Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA RINDIANI The Series - Pelangi untukku

Mungkin Mba Rien sedang super sibuk, atau sudah dapet calon yang lebih baik dr Pram.......Trusss bingung deh, pasti ga asik lagi kalo begitu......
 
Next chapter


“Pagi bu, ini ada tamu mau ketemu ibu.”

“Okey, silahkan ke ruangan saya.” jawabku singkat lalu menutup telfon.

Tamu?’ gumanku dalam hati.

Baru beberapa hari bekerja dan kini aku telah memiliki peran penting layaknya seorang petinggi perusahaan.

Tak berapa lama berselang, suara ketukan pintu ruang kerjaku pun terdengar.

“Masuk.” kataku singkat.

Saat pintu terbuka, pemandangan yang kulihat cukup membuat jantungku berdebar. Entah apa gerangan yang mereka inginkan dariku. Namun, apapun yang terjadi, aku tetap menaruh rasa hormat pada mereka.b


Bisaan kan bikin kepo.....
Coming soon yaaaa..
 
Part 6



Rindiani


Dengan santai, Nina kembali berjalan melewati kami, setelah mengjabiskan setengah botol air dingin di kulkas.

“Lanjutin aja lagi, gak perlu malu.” katanya sambil terus melangkah.

Aku hanya bisa tersenyum malu dan terus mendekap tubuh Pram. Dan ketika Nina menghilang dari balik pintu, aku dan Pram saling berpandangan sambil tertawa pelan.

“Gilaaa..” gumanku pelan, setelah Nina mendapati perbuatan yang kami lakukan.

Pram tersenyum dan dengan lembut kembali mengusap pipiku. Tatapan matanya yang teduh dan tenang selalu mampu membuatku jatuh hati dan takluk dalam buaiannya.

Sambil menatapku, ia kembali mendekatkan wajah, perlahan, dan ketika bibir kami kembali bertemu, kupejamkan mata untuk menikmati kehangatan dan kelembutan ciumannya.

Hampir lima berlalu, lumatannya berhasil membangunkan gairahku yang sempat padam akibat kehadiran Nina. Kedua tangannya yang kekar kembali menyelinap kedalam bajuku dan mempermainkan kedua payudaraku. Kedua putingku dipilin, dicubit dengan lembut, diremas, diusap hinngga aku benar-benar terlena.

Setiap percintaan yang telah kami lakukan telah memberikan pengalaman untuknya, sehingga ia semakin mahir dan lincah dalam mengeksplorasi tubuhku. Sebagai hasilnya, kemaluanku pun semakin basah dan becek ketika satu tangannya kembali mempermainkannya.

Pakaian yang masih melekat ditubuh membuatku gerah dan tak bebas dalam bergerak. Lelakiku pun tampak kesulitan dan tak nyaman dalam permainannya.

Tanpa banyak kata, aku segera berdiri dan mengajaknya ke kamar tidur lain yang kini berubah fungsi menjadi ruang kerja.

Hanya sesaat setelah pintu kamar kembali tertutup, bibirku pun kembali menjadi sasaran lelakiku. Lumatan bibirnya terasa sedikit kasar dan penuh nafsu. Kedua tangannya pun aktif bergerak, menjelajahi tubuhku, meremas kedua belah pantaku, mengusap punggungku, menjamah payudaraku. Semua perlakuannya itu membuatku semakin tenggelam dalam lautan birahi dan segera melupakan kehadiran Nina dirumahku.

Dan seiring detik berlalu, aku pun mulai membalasnya, menyeimbangi permainannya dengan mencoba mengambil alih kendali permainan panas kami. Lehernya menjadi sasaran ciuman-ciumanku, bahkan lidahku menari liar, menelusuri setiap jengkalnya, sementara satu tanganku menyusup masuk kedalam celana, memanjakan penisnya dengan kocokan-kocokan lembut.

Pram mendesah, ketika sapuan lidahku menyasar putingnya sementara kemaluannya terus saja mendapatkan sentuhan dari jemariku. Satu tangannya segera menjambak rambutku sementara tangannya yang lain menjamah dadaku.

Aku sangat yakin, Pram, lelakiku, sedang dalam birahi tinggi. Tentu saja hal ini membuatku senang dan semakin bersemangat, karena aku bisa mendapatkan kepuasan yang lebih hebat. Hasratku yang seolah meledak akan terpuasakan oleh keperkasaannya.

Detik pun berlalu, berganti menit dan tanpa kami sadari pakaian yang menutupi tubuh-tubuh kami pun telah tanggal dan terserak dilantai disekitar kami. Dalam kegelapan kamar tidur, deru nafas berat mengiringi setiap kecupan yang kulayangkan disekujur tubuhnya.

Jemariku dengan bebas mempermainkan penisnya, mengusap, meremas, mengocoknya dengan irama yang tak beraturan. Begitu pula sebaliknya, kemaluanku menjadi bulan-bulanan kelincahan jemarinya hingga membuat cairan lubrikasi keluar semakin banyak.


Sedikit demi sedikit, secara perlahan posisi kami pun bergeser ke arah ranjang, sementara tangan-tangan kami saling menjamah dan bibir kami saling bertautan hingga akhirnya berhenti ditepian ranjang.

Dengan lembut, Pram menuntunku untuk duduk disana, dan membaringkan tubuh dengan kedua kaki terjuntai ke lantai.

Sesaat setelahnya, ia bersimpuh dan membuka lebar kedua pahaku. Dalam hati aku bersorak gembira, karena aku yakin, lelakiku akan mengoralku, memberiku kenikmatan dengan sapuan lidahnya di pangkal pahaku.

Kecupan demi kecupan segera menghujani pahaku, kanan dan kiri secara bergantian dan terus mengarah keatas, ke kemaluanku. Tak sampai satu menit kemudian, harapanku pun terkabul. Ujung lidahnya yang hangat dan lembut merayap perlahan diantara bibir kemaluanku.

Nafasku tertahan sementara mataku terpejam, menikmati permainannya yang pelan dan penuh rasa. Seketika, kuremas sprei disamping tubuhku sementara kedua pahaku perlahan menegang dan terbuka semakin lebar.

Bulir-bulir keringat mulai bercucuran di keningku, dan seiring detik berputar, cairan yang keluar dari vaginaku pun semakin banyak, bercampur dengan air liur lelakiku dan akhirnya membasahi kasur.

Deru nafas memburu memecah keheningan malam. Sekuat tenaga kutahan suara erangan dan rintihanku agar tak terdengar hingga keluar ruangan, apalagi Nova tengah tertidur dikamar sebelah, begitu juga dengan Nina.

Tak hanya lidah dan bibirnya yang memanjakan pangkal pahaku, seiring waktu berjalan, jemarinya pun ikut bermain. Tusukan-tusukan pelan pun ia berikan, semakin menenggelamkanku dalam pusaran birahi.


Dalam keremangan malam, dikamar tidur, Pram menikmati tubuhku dengan rakus, memberiku kenikmatan yang dahsyat. Tak sampai sepuluh menit berlalu, gelombang orgasme pun menerpaku.

Hisapannya pada clitorisku memicu hal tersebut, membuat sekujur pahaku meneggang, bahkan hingga air seniku pun meluncur deras, mengenai tubuhnya.

Sekuat tenaga kucengkram rambutnya dan mendesakkan kepalanya ke arah pangkal pahaku. Pram hanya pasrah dan mengikuti keinginanku.


Sesaat berlalu, setelah badai orgasme itu mereda, cengkraman tanganku pun melemah dan Pram membebaskan dirinya.

Dengan mata sayu, kutatap wajahnya yang berbalas dengan senyum manisnya.

“Masih kuat?” tanyanya sambil merebahkan tubuh disampingku.

“Istirahat dulu.. tulang-tulang rasanya copot semua.” Pram beringsut naik ke atas, menindihku dan segera mengusap keningku.

Dibenahinya rambut yang terserak dan memberiku kecupan mesra. Tak ada satu hal pun yang berubah darinya. Ia tetaplah Pram yang kukenal, lelakiku yang sama. Caranya memperlakukanku selalu mampu membuaiku, membuatku merasa menjadi perempuan paling istimewa dan beruntung. Ia mampu membahagiakanku secara sempurna.

Hampir lima menit berlalu, ketika gelombang orgasmeku benar-benar menghilang, segera kurangkul tubuh lelakiku dan melayangkan kecupan-kecupan mesra kearah wajahnya sambil berguling dan kembali berganti posisi.

Kini, giliran tubuhku yang menindihnya dan Pram segera merangkul pinggulku. Kedua tapak tangannya meremas lembut pantatku.

“Geliiii sayang…” bisikku lembut saat jemarinya mempermainkan vaginaku, lalu beralih ke permukaan liang anusku.

Pram tertawa pelan namun tak menghentikan kenakalannya. Ia bahkan berusaha menusukkan satu jarinya kedalam anusku.

“Nakal..” bisiku manja. Pram segera melumat bibirku dan kami kembali terlibat dalam ciuman yang panas. Pinggulku bergerak liar, menghimpit kemaluannya yang keras, mempermainkannya dengan irama yang tak beraturan.

Deru nafas memburu kembali pecah, mengusir keheningan malam.

“Eehhmmppp…” rintihku ketika satu jarinya menyeruak masuk kedalam liang anusku.

Tubuhku menggelinjang, merinding menahan sensasi rasa geli dan nikmat bersamaan.

Tanpa membuang waktu lagi, segera kuubah posisiku, membentuk posisi 69, agar kami bisa saling menikmati kemaluan masing-masing.

Belum sempat aku mengatur posisi pinggul, Pram langsung menyambar pangkal pahaku. Gerakannya yang sanga cepat membuatku terkejut dan merintih. Aku yakin, jika Nina belum terlelap, ia akan mendengar suara eranganku.

Lidahnya segera menjalar, menari liar disekujur pangkal pahaku. kedua tapak tangannya yang kekar mencengkram erat kedua belah pantatku. Aku tak kuasa membendung rasa nikmat bertubi-tubi yang menerpa sehingga pinggulku kembali bergerak liar, menekan kebawah, kearah wajahnya.

Suara desahanku tertahan oleh penisnya yang kembali tenggelam dalam rongga mulutku. Air liur segera mengalir keluar, melalui celah yang terbentuk antara bibir dan batang penisnya.

Kunikmati setiap mili bagiannya, kulahap dan kujilati dengan penuh rasa. Begitu pula yang kurasakan di pangkal pahaku, Pram menghujani kemaluanku dengan hisapannya, dengan jilatan-jilatannya yang liar dan panas.

Kepiawaiannya dan mengeksplorasi tubuhku benar-benar hebat. Ia mampu menyeimbangkan segala aspek kehidupan kami, baik dalam urusan keseharian maupun dalam hubungan seks. Pram mengobati luka hati, dan perlahan merebut hatiku, sepenuhnya.


Tubuhku kembali merinding, menggelinjang hebat ketika kurasakan ujung lidahnya bermain dipermukaan liang anusku.

Segera kuhentikan sejenak permainan oralku dan menikmati permainannya. Ingin rasanya merintih dan mendesah sekeras-kerasnya karena aku tak mampu menahan rasa nikmat yang melanda.

Dan semua itu semakin menjadi-jadi, ketika liang vaginaku kembali dipermainkan dengan tusukan jarinya. Tubuhku bergetar dan erangan pun mengalun keluar dari bibirku.

Pram memuaskan hasratku dengan mengerjai kedua titik sensitif itu secara bersamaan.

Hanya beberapa menit berselang, aku pun kembali mencapai orgasme. Pahaku menegang dan secara reflek, kutekan pinggulku ke arah wajahnya. Entah bagaimana keadaan lelakiku dibawah sana, aku tak memperdulikannya karena kenikmatan yang kudapatkan begitu besar.

Tubuhku terasa lemah dan tak berdaya diatas tubuh lelakiku. Kusandarkan wajah dipangkal pahanya, tepat disamping penisnya. Mataku terasa berat walau sekedar untuk menatap penis yang menjadi kesukaanku itu. Aku hanya bisa menggengamnya dengan mata terpejam.

Hampir lima menit berlalu, akhirnya Pram menuntun tubuhku untuk berbaring disampingnya dan Pram segera memelukku dengan mesra. Pram tersrnyum dan berkali-kali mengecup pipiku.

“Enak banget..”gumanku pelan sambil memiringkan tubuh dan segera memeluk tubuhnya.

“Iya, sampai-sampai ibu mendesah lumayan kencang suaranya.”

“Emang suara ibu kenceng ya??” tanyaku.

Pram mengangguk, membuatku tersipu malu dan segera menyembunyikan wajah dilehernya.

“Pasti Nina denger.” kataku pelan.

Dari balik pintu kamar, samar-samar terdengar suara televisi. Aku yakin, Nina pasti telah terganggu oleh suara-suaraku sehingga ia memilih untuk menghabiskan waktunya di ruang tengah.

“Kayaknya sih iya..” balas Pram.

Lama kami berbaring disana hingga akhirnya tertidur pulas, hingga suara adzan subuh berkumandang.

Kusibak selimut yang menutupi tubuhku dan segera tersenyum setelah mendapati aku tertidur semalam dalam keadaan telanjang bersama lelakiku. Suatu hal membahagiakan, membuatku kembali bersemangat dan ceria dalam menghadapi hari, jika mengingat Pram dan semua kenangan yang telah kami tuliskan bersama selama ini.

Dalam segala hal, ia selalu terlihat sempurna dimataku. Caranya memperlakukanku, caranya menjalani kesehariannya, bagaimana ia memperlakukan mereka yang dekat dengannya. Ia bak malaikat tak bersayap yang tengah mengunjungi bumi dan menjalani hidup sebagai manusia biasa.

Tak pernah sekalipun ia berkata kasar, atau memarahiku, atau merendahkanku sebagai wanita. Justru, ia memberi gairah hidup, menularkan semangatnya padaku, mengajariku kesabaran dan kesederhanaan dalam kehidupan.

Aku sadar, Pram hanyalah pria biasa, yang memiliki kekurangan dan kelebihan seperti orang lain pada umumnya. Namun, sejauh ini, aku belum menenmukan satu pun hal yang kurang darinya.

Mungkin saja mata hatiku telah tettutupi oleh perasaan sayang dan cinta yang begitu besar, sehingga ia selalu tampak sempurna bagiku.

Aku sadar, kebersamaan ini akan berakhir pada waktunya, namun aku berjanji dalam hatiku, pada diriku sendiri untuk selalu memberikan yang terbaik baginya, untuk menjadi yang terbaik baginya.

Aku bukan wanita sempurna, terutama mengingat statusku yang sebentar lagi akan menjadi janda. Aku sadar, aku bukan yang terbaik, bukanlah pribadi yang pantas untuk menjadi pendamping hidupnya.

Segera setelah merapikan ranjang, kututupi tubuh telanjangku dengan pakaian dan perlahan melangkah keluar.

Dikamar tidurku, putri kecilku masih terlelap dengan pulas. Segera setelah merapikan selimut untuk menutupi tubuhnya yang mungil, aku melangkah kedapur.

Samar-samar kudengar suara lelakiku dan Nina tengah berbincang, setelah langkahku mendekat.

“Emang kamu beneran serius sama mbak Rin?” tanya Nina.

Segera kuhentikan langkah kakiku, berhenti sejenak untuk mendengarkan percakapan kedua sahabat tersebut.

“Ya udah kalo gitu, aku cuman mau memastikan aja sih. Aku kenal kamu, kenal mbak Rin. Aku gak mau salah satu dari kalian terluka. Kasihan mbak Rin, apalagi Nova, yang udah lengket banget sama kamu.”

“Jangan khawatirkan Nova..” jawab Pram singkat.

Sebuah jawaban yang cukup untuk membuatku tersenyum bahagia, walaupun aku masih sedikit keraguan tentang kejelasan hubungan kami. Aku yakin, Pram serius dengan ucapannya tentang Nova. Tak sedikitpun aku meragukannya.

“Kamu sadar, mbak Rin itu sebentar lagi jadi janda. Dan hal itu gak enak banget. Tantanganmu bakal berat dan kamu harus siap untuk hal itu.” kata Nina lagi.

Dan seperti biasanya, Pram tak banyak berkata-kata tentang hubungan kami, bahkan terhadap Nina yang merupakan salah satu orang terdekatnya. Aku yakin lelakiku hanya tersenyum, hal yang selalu ia lakukan untuk menjawab sebuah pertanyaan.

“Pagiiii…” sapaku sambil melangkah memasuki dapur. Pram dan Nina segera menoleh dan tersenyum.

“Pagiii..” jawab Pram setelah aku medekatinya dan memeluknya dari belakang kursi yang ia duduki dan mengecup lembut pipinya.

“Aku gak dipeluk..? Gak dicium juga?” protes Nina.

Pram tengah mengusap lembut tanganku yang melingkar di dadanya dan tersenyum kearah Nina. Kusandarkan dagu dipundak lelakiku dan sekali lagi mengecup pipinya, sebelum akhirnya beralih dan berdiri dibelakang Nina.

“Kayaknya enak banget jadi anaknya mbak Rindi..” gumannya setelah aku memeluknya.

Kecupan lembut pun kuberikan ke pipinya, membuatnya tersenyum dan segera menumpangkan kedua tangan diatas lenganku yang melingkar didadanya.

“Kopi?” tanya Pram sambil menggeser seglas kopi hitam kearahku. Kuraih kursi disamping Nina dan segera duduk disana.

“Kalian bangun udah lama?” tanyaku.

“Sekitar setengah jam.” jawab Nina, lalu menyeruput teh.

Kuraih gelas berisi kopi dan menyeruputnya, lalu menyantap sarapan berupa roti tawar yang telah diolesi selai.

“Semalam mbak berisik banget..” guman Nina.

Mendengar hal itu, Pram tersenyum dan menundukkan wajah sementara aku terbatuk-batuk, tersedak roti yang tengah kukunyah.

“Pasti enak banget.. berapa ronde?” sambungnya.

“Ronde apaan? Gak dimasukin kok.. cuman dijilatin aja.” jawabku sekenanya.

Pram menepuk keningnya lalu menggeleng pelan.

“Kumat..” gumannya pelan.

“Emang harus dibahas?” tanyanya.

“Iyaaa dongggg.. pagi-pagi gini, dingin.. enaknya kan bahas yang panas-panas.” jawab Nina cepat.

Pram hanya bisa menghela nafas seraya menggelengkan kepala.

“Eh, mau kemana?” tanya Nina setelah melihat Pram bangkit dari kursinya.

“Mandi.” jawabnya singkat, lalu melangkah pergi.

Nina segera meraih tangan lelakiku, tepat saat melangkah disampingnya.

“Mandi yang bersih, jangan lupa sikat gigi, biar nanti kalo kita ciuman, kamu udah wangi.”

“Kita? Ciuman?” tanya Pram heran.

“Kali aja kamu pengen..” jawab Nina, lalu tersenyum genit.

Pram melangkah maju, mendekati sahabatnya itu dan segera mengecup kepalanya.

“Jangan mikir yang macem-macem.” kata Pram sambil.mengacak-acak rambut Nina.

“Gak macem-macem kok.. cuman mesum aja.” sambungku lalu tertawa.

Pram segera kembali melangkah sambil menggelengkan kepala.

“Mau dimandiin?” tanya Nina lagi.

“Engaaakkk..” jawab Pram cepat lalu menghilang dari pandangan kami.

Nina tertawa lalu kembali menyeruput minumannya.

“Emang kamu gak takut mbak marah atau jengkel sama kamu?” tanyaku.

“Kamu kan tau kalo Pram udah sama mbak..” sambungku.

Nina memamdangku sambil mengeser kursi yang ia duduki agar lebih dekat denganku.

“Sejujurnya, mbak marah apa enggak? Cemburu atau enggak?” tanyanya sambil menatapku dalam-dalam.

“Marah sih enggak. Kalo cemburu ya iya, dikit. Walaupun mbak tau, Pram gak akan tergoda dan menyakiti mbak.”

“Gak bisa nahan rasa aja sih Nin. Udah punya pengalaman pahit..” sambungku.

Nina tersenyum, lantas meraih jemariku dan menggengamnya.

“Aku kenal Pram udah lama. Dan sedikit banyak ngerti dia. Dia gak akan bisa, gak akan tega nyakitin siapapun. Apalagi, ada Nova. Dia udah gak akan bisa lepasin Nova. Dia udah jatuh hati sama Nova.”

“Tapi kekuatan godaan seks itu bahaya Nin. Suami mbak udah jadi bukti kalo seks itu bisa menaklukan hati lelaki yang setia sekalipun.”

“Aku sih yakin, Pram bukan laki-laki kayak gitu. Gak seperti cowok lain, dia kelihatan tenang dan gampang banget menolak godaan.”

“Mbak kan udah deket banget sama dia, pasti udah ngerti, udah paham sama karakternya.” sambung Nina.

Mendengar penuturan Nina, hatiku sedikit merasa lega, walaupun masih ada sedikit kegamangan tentang pribadi Pram.

“Udah, jangan dipikirin dalem-dalem. Dijalanin aja dulu deh.” celetuk Nina setelah mendapati diam termenung.

“Lagian, lebih baik aku godain Pram didepan mbak Rin, kalo aku godainnya dibelakang mbak Rin kan namanya selingkuh. Temen makan temen.” sambungnya lalu tertawa pelan.

Sekilas, Nina memperhatikan ke sekeliling kami, lalu kembali menatapku.

“Aku gak serius kok mbak.” “Cuman pengen ngetes Pram aja, dia kuat apa enggak. Aku cuman mau pastikan aja kalo dia serius dan gak main-main sama mbak Rin.” katanya dengan suara pelan.

Kali ini, aku cukup terkejut dan tercengang dengan apa yang ia katakan, hingga aku hanya bisa menatapnya dengan keheranan.

“Tapi caramu kan bahaya banget, kalo sampe Pram goyah dan mau, gimana?” tanyaku.

“Aku gak segila itu mbak. Kalo dia masih sendiri sih, gak masalah. Tapi sekarang kan ada mbak Rin. Kita sama-sama perempuan, sama-sama berharap gak sakit hati dan gak terganggu dalam hubungan asmara. Aku ngerti kok, aku paham.”

“Jadi selama ini kamu godain dia cuman untuk nyobain dia aja? Gak serius??” tanyaku lagi.

Nina mengangguk lantas meremas lembut jemariku. Aku hanya bisa menghela nafas lega setelah mendengar penuturannya.

“Aku yakin, hati kalian udah menyatu. Udah saling terikat, walaupun kalian belum menikah.” katanya lagi.

Aku hanya bisa tersenyum, tersenyum lega karena Nina bisa mengerti dan memahami apa yang telah aku dan Pram jalani. Sebagai salah satu orang yang dekat dengan lelakiku dan aku, Nina sungguh berharap yang terbaik untuk kami.

“Makasih Nin.” gumanku pelan sambil menatap matanya. Nina mengangguk pelan, lalu kembali menyeruput minuman yang ada dihadapannya.

“Tapi kalo diajak threesome sih aku mau kok.” katanya enteng lalu tertawa.

Tanpa berkata-kata lagi, sebuah cubitan pun kulayangkan ke pipinya.

“Nakalmu gak pernah luntur..” protesku sambil mengacak-acak rambutnya.

Nina tertawa sambil berusaha membebaskan diri dariku.

“Emang mbak gak pernah kepikiran kayak gitu? Fantasi threesome gitu? Apalagi kita berdua kan pernah ngeseks." tanyanya, sesaat setelah aku melepaskannnya.

“Iya.. pernah kepikiran juga, tapi ragu, takut aja sih Nin buat realisasinya.”

“Takut apa mbak?”

“Takut aja jadi ketagihan. Bisa-bisa Pram juga ketagihan nantinya.”

“Iya, bener juga sih. Tapi kan kalo udah komitmen, gak sampai kayak gitu. Cuman sebatas variasi aja biar gak jenuh.” balas Nina.

“Bener.. tapi tetep aja resiko-resiko kayak itu bisa timbul. Misalnys kita main bertiga dan ternyata Pram suka dan senang dengan permainan Nina. Kan bisa repot.”

Nina mengangguk pelan sambil meraih sepotong roti tawar dihadapannya.

“Emang kamu mau kalo kita threesome?” tanyaku dengan suara pelan.

Nina pun mengangguk sambil mengunyah roti.

“Justru aku senang kalo kita main bertiga, soalnya kalian bukan orang asing. Jadi mainnya bisa lepas, gak malu-malu.”

Aku hanya bisa tersenyum mendengar ucapan Nina, dan hasratku untuk mencoba melakukannya, merasakan sensasi threesome pun semakin membuncah. Namun, disisi lain, aku tidak yakin Pram akan memenuhi keinginanku tersebut.

“Udah.. jangan berkhayal.. masih pagi.” guman Nina setelah melihatku terdiam membisu.

Aku tertawa dan segera menyeruput kopi, sementara Nina bangkit berdiri dan melangkah santai ke arah kulkas disudut dapur.

“Mau pulang jam berapa? Barengan mbak berangkat kerja?” tanyaku.

“Iya deh.. sekalian aja, lagian nanti mau ke kampus bentar. Mau ketemu dosen pembimbing.”

“Ya udah, habisin sarapannya, trus mandi.”

Nina pun mengangguk pelan sambil tersenyum. Tak berapa lama berselang, Pram pun kembali kedapur, bersama Nova dalam dekapannya. Aku dan Nina pun segera menghampirinya.

“Sayangnya mama udah bangun..” gumanku sambil mengusap lembut kepalanya. Nova hanya memandangku sekilas, lantas merebahkan kepalanya dipundak lelakiku.

Dan ketika aku hendak meraih tubuhnya, ia menolaknya, bahkan memeluk tubuh lelakiku dengan sangat erat. Ninta pun melayanglan sebuah kecupan lembut ke pipinya.

“Kayaknya si ade masih ngantuk.” guman Nina sambil mengusap punggung Nova. Aku mengangguk pelan, lalu kembali mengecup kepala Nova.

“Ibu mandi dulu, siap-siap berangkat kerja.” kata Pram.

“Kamu gak mandi?” tanya Pram pada Nina.

“Emang kalo aku mandi, dikasih hadiah apa? Atau, kamu mau mandiin aku??” tanya Nina genit.

Pram hanya melirik ke arah Nina lalu mendengus kesal.

“Warasnya hilang setengah gram..” guman Pram sambil melangkah meninggalkan dapur, bersama Nova yang tampak kembali memejamkan mata dalam pelukannya.

Aku hanya bisa tertawa pelan, begitu pula dengan Nina yang tampak puas telah mengerjai lelakiku.

“Kita mandi bareng?” tanyaku.

Nina pun mengangguk dan segera merangkul pinggangku, lalu melangkah ke arah kamar tidurku.

“Bawa dildonya ke kamar mandi.” bisiknya pelan saat kami telah berada dikamar tidurku. Aku pun kembali tertawa dan segera membuka laci meja riasku, dimana aku aku meletakkan sex toys pemberiannya.


♡♡♡Seri 15 TAMAT♡♡♡

Sampai jumpa di seri selanjutnya
Terima kasih
Teh ...
iih fullgar pisan crita nya .. aq deg2 an baca nyaa .....
Aq baru sekali ini baca crita sex dg penulis cwe ..

Ga nyangka fantasi teteh , bs sdlm ituu ..
Aq ga tau cwe jg suka di elus anus nyaa... 👍
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd