Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Mengabulkan permintaan kharinka di thread baru?

  • Iya

    Votes: 127 60,2%
  • Nggak usah.

    Votes: 84 39,8%

  • Total voters
    211
Bimabet
Kpn ini cerita di lanjut lg? Sayang aja jk cerita sebagus ini harus berakhir dgn tdk sempurna. Semoga bs cpt updt.
 
Gw up ah siapa tau TSnya ngeh......
 
Hai, maaf gue baru sempet buat update, dan sekali lagi maaf karena yang gue update adalah sidestory. Sidestory inipun gue tulis kemarin malam karna part 19 belum rampung bener. Jangan ditunggu, soalnya gue beneran lagi rada sibuk sama kerjaan.

Fans 'Kak Rere' siap siap ya, karena sidestory ini tokohnya adalah dia. Hwehehehe.
 
Sidestory 3-a; The Beast Inside Me.

http://www.imagebam.com/image/7aec81990553924
(Rere)

###

"Rere sudah besar ya sekarang," kalimat itu diucapkan Bude Della. "Ayok, masuk." Bude mengamit lenganku setelah membantuku membawakan salah satu ransel berisi pakaianku.

Jadi, dua minggu yang lalu, Bude Della nelfon. Awalnya aku nggak kenal siapa Bude Della ini. Aku agak kaget pas dia bilang, dia kakak kandung almarhum Mama. Jadi, anak dari kakek dan nenekku jumlahnya ada empat. Dan posisi Bude adalah yang paling sulung. Kemudian Almarhum Ibuku, Om Anton dan terakhir Mama Bella. Jarak kelahiran mereka nggak jauh. Cuma berselang beberapa tahun, dan setelah aku lihat wajah Bude Della, aku jadi makin yakin.

Kalau Sella, nama Ibu Kandungku, Bude Della dan Mama Bella itu... Kembar tiga.

Tapi, Almarhum Ibu kandungku cenderung lebih dekat sama Mama Bella. Karena Mama Sella dan Mama Bella, punya pemahaman dan pemikiran yang sama, sama - sama nakal. Hihihi. Beda sama Bude Della, kalo kata Mama Bella sebelum aku berangkat kesini waktu itu, Bude Della adalah yang paling alim. Paling dewasa juga. Jadi ketika Ibu kandungku pergi, Mama Bella yang langsung bawa aku ke Jakarta, dan selama di Jakarta, sampai dua minggu yang lalu, aku baru tahu kalau di keluarga besar Ibu Kandungku masih ada Bude Della, karena yang aku tahu cuma Om Anton sisanya.

Rumah ini, adalah rumah masa kecil mereka. Kakek sama Nenek udah almarhum, jadi yang nempatin rumah ini Bude Della. Bude milih buat stay disini sementara adik - adiknya merantau ke Jakarta.

Nggak bertingkat, tapi melebar ke belakang. Suasana disini sejuk, bener - bener adem. Padahal ini masih siang, jam segini di Jakarta biar mataharinya diumpetin awan, tetep aja panas, gerah. Tapi disini enggak. Tuh diatas mataharinya masih nemplok, tapi adem - adem aja.

Sampe di dalem, ruang tamu sama dapur nggak ada pemisah, cenderung disatuin. Jadi mungkin kalau makan ya di ruang tamu, menurut aku sih lebih enak, bisa sambil nonton tv. Hehe.

Bude nuntun aku ke sebuah kamar, yang kata dia bakal aku pake selama aku tinggal disini, katanya sih ini kamar anaknya dia yang masih SMA.

Anak Bude Della ada tiga. Dua laki - laki, satu perempuan. Yang perempuan udah diboyong suaminya ke luar kota, anak laki - laki pertama, kuliah di luar kota juga. Nah terakhir, Samudera, si bungsu. Masih SMA.

"Emang Sam pulang sekolah jam berapa biasanya Bude?" tanyaku, sembari meletakkan koperku di sudut kamar. Ah ya, rencana sih aku disini seminggu. Mama Bella ngizinin, bahkan dia yang nyuruh. Katanya biar aku lebih kenal kampung halaman aja, jadi selama seminggu aku disini, Mama Bella yang urus butik. Duh sayang banget lah aku sama Mama Bella pokoknya!

"Sore, Re. Kayaknya dia ada ekskul di sekolahnya hari ini. Eh, kamu udah makan, Re?" Bude bangkit dari kasur yang tadi dia dudukin, "Makan dulu ya. Yuk." katanya sambil ngedorong lembut badanku keluar kamar.

Sementara Bude masak entah apa, aku berkeliling rumah. Di halaman depan, ada kolam ikan yang masih terawat, kolam yang dikelilingi tanaman - tanaman yang aku gak tau apa namanya, aku kan bukan tukang kebon. Di ruang tamu, hampir di dominasi sama benda - benda antik. Pajangan - pajangan antik, foto hitam - putih di dinding dengan bingkai lumayan besar yang aku yakin dua sosok di dalamnya itu adalah almarhum kakek sama nenek waktu masih muda. Dihalaman belakang ada pohon gede, yang dahannya terikat dua tali yang ngejulur ke bawah dan masing - masing tali itu mengikat di sisi - sisi ban seukuran ban motor bebek. Ayunan. Hampir aja aku kalap duduk disitu, aku kan udah gede. Masa main ayunan.

Puas keliling - keluling rumah, aku balik ke ruang tamu. Nyalain tv, biar ada suara aja sih, abis kayak sunyi banget gitu disini. LED tv itupun nyala dan langsung nampilin acara berita. Bagus deh, ada yang rela ngomong walaupun dicuekin, karena alih - alih nonton, aku malah ngambil hape di celana jeans ketatku, dan buka - buka apa aja yang bisa dibuka di dalem ponsel pintar itu.

Nggak lama, Bude ke ruang tamu sambil bawa nampan yang isinya mangkuk - mangkuk sebagai wadah sayur sama lauk yang dia masak tadi. Sayur sop, sama telur puyuh balado. Wah kesukaan ini.

"Almarhum Ibu kamu suka kalap nih kalau ada telur puyuh balado, apalagi kalau Bude yang masak." ucap Bude sambil tersenyum ramah.

"Ih sama Bude. Aku juga suka banget telor puyuh balado. Kalo dirumah yang bikin Mama Bella, tapi jarang sih dia masak. Soalnya dirumah udah ada yang masak." balasku panjang lebar. Setelah ngobrol sesaat, akupun langsung pura - pura enggak kalap nyantap telur puyuh balado buatan Bude Della, yang enak banget ini.

Selesai makan, aku bantu - bantu Bude angkat piring - piring dan gelas - gelas kotor ke dapur, tadinya aku nawarin diri buat nyuciin itu semua, tapi dilarang sama Bude. Biar Bude aja, kamu istirahat aja, gitu katanya.

Iya deh, aku istirahat. Soalnya, entah kenapa aku mikir kalau suatu saat nanti entah kapan selama aku disini bakal jadi hari yang... Melelahkan.

****

Sorenya, aku dibangunin Bude. Dia bilang udah jam lima, mager sebenernya, ya gimana enggak, udara disini emang molor-able, sih. Tapi ya akhirnya aku bangun juga. Sebelum keluar kamar, aku ngoprek - ngoprek isi ransel setelah Bude keluar kamar, aku ngambil anduk warna biru yang ada motif donald ducknya itu, anduk kesayangan. Ini udah dari dulu banget kayaknya, makanya kalau ngelilit di badan aku jadi rada kekecilan. Bukan rada. Emang kekecilan. Saat itu juga aku nyesel kenapa nggak bawa handuk kimono aja sih... Bego banget deh, Rere. Tapi bodo deh, kepalang tanggung. Daripada nggak mandi?

Sambil bawa anduk yang udah terkalung di leher dan bag kecil yang isinya keperluan mandi, aku keluar kamar.

Mataku nangkep sosok laki - laki, lagi duduk diatas sofa, mungkin karena suara pintu kamar yang aku buka, dan kamar ini letaknya deket sama ruang tamu, dia noleh kesini, mungkin penasaran sama mahluk yang udah berani - beraninya nginvansi kamarnya, karena dari foto - foto diatas meja itu, aku tahu kalau yang lagi duduk diatas sofa adalah Samudera, atau Sam.

Aku cuma ngelempar senyum, yang dia bales dengan hal yang sama, bedanya dia kelihatan agak kikuk. Penampilannya rada nerd gitu, menurutku. Kacamata, baju kaus yang kebesaran, celana pendek selutut yang kelihatan gombrong. Badannya jadi kelihatan kurus.

Coba, sejak kapan aku nilai penampilan orang? Pft.

Dah, aku mandi aja deh.

****

NYESEL!

Sumpah, aku nyesel se nyesel - nyeselnya. Keluar dari kamar mandi, aku langsung jalan cepet ke arah kamar, di sofa masih ada Sam yang aku tangkep sempet sekelebat ngelirik ke arahku. Tepatnya, badan aku. Bodo. Aku buru - buru masuk kamar.

Tau kenapa aku nyesel mandi sore - sore?

Iya, bener. Airnya dingin! Mungkin karena baru pertama kali kesini, dan habis bangun tidur, aku jadi nggak sadar kalau suhu udara yang dingin, pengaruhin suhu airnya juga. Disini jelas bukan hotel yang ada water heaternya.

Di ruang tamu, Bude dengan perangainya yang lembut dan halus itu, ngerasa bersalah dan minta maaf. Bukan ngerasa bersalah karena nggak ngasih tau kalau airnya dingin, tapi ngerasa bersalah karena lupa masak air. Tapi ya gak apa - apa, toh akunya juga yang teledor. Jadi, sisa sore itu aku habisin di ruang tamu, ngobrol sama Bude, Sam dan Suaminya Bude, Om Yudha. Om? Iya, beda sama Bude Della, suaminya malah nggak mau dipanggil Pak De, katanya kesannya tua banget. Padahal emang tua. Dia sendiri yang ngomong umurnya udah lima puluh satu. Dan itu rada bikin aku kaget. Soalnya masih tegap gitu. Fisiknya masih kelihatan lebih muda dari usianya, ya walaupun beberapa helai uban udah tumbuh di atas kepalanya, tapi itu tetep gak menghalangi sosok gagahnya, apalagi dari cara Om Yudha ngomong, kelihatan berwibawa.

***

Jam delapan malam disini, nggak bisa aku temuin di jam berapapun di Jakarta. Sepi. Cuma ada suara jangkrik, di dalem rumah, tepatnya di ruang tamu, cuma ada suara tv yang volume suaranya kecil tapi masih bisa diterima pendengaran.

Aku duduk sila diatas sofa, sementara Sam duduk diatas karpet, kaki nya ngejulur ke depan di bawah meja, dia lagi sibuk nulis - nulis.

"Ngerjain apa, Sam?" dia agak kaget, mungkin karena terlalu fokus sama kegiatannya.

Dia natap aku sebentar, dan pas nolehin kepala, pipinya nyentuh lutut kaki kiri aku, mungkin karena aku duduk sila diatas sofa, jadi bagian lutut aku keliatan agak maju kesamping. Aku duduk nggak jauh dari dia. Aku sih biasa aja, tapi raut wajahnya Sam kayak gugup gitu.

"Tu-tugas, Mbak." katanya setelah nolehin kepala ke arah semula, ke selembar kertas di atas meja, disamping kertas yang jadi kegiatannya, ada setumpuk lagi kertas - kertas yang kayaknya itu hasil ujian gitu.

Daripada bete, mending aku nawarin bantuan deh.

"Mbak bantuin ya." kataku, sebelum dia jawab, aku udah beringsut turun dan duduk di sisi meja satunya. Karena dibawah meja ada kakinya yang lagi lurus ngejulur, aku terpaksa bersila lagi diatas karpet dengan bagian paha berada dibawah meja. Posisi kaki dia sama kaki aku yang dibawah meja, otomatis bikin kaki aku sama dia bersentuhan. Ya cuma nyentuh aja.

"Duh nggak usah, Mbak. Ini cuma di centang sama silang aja, kok." tolaknya halus

"Ga apa - apa," diatas meja ada dua tumpukan kertas, yang satu di sisi kiri Sam, itu yang udah selesai dikoreksi, sementara tumpukan yang lebih banyak dari tumpukan kertas yang satunya, itu yang belum dikoreksi. "Ini belum dikoreksi, kan?" tanya aku sambil nunjuk tumpukan di depan aku, di sisi kanan Sam. Dia ngangguk.


Untungnya yang harus dikoreksi ini soal ujian bahasa inggris. Sedikit banyak aku nguasain sih. Dan kegiatan itu aku laluin sambil ngobrol - ngobrol ringan. Kebanyakan aku yang nanya dan buka obrolan sambil tetep ngebantuin Sam ngoreksi tugas dari wali kelasnya itu.

Entah udah berapa lama, karena emang kertas ujiannya banyak. Kata Sam sih lembaran ujian yang dikoreksi dia ini punya anak - anak di kelas dia dan anak - anak kelas lain, materinya sama, cuma soal - soalnya aja di letakkin secara acak berbeda di tiap kelas. Udah tinggal beberapa kertas ujian lagi, dan aku udab beberapa kali nguap. Ngantuk.

"Mbak Rere kalau mau tidur, tidur duluan aja. Ini udah tinggal sedikit lagi, kok." yaudah, aku nurut deh. Tapi alih - alih masuk ke kamar, aku justru beringsut ke samping dia, nyelonjorin kaki agak serong ke samping di samping meja. Nyandarin badan dan kepala di bagian bawah sofa, disamping Sam.

"Mbak, tidur dikamar aja," kata dia, mandang aku yang nggak sadar ngelempar senyum ramah. "Gapapa, Mbak temenin sambil tidur. Kalau udah selesai, bangunin ya." ujarku sambil mejamin mata.
 
Sidestory 3-b; The Beast Inside Me

Entah udah berapa lama aku tidur, tapi yang jelas sesuatu yang rasanya kayak nindih badan aku, ngebuat aku perlahan bangun. Ngerjapin mata, dan beradaptasi sama penerangan ruang tamu yang temaram, beda sama sebelum aku tidur yang masih terang sepenuhnya.

"Hng... Hm?" aku ngegumam agak kaget sama dua hal. Pertama, aku udah tiduran di atas sofa, kepala aku disangga pinggiran sofa, sementara dua kaki aku lurus ngejulur ke depan dan numpu diatas sandaran sofa di ujung satunya.

Kedua, adalah siapa yang sekarang lagi nindih badan aku.

Sam? Bukan.

Tapi, Om Yudha!

Iya, aku nggak salah lihat. Walaupun kesadaran aku belum bener - bener utuh, aku masih inget jelas kok uban di kepalanya yang disinarin lampu ruang tamu yang remang ini.

"He? Om Yudha ngapai-mfhh!" kalimat aku dipotong sama bibirnya yang tiba - tiba nempel di bibir aku.

Aku ngeronta. Aku nolehin kasar kepala aku ke kiri dan ke kanan, tapi Om Yudha nahan kepala aku, yang tenaganya belum bener - bener utuh ini.

"Diem." gumam Om Yudha, setelah ngelepas bibirnya dari bibir aku dan ngegantiin bibirnya pake telapak tangan kirinya untuk ngeredam suara dari bibir aku.

"Nanti Sam bangun." Sam? Mata aku mendelik ke segala sisi, dan nemuin Sam yang tidur diatas karpet dengan bantal sofa yang nyangga kepalanya, nggak jauh dari sofa tempat aku lagi ditindihin Om Yudha ini. Gila, Om Yudha bener - bener gila. Dia nindih anak almarhum adik iparnya sementara anaknya lagi tidur nggak jauh dari dia. Begonya, kenapa juga aku harus nurut? Maksutnya, aku nurut sama dia yang secara nggak langsung nyuruh aku untuk melanin suara aku. Bukan untuk berhenti ngeronta. Kondisinya serba jenaka nih, aku yang melanin suara seakan - akan ngasih dia peluang untuk ngelakuin aksinya lebig lanjut, sementara badan aku, dua tangan dan dua kaki aku sibuk ngeronta, nolak kehadiran badan dia yang berusaha buat nindih badan aku.

"Om Yudha, jangan..." desahku. Iya, desah. Karena aku nggak tau apa maksut kata 'jangan' yang keluar dari bibir aku. Jangan diterusin, atau jangan berhenti? Karena lidah Om Yudha di bagian tubuh yang jadi list paling atas daftar titik yang paling sensitf buat aku, lagi asik disana. Di leher. Dan bolak - balik. Leher, telinga, leher, telinga. Lidahnya nyeruak masuk ke lubang telinga, dan itu rasanya... Bener - bener bikin lupa diri. Aku makin nyesel sama badanku sendiri, yang dari dulu selalu gampang buat di bangkitin gairahnya. Kesadaran aku yang belum pulih bener dari bangun tidur tadi, makin diteken ke titik terendah sama kelakuan Om Yudha. God. Apalagi, dibawah sana, selangkangan Om Yudha yang masih dilapisin celana pendeknya, ngegesek selangkangan aku yang juga masih dilindungin celana kain super pendek yang aku pake. Aku malin jengkel sama kebiasaan aku yang jarang pakai daleman kalau udah malem kayak gini di rumah di Jakarta. Jadi, gesekan selangkangan dia walaupun di selangkangan aku masih ditutup celana pendek bisa sebegini terasa nya.

Bude, Sam. Maaf ya. Rere nyerah.

Dan ya, bentuk penyerahanku, aku tunjukkin lewat dua batang kaki aku yang ngejepit pinggangnya juga dua lengan aku yang aku kalungin di lehernya sementara dia asik magut bibir aku, yang kubalas sama bergairahnya.

Satu lagi tentang Om Yudha. Di usianya uang udah kepala lima, dia masih punya tenaga yang kuat.

Bener - bener kuat sampai dia bisa ngegendong aku di depan badannya, "Auw!" aku memekik tertahan, kemudian Om Yudha ngebawa aku ke kamar yang aku tempatin, yang adalah kamar anaknya. Bibir dan lidah aku sama Om Yudha sengit gelut satu sama lain.

Di depan kamar, dengan masih magut bibir aku, Om Yudha buka pintu, masuk dan nutup pintu seakan - akan dia hafal letak gagang dan 'Cklek!' letak kunci yang tertempel di bagian dalam pintu kamar tanpa harus ngelihat dan ngalihin fokus magut dan nyumbuin bibir aku.

Om Yudha ngebaringin aku diatas ranjang, sambil tetep nindih badan aku. Ciumannya perlahan turun ke bawah sementara dua tangannya nyingkap baju aku ke atas. Yang perlahan nampilin penampakan dua gunung kembar di dada aku.

Harusnya, aku bisa teriak dan nyetop kegiatan Om Yudha, karena sekarang bibir aku nggak dihalangi apapun.

Nggak bisa.

Tepatnya, nggak mau. Argh!

Telapak tangan kiri Om Yudha sibuk main di payudara kiri aku, gunduk satunya dikerjain abis - abisan sama bibir dan lidah Om Yudha, sementara jemari tangan kanan Om Yudha berusaha ngebuka mulut aku. Aku harus teriak. Harus.

Dan...

Hap. Bukannya teriak, aku justru ngeblowjob jari telunjuk sama jari tengah Om Yudha yang nyeruak masuk ke dalam mulut.

Dua jari itu, aku emut kayak anak kecil yang ngemut lolipopnya.

Aku gak tau sejak kapan, tapi yang pasti, bagian dari pinggangku ke bawah udah nggak ditutupi apa - apa lagi tanpa aku harus lihat ke bawah. Jelas. Karena aku bisa ngerasain sesuatu yang basah lagi berkunjung di depan vaginaku yang rutin aku cukur bulunya. Gundul, dengan lapisan daging merah keunguan di bagian dalam. Kumis Om Yudha terasa ngegesek klitoris aku, sensasi nyaman dan nikmat seketika aku rasain, mukul mundur segenap kesadaran dan akal sehat yang aku nyerah untuk kuperjuangkan lagi. Birahi, udah sepenuhnya ambil alih tuas kendali atas badan aku sendiri.

Jilatan Om Yudha turun ke bawah, tangan Om Yudha ngedorong dua batang pahaku ke atas, dan "Ahh!" aku mekik tertahan, karena lidah Om Yudha sekarang lagi muter - muter di lubang anus aku, sesekali lidahnya nyoba nerobos masuk ke lubang itu, atau sekedar mencuil - cuilnya dengan lidahnya. Sensasi geli - geli nikmat atas perlakuan Om Yudha, dengan cepet ngejalar ke semua sisi - sisi badanku, pinggul aku tersentak - sentak kecil karena sensasi itu.

And, yes. He's just woke the beast nside me.

Karena setelah Om Yudha puas main dibawah sana dan balik nindih badan aku, secepat kilat aku muter balik keadaan, yang sekarang akulah yang nindih badan dia.

Sisi terliar yang setengah mati selalu berusaha aku redam, dengan sengaja Om Yudha bangkitin lagi. Sisi liar yang bukannya aku sok kepedean, sisi liar yang bakal bikin Om Yudha lupa kalau wanita yang tidur di sebelah sana adalah istri sekaligus kakak kandung dari Mama Sella, ibu kandungku.

Raut muka Om Yudha kelihatan terkejut sama aksiku barusan. Peduli setan, cepat tuntaskan.

Sambil dengan liarnya nyumbuin bibir Om Yudha, jemari tangan kiri dan kanan aku sibuk meretelin kancing - kancing piyama kemeja yang Om Yudha pakai. Nyingkap sisi kanan dan kiri kemeja itu.

"Ngh..." lenguh Om Yudha karena lidahku ngerayap turun sampai ke dadanya, perut dan balik ke dada. Puting - puting Om Yudha pun nggak dilewatkan sama lidah aku, lihai mencuil-jilat puting kiri dan kanan di dadanya bergantian.

Dua tangan Om Yudha aku tuntun ke atas, sampe nampakin ketiak dengan bulu - bulunya. Jijik? Nggak. Justru dengan beringasnya, aku nyumbuin ketiak yang berbau khas laki - laki itu kiri dan kanan. Beberapa menit kemudian, bibir dan lidah aku ngerayap turun ke bawah, main - main sebentar di pusar di perut Om Yudha kemudian turun dan hinggap di tonjolan yang kecetak di celana pendek Om Yudha, dari luar celana sementara tanganku masih dengan bernafsunya sibuk menggerayangi tiap - tiap jengkal di badan Om Yudha. Sekarang, siapa yang 'memperkosa' siapa, Om?

Pelapis di selangkangan Om Yudha udah entah kemana kulempar sembarang. Penis Om Yudha nggak begitu panjang, malah nggak lebih panjang dari Sakti. Tapi yang ngebuat aku agak ngeri, diameternya itu... Bikin aku yang walau udah beberapa kali ML ngerasa benda dihadapan wajahku ini nggak akan muat masuk ke dalam 'dua' mulut aku.

Sementara aku asik mengecup - mencuil kepala serta lubang kecil penisnya, Om Yudha membelai - jambak rambutku, terkadang mengelus puncak kepalaku seperti mengelus seorang anak yang asik terlarut akan manisan permen lolipopnya.

Tiba - tiba kedua telapak tangan Om Yudha nyengkram sisi kanan dan kiri kepalaku ketika perlahan penis Om Yudha menembus masuk ke dalam rongga mulutku, Om Yudha seakan - akan memaksa kepalaku turun ke bawah ke penisnya, dan memaksaku menelan benda itu hingga ke pangkal terdalam rongga di dalam mulutku. Sesak sampai - sampai mataku berair sangking besarnya diameter penis Om Yudha yang ia paksakan untuk masuk. Om Yudha menarik kepalaku keatas seakan - akan mau ngeluarin benda itu dari dalam mulut aku, tapi dengan nyebelinnya, dia narik turun kepalaku lagi ke bawah sebelum penisnya benar - benar keluar dari dalam mulut aku. Om Yudha ngelakuin itu makin lama makin cepat, naik - turunin kepala aku, sementara dia ngegerakin pinggulnya ke arah berlawanan dengan arah kepalaku. Om Yudha ngehentak penisnya ke arahku sementara dia ngedorong kepalaku kebawah, ke arah penisnya.

'Ngk... Glk... Glk...' kecipak liur dan rasa sesak di tenggorokan.

Om Yudha ngelepas cengkramannya pas rontaanku sedikit bertenaga, ngebiarin aku ngambil nafas setelah tadi susah untuk aku hirup karena terganjal sama penisnya. Jahat banget.

Nggak butuh waktu lama, aku balik ngegelutin selangkangannya, dengan objek yang berbeda. Aku ngedorong penis Om Yudha yang udah tegak itu sampai nempel di pinggangnya dengan tangan aku, sementara bibirku dengan buasnya nyumbuin kantung biji Om Yudha, mengecup, menjilat dan memasukan salah satu bola kecil itu ke dalam mulutku untuk aku hisap. 'Slrp!'

"Hnghh..." seketika Om Yudha ngelenguh, mungkin karena kaget sama kelakuan aku yang binal ini, yang sekarang lagi asik balas dendam dengan muterin lidah di area kerut anusnya. Gila. Nggak, bukan Om Yudha, tapi aku!

Sejak kapan aku mau ass-licking kayak gini? Ini pertama kalinya. Sakti, mantanku, atau beberapa cowok yang pernah jadi ONS aku pun nggak pernah aku perlakuin sebinal ini.

Bibir aku mengatup bulu - bulu tipis disekitar anus Om Yudha, menariknya lembut tanpa tenaga berlebih. Lenguhan serta cengkraman telapak tangan Om Yudha di rambutku semakin kuat.

"Udah... Ah..." nafas Om Yudha agak tersenggal. Udah katanya? No way.

Telunjuk tangan kananku aku gunain untuk nusuk - nusuk lembut anus Om Yudha, sementara bibir aku asik di kantung bijinya dan tangan kiri aku masih dengan intens ngocok batang penisnya.

"Udah, Rere..." dengus Om Yudha, dia semakin narik kepalaku, hahay. Nggak, Om!

Aku ngerasa sebentar lagi, Om Yudha bakal muncrat. Dan bener aja. Fuh.

Dan seketika aku nyesel.

Kalo itu perkutut loyo kayak gitu, nasib si Surti gimana? Surti a.k.a vagina aku. Hihi.

"Ngeyel sih, dibilang udah, masih aja diterusin," gumam Om Yudha, sambil nyeringai cabul. "Sini." Om Yudha narik kepala aku buat nindih badan dia. Aku nurut.

"Nanti berdiri lagi kok. Tunggu aja." kata Om Yudha setelah aku nindih dia dan ngebenamin wajahku di sekitar leher dan pundak bagian kanannya.

"Nyebelin." balasku, pura - pura ngambek. Eh engga, emang beneran ngambek. Tapi itu nggak lama, karena kemudian aku ngerasain ada yang ngegeliat - geliat di selangkangan aku. "Eh?" aku agak kaget sama bukti dari omongan Om Yudha, karena aku ngerasa penisnya bener - bener keras lagi.

"Masukin..."

"Hm?" wah, dia pura - pura nggak denger, padahal aku ngegumam jelas disamping telinganya.

"M-a Ma, s-u Su, K-i Ki, N. Ma-Su-Kin." kataku lembut sambil pura - pura jengkel dengan ngeja kalimat barusan. Om Yudha ketawa pelan. Nyebelin banget sih bapak - bapak ini!

"Jangan manja. Masukin sendiri, dong." tuh kan, ngeselin kan?

Aku ngedengus kesel dan tanpa bales ucapan dia, aku ngegenggam penisnya dan ngarahin ke vagina aku, ngusap - usap ujung kepala penis Om Yudha di vaginaku yang masih basah, biar licin dan melesak masuk tanpa kesulitan. Pft...

"Dorong, ih..." aku ngegumam, minta bantuan biar proses penyatuan ini bisa berlangsung secepatnya, Om Yudha sengaja apa gimana sih? Udah tau gede, bukannya dibantuin. Tapi akhirnya Om Yudha 'berbaik hati' dengan ngedorong pinggulnya. Sedikit - demi sedikit, batang penisnya masuk ke dalam. Agak ngilu karena ukurannya gede, tapi aku tahan. Sampe akhirnya bener - bener masuk seluruhnya. Sesak. Rongga dalam vagina aku kayak dipaksa ngelebar sesuai ukuran penisnya yang besar.

Pelan, aku naikin vagina aku sampai kepala penis Om Yudha, kemudian dengan perlahan juga, aku turunin pinggul aku sampai penis itu ketelan bulat - bulat di dalam vagina aku. Ngilu - ngilu sedap. Nikmat yang aku rasain, kembali ngejalar lagi ke badanku.

"Omh... Shh..." desisku pelan.

"Mhhh.." Om Yudha narik kepala aku ngedeket ke wajahnya dan magut bibir aku. Tempo gerakanku semakin lama semakin cepat, naik - turun seiring pagutan dan tautan lidah aku dan Om Yudha. Om Yudha ngejepit bibir bagian bawahku dengan dua bibirnya, menghisap bibirku sampai agak membengkak. Ganas. Dua telapak tanganku, aku letakkin di sisi kanan dan kiri kepala Om Yudha, gak sopan? Biarin. Dia juga nggak sopan udah ngentotin aku!

Kecipak lendir di selangkangan kita berdua semakin terdengar seiring ritme yang makin cepet dan kasar. Dua telapak tangan Om Yudha nyengkram pantatku dengan sama kasarnya. Aku yakin bulir kemerahan udah kecipta di pipi - pipi pantatku akibat cengkramannya itu. Sakit yang nggak terlalu, dengan mudah dihempas nikmat yang bertubi - tubi yang kuhasilkan dari gerakanku. Nggak butuh waktu lama untuk aku ngeraih orgasme pertamaku, "NGHHH!" badan aku nyentak - nyentak hebat, sampai kemudian kaku. Dan dengan ngeselinnya, Om Yudha nggak ngebiarin aku istirahat buat ngeresapin rasa nikmat itu.

Karena dia bikin posisi berbalik. Sekarang Om Yudha yang nindih aku. Sementara pinggulnya tetep maju mundur, tangan - tangan dan bibirnya sibuk di dua payudara besar aku. Ya nggak sebesar artis - artis film porno sih, tapi seenggaknya, ini asli. Origonal tanpa di operasi - operasi.

"Ahh!" hisapan Om Yudha di puting payudara kanan, dan pelintiran jemarinya di puting payudara kiriku, nambahin sensasi nikmat yang aku rasain, berlipat ganda sampai aku bereaksi merem - melek, nolehin kepala ke kiri dan kanan dengan mata yang memejam. Ini enak banget, Om Yudha!

Lengan Om Yudha ngedorong kaki kanan aku sampai menekuk, sementara kaki aku yang lain dibiarin ngejulur lurus, posisi ini dia gunain untuk semakin mempercepat tempo sodokannya, ngehujam - hujam liar vaginaku dengan penisnya. Buas. Om Yudha bener - bener buas! Dan dari posisi ini, bisa dengan cepet ngebawa aku ke hasil akhir dari persenggamaan ini. Orgasme ke dua sekaligus ke tiga. Multiple orgasme. Karena badan aku nggak berhenti mengejat - ejat dengan dua payudaraku yang terhentak - sentak. Kemudian badan aku terasa kaku. Ahh!

Dan ya, malam itu hingga subuh pas terdengar suara adzan, Om Yudha berkali - kali ngebuat aku lemas karena didera orgasme demi orgasme. Dan anehnya, aku nggak seperti biasanya yang langsung tiba - tiba tidur. Entah itu pertanda baik atau buruk. Tapi yang jelas, aku justru semakin liar. Seperti semakin mendamba dan menuntut untuk segera dibuat agar merasakan kenikmatan itu lagi dan lagi.

Karena sejujurnya, aku justru ngerasa takut. Takut akan betah dan selalu berkspektasi untuk bisa melakukan itu lagi dan lagi, dengan Om Yudha. Takut akan bergantung ke Om Yudha kalau - kalau aku horny.

Argh!
 
Seri sidestory Rere ini lumayan panjang, jadi untuk sementara, gue update dua seri dulu. Untuk seri seterusnya gue update setelah part 19 rampung. Jangan ditunggu, dibaca aja. Hehe~
 
Thx updatenya om

Welkambek... Feeling Rere di sore hari terbukti benar... Nunggu ngomelnya Rere bijimane setelah "dipaksa" melayani nafsu Om Yudha :D
 
Akhirnya ada jg kelanjutannya ...
Di tunggu next epsd nya. Jgn lama² gan updtnya ...
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd