wanita ini diculik lalu dikirim ke HK untuk dipekerjakan di club malamnya Rudy Zhao. Bahkan sampai akhirnya kedua orangtuanya meninggal, mereka belum bisa mengetahui kabar beritanya sampai dengan saat ini. Sedangkan aku…”

“Anggap saja di kehidupanku sebelumnya, Bramono dan Rudy Zhao sudah menghancurkan keluargaku. Mas merasa tidak ada orang yang mengerti penderitaanmu? Apa mas pernah melihat istrimu diperkosa dan digilir oleh orang banyak di depan matamu? Apa mas pernah merasakan disiksa berhari-hari sebelum akhirnya mereka membunuhmu??”, aku berkata dengan suara yang bergetar dan intonasi yang semakin meninggi.

Mas Teguh terlihat bingung dengan apa yang barusan kukatakan. Tapi aku tahu dia bisa melihat dengan jelas kemarahan dan kebencian yang mendalam di mataku.

“Masalah ini bukan hanya soal wanita ini, soalku atau soal keluargamu. Banyak keluarga lain yang merasakan penderitaan yang sama. Aku mau kita bekerja sama untuk menghancurkan orang-orang yang sudah membuat hidup kita menderita seperti berada di dalam neraka. Biarkan kami membantumu membalaskan dendammu”, lanjutku berusaha membujuknya.

“Aku tidak butuh bantuan siapa-siapa. Rudy dan William Zhao akan kuhabisi dengan tanganku sendiri”, jawabnya tegas.

“Lalu apa? Kau hanya akan membuat dirimu terbunuh”, lanjutku.

“CIH! Aku sudah tidak peduli lagi dengan hidupku. Asal aku bisa menghabisi Rudy dan William Zhao aku sudah puas..”, jawabnya.

“Aku tahu.. yang aku maksudkan adalah lalu apa? Akan ada rudy dan william yang lain yang akan muncul menggantikan mereka. Lalu cycle-nya akan terus berulang. Dan akan banyak keluarga lain lagi yang menderita. Apa mas tau, Rudy Zhao hanyalah salah satu dari banyak mafia kelas kakap yang menguasai daerah HK dan sekitarnya. Dan di atas mereka ada hiu-hiu yang mengendalikan kakap-kakap ini. Sebuah organisasi rahasia yang menjadi penguasa HK yang sebenarnya. Tanpa organisasi ini, HK hanya akan menjadi sebuah medan perang”, kataku menjelaskan panjang lebar kepada mas Teguh.

Kulihat ia sekarang tertegun setelah mendengarkan informasi yang kuberikan padanya. Setelah beberapa saat, lalu ia bertanya,

“Apa rencanamu?”

Aku tersenyum melihat mas Teguh yang sepertinya mulai tertarik untuk bekerja sama denganku.

Lalu aku menutup mataku dan mengaktifkan perintah ring. Kemudian aku mengambil selembar draf kontrak yang ada di gelembung yang melayang di ruangan dimensional lalu aku kembali ke dunia nyata.

Kulihat mas Teguh terkejut melihat selembar kertas yang sekarang tiba-tiba berada ditanganku. Aku merasa seperti seorang magician yang sedang menunjukkan trik sulapnya.

“Sebelum aku menceritakan rencanaku, mas Teguh harus menandatangani kontrak ini dengan darah dari jempolmu”, kataku seraya menyodorkan kertas itu kepadanya. Kertas itu hanya bertuliskan judul ‘Slave Contract’ di bagian atasnya, lalu kosong di bagian tengahnya.

Di bagian bawah kertas terdapat sebuah garis sepanjang sekitar 1/3 lebar kertas yang digunakan sebagai tempat untuk slave menandatanganinya dengan kontrak darah dari jempolnya.

“Kontrak apa ini?”, tanyanya skeptis.

“Orang yang menandatangani kontrak ini, maka hidup dan matinya berada di tanganku”, jawabku lugas.

“Hah.. aku memang sudah tidak peduli dengan hidupku, tapi bukan berarti aku membiarkan diriku diperalat oleh orang lain”, katanya sinis.

“Kontrak ini juga nanti akan kuberikan untuk Bramono. Aku membutuhkan orang yang benar-benar bisa kupercaya untuk membantuku menjalankan rencanaku. Dan aku mau orang itu juga percaya sepenuhnya kepadaku. Setelah tanda tangan kontrak ini, aku hanya ingin membuat mas Teguh percaya bahwa aku bisa mengendalikan Bramono sepenuhnya. Tapi tenang saja, aku bersumpah tidak akan menodai kehormatan mas Teguh atau menyuruhmu melakukan sesuatu yang melanggar prinsip hidupmu”, kataku tegas untuk meyakinkannya.

“Dan wanita ini?”, tanyanya lagi sambil menunjuk Vera

“Heh.. dia sudah mendapatkan kontrak yang sedikit berbeda”, jawabku.

Kulihat mas Teguh sedang berfikir keras mempertimbangkan tawaranku. Lalu setelah beberapa saat, ia menurunkan senjatanya dan mengambil kertas dari tanganku.

Kemudian ia mengambil sebuah pecahan gelas yang berserakan di lantai dan mengiriskannya ke jempolnya lalu ia menempelkan jempol yang berdarah itu ke bagian bawah kertas kontrak.

Lalu tiba-tiba..

SERR

Aku merasakan tubuhku seolah sedang dialiri listrik bertegangan rendah. Lalu perlahan kurasakan samar-samar aku bisa mendengar dan merasakan apa yang sedang dipikirkan oleh mas Teguh.

Lama kelamaan perasaan itu menjadi semakin jelas dan akhirnya aku bisa mendengar dengan jelas pikiran mas Teguh saat ini.

Aku bisa merasakan keterkejutannya atas sebuah ikatan batin yang terjadi antara aku dan mas Teguh.

Lalu aku juga mendengar sebuah dorongan dari dalam batinnya yang mengatakan untuk selalu patuh dan menuruti apa yang aku perintahkan.

Perasaan tunduk dan kepatuhan yang mendalam dari seorang budak kepada masternya.

Setelah beberapa saat, kulihat mas Teguh sudah bisa menenangkan dan menerima kondisi dirinya.

Lalu dia bertanya,

“Lalu apa rencanamu?”. Suara mas Teguh kali ini kurasakan penuh rasa hormat kepadaku.

Aku tersenyum kepadanya.

“Rencanaku??”

“Aku akan membuat mereka merasakan juga penderitaan yang sudah kita alami. Penderitaan yang sudah membuat hidup kita seperti di neraka”. Lalu sambil mengepalkan tanganku keras dan menggeram, aku melanjutkan,

“I..will..bring them..Our..Hell !!”




….

….

….
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd