SG 69 â A World Full of Mafias
âThe High Table? Assassin?â, Yollie semakin tidak mengerti dengan apa yang kukatakan.
Aku tidak langsung menjawab pertanyaan Yollie dan melirik ke arah Kolonel Bagus. Kolonel Bagus ternyata juga sedang menatapku tajam dengan wajah sedikit heran. Kemudian Kolonel Bagus memerintahkan kedua tentara wanita bawahannya itu untuk meninggalkan kami. Lalu dia berkata,
âCoba mas Reza ceritakan apa yang kamu tau tentang organisasi ini. Saya juga terkejut ketika Teguh menyampaikan permintaanmu untuk membuat koin dengan simbol High Table ini. Tidak banyak orang di dunia ini yang tau tentang eksistensi mereka. Aku saja baru mengetahui tentang mereka beberapa tahun yang lalu, dan setelah menyogok kenalanku di CIA dengan menjanjikan beberapa hal, mereka baru menceritakan lebih detail kepadaku.â
Aku terdiam selama beberapa saat lalu mulai akan bercerita. Namun tiba-tiba pintu kamarku terbuka dan Vera muncul dari dalam kamar dengan wajah yang masih mengantuk,
âMass..â, katanya sedikit bersorak ketika melihatku. Yollie dan Kolonel Bagus langsung menoleh ke arahnya. Seketika Vera tersadar,
âEh maaf.. Apa Vera ganggu obrolan kalian?â, tanya Vera panik.
Aku hanya tersenyum kepadanya dan menjawab,
âNgga kok kesini aja kalau kamu mau.. kamu udah kenal dengan Kolonel Bagus? Kenalin juga ini Yolandaâ
âIya tadi Vera udah banyak ngobrol-ngobrol sama pakdhe. Hai mba Yolanda. Salam kenal.. Aku Veraâ, kata Vera sambil berjalan ke arah Yollie dan langsung memberikannya pelukan hangat.
âSyukurlah mba Yolanda dan anaknya baik-baik saja. Dari kemarin Vera udah khawatir banget..â, ujarnya sambil masih memeluk Yollie.
Yollie yang kaget dengan perilaku Vera itu hanya bisa diam mematung sambil melirikku. Aku mengangkat kedua bahuku untuk menjawab tatapan Yollie itu. Semenjak bersamaku, Vera memang mulai menunjukkan sifat aslinya.
Sebenarnya dia mempunyai sifat periang dan ceria. Namun beban berat yang diembannya harus membuatnya menjadi seorang yang pemurung dan dingin. Dengan kehadiranku, sepertinya sudah memberikan harapan baru untuk Vera seolah beban yang dirasakannya dulu, perlahan sudah mulai terasa ringan karena ada aku yang membantunya menanggung beban itu.
Aku melihat Vera dan Yollie yang masih berpelukan dan tiba-tiba tersadar,
âPakdhe?â, pikirku heran lalu langsung menoleh ke arah Kolonel Bagus untuk melihat reaksinya. Kulihat Kolonel Bagus menoleh kearahku juga dan mengerti dengan raut wajah heranku.
âHaha.. Itu tadi saya yang menyuruhnya untuk memanggil seperti itu. Awalnya dia memanggil saya dengan Pak, dan saya memanggil Vera dengan Nona Vera. Tapi kemudian kami sepakat, saya memanggilnya dengan namanya saja dan Vera memanggil saya pakdhe.. hahaha.. Kami tadi sudah banyak ngobrol panjang lebar. Vera sudah cerita tentang kisahnya kepada saya. Dan dia juga banyak bercerita tentangmu. Saya iri padamu, mas Reza.. kamu punya banyak wanita disisimu yang mencintaimuâ, kata Kolonel Bagus lalu melanjutkan,
âKamu disini aja gpp Ver. Kamu juga berhak tauâ
Aku dan Kolonel Bagus menoleh ke arah Vera yang sudah melepaskan pelukannya pada Yollie. Yollie masih memasang ekspresi wajah heran dengan sikap Vera yang mungkin menurutnya terlalu ramah itu.
âGpp pakdhe.. Vera nunggu di kamar aja lagi. Kalian terusin aja ngobrolnya.. Tapi pakdhe tadi udah janji kan, Vera dibolehin nonton dramanya sebentar lagi?â, kata Vera memasang wajah memelas.
âHaha saya sih gak masalah. Tapi coba tanya mas-muâ, jawab Kolonel Bagus.
Kemudian Vera menatapku dengan wajah yang membuatku tidak bisa menolaknya. Aku hanya bisa menghela nafas pasrah dah menjawab,
âIya bolehâ, kataku.
âHehe makasih masâ, Vera tersenyum dan berjalan ke arahku dan memelukku sesaat lalu berkata,
âYa udah Vera ke kamar lagi ya.. mba Yolanda juga mau siap-siap kan? Maaf Vera gak bisa bantu apa-apaâ, ujarnya lesu lalu Vera berjalan ke kamar setelah berpamitan kepada Kolonel Bagus dan Yollie.
Kami bertiga memandang kepergian Vera sampai dia menutup pintu kamar. Yollie sudah memasang lagi wajah tanpa ekspresinya dan menoleh ke arahku. Kolonel Bagus kemudian berkata,
âLanjutkan ceritamu tadi.. Bagaimana kamu bisa tahu tentang The High Table?â
Aku mengangguk dan mulai bercerita,
âSaya membacanya dari dalam pikiran-pikiran Bramono. Dia juga sebenarnya tidak tau banyak tentang mereka. Awalnya dia hanya mendengar beberapa rumor tentang eksistensi The High Table. Baru pada beberapa tahun yang lalu, ia akhirnya tau setelah The high Table melakukan sebuah operasi âassassinationâ di negri iniâ, sampai di sini aku berhenti.
Yolanda terlihat semakin bingung karena aku belum menjawab pertanyaannya tadi. Sedangkan Kolonel Bagus menatapku dengan tatapan semakin heran. Ia bertanya,
âAku baru mendengar soal ini. High Table pernah melakukan operasinya di negri ini?â, tanyanya menuntut jawabanku.
âSaya tidak punya bukti kuat soal ini. Tapi bahkan Bramono sendiri mempunyai kecurigaan dan keyakinan yang kuat seperti ituâ, kataku menjawab Kolonel Bagus.
âTu-tunggu dulu. Kamu belum menjawab pertanyaanku za. Apa itu The High Table?â, Yollanda menyela pembicaraan kami.
Aku menoleh ke arah Yollie dan menjelaskan,
âThe High Table adalah sebuah organisasi rahasia, sebuah organisasi underground mirip dengan TQB, yang dibacking oleh beberapa negara NATA (North Atlantic Treaty Alliance) dan juga financial support dari grup-grup finansial raksasa seperti Blackrock dan juragan-juragan minyak dari eropa dan negara gurun pasirâ, kataku lalu melanjutkan,
âLini bisnis utama mereka bisa dibilang seperti marketplace untuk jasa pembunuh bayaran yang dilakukan secara rahasia. Tapi kalau dipermukaan, mereka menawarkan jasa pelayanan informasi dan safe zone yang ada di banyak kota-kota besar di dunia, yang hanya bisa digunakan oleh exclusive member mereka. Kamu bisa menebaknya?â, tanyaku pada Yollie di akhir penjelaskanku.
âEh? Jangan-jangan.. Hotel Continentals yang hanya bisa digunakan oleh member-member premium saja? Aku dan mantan suamiku pernah mau coba menginap di hotel itu waktu di NY, tapi ditolak sama resepsionisnyaâ, kata Yollie.
âYap. Smart girl.. Hotel itu hanya kedok luarnya saja. Tapi sebenarnya itu pusat jual beli informasi dan tempat melakukan penawaran untuk membunuh seseorang, sekaligus digunakan juga sebagai safe zone. Tidak ada operasi assasination yang bisa dilakukan di sana. Kalau kamu bukan member mereka yang setidaknya punya 7 digit dollar US di rekeningmu atau kamu bukan seorang pembunuh bayaran yang terdaftar, kamu gak akan bisa menggunakan fasilitas di sana atau bahkan untuk sekedar menginapâ, jawabku menjelaskan panjang lebar
âKenapa organisasi itu bisa berdiri atau bahkan seperti katamu, didukung oleh anggota-anggota NATA?â, tanya Yollie lagi.
âKalau itu aku tidak tauâ, ujarku sambil menoleh ke arah Kolonel Bagus.
Ia menatapku selama beberapa saat sebelum menghela nafas lalu bercerita kepadaku dan Yollie,
âDi awal tahun 2000 dulu pernah ada usaha pembunuhan terhadap salah seorang putra mahkota kerajaan SA. Lalu gak lama setelah itu ada juga usaha pembunuhan terhadap seorang komisaris dari Blackrock. Timbul ketegangan dan saling mencurigai sesama beberapa negara anggota NATA. Bahkan kejadian-kejadian itu dikhawatirkan akan memicu WW3. Jadi beberapa perwakilan anggota NATA, termasuk negara C dan Ru, menyetujui untuk mengadakan sebuah pertemuan rahasia yang difasilitasi oleh Blackrock dan beberapa Bilyuner duniaâ, kata Kolonel Bagus bercerita.
Lalu ia melanjutkan,
âDari pertemuan itu diputuskan beberapa hal. Diantaranya yaitu negara-negara yang ikut di pertemuan itu setuju untuk membentuk suatu aliansi rahasia dan juga menyetujui bahwa badan-badan intelijen dari negara-negara yang ikut di pertemuan itu, tidak boleh melakukan usaha pembunuhan terhadap anggota aliansi.â
âLalu perwakilan Blackrock yang ikut saat itu, memberikan sebuah usul untuk membuat sebuah organisasi pembunuh bayaran, yang hitman-hitmannya merupakan pasukan dari badan intelijen atau militer negara-negara tersebut.â
âUsulan itu disetujui oleh hampir semua anggota yang hadir, kecuali negara C dan Ru. Mereka setuju untuk ikut bergabung dalam aliansi, tetapi tidak dengan usulan ituâ, sampai di sini, Kolonel Bagus berhenti dan menoleh kepadaku seperti sedang mengujiku. Aku menjawab,
âKarena C dan Ru sudah punya organisasi yang serupa, The Qilin Brotherhood dan Ru Mobs Bratvaâ, ujarku.
âBenar sekaliâ, ujar Kolonel Bagus sebelum meneruskan,
âDari situ, terbentuklah organisasi The High Table yang daerah operasinya berada di sebagian besar eropa dan benua amerika belahan utara. Seperti katamu tadi, operasi utama mereka adalah assasination dan jual beli informasi. Namun terbentuk sebuah aturan tak tertulis, masing-masing organisasi rahasia tersebut, tidak akan melakukan juga operasinya di wilayah kekuasaan organisasi lain. Sehingga saat ini terpetakan 3 kekuatan besar yang bergerak di âgrey areaâ, begitu mereka menyebutnya, yang menguasai hampir seluruh duniaâ
âTQB menjadi penguasa Asia, THT di eropa barat dan amerika utara, dan bratva yang menguasai daerah Ru dan beberapa negara di afrika. Ada beberapa pengecualian, contohnya negara-negara gurun pasir di Asia masih dalam kendali negara A dan THT juga secara tidak langsung. Negara J juga ikut dalam keanggotaan THT walaupun yakuza-yakuza mereka juga sering bekerjasama dengan mafia HK dan juga Bratvaâ, kata Kolonel Bagus mengakhiri ceritanya.
Aku dan Yollie manggut-manggut dengan perasaan sedikit syok ketika mendengarkan cerita Kolonel Bagus. Yollie terutama, ia tidak menyangka karena selain negara-negara adidaya yang menguasai dunia karena militer dan ekonominya yang hebat, ternyata di bawah permukaan ada juga organisasi-organisasi mafia yang seolah dilegalkan oleh negara-negara tersebut.
âWalaupun secara frontal, ketiga organisasi rahasia ini tidak pernah berperang, tapi juga sudah terbentuk rivalitas di antara mereka. Makanya jangan heran kalau kalian tidak akan temukan satupun hotel continental di asia kecuali di negara J dan di UEAâ, kata Kolonel Bagus menambahkan.
âSekitar 1,5 tahun yang lalu, pihak THT pernah menawarkan kepada Bramono untuk bergabung dalam keanggotaan THTâ, ujarku yang langsung membuat Kolonel Bagus tersentak.
âApa?? Terus gimana reaksi TQB dan Rudy Zhao?â, tanyanya menuntutku untuk melanjutkan.
âBramono melaporkan ini kepada Rudy Zhao sehingga Rudy mau tak mau harus menceritakan sedikit informasi kepada Bramono tentang The High Table. Sepertinya TQB menolak keras tawaran THT itu. Mungkin mereka menganggap negara kita itu, taman bermain mereka. Termasuk juga akhirnya Bramono yang semakin yakin bahwa kecurigaannya dulu itu benarâ, ujarku.
âKecurigaan apa?â, tanya Kolonel Bagus sambil menggeram. Kulihat tangannya juga mengepal.
âBahwa Rudy Zhao pernah melakukan penawaran kepada THT untuk membunuh seorang berkedudukan penting di negri iniâ, kataku sebelum menoleh ke arah Yollie dan berkata,
âAyahmuâ, ujarku lirih.
âApaa??â, Yollie dan Kolonel Bagus serentak berteriak kaget.
âKau punya bukti?â, tanya Kolonel Bagus dengan nada suara dingin kepadaku.
Aku menggeleng dan berkata,
âAku hanya membaca dari memori-memori Bramono. Waktu Bramono melaporkan tawaran dari THT itu kepada Rudy, karena penasaran ia mencoba mengorek soal ini, tapi Rudy Zhao langsung membentaknya dan menyuruhnya untuk tutup mulutâ, kataku datar.
Kolonel Teguh hanya bisa menghela nafas setelah mendengar perkataanku. Aku menoleh ke arah Yollie yang sedang menatapku tajam. Dari matanya bisa kulihat ada kesedihan dan juga amarah. Dengan cepat, aku berjalan ke arahnya dan menggenggam tangannya sambil mengelusnya lembut, berusaha untuk menenangkannya.
Kolonel Bagus melihat apa yang kulakukan kemudian berusaha mengalihkan arah pembicaraan kami,
âJujur. Saya sebenarnya khawatir, mas Reza menggunakan nama High Table untuk menjalankan rencanamu ini. Saya takut, mas Reza akan menjadi target mereka kalau mereka sampai tau. Bukannya ini berarti sama aja kita sedang mengadu domba TQB dan THT?â, kata Kolonel Bagus dengan nada khawatir.
âHuh.. Bukan salahku kalau Rudy Zhao akan berasumsi seperti yang saya harapkan. Saya tidak mengadu domba mereka. Kita hanya akan mengindikasikan keterlibatan THT sehingga bisa memancing Rudy Zhao kesini. Kalau rencana saya berhasil, saya yakin THT justru senang karena setidaknya kekuatan TQB akan berkurang. Saya ragu rencana saya ini bisa menghancurkan TQB tapi paling tidak keluarga Zhao akan hancurâ, ujarku mencibir.
âBaiklah, mas Reza. Saya akan tetap men-support rencanamu. Baik TQB atau THT, saya tidak takut. Mereka yang berani berulah di negri ini, akan berhadapan dengan saya. Dan sekarang, saatnya kita membalas atas apa yang sudah kelompok The Qilin Brotherhood perbuat di negara kitaâ, kata Kolonel Bagus bersemangat.
âAyo kita harus bersiap-siapâ, katanya lalu memanggil lagi kedua wanita tentara tadi. Kemudian mereka mengajak Yollie untuk mempersiapkan dirinya. Walaupun kulihat Yollie masih belum bisa mengendalikan emosinya, tapi ia menurut. Setelah menoleh ke arahku sesaat, ia mengikuti kedua tentara wanita itu.
..
Aku dan Kolonel Bagus awalnya berniat untuk menunggu Yollie bersiap-siap dulu namun akhirnya kami memutuskan untuk duluan pergi ke rumah Bramono.
Sesampainya di ruang tengah, Bramono yang menyadari kedatanganku berusaha dengan susah payah untuk berdiri namun aku mencegahnya.
âMa-masterâ, ujarnya pelan sambil meringis.
âBagaimana keadaanmu? Apa kau bisa berbicara dengan kondisi seperti itu?â, tanyaku.
âSa-sakit master⌠tapi masih bisaâ, jawabnya.
âCih! Salahmu sendiri yang memilih cara ini. Kalau kau membiarkan mas Teguh menembakmu, paling hanya pundakmu yang tergores, aku yakin mas Teguh gak akan melesetâ, kataku ketus.
Bramono tidak menjawabku dan hanya memberiku tatapan memelas. Aku mengabaikan tatapannya itu dan bertanya lagi,
âApa Rudy sudah menghubungimu lagi?â
âBelum master. Tapi tadi salah satu anak buahku yang bertanggung jawab atas area pergudangan itu menelponku. Katanya pihak Rudy Zhao menelponnya dan memintanya untuk menceritakan tentang kejadian malam tadi. Ia sudah bercerita sesuai skenario yang master buatâ, jawabnya.
Aku lalu menoleh ke arah Kolonel Bagus. Lalu ia mulai menjelaskan kronologi selanjutnya,
âSkenarionya berjalan lancar. Anak buahku yang sudah menyamar sebagai anak buah Bramono, melakukan pengejaran terhadap kalian. Sesuai dengan yang kita rencanakan, anak buah Bramono berhasil menangkap si penembak jitu dan nona Yolanda lalu membawa mereka ke rumah ini. Si penembak jitu terluka parah dan ketika dalam perjalanan kesini, sudah mati. Mayatnya sudah diletakkan di dalam gudang belakang. Nona Yolanda akan kita ikat di kamar atasâ, kata Kolonel Bagus menjelaskan.
âMa-master.. saya punya ide tambahanâ, kata Bramono tiba-tiba.
âHuh, ide apa?â, tanyaku.
âSe-sebaiknya.. nona Yolanda juga meminum pil perangsang dari HK, biar bisa lebih meyakinkan Rudy Zhao ketika melihat nona Yolanda nantiâ, kata Bramono takut-takut.
âApa katamu? Kamu mau meracuni Yollie-ku?â, kataku menggeram sambil melotot kepadanya.
âBu-bukan itu ma-maksud saya..â, sontak Bramono ketakutan melihat kemarahanku. Namun tiba-tiba..
âAku setujuâ, suara Yollie terdengar di belakangku.
Seketika aku langsung membalik badan dan melihat penampilan Yollie yang acak-acakan namun juga memberikan kesan seksi yang akan membuat laki-laki manapun berdesir darahnya ketika melihat Yollie dalam kondisi seperti ini.
Yollie saat ini sedang memakai kemeja putih tangan panjang dan sedikit transparan, yang terlihat kebesaran di tubuhnya namun tetap tidak bisa menyembunyikan tonjolan payudara jumbo Yollie.
Di lengan kemeja itu terdapat beberapa robekan dan noda darah serta lengan Yollie yang terlihat terluka akibat cambukan atau sayatan sesuatu.
Yollie juga saat ini memakai sebuah celana pendek yang bahkan lebih pendek dari panjang kemeja itu, sehingga pahanya yang putih mulus itu terpampang jelas menjadi tontonan yang menggairahkan bagi semua laki-laki di ruangan ini.
Wajah Yollie terlihat lebam dan di sudut bibirnya terlihat darah yang mengering akibat bibirnya yang terluka. Rambutnya juga terlihat acak-acakan namun justru menambahkan kesan sensual.
Aku menoleh ke arah Kolonel Bagus yang sedang manggut-manggut takjub dengan penampilan Yollie. Tetapi aku tau, itu bukan berarti dia nafsu setelah melihat Yollie, melainkan puas dengan hasil karya anak buahnya.
âSaya gak nyangka ternyata di batalyon pasukan khusus, ada yang mempunyai skill make-up artist sebagus iniâ, pujiku pada Kolonel Bagus.
âHaha.. terkadang unitku mendapatkan misi-misi untuk espionase dan penyamaran. Jadi kami harus punya orang dengan skill seperti iniâ, jawab Kolonel Bagus bangga.
Aku hanya tersenyum dengan reaksi jumawanya itu. Namun aku seketika teringat dengan ide Bramono tadi, dan menoleh lagi ke arah Yollie dan berkata,
âTidak Yollie. Kamu gak usah menyanggupi ide dari Bramono itu. Menurutku, begini saja sudah cukup. Kita gak tau apa saja efek samping dari pil ituâ, kataku tegas.
âNgga za.. aku yakin aku gak akan kenapa-napa. Dengan kondisiku yang terangsang, akan memberikan tontonan yang akan menambah motivasi Rudy Zhao untuk datang kesiniâ, jawab Yollie yakin.
âTapi..â, aku berusaha mencegahnya namun Yollie memotong perkataanku dan bersikeras,
âGpp za.. ini keputusanku sendiri. Aku yang lebih tau tentang kondisi tubuhku sendiriâ, ujarnya.
Aku yang memang sudah tau dengan sifat keras kepalanya ini hanya bisa menyerah dan menyetujuinya juga.
âOk. Tapi kamu jangan minum pil itu disini. Nanti aja kalau sudah di kamar atasâ, ujarku.
Kemudian aku menoleh ke arah Bramono dan Bramono langsung merogoh ke saku celananya dan memberiku sebungkus pil berwarna merah muda itu. Aku mengambil sebutir pil dan memberikannya kepada Yollie.
Lalu dengan ditemani oleh kedua tentara wanita itu, Yollie berjalan menaiki tangga dan masuk ke sebuah kamar di lantai atas.
âKamu sudah siap? Kami akan mengawasimu dari monitor di rumahkuâ, kataku kepada Bramono.
âBa-baik masterâ, jawabnya.
Kemudian ada dua orang pria mendekati kami. Kolonel Bagus memperkenalkan kedua orang itu,
âIni Sersan Revaldi dan kopral Chandra yang akan menemanimu nanti. Apa kau perlu didorong dengan kursi roda?â, tanya Kolonel Bagus kepada Bramono.
âTi-tidak usah pak.. Saya bisa jalan sendiri asal sedikit dibantuâ, jawab Bramono.
âOk Good luckâ, kata Kolonel Bagus lalu mengajakku untuk kembali ke rumahku..
âŚ.
âŚ.
âŚ.