Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG REBIRTH OF SHADOW: CIRCLE OF MILF

Part 3

Professor and The Mystery





Hari ini merupakan tepat seminggu setelah pertemuanku dengan prof. Gio di alam bawah sadarku, dan nampaknya aku benar-benar merasakan gejolak pada dalam diriku. Seluruh sendi dan tulangku berasa ngilu dan rasanya ingin copot. Aku tak tau dengan apa yang sedang terjadi pada diriku ini. Selain itu, kepalaku juga mendadak pusing, hingga aku memutuskan untuk tetap rebahan di Kasur.



“Gio, kamu kenapa nak?” tanya bu Dewi yang seakan paham dengan kondisiku yang sedang tidak baik-baik saja.

“tubuhku ngilu bu, kepalaku pusing.” Jawabku.

“ayo kita ke dokter ya nak.” Bujuk bu Dewi.

“tidak perlu bu, kayaknya aku Cuma kecapean.”



Bu Dewi pun Nampak mengerti dan memberikanku paracetamol karena menurutnya obat tersebut dapat memberikan kesembuhan untukku. Aku menurut dan meminum obat yang diberikan oleh bu Dewi tersebut. Setelah beberapa saat obat tersebut bekerja, nampaknya tidak berpengaruh terhadap diriku.

Aku yang berusaha melawan rasa ngilu dan pusing akhirnya tertidur entah bagaimana caranya. Aku pun tidak tau antara saat ini sedang tertidur atau justru mungkin pingsan. Kembali kegelapan menyelimuti. Namun, tampak ada yang berbeda, kegelapan kali ini Nampak sangat pekat sekali, bahkan aku tidak bisa melihat apa-apa, seperti aku berada di ruang hampa tanpa Cahaya.

Beberapa saat aku tersadar ketika tubuhku seakan tidak bisa digerakkan akibat di sekeliling tubuhku seperti peti, atau ruangan yang sempit, aku tidak tau pasti. Yang jelas tubuhku tidak bisa bergerak dan seperti terhimpit. Beberapa saat kemudian, badanku berasa di Tarik, mulai dari kaki, tangan, bahkan kepala. Bahkan kuat tarikannya seperti di Tarik oleh beberapa ekor kuda secara bersamaan.

Aku hanya bisa meringis kesakitan menahan kondisi yang sedang terjadi kepadaku tersebut, sementara aku tidak bisa berbuat apa-apa. Teriakan yang keluar dari mulutku seolah hanya menggema dan malah membuat telingaku sakit sendiri. Aku hanya pasrah dengan yang terjadi kepadaku, rasa nyeri, ngilu, sakit, pusing, seakan menjadi satu padu hingga susah untuk dideskripsikan.

Waktu berjalan sangat lambat saat ini. Aku yang sudah tidak bisa mendeskripsikan apa yang aku rasakan begitu tersiksa berada di sini. Setelah beberapa waktu, tarikan-tarikan yang terjadi menjadi mengendur dan perlahan menghilang. Namun, rasanya tubuhku sangat lemas dan seakan tidak memiliki energi untuk sekedar menggoyang-goyangkan tangan maupun kaki.

Harapanku saat itu adalah prof. Gio datang dan menolongku, atau setidaknya memberikanku obat yang dapat mengembalikan energiku yang seperti hilang terserap. Namun, sepertinya semua itu sia-sia, lantaran aku masih terbujur lemas di tempat antah brantah tanpa Cahaya ini.

Beberapa saat kemudian aku terkejut melihat cayaha yang cukup silau, ternyata Cahaya tersebut adalah Cahaya lampu yang menyinari kamar dari bu Dewi ini. Entah bagaimana ceritanya, secara tidak sadar tiba-tiba mataku terbuka hingga mataku silau akibat Cahaya lampu yang tepat berada di atas kepalaku. Aku sedikit menengok ke samping dan ku dapati bu Dewi masih terlelap dalam tidurnya.

Aku yang terbangun cukup terkejut dengan kondisiku. Badanku masih berasa seperti saat aku berada di tempat antah berantah itu, ngilu, nyeri, dan pusing. Selain itu, badanku juga basa kuyup akibat dari keringat yang keluar dari pori-pori kulitku. Sementara itu, aku menyadari bahwa seluruh pakaian yang aku kenakan telah robek lantaran tak bisa menahan perubahan yang begitu massive pada diriku ini, mungkin prosesnya mirip pada film Hulk, tapi entahlah aku sendiri tidak bisa memastikannya.

Ya… aku tersadar dengan kondisi tubuhku yang berubah menjadi seorang remaja tanggung. Dengan kondisi pakaian yang seluruhnya robek, aku tidak bisa berbuat apa-apa karena badanku masih sangat lemas. Kembali aku terlelap, namun kali ini cukup damai aku tertidur. Tidurku kali ini berasa seperti aku sedang melakukan recharge energi. Hingga tiba-tiba aku terbangun akibat teriakan dari bu Dewi.

“SIAPA KAMU?!” Bentak bu Dewi yang mendapati aku masih tidur dengan kondisi yang hampir telanjang bulat karena pakaianku yang robek, namun tertutupi oleh selimut.

“aku Gio, bu.” Jawabku dengan masih merebahkan diri.

“tidak mungkin, Dimana kamu sembunyikan Gio, Jawab!” ucapnya dengan masih menggunakan nada tinggi namun kali ini air mata Nampak perlahan menetes dari kelopak matanya.

“bu… benar, aku ini Gio kecil yang ibu kenal, sekarang imajinasiku untuk menjadi dewasa terwujud.” Ucapku berusaha meyakinkannya.

“itu mustahil. Apa buktinya?” selidiknya.

“bukankah ibu yang dulu menyelamatkanku setelah tragedy ledakan di dekat Pelabuhan, lalu membawaku ke rumah ini dan merawatku layaknya anakmu sendiri? Lihatlah bekas luka akibat goresan kaca yang mengenai kepalaku. Tanda itu masih ada di situ, ibu pasti tau kalau aku ada bekas luka di situ.”



Dengan ragu bu Dewi berjalan menghampiriku dan melihat ke arah kepalaku. Sejurus kemudian, ia mundur menjauh Kembali dan Nampak tercengang denga napa yang dia lihat barusan. Ia Nampak tak percaya dengan apa yang dia lihat. Kemustahilan yang berkecamuk di kepalanya seakan terpatahkan setelah melihat fakta-fakta yang ada. Ia terlihat menangis tak percaya dengan apa yang terjadi kepadaku.



“bagaimana ini bisa terjadi?” tanyanya dengan telapak tangan yang menutupi mulutnya.

Aku beranjak dari Kasur dan mendekati bu Dewi yang lalu memeluknya, “aku tidak tau, bu. Mungkin ini sudah ketentuan dari Tuhan, sama seperti Tuhan menggariskan pertemuan kita.”



Kini tinggi badanku sudah melampui bu Dewi yang mungkin tingginya tak sampai 160 cm. sementara perawakanku sendiri berubah menjadi sesosok yang tinggi dan badan yang ideal. Aroma rambutnya sungguh semerbak harum menembus hidungku saat ia berada di pelukanku. Naluriku sebagai seorang mantan bos mafia seperti dibangkitkan Kembali.

Tanpa aku sadari kepalaku malah mendarat di lehernya. Perlahan namun pasti, hidungku mencium aroma keringat dari Wanita dewasa yang begitu sensual. Nafasku sepertinya mengenai lehernya dan begitu terasa baginya, hingga ia seperti merinding saat itu.

Belum sempat melancarkan cumbuanku, Bu Dewi melepaskan pelukan ku dan keluar kamar meninggalkan aku. Setelah lepas dari memeluk bu Dewi, aku baru tersadar akan cerobohnya diriku jika benar-benar langsung berani menggaulinya, selain itu aku juga baru menyadari, bahwa aku hampir bugil. Segera aku mencari pakaian di lemari bu Dewi, siapa tau menemukan pakaian dari suaminya dulu. Untungnya masih ada beberapa pakaian yang bisa aku gunakan untuk menutupi tubuhku tersebut.

Aku dan bu Dewi Nampak terasa canggung setelah perubahanku menjadi seperti sekarang ini. Entahlah bagaimana kelanjutanku Bersama dengan bu Dewi ini. Aku juga merasa tidak enak jika terus begini. Mungkin juga ia merasa tidak siap dengan kehadiranku yang mendadak dewasa ini, mengingat usianya yang mungkin masih belum menyentuh kepala empat.

Meskipun kami masih dalam posisi canggung, tapi bu Dewi tetap menyediakan makanan untuk kami. Aku berinisiatif membuka obrolan dengannya saat kami sedang makan siang namun dengan penuh keheningan, “bu, apa ibu sudah tidak mau menerima Gio lagi?”

“jika ibu memang tidak menginginkan aku tetap di sini, aku akan pergi dari rumah ini.” Lanjutku.

Bu Dewi Nampak masih menundukkan wajahnya yang mengarah ke piring nasi dan sepertinya kesedihan menyelimutinya, “jj… jangan pergi Gio…” ia sedikit terisak, “ibu Cuma kaget dengan apa yang terjadi dengan dirimu, awalnya ibu pikir Gio kecil lah yang akan memberikan warna dan kebahagiaan dalam kehidupan ini, tapi entah bagaimana Gio kecil itu malah tumbuh dewasa dengan cepat dan tak terduga.” Lanjutnya.

Aku paham dengan maksud dari bu Dewi yang mungkin sangat ingin rumahnya dihiasi dengan canda, tawa, dan tangis dari anak-anak, tapi aku juga tidak tau tentang perubahan diriku yang secara tiba-tiba ini.

Aku pun beranjak dari posisiku duduk dan mendekati bu Dewi lalu memeluknya dengan posisi ia masih duduk di kursi makan, “ibu nggak usah sedih dengan perubahan Gio, aku akan tetap memberikan keceriaan dan kebahagiaan kepada ibu meskipun aku sekarang bukan anak-anak lagi.” Ucapku sembari mengusap punggungnya.



###


Hari-hariku berjalan normal Kembali, namun kali ini aku sudah tidak sekamar lagi dengan bu Dewi. Kamar yang sebelumnya kosong pun disulap menjadi kamar pribadiku. Selanjutnya yang menjadi masalah adalah tentang bagaimana data-dataku yang akan aku gunakan untuk mendaftar sekolah. Bu Dewi juga kebingungan memikirkan hal tersebut, mengingat aku adalah anak “sulapan” yang tidak memiliki akta kelahrian ataupun tanda pengenal sejenisnya.

Sebenarnya bisa saja aku langsung masuk pada perguruan tinggi atau malah langsung bekerja, namun rasa-rasanya wajahku masih layak untuk seumuran anak SMA, sehingga aku memutuskan untuk memulai petualanganku Kembali di masa SMA. Selain itu juga karena jika langsung kuliah pun pasti data-data yang dibutuhkan lebih kompleks dan prossesnya tidak sebentar.

Aku teringat tentang salah seorang anak buahku, yaitu Derry. Derry merupakan satu-satunya orang yang mungkin dapat membantuku dan merupakan orang yang dapat aku percaya untuk saat ini. Tetapi masalahnya adalah apakah ia selamat pada insiden penyerangan rumahku pada waktu itu? Ataukah ia memilih untuk membelot ke pihak musuh? Dan bagaimana aku bisa menghubunginya untuk saat ini?

Sepertinya semua itu dapat terjawab dengan satu hal, yaitu dengan cara aku mendatangi rumah rahasia yang aku miliki, rumah yang aku gunakan untuk menyimpan Sebagian hartaku juga hal-hal penting. Aku harus secepatnya menengok rumahku tersebut karena aku yakin bahwa rumah itu luput dari pantauan musuh, karena memang rumah itu sangat tidak mencolok dan sangat jarang aku kunjungi untuk menghindari kecurigaan dari pihak musuh. Untungnya rumah bu Dewi ini tidak jauh dari rumah rahasiaku tersebut, sehingga bisa saja dengan sedikit alasan aku meminta izin sebentar untuk keluar dan lalu pergi ke rumah itu.



“Bu, Gio ijin keluar sebentar ya. Gio bosan di rumah terus.” Pintaku mencoba meminta ijin kepada bu Dewi untuk pergi sebentar.

“lo, emangnya kamu hapal daerah sini?”

“justru itu, Bu. Sembari Gio mengenal daerah sini kan.”

“yasudah kalo gitu, hati-hati, pulangnya jangan kesorean.” Ucap bu Dewi.



Segera aku meninggalkan rumah setelah bersalaman dengan bu Dewi. Aku berniat menggunakan transportasi umum gratis yang disediakan oleh pemerintah, karena memang rumah rahasiaku dan rumah bu Dewi masih satu jalur dengan transportasi umum tersebut. Tak butuh waktu lama untukku sampai di tempat yang aku maksud.

Sesampainya di tempat yang aku tuju, segera aku membuka rumah itu aku harap-harap cemas, karena rumah tersebut di desain dengan kunci yang bukan konvensional, melainkan menggunakan iris mata. Aku khawatir setelah proses panjangku Bersama prof. Gio kemaren juga mengubah iris mataku dan menjadi tidak terdeteksi, namun untungnya ke khawatiranku tersebut sirna setelah pemindai iris tersebut berhasil memindai mataku dan membuat pintu berhasil terbuka.

Setelah pintu terbuka, segera aku masuk dan langsung menuju ke ruangan yang lebih rahasia lagi, dimana ruangan tersebut hanya bisa dibuka dengan orang yang memiliki DNA-ku, sehingga sangat sulit bagi siapa saja untuk dapat mengakses ruangan tersebut. Setelah ruangan tersebut terbuka, terlihatlah beberapa brankas yang menghiasi tiap dinding ruangan.

Brankas-brankas tersebut kebanyakan berisi uang yang sengaja aku simpan di situ karena belum sempat “dicuci”, selain itu aku juga sangat menghindari menyimpan uang di bank. Sementara brankas yang lain berisi dokumen-dokumen penting. Aku langsung tertuju pada salah satu brankas yang aku gunakan untuk menyimpan alat komunikasi rahasiaku Bersama dengan staff kepercayaanku.

Alat komunikasi tersebutlah yang nantinya akan menghubungkanku dengan Derry, itupun kalau dia masih hidup. Awalnya aku berniat untuk membawa alat komunikasi tersebut ke rumah bu Dewi, namun setelah mempertimbangkannya, sepertinya terlalu riskan jika dibawa ke rumah. Aku memutuskan untuk menggunakan alat tersebut di area rumah ini saja.



Segera aku gunakan alat komunikasi tersebut untuk menghubungkanku dengan Derry, “Derry, apakah kamu disana?” tanyaku dengan teks via alat komunikasi tersebut.

Cukup lama aku menunggu balasan dari Derry hingga muncul lah pesan balasan darinya, “Derry di sini bos. Syukurlah bos masih selamat. Apa yang bisa kita lakukan bos?”

“syukurlah jika kau juga selamat, Der. Saat ini kita belum bisa melakukan apa-apa, tetapi aku ingin kau membantuku untuk hal lain. Bisakah aku mempercayaimu untuk saat ini?” Balasku.

“bos tidak perlu ragu dengan kesetiaanku. Bos punya seluruh dataku dan aku tau betapa mengerikannya dirimu jika menyiksa musuhmu, maka tak ada alasan bagiku selain setia kepadamu, Bos. Apa yang bisa aku bantu?”

“aku mau kau buatkan aku identitas palsu seperti akta lahir dan KTP. Setelah ini akan aku kirimkan data diriku yang baru.”

“baik, Bos. Keinginanmu adalah perintah. Tetapi sebelum kau beranjak pergi, aku ingin memberikanmu sebuah informasi terlebih dahulu.”

“cepat beritahu, waktuku tidak banyak.”

“sebenarnya, prof. Gio masih terselamatkan saat ledakan itu, aku yang mengetahui bahwa ledakan tersebut berada di area rumah prof. Gio pada waktu itu langsung menuju ke sana dan sebenarnya mayat yang masuk dalam kantong jenazah bukanlah mayat prof. Gio, tetapi orang lain yang belum bisa aku pastikan dia siapa. Namun, untuk saat ini aku tidak bisa memberikan info lebih jauh terkait dengan prof. Gio.”




Lanjut ke PART 4 : FIRST MISSIONS
 
Terakhir diubah:
Mantap sih
Apakah bu dewi bakal kena garap
Atau bahkan lebih lanjut jadi heroine kita lihat saja hoho
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd