Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Sang Pejantan

PART 02.


Tepat jam 8 malam aku pamit pada adikku untuk pergi ke rumah orangtuanya mbak Ratih. Ada si Novi teman adikku yang rencananya malam ini mau nginap di rumahku, jadi aku merasa tenang malam-malam meninggalkan adikku di rumah.

“Bang pulang jam berapa?.” tanya Ayana.

“Kalau udah selesai ya langsung pulang dek. Gak sampai tiga jam juga udah kelar mijat nya.” jawabku yang sudah berada di ambang pintu mau keluar.

“Dek, aku pergi dulu!.”

“Ya Bang, buruan pulang kalau udah selesai.”

Setelah pamit sama Ayana, dengan langkah santai aku berjalan menuju rumah Abah Rudi, nama Ayah mbak Ratih.

“Assalamu'alaikum mbak!.” panggil ku dari pintu samping yang jaraknya hanya lima meteran dari rumahku.

“Wa'alaikumssalam Ji, masuk saja pintunya gak di kunci.” terdengar balasan mbak Ratih dari dalam rumah.

Cklek....

Aku buka pintu dan langsung masuk begitu saja. “Ji, tutup lagi pintunya!.” kata mbak Ratih yang sepertinya berada di ruang tengah.

“Di kunci gak mbak?.” tanyaku ngasal.

“Iya, di kunci saja Ji, takutnya ada maling masuk dari samping rumah.” balasnya.

“Kalau takut maling, kenapa gak di kunci dari tadi?.” gumam ku sambil mengunci pintu yang baru aku lewati.

Mencari keberadaan mbak Ratih, aku langsung pergi ke ruang tengah, dan benar tuh orang sedang rebahan di karpet yang ada di ruang tengah sambil nonton TV.


Mbak Ratih​

Ada minyak urut, cemilan, dan juga teh yang airnya masih ngeluarin asap. “Nih Ji, udah mbak siapin semua, itu teh kamu minum! Mbak mau ganti baju dulu.” kata mbak Ratih sambil beranjak pergi menuju kamarnya.

Sambil menunggu mbak Ratih ganti baju, aku duduk di atas karpet berbulu yang cukup hangat sambil menikmati segelas teh panas beserta cemilannya. “Di luar mulai gerimis, cocoknya memang minum yang panas-panas.” kataku sambil menonton film yang tadinya sedang ditonton mbak Ratih.

Sepuluh menit kemudian mbak Ratih keluar dari kamarnya setelah berganti baju santai. Dengan mengenakan daster dengan kain yang cukup tipis, mbak Ratih tanpa permisi langsung saja duduk di sampingku.

“Gimana Ji, seru gak film nya?.” tanya mbak Ratih.

“Ya lumayan seru mbak, tapi banyak adegan yang kena sensor.” balas ku sambil melihat mbak Ratih yang dengan santainya merebut toples cemilan yang sedang aku pegang.

“Mau nonton yang gak ada sensornya?.” tanya mbak Ratih sambil memandang kearah ku.

“Emang ada mbak?.” kataku.

“Adalah....“ mbak Ratih mulai mencari chanel TV yang dia maksud. Keluarganya langganan TV digital, jadi banyak chanel TV asing yang dapat di tonton dan tentunya tanpa sensor.

“Dah nih film keren. Kita nonton, sambil kamu pijat mbak.” kata mbak Ratih yang langsung tengkurap dengan wajah miring ke arah layar TV.

Melihat mbak Ratih yang sudah siap di pijat, terlebih dahulu aku minta izin dan minta maaf karena akan menyentuh tubuhnya. Begitu mendapatkan izin, barulah aku mulai memintanya.

Pijatan pertama aku mulai dari telapak kaki, dari pijatan di bagian telapak kaki, aku mulai tahu bagian mana saja yang butuh pijatan ekstra karena efek kelelahan yang dialami mbak Ratih.

“Uh, enak juga Ji pijatan kamu, gak kalah sama tukang pijat profesional.” puji mbak Ratih.

Aku tak membalas pujian mbak Ratih karena sedang berkonsentrasi dengan pijatan di area telapak kaki mbak Ratih.

“Mbak, ini tubuh kok kaku semua, udah lama ya mbak gak pijat?.” tanyaku saat mulai memijat bagian betisnya yang sama kaku nya dengan bagian telapak kakinya.

“Hehehe, udah dua tahun Ji gak pijat, maklum gak ada waktu.” jawab mbak Ratih.

“Pantesan kaku semua, ini kalau sakit mbak ngomong saja.” kataku yang sedikit menambah tenaga pijatan ku.

“Ugh sakit Ji....” kata mbak Ratih yang membuatku sedikit mengurangi tenaga yang aku keluarkan.

Mbak Ratih mulai kembali tenang saat aku mengurangi tenaga, dan setelah 10 menit aku menekan-nekan bagian betis dan menurutnya, aku berpindah ke bagian paha.

Tapi sebelum jari-jari tanganku menyentuh pahanya, aku kembali meminta izin pada mbak Ratih.

“Mbak, ini gak apa kan aku pijat bagian paha? Dan maaf mbak, ini dasternya aku singkap ke atas, takutnya kena minyak urut kalau gak di singkap ke atas...” kataku.

“Di buka sekalian aja Ji. Dulu-dulu kalau pijat mbak juga gak pakek apa-apa.” kata mbak Ratih dan selanjutnya adegan yang tak aku duga terjadi di depan kedua mataku.

Tanpa banyak bicara, mbak Ratih tiba-tiba begitu saja membuka daster yang dia pakai, dan menaruhnya tepat di samping tubuhnya.

Mbak Ratih kembali tiduran dalam posisi tengkurap setelah melepas daster nya. “Udah Ji, lanjutin pijat nya.” kata mbak Ratih yang cuek dengan penampilannya.

Setelah menarik nafas panjang, aku mulai melanjutkan pijatan di paha mbak Ratih. Dari arah paha bagian bawah, pijatan ku terus bergerak ke arah atas menuju pangkal paha nya.

“Uuhhhmmm...” suara ambigu keluar dari mulut mbak Ratih saat jari-jari tanganku sampai ke pangkal paha nya.

Tak ingin berlama-lama memijat di bagian yang sangat sensitif bagi seorang wanita, jari-jari tanganku berpindah ke pinggangnya dan mulai melakukan pijatan dengan tenaga sedang.

Pijatan tanganku terus bergerilya di setiap bagian tubuh mbak Ratih, dan setelah hampir satu jam melakukan pijatan di bagian belakang tubuhnya, aku agak ragu saat ingin memijat bagian depan tubuhnya.

“Kenapa Ji kok gak di lanjut? Udah selesai ya?.” tanya mbak Ratih.

“Itu mbak, bagian belakang sudah, tinggal bagian depan.” jawabku.

Bukannya membalas jawaban ku, mbak Ratih justru langsung membalikkan tubuhnya, dan dengan jelas aku dapat melihat gundukan payudara mbak Ratih yang hanya tertutupi bra berwarna putih, senada dengan warna CD nya.

“Mbak, daster nya di pakai saja.” kataku.

“Males Ji, lengket-lengket jadinya kalau pakai daster.” ujarnya.

“Tapi mbak!...”

“Gak usah tapi-tapi, kalau mau lihat ya di lihat aja Ji, mbak gak apa-apa.” kata mbak Ratih yang malah menarik tangan kanan ku ke arah paha nya.

Kalau Reni yang ada di depanku, sudah sejak tadi aku pijat tanpa minta izin, mungkin juga sudah aku entotin. Tapi ini mbak Ratih, wanita yang selalu terlihat tertutup setiap harinya. Tubuhnya memang jauh lebih bagus dari Reni, tapi aku merasa sungkan saat melihat tubuhnya yang hanya tertutupi bra dan CD.

“Ji, kenapa masih bengong? Pijat Ji, atau kamu mau yang lainnya?.” tanya mbak Ratih yang tiba-tiba saja bangkit dan duduk dengan wajah menghadap ke arahku.

“Hihihihi, wajah kamu itu polos-polos lucu kalau di giniin. Ya sudah, kamu pijat lagi pinggang mbak, masih agak tegang otot pinggang mbak Ji. Itu juga, kamu kenapa gak duduk di atas waktu pijat pinggang mbak? Gak seperti tukang pijat yang dulu sering pijat tubuh mbak.” katanya.

“Seharusnya memang harus duduk di atas paha mbak, tapi akunya gak enak...” balas ku.

“Udah di enakin saja Ji.” kata mbak Ratih sambil kembali tengkurap dengan wajah miring memandang ke arah TV yang sedang menampilkan adegan percintaan antara guru dengan muridnya.

Tiba-tiba saja kontolku tegang saat mataku teralihkan dengan adegan di layar TV, tapi aku kembali dengan aktifitas ku setelah mbak Ratih memukul ringan pahaku.

Masih terpengaruh adegan di layar TV, aku memberanikan diri naik dan duduk di atas pangkal paha mbak Ratih yang lebih berisi jika dibandingkan dengan paha Reni. Begitu posisi duduk ku pas, aku mulai memijat pinggang sampai punggung mbak Ratih yang terasa masih cukup kaku.

Satu hal yang baru aku sadari saat aku memijat punggung mbak Ratih, ternyata kontolku yang sudah menegang berada tepat di belahan pantat mbak Ratih, dan terus menekan-nekan belahan pantat mbak Ratih saat aku memijat punggungnya.

Bukannya marah, mbak Ratih justru sedikit mengangkat pantatnya dan melakukan gerakan yang membuat kontolku terus bergesekan dengan belahan pantatnya.

“Emmmhhh.... Oohhhh Ji, enak Ji di situ,tekan lebih dalammm....” kata mbak Ratih yang terdengar cukup erotis.

Aku yang mulai menikmati belahan pantat mbak Ratih dengan kedua tangan bertumpu di punggungnya. Sedikit tubuhku goyah saat mbak Ratih tiba-tiba membalik tubuhnya, dan tak bisa di hindari kini kedua tanganku justru mendapatkan tumpuan baru berupa dua gundukan payudara mbak Ratih yang besar padat dan kencang.

“Ji, pijatin mbak luar dalam.” kata mbak Ratih lalu kedua tangannya bergerak ke bawah dan menarik ke bawah CD yang dia gunakan.

“Ihhh, gak adil, kamu juga harus telanjang.” sekarang kedua tangan mbak Ratih beralih ke pakaian ku, dan dalam hitungan detik pakaian dan celanaku berhasil dia buka termasuk dengan CD ku.

Kontolku yang sudah menegang kini berayun bebas tepat di depan lubang memek mbak Ratih yang polos tanpa adanya bulu memek yang tumbuh di sekitarnya.

Kedua tanganku yang sempat terlepas dari gundukan payudaranya, dengan sangat kuat mbak Ratih menarik tanganku sampai aku jatuh menindih nya.

Tak membuang kesempatan dari posisi jatuh ku, mbak Ratih mulai mencium bibirku.

Aku pun mulai membalas ciumannya dengan lembut, tangan kiri ku bahkan sudah meremas kedua payudaranya bergantian, dan kadang aku memelintir putingnya.

Tangan kananku juga tidak diam. Dengan lihai tangan kananku mulai menjamah perutnya, lalu perlahan terus turun kebawah sampai ke bibir memeknya.

Aku mulai meraba dan merasakan klitoris nya yang sudah mengeras, serta bagian bibir memeknya yang sudah mulai basah dengan lendir kewanitaan nya.

“Oooouuhhh... oouuhhh... ssshhhh....nikmat banget Ji. ”desah mbak Ratih saat jari-jari ku bermain di bagian klitoris nya.

Saat mbak Ratih melepas ciumannya, bibirku perlahan mulai turun menjalar ke lehernya, dan terus bergerak turun ke belahan dadanya.

Aku mengecup puting kecilnya yang bewarna kemerahan, lalu menghisapnya dengan rakus bergantian kiri dan kanan. seketika bulu-bulu halus di tubuh mbak Ratih berdiri, dan dia mulai menggelinjang merasakan hisapanku di puting payudaranya.

Setelah puas dengan payudaranya, ciumanku turun kebawah menuju pusarnya sambil tubuhku ikut bergerak ke arah bawah.

Tanganku berusaha melebarkan kakinya selebar mungkin, dan kini terlihat dengan jelas pemandangan indah tubuh mbak Ratih yang sedang mengangkang pasrah dengan memek mulus dan bibir memeknya yang bewarna kemerahan.

Bibirku mendekat ke bibir memeknya. Aku kecup biji klitoris nya, dan dengan lincah lidahku mulai menjilati benda kecil itu.

Aku terus menjilati dan menghisap kuat biji klitoris nya.

Mbak Ratih yang tidak kuasa menahan rasa nikmat yang aku berikan, badannya terus menggeliat, dan pantatnya terus saja bergerak naik turun.

Tak hanya memeknya, tangan kiri ku mulai kembali meremas-remas payudaranya, sedangkan tangan kananku mulai aku gunakan untuk mengobok-obok lubang memeknya yang semakin basah.

Mbak Ratih tiba-tiba saja menekan kepalaku sangat kuat kearah memeknya dan menjepit kepalaku dengan pahanya.

“oouhhh... oouuhh... emmmmmhhhh... aaaaaaahhhhhh...” desahan panjang keluar dari mulut mbak Ratih diiringi dengan menyemburnya cairan dari lubang memeknya yang menandakan kalau mbak Ratih sudah mendapatkan orgasme pertamanya.

Puas dengan orgasmenya, sekarang mba Ratih mendorong badanku untuk berdiri di depannya, lalu dia bangkit dan jongkok menghadap kearah selangkangan ku.

Tangannya mulai mengelus dan meremas-remas kontolku, setelah itu dia mulai menjilati kontolku dari pangkal hingga ke bagian kepala kontolku.

Tangan kirinya membelai kedua buah zakarku dengan lembut, dan yang kanan memegang batang kejantananku.

Saat mbak Ratih mulai memasukkan kontolku ke dalam mulutnya, itu terasa sangat nikmat, di tambah dengan sensasi tangannya yang terus mengocok batang kontolku secara perlahan, aku semakin di buat melayang dengan perlakuan mbak Ratih.

Mulutnya tanpa henti terus menghisap dan menjilati kepala kontolku dengan rakus. Dia coba memasukkan seluruh batang kontolku kedalam mulutnya, tapi cuma setengah saja karena sudah mentok di kerongkongannya.

Saat yang aku nanti akhirnya datang. Mbak Ratih melepaskan kontolku lalu dia duduk mengangkang di atas karpet berbulu tepat di depanku yang masi berdiri.

Aku kembali duduk tepat di depan memeknya dan membiarkan mbak Ratih memegang kembali kontolku.

Dia mengarahkan kontolku ke lubang memeknya. Aku pun mulai mendorong masuk kepala kontolku ke lubang memeknya yang terasa masih sempit dan peret.

Saat baru kepala kontolku yang masuk, aku kembali menariknya keluar lagi sampai 3 kali supaya lubang memeknya terbiasa dengan ukuran kontolku, tapi mba Ratih yang gak sabaran, dia malah mengunci pantatku dengan melingkarkan kedua kakinya di pantatku, sambil berharap aku segera memasukkan seluruh kontolku ke dalam lubang memeknya.

Mba Ratih yang gemas karena aku permainkan, tiba-tiba saja dia meremas kedua bahuku.

Aku hanya tersenyum dan kembali lagi mencoba menekan secara perlahan, dan akhirnya setengah batang kontolku sudah masuk kedalam lubang memeknya, dan itu membuat mba Ratih mendongak keatas karena menahan nikmat,

Perlahan aku mulai menggoyangkan pantatku maju mundur, dan dengan satu tekanan kuat.

Bleess.... Seluruh batang kontolku masuk semua tertelan lubang memek mbak Ratih.

“Ooouuuuhhhhh...” teriak lirih mbak Ratih dengan mata terpejam saat seluruh kontolku tertelan lubang memeknya.

Permainan panas kami akhirnya di mulai. Aku mulai menggenjot lubang memek mba Ratih dengan kecepatan pelan, dan saat lubang memeknya semakin basah, aku mulai mempercepat gerakan ku.

Pantat ku bergerak maju-mundur seirama dengan kontolku yang terus bergesekan dengan dinding lubang memek mbak Ratih.

Cairan orgasme yang sebelumnya keluar, justru menjadi pelicin, dan menimbulkan bunyi yang sangat erotis. Kami berdua bermandikan keringat memacu birahi yang udah sama-sama memuncak.

Mbak Ratih dengan mata terpejam terus mengusap dadaku dan meraba perutku yang rata.

“Badan kamu bagus ya Ji, pasti stamina kamu kuat ” katanya.

“Iya dong mbak, aku kan rajin olahraga setiap berangkat dan pulang kerja.” balas ku.

“Oooouuhhhh... Ji, puasin mbak Ji...aaahhhh....” mbak Ratih mulai meracau.

Mbak Ratih mencengkram bahuku kuat, dan aku tau kalau dia akan mendapatkan orgasme keduanya, dan dengan penuh semangat aku lebih mempercepat ritme goyangan ku.

“Ooouhhhh... uuuhhhh... ooouuhhh... yaaahhhh... aaahhhh.... ehhmmmm...” erangan keluar dari mulut mbak Ratih saat dia mendapatkan orgasme keduanya.

Aku mencabut kontolku dari lubang memek mbak Ratih yang lagi-lagi sudah becek dengan cairan orgasmenya.

Setelah memberi sedikit nafas, aku meminta dia balik badan menungging ke arahku.

Mbak Ratih sudah terlihat lemas, tapi dengan senang dia menuruti kemauanku.

Dari belakang dengan posisi menungging, aku lebih bernafsu lagi melihat tubuhnya yang sintal ditambah dengan pantatnya yang bulat basah oleh keringat.

Lipatan bibir memeknya yang sangat sempurna membuat ku ingin kembali menikmatinya.

Aku arahkan kembali kepala kontolku ke lubang memek mbak Ratih, dan perlahan aku mulai memasukkan kepala kontolku.

Sambil memaju mundurkan pantatku, aku mencengkram kuat kedua pinggang mbak Ratih, dan itu membuat dia merintih serta mendesah yang semakin membuatku bernafsu dan aku semakin cepat menyodok lubang memeknya dari belakang.

“Ooouuhhh... ooouuhhhh... emmmhhh... enaakkkk... Jiiii... aahhh... sayyaaaanngggggg” desahan dan suara manja terus keluar dari mulut mbak Ratih.

Lumayan lama dengan posisi menungging dan sepertinya mbak Ratih sudah mau akan mendapatkan orgasme ketiganya.

Dengan cepat dia meminta ganti posisi, dan kini aku telah berbaring lurus di atas karpet berbulu, dan mbak Ratih langsung saja berjongkok di atas tubuhku sambil mengarahkan kepala kontolku ke arah lubang memeknya, dan dengan satu tekanan.

“Blessss...“ seluruh batang kontolku masuk ke dalam lubang memeknya.

Mbak Ratih naik turun menghujamkan kontolku keluar masuk lubang memeknya.

Goyangan pinggang mbak Ratih sangat erotis, dengan sekalian dia memutar-mutar pantatnya. Kontolku terasa sangat nikmat saat mbak Ratih terus memutar-mutar pantatnya.

Tak lama aku pun mulai merasa sudah hampir keluar.

“Oouuuhhh...mbaaak.... a..a..a..akuuu... ma..ma..mauuu... kekekeluaarrr....” kataku terbata-bata.

“Iya sayanngggg... ooouuuhhh... mbakkk... juga mauuu... keluaarr.... lalalagiii... ooouuuuhhhhh...” terdengar suara balasan mbak Ratih.

Diiringi teriakan kita berdua, aku menekan kontolku sekuat-kuatnya ke lubang memek mbak Ratih, dan...

“Croott... Croott... Croott... Croottt....” cairan spermaku menyembur di dalam lubang memeknya, dan bersamaan dengan itu cairan orgasme mbak Ratih keluar dan membasahi kontolku.

Seketika mbak Ratih lemas dan merebahkan tubuhnya di atas tubuhku. Aku pun menerimanya dalam pelukanku, lalu aku mengecup lama keningnya.

Terlihat mbak Reni memejamkan mata dan wajahnya menunjukkan kalau dia telah terpuaskan.

“Terimakasih banyak mbak, aku puas banget malam ini.” kataku dengan suara lirih.

“Aku yang seharusnya berterimakasih padamu Ji. Kamu sudah mau memenuhi keinginan mbak yang meminta dipijat sampai tuntas. Bukan itu aja, kamu gentle banget setelah main langsung memeluk mbak, mengecup kening mbak, dan berterimakasih, kamu beda banget dengan pacar mbak.” kata mbak Ratih.

“Wanita secantik mbak Ratih pantas mendapatkan yang terbaik, tapi aku benar-benar gak menyangka kalau mbak udah pernah gituan.” ungkap ku.

“Mbak di jebak pacar Ji. Di cekokin alkohol, mbak mabuk, eh dianya ngambil keperawanannya mbak. Setelah peristiwa itu mbak justru ketagihan, tapi itu, punya pacar mbak tuh kecil, dua menit main langsung crot dan gak bangun-bangun....”

“Beda dengan ini, udah ngecrot, tapi masih saja tegang. Pantes saja Reni betah ngentot sama kamu.”

“E..e..eh, ko..kok mbak tahu?.” tanyaku yang terkejut dengan apa yang baru dikatakan mbak Ratih.

“Hihihihi... Lima hari yang lalu mbak ngintip waktu kamu bikin Reni hampir pingsan di dalam kamarnya.” kata mbak Ratih.

“Ji, buat mbak seperti Reni dong! Tiga jam lebih loh kalian main waktu itu...”

Bukannya marah adiknya pernah aku genjot, mbak Ratih justru meminta dirinya di buat seperti adiknya.

“Bang ada yang nyariin.” teriak Ayana dari pintu samping yang membuat ku dan mbak Ratih sama-sama terkejut, dan mbak Ratih segera turun dari atas tubuhku sambil memisahkan kontolku yang masih tegak berdiri dengan lubang becek nya.

Mbak Ratih hanya memakai daster dan menyimpan bra dan CD nya di bawah karpet.

Aku yang sudah memakai kembali kaos oblong, CD dan celana kolor ku, dengan santai berjalan ke arah pintu samping.

“Siapa yang nyari dek?.” tanya ku setelah membuka pintu.

“Tuh di cari mbak Lila, katanya ada perlu apa gitu sama Bang Aji.” balas Ayana.

“Ya sudah, aku pamit dulu sama mbak Ratih, kebetulan pijat nya juga baru selesai.” kataku yang kembali masuk ke dalam rumah, sedangkan Ayana langsung ngacir balik ke rumah.

Aku pun pamit sama mbak Ratih, tapi sebelum keluar dari rumah, mbak Ratih tiba-tiba saja memelukku dari belakang.

“Nih buat tambahan uang jajan kamu.” kata mbak Ratih yang langsung memasukkan amplop berisi uang ke dalam saku celana kolor ku, dan sempat-sempatnya dia memegang kontolku yang sudah setengah tertidur.

"Nakal....” kataku lalu aku kecup bibir nya, sebelum akhirnya aku lari pulang ke rumah.

Sampai di rumah aku melihat wanita berjilbab yang duduk di sofa ruang tamu rumahku.


Mbak Lila


°°°°

Lanjut gak?.
Lanjut donk
 
PART 03.


Pagi-pagi aku sudah berpakaian rapi. Sepatu baru yang aku beli tiga minggu yang lalu juga sudah aku pakai untuk menunjang penampilanku.

“Aku kok jadi gak rela ya Bang Aji nganterin mbak Lila ke pesta pernikahan temannya.” kata Ayana sambil memandangi ku dari ujung kaki sampai ujung kepala.

“Lupa apa semalam siapa yang ngotot nyuruh Abangnya nemenin mbak Lila? Biar bisa jagain mbak Lila lah, biar aman lah, bla...bla...bla...” kataku sedikit sewot.

Hari sabtu biasanya aku habiskan dengan bermalas-malasan di rumah karena kantor tempatku bekerja libur setiap hari sabtu dan minggu, tapi gara-garq Ayana yang memaksaku menemani mbak Lila demi uang 200.000, aku harus rela kehilangan waktu bermalas-malasan yang begitu berharga.

“Hehehe.... Demi uang jajan tambahan Bang. Tapi pagi ini Bang Aji gantengnya kelewatan, takutnya nanti ada yang bawa Bang Aji, terus aku nanti sama siapa?.”

“Siapa juga yang doyan sama orang miskin dek? Udah aku berangkat dulu, kamu baik-baik kuliahnya, jangan keluyuran!.” kataku lalu aku langsung pergi ke rumah mbak Lila yang hanya berjarak tiga rumah dari rumah ku.

Mbak Lila usianya belum ada 30 tahun, tapi sudah menjadi janda satu anak sejak dua tahun yang lalu. Walau sudah menjanda dan memiliki satu anak, tapi mbak Lila memiliki postur selayaknya gadis yang masih belum terjamah tangan seorang pria.

Namanya juga orang kaya dan pintar ngerawat tubuh. Jadi gak heran kalau tubuhnya terjaga dengan baik, dan karena itu banyak pria kaya raya yang mengantre untuk mendapatkannya.

“Pagi mbak.” sapa ku pada mbak Lila yang sedang duduk di kursi yang berada di teras depan rumahnya.

“Tepat waktu juga kamu Ji, dan mbak gak nyangka kalau pakaian yang mbak beli asal-asalan ternyata cocok di tubuh kamu. Mbak jadinya sekarang kurang pede jalan bersebelahan sama kamu Ji.” mbak Lila memandangi ku dari ujung kaki sampai ke ujung kepala persis seperti yang dilakukan Ayana.

“Aku mbak yang seharusnya bilang gitu. Mbak sudah cantik gitu, tapi lihat aku, cuma sisiran doang....”

“Ji... Ji, sisiran doang udah kayak gini, gimana kalau di make-up, udah mirip artis Korea kamu nanti Ji....”

“Udah mbak mujinya jangan tinggi-tinggi, ntar sakit jatuhnya kalau pujiannya gak sesuai kenyataan. Nih lebih baik kita segera berangkat mbak. Oh iya, Tyo di mana mbak?.” aku menanyakan keberadaan putra mbak Lila.

“Dibilangin kok gak percaya, nanti teman-temannya mbak pasti juga bilang gitu saat lihat kamu. Soal Tyo, dia udah mbak titipkan ke rumah neneknya. Kasihan nanti dia kecapean kalau datang ke acara nikahan yang pastinya acaranya sangat lama.” balas mbak Lila lalu dia nyerahin kunci mobil padaku.

“Mbak ini mobil matic atau manual?.” tanyaku yang sudah berada di belakang kemudian mobil.

“Matic Ji...” jawab mbak Lila sambil duduk di kursi penumpang bagian depan.

Mbak Lila lalu nunjukin padaku alamat tempat diadakannya pesta pernikahan temannya yang cukup jauh dari tempat tinggal ku, dan pesta juga diadakan dari pagi sampai sore karena pada malam harinya akan diadakan pesta khusus keluarga pasangan pengantin.

Dengan kecepatan sedang aku mengemudikan mobil mbak Lila menuju alamat yang sudah aku ketahui tempatnya. Aku pernah bekerja menjadi supir kendaraan umum selama 3 bulan, jadi aku sudah cukup hafal semua tempat terkenal di kota ini, dan kebetulan alamat yang ditunjukkan mbak Lila adalah alamat salah satu hotel terbesar di kota ini.

Jam menunjukkan pukul 8 pagi, dan jalanan sudah mulai dipenuhi kendaraan pribadi yang ingin pergi berlibur menikmati akhir pekan di daerah utara kota yang berbatasan langsung dengan lautan.

Dengan kecepatan rata-rata 60 kilometer per jam, kurang dari satu jan akhirnya aku dan mbak Lila sudah sampai di hotel yang menjadi tujuan kami.

Baru juga keluar dari mobil, mbak Lila langsung saja mengaitkan tangannya ke lenganku. “Begini lebih baik....” katanya sambil menunjukkan senyuman yang semakin mempercantik wajahnya.

Aku hanya nurut dan ikut kemauan mbak Lila, lagian aku juga gak rugi. Lenganku justru keenakan karena bersentuhan dengan benda kenyal dan hangat yang terus menekan-nekan lengan tanganku.

Sampai di lobby hotel, mbak Lila langsung mengajakku ke salah tahu ruangan yang telah di sewa oleh temannya untuk mengadakan pesta, dan setelah menunjukkan undangan pada bagian penerima tamu serta menuliskan nama, barulah aku dan mbak Lila dapat izin untuk memasuki ruangan pesta.

“Mewah banget, berapa habis duit untuk pesta semewah ini.” kata ku yang baru kali ini datang ke pesta orang kalangan atas.

“Yang aku dengar-dengar, seluruh biaya yang dia keluarkan untuk pesta ini gak sampai dua milyar. Ya tapi ini sih biasa untuk ukuran mereka.” mbak Lila menunjuk teman-temannya yang melambaikan tangan padanya.

Mbak Lila menyeret ku ke arah teman-temannya, dan sialnya aku mengenali dua dari mereka. Tapi karena mereka berdua sedang asik dengan teman-temannya, mereka tidak menyadari keberadaan ku di dekat mereka.

“Lama gak gandeng cowok, sekali gandeng dapatnya berondong gini, mana cakep lagi. Boleh lah bagi ke kita-kita.” kata wanita yang aku kira berusia tiga puluhan tahun. Cantik sih, tapi senyuman tuh wanita bikin bulu kuduk ku berdiri.

“Apaan bagi-bagi, emangnya dia barang. Kenalin nih, ini Aji, ya dia ini masih termasuk keponakan ku.” kata mbak Lila memperkenalkan aku pada teman-temannya.

Mbak Lila tidak bohong, aku memang masih termasuk keponakannya. Nenek ku masih satu keturunan dengan Ibu mbak Lila, tepatnya nenekku adalah kakak kandung Ibu mbak Lila. Tapi keluargaku dan keluarga mbak Lila beda nasib, dan semua itu bermula dari kelakuan buruk Ayah ku yang menghabiskan banyak harta mendiang Ibu untuk mabuk, judi, dan obat-obatan.

“Punya keponakan bening tuh bilang-bilang Lil.” kata wanita yang aku kenal sambil senyum-senyum saat menoleh dan memandang ke arahku.

“Idih perawan tua, naksir ya sama keponakannya Lila?.“ ujar wanita lainnya yang kebetulan aku juga mengenalinya.

Dunia benar-benar sempit, aku gak nyangka Bu Anin, dan Bu Salwa ternyata masih satu lingkup pertemanan dengan mbak Lila.

“Hus, jangan godain ponakan ku! Masih polos gini anaknya.” kata mbak Lila sambil tersenyum.

Mbak Lila mengajakku pergi ke tempat makanan dan minuman setelah sedikit mengobrol dengan teman-temannya.

Aku sejak tadi hanya diam, apalagi sampai detik ini tuh si bos sama temannya masih sering lirik-lirik ke arahku.

Selain bu bos dan temannya, ada beberapa teman mbak Lila yang juga masih sering curi-curi pandang ke arahku, bahkan ada yang memandang ku dengan pandangan mata genitnya.

Setelah mengambil makanan, aku memilih duduk di sebelah mbak Lila yang entah kenapa dia tersenyum saat memandang ke arahku. “Ada yang aneh ya mbak?.” tanyaku padanya.

“Gak ada yang aneh, tapi mbak saja yang kurang perhatian selama ini sampai gak sadar kalau ternyata punya keponakan seperti kamu Ji. Tuh lihat, teman-teman mbak saja masih banyak yang curi-curi pandang ke arah kamu.” kata mbak Lila menjawab pertanyaan ku.

“Mereka memandang ku mungkin karena jijik mbak. Lihat saja ini penampilanku, jauh banget dengan pria-pria lainnya.” ujar ku sambil tersenyum.

“Siapa bilang mereka jijik? Nih kamu lihat, mereka terus-terusan nanyain soal kamu.” mbak Lila nunjukin padaku layar HP nya yang berisi pesan dari teman-temannya. “Bisa baca kan? Sebagian dari mereka naksir sama kamu, dan mau jadiin kamu pria simpanan mereka, tapi jelas mbak gak ngizinin mereka ngelakuin hal itu padamu.”

“Enak tuh jadi simpanan tante-tante, pasti dapat uang saku tambahan.” kataku bercanda.

Mbak Lila tiba-tiba melotot ke arahku. “Daripada menjadi simpanan mereka, lebih baik kamu sama mbak. Berapapun uang yang kamu butuhkan, pasti akan mbak berikan.” ungkap mbak Lila sambil meminum minuman yang baru dia ambil.

“Mbak gak perlu memberi uang padaku kalau hanya mau di temenin. Asalkan aku sedang gak sibuk, kalau mbak butuh ya tinggal panggil saja mbak.”

Mbak Lila tersenyum setelah aku selesai berkata. “Pulang dari sini ke pantai yuk Ji? Sekalian kan kebetulan kita gak jauh-jauh amat dari pantai.”

Aku mengiyakan permintaan mbak Lila, sekalian aku juga ingin menikmati suasana pantai setelah bertahun-tahun gak pernah lagi main-main ke pantai.

Selesai makan dan minum, mbak Lila mengajak aku menemui pasangan pengantin untuk memberi ucapan selamat. Temannya juga menanyakan siapa aku ini bagi mbak Lila, dan mbak Lila menjawab seperti tadi, seorang keponakan yang jarang dia ajak jalan bersama.

Saat mbak Lila sedang asik dengan pengantin wanita yang merupakan temannya, ada yang menarik-narik lengan bajuku dari belakang, dan saat aku menoleh, aku dapat melihat Bu Anin berdiri di belakang ku.

“Bagaimana bisa keponakan orang sekaya Lila justru bekerja menjadi OB di kantorku?. Kamu tau gak, Lila tuh punya 35 persen saham di kantor ku. Kalau dia tahu kamu jadi OB di kantor ku, aku jadi gak enak dengannya.” kata Bu Anin.

“Tenang saja Bu, mbak Lila udah tau kok, kan aku pernah cerita ke dia tentang tempat kerjaku, dan aku kerja sebagai apa.” balasku sambil tersenyum.

“Dia gak marah apa keponakannya bekerja sebagai OB?.” tanya Bu Anin.

“Sepertinya enggak sih mbak, buktinya waktu aku cerita itu dia cuma membalas, kerja dengan benar anggap saja sebagai latihan, gitu mbak.” jawabku.

“Bagaimana kalau kamu mulai hari senin kerja di bagian lainnya?.”

“Bagian apa Bu, keamanan?.”

“Itu cuma beda sedikit sama OB. Kamu ada keahlian apa biar nanti aku yang menyesuaikan pekerjaan apa yang cocok untuk kamu?.”

“Gak ada keahlian khusus Bu, tapi aku cukup mahir mengoperasikan komputer.” ungkap ku.

“Ok, besok aku kabarin ke kamu tentang pekerjaan barumu di kantor.” Bu Anin pergi begitu saja setelah selesai berkata.

Tidak lama setelah Bu Anin pergi, mbak Lila yang sudah selesai ngobrol dengan temannya, dia langsung mengajakku keluar dari tempat pesta pernikahan temannya.

“Mau langsung ke pantai mbak?.” tanyaku setelah berada di dalam mobil milik mbak Lila.

“Yuk Ji, siang-siang begini minum es kelapa muda si pinggir pantai enak Ji.” jawabnya sambil memakai sabuk pengaman.

“Ok mbak, berangkat....”

Mobil mbak Lila segera aku kemudikan menuju pantai yang cukup dekat dari hotel yang baru aku tinggalkan.

Tiga puluh menit melaju di jalanan kota, mobil mulai masuk kawasan pinggiran pantai dan sayup-sayup aku mulai mendengar suara deburan gelombang air laut.

“Ji, cari tempat yang sepi!.” kata mbak Lila saat aku sedang sibuk mencari tempat parkir, dan akhirnya aku mendapatkan tempat parkir yang cukup strategis dengan pemandangan di depan mobil yang langsung mengarah ke arah pantai.

“Panas Ji di luar, ngadem dulu di dalam mobil.” kata mbak Lila sambil menoleh dan memandang ke arah ku.

“I..iya mbak....” balasku sedikit grogi karena mbak Lila terus memandangi ku.

Aku memilih memandang kearah lainnya saat mbak Lila terus memandang ke arahku.

“Kenapa Ji, kok malah ngelihat yang lain? Mbak jelek ya Ji?.” tanya mbak Lila sambil mencondongkan tubuhnya ke arahku.

“Siapa yang bilang mbak Lila jelek? Buta mungkin tuh orang yang bilang mbak Lila jelek.” ujar ku.

“Kalau mbak gak jelek, kenapa kamu gak mau ngelihat wajah mbak? Tuh kamu justru milih ngelihat yang lain.”

“Bukannya gak mau lihat mbak, tapi aku malu kalau di lihatin terus-terusan mbak.”

“Gak usah malu-malu, sini aji lihat ke arah mbak.” dengan kedua tangannya mbak Lila memegang pipiku lalu dia membuat ku melihat ke arahnya.

“Ponakan mbak yang paling ganteng, maaf ya kalau mbak kamu ini sedikit kelewatan.” kata mbak Lila sambil mendekatkan wajahnya ke arah wajah ku.

“Mbak mau ngapain?.”

“Sssttt, Aji diam saja....” mbak Lila melepaskan tangan kanannya dari pipiku, lalu dengan gerakan yang sangat perlahan dia mengusap lembut area selangkangan ku.

“Ji, mbak udah lama gak pernah di sentuh sama pria. Bukannya gak ada yang ingin sama mbak, tapi memang mbak saja yang gak mau di sentuh oleh mereka. Tapi setiap mbak lihat kamu, gak tau kenapa memek mbak gatel, dan rasanya pengen digaruk sama kontol kamu.” mbak Lila tiba-tiba saja meremas batang kontolku yang baru setengah menegang.

“Ji, mau kan sama mbak?.” tanya mbak Lila dengan wajah memelas.

“Tapi mbak, kita kan masih saudara, gak mungkin mbak kita melakukan itu....”

Bukannya membalas, mbak Lila justru mulai membuka kancing dan resleting celanaku, dan tanpa meminta izin pada pemiliknya dia begitu saja mengeluarkan kontolku yang semakin menegang dari sarangnya.

“Di mulut terlalu banyak alasan, tapi di sini kamu gak bisa menolak.” kata mbak Lila yang langsung saja mengocok batang kontolku.

°°°
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd