Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Rasti ibu binal (lanjutan)

cendolsangeks

Semprot Kecil
Daftar
21 Dec 2019
Post
98
Like diterima
3.956
Bimabet
Halo....

ada yang udah pernah baca cerita, Rasti ibu binal. Yang mentok di chapter 13c

sumpah bagi gue itu cerita keren banget dan bikin gue nafsu nggak ketulungan, cuma sayang. Ceritanya harus berhenti dan nanggung banget kalo menurut gue.

Jadi, siapapun author yang buat tuh cerita, gue pengen ngucapin terima kasih banget udah kasih hiburan buat gue.

dan di thread ini, gue pengen minta izin juga buat lanjutan cerita itu.

kalau misal ada authornya di sini, mohon di komen. Boleh atau nggak gue lanjut cerita itu.

thanks....
 
Cuplikan...


Suasana rumah ini masih sama, nggak ada yang beda setelah 6 tahun gue nggak bertandang ke rumah ini. Bahkan perasaan yang gue rasakan tiap kali menginjakkan kaki di rumah ini masih sama.

Berdebar dan selalu penasaran dengan apa yang akan gue lihat nanti. Kebayang kan, dulu saat masih SMP, gue dan tiga temen gue selalu menjadikan rumah ini sebagai tempat favorit, bahkan beberapa kali memohon agar bisa menginap. Ya tentu saja tujuannya agar bisa melihat hal yang sampai detik ini menjadi kesukaan gue.

"Nggak ada yang berubah." Kata gue.

Tedi mengangguk kecil. Matanya tertuju ke arah teras rumah, yang membuat gue juga penasaran. Di sana ada dua pasang sepatu pantofel pria yang membuat pikiran gue langsung kemana-mana.

Dia pria datang ke rumah ini, Hem.... Apakah akan ada suguhan manis saat gue masuk nanti.

"Sepatu siapa?" Tanya gue.

Tedi menyediakan bahu. "Paling aparat setempat." Jawabnya santai sembari melangkah masuk. Gue mengekor di belakang dengan bayangan yang kemana-mana. Ya siapa sih yang nggak kenal Tante Rasti. Sosok yang menjadi primadona para pria hidung belang di jamannya.

Cuma kan, tadi tedi bilang Tante Rasti udah nggak nerima tamu. Tapi tunggu, bukannya tadi dia bilang aparat setempat, atau jangan-jangan....

"Ngapain bengong di situ. Ayo!"

Eh sial ketahuan kan gue. "Hehe iya!" Gue melangkah mengikuti tedi. Hingga sampai di depan pintu yang tidak tertutup sempurna, suara orang berbicara dan desahan kecil mulai terdengar.

Tentu hal itu membuat jantung gue berdesir. Sial! Apa mungkin gue akan disuguhkan dengan pemandangan yang sudah lama gue rindukan?

Ah sial! Kenapa rasanya masih tetap sama, rasa penasaran bercampur dengan rasa senang dan deg-degan semua menjadi satu kesatuan hingga membuat perut gue terasa mulas.

Tedi membuka pintu perlahan lalu melangkah masuk tanpa melepas sepatunya.

Gue sebagai tamu yang sopan tentu melepas sepatu butut gue dan mengikutinya masuk. Kepala gue melongok untuk mencuri pandang. Namun tak ada hal yang bisa terlihat karena gue belum sepenuhnya masuk rumah. Namun yang jelas suara desahan dan suara plak! plak! Mulai terdengar cukup kuat.

Soal! Sial! Sial! Dewi keberuntungan benar-benar masih berpihak sama gue.

Cuma kali ini ada sedikit rasa nggak enak kalau gue langsung ngeloyor masuk dan menonton Tante Rasti secara langsung. Apalagi ini pertemuan pertama gue sama tedi setelah 6 tahun berpisah.

Gue berjalan masuk sembari melihat wajah tedi yang terlihat kaku di sana, lalu sedikit mengintip apa yang tengah Tante Rasti lakukan. Dan seketika itu juga mata gue melotot saat melihat apa yang tengah beliau lakukan.

Di sofa panjang ruang keluarga, gue bisa melihat dengan jelas Tante Rasti sedang di doggy oleh seseorang yang rasanya gue kenal, lalu di depannya seorang lagi tengah di blowjob dengan wajah kenikmatan yang begitu kentara.

"Oh.... Shhhh... Gila enak banget pak!" Desis nikmat dari pria yang tengah menerima blowjob.

"Memeknya rapet banget...." Jabaw bapak satu lagi yang tengah asik mendoggy Tante Rasti dari belakang.

"Ugh... Jadi nggak sabar pengen ngerasain juga!"

Sadar akan kedatangan kami, Tante Rasti mendongak dan menatap tedi dengan senyum yang masih sama.

"Eh sayang, kamu kok udah pulang?" Tanya Tante Rasti tanpa rasa sungkan, sedangkan kedua bapak yang menyadari kedatangan kami langsung terdiam dan menatap kami dengan rasa takut.

Tedi tidak menjawab dia hanya mengangkat belanjaan ke atas sembari melenggang masuk ke arah dapur.

Sedangkan Tante Rasti hanya menggeleng pelan, mungkin sudah biasa melihat tingkah tedi yang seperti itu.

Hanya saja saat melihat keberadaan gue, Tante Rasti langsung beranjak hingga tautannya dengan pria tadi terlepas. Lalu dengan tangannya dia berusaha menutupi area kemaluan dan payudaraku.

"Eh... Temennya tedi ya?" Tanya Tante Rasti padaku.

"Eh... Iiy... Iya Tante." Jawabku gugup.

"Oh... Ini .... Anu... Maaf ya, tante nggak tau kalo tedi bawa temennya datang." Tante Rasti terlihat malu dan merasa tidak enak saat melihatku. Mungkin karena dia merasa jika apa yang dia lakukan tidak pantas untuk di tonton oleh teman baru anaknya.

"Iya ... Nggak papa kok Tante...." Karena merasa tidak enak sudah mengganggu kesenangan mereka. Akhir
nya gue memilih untuk menyusul tedi. "Permisi Tante...."

===

Kalo banyak yang suka gue lanjut.
tinggalkan jejak aja đź‘Ť
 
Mungkin udah banyak yang lupa sama cerita si Tante Rasti ini. Soalnya setau ane udah kena banned.
nah cerita yang ane tulis juga kemungkinan besar bakal kena banned karena ada unsur anak di bawah umurnya.
jadi untuk menghindari itu. Ane bakal pangkas yang bisa berpotensi buat kena banned, jadi yang mau cerita fullnya nanti, bisa DM aja yak.

===

chapter 1 - pertemuan teman lama.


Tok... Tok... Tok....

Suara pintu di ketuk membuat seorang wanita yang tengah duduk di kursi santai sembari menyusui anaknya menoleh.

Tok... Tok... Tok...

"Sebentar!" Teriaknya lalu beranjak sembari menggendong anaknya yang masih terus menyusu kepadanya. Tanpa peduli untuk membenahi payudaranya dia beranjak ke arah pintu utama.

Klek!

Pintu terbuka, lalu nampak dua orang pria berdiri dengan pakaian yang cukup rapih. Berbanding terbalik dengan dirinya yang hanya mengenakan piyama tidur tipis yang sangat pendek hingga menampakkan sebagian paha mulus dan juga payudara yang menggantung sebelah karena anaknya tengah menyesap puting miliknya.

"Eh pak RW sama pak RT!" Sapanya sembari tersenyum ramah. "Masuk pak!" Wanita itu membuka pintu lebar-lebar mempersilahkan tamunya untuk masuk.

Di sisi lain, dia orang pria itu menelan ludahnya kasar saat melihat pemandangan di depannya. Mereka sama sekali tak menggubris tawaran yang diberikan oleh wanita itu. Terlalu sibuk menatap bongkahan besar yang terlihat sangat mulus itu.

Kapan terakhir kali mereka melihat itu. Sepertinya sudah cukup lama.

"Pak...?" Tanya wanita itu lagi.

"Eh... Iya... Non Rasti. Maaf."

Yah, wanita itu adalah Rasti, seorang wanita berusia 35 tahun yang masih terlihat seperti wanita remaja dengan penampilan yang sungguh luar biasa. Penampilan yang membuat banyak orang tertipu dengan umur yang dia miliki. Bahkan mungkin akan membuat orang terkejut jika tahu berapa anak yang dimiliki oleh Rasti.

Apalagi sekarang ini. Penampilan wanita itu saja sudah membuat dua bapak-bapak di sana menelan ludahnya sudah payah. Bagaimana tidak. Seorang wanita dengan payudara membusung, putih dan berukuran besar dengan ukuran 38D tentu membuat siapa saja yang melihatnya akan tergoda, tak terkecuali kedua bapak di hadapannya ini.

"Mau masuk atau di depan pintu aja nih?" Goda Rasti dengan senyum khas yang membuat kedua pria itu langsung menggaruk rambut belakangnya.

"Eh ... Maaf, lupa hehe." Jawab pak RT.

Setelahnya mereka masuk saat Rasti mempersilahkan lagi bapak-bapak itu. Mereka berjalan dengan Rasti yang ada di depan, sontak saja, posisi itu membuat kedua bapak itu mampu melihat pemandangan yang sangat luar biasa. Pantat besar dan paha yang terlihat begitu seksi dengan piyama yang bahkan hanya menutupi sebagian pahanya.

Sungguh pemandangan yang sangat luar biasa. Bak mendapatkan durian runtuh. Kedua bapak itu tidak peduli jika mereka dianggap tidak sopan atau apa. Toh kejadian seperti ini tidak mesti mereka dapat.

"Jadi ... Ada apa nih ... Tumben jam segini bapak-bapak udah mampir aja?" Tanya Rasti saat mereka sudah duduk.

Kedua bapak itu masih saja fokus ke arah dada Rasti yang membuat wanita itu terkekeh pelan. Dia tidak risih ataupun merasa terganggu atas apa yang dilakukan oleh kedua bapak di hadapannya itu.

Toh baginya hal seperti itu sudah biasa, bahkan adrenalin dalam dirinya tertantang saat menjadi pusat perhatian seperti itu.

"Pak...?" Tanya Rasti.

Pak RT yang bernama Siswanto itu langsung menyikut pak Rudi selaku pak RW yang ada di sebelah.

"Itu... Emm... Ini tentang soal warga, non..." Jelas pak RW dengan gugup, saat sadar dia tertangkap basah tengah memandangi dada montok milik warganya itu.

"Warga? Kenapa dengan mereka?" Rasti mulai sedikit paham akan kedatangan kedua bapak-bapak ini. Sepertinya kejadian beberapa waktu lalu saat dirinya masih tinggal di kampung ini akan terjadi lagi.

Maklum saja, seorang psk seperti dirinya tentu mendapatkan penolakan di setiap daerah, yah... Sudah menjadi rahasia umum jika Rasti adalah lonte handal yang selalu menerima tamunya di rumahnya. Bahkan saat masih ada anak-anaknya di rumah.

Namun sayangnya itu dulu, mungkin bisa dikatakan sekarang dirinya sudah tidak menerima tamu lagi. Selain anak-anaknya yang sudah beranjak dewasa, anaknya paling besar juga sudah bisa membiayai kehidupan mereka. Walau sesekali Rasti masih menerima tamu. Rasti tetaplah Rasti, ibu girang yang tak pernah bisa lepas dari para pria yang ingin menyentuh tubuhnya. Para pria yang dia harap bisa memberinya kepuasan.

Sekilas Rasti melirik ke arah selangkangan kedua bapak-bapak itu, selangkangan yang tertutup oleh celana bahan yang menggembung karenanya.

Dia tersenyum kecil.

"Anu... Mereka banyak lapor, katanya kedatangan non Rasti bikin resah...."

"Resah ...?" Ulang Rasti sembari menyilang kaki sembari memasang pose berpikir. "Apa karena saya lonte?" Tembak Rasti to the poin.

"Itu...."

"Udah bilang aja, nggak papa lagi pak. Lagian bapak-bapak kan emang tahu kalo saya lonte." Rasti terkikik kecil. "Wajar sih mereka protes, takut lakinya tergoda sama saya ya?"

Seperti biasa. bukannya merasa tersinggung Rasti malah terlihat tidak peduli yang menganggap jika itu lucu.

"Iya non, saya sih cuma menjalankan tugas saja, apa yang mereka keluhkan ya kami sampaikan dan coba cari jalan tengahnya."

"Hem.... iya sih, jadi gimana dong pak solusinya." Tanya Rasti dengan posisi yang lebih menggoda, dia sengaja duduk bersilang hingga menampakkan paha mulus dan juga lipatan yang ternyata sedari tadi Rasti tidak mengenakan celana dalam. Hal itu sontak membuat pak RT yang sedari tadi memperhatikan tubuh Rasti menelan ludah sudah payah. Siapa sangka jika wanita di hadapannya ini benar-benar pintar memancing gairah laki-laki.

"Anu... Gimana ya... Jujur saja saya kurang enak, apalagi non Rasti juga baru pindah, masa iya pindah lagi...."

Rasti terkikik geli, apalagi saat melihat pak RW yang berusaha membenahi posisi duduknya di sama.

"Nah itu. Kan repot pak kalo harus pindah sana sini." Jawab Rasti dengan siasat sedikit sedih, dia memiliki ujung piyama dengan sengaja sembari menarik piyama tidur itu semakin ke atas, membiarkan kedua pria yang sudah nafsu itu memandangi keindahan dengan leluasa.

"Eh.... Emm.... Itu, nanti coba saya cari jalan tengahnya. Cuma... Emmm...."

Rasti melihat gelagat yang sudah biasa dia dapatkan sebelumnya, jadi dia hanya tersenyum sembari terkekeh kecil.

Yah seperti biasa. Sepertinya dia harus memberikan bonus dan yang tutup mulut agar dia tidak diusir dari tempat ini lagi..

===

"Iye-iye, bawel amat sih lu!"

Siang itu di tengah trik panas, seroang pria bertubuh kekar tengah duduk di tengah gubuk pangkalan ojek dengan telpon menempel di telinganya.

"Kagak elah! Nanti malem dah gue datang! Iye iye! Nanti gue ajak Sinta sekalian!"

"Cih! Nggak bohong gue beneran, nanti malam. Gue masih kerja sekarang."

"Kagak bisa lah ******! Lu nggak denger gue lagi kerja!"

Jaka berdecih kesal, gara-gara telpon ini khayalannya semasa SMP dulu buyar. Khayalan indah yang hingga saat ini terkenang dibenaknya.

"Bawel amat! Masih sibuk gue!" Dengan kesal dia mematikan teleponnya lalu menyimpannya di saku celana.

"Timbang ngentot doang berisik bet. Kek nggak ada waktu aja!" Gurutuannya dengan nada kesal.

"Ada untungnya juga kagak! Yang ada tekor. Lagian mending juga gawe. Bisa beli udut, mikirin dia kagak ada kelarnya!" Dia berbicara sendiri. Seolah melampiaskan kekesalannya karena seseorang yang baru saja menelponnya.

"Mana udud gue abis pula! Sial!"

Dia semakin kesal saat melihat rokoknya benar-benar habis dah hanya tinggal bungkusnya saja.

Mengedarkan pandangannya, dia mencoba menilik sana sini, mungkin saja ada seseorang yang membutuhkan jasanya siang itu.

"Pada kemana nih orang, sue! Perasaan dari tadi nggak ada yang lewat sama sekali!"

Lalu tak lama ada seorang remaja berjalan di tengah trik matahari, menenteng plastik yang cukup besar di tangannya. Jaka tersenyum karenanya.

"Bang! Ojek bang!?" Tawa Jaka dengan semangat membuat pria itu berhenti dan menolah.

===

Jaka.

Rezeki emang nggak kemana. Siapa tau nih orang mau naik ojek gue kan, bisa jadi pemasukan. Lumayan lah.

"Bang! Ojek bang!?"

Tuh orang berhenti terus noleh ke arah gue. Sesaat gue terperangah, ini nggak bohong kan?
Sumpah lu?

Gue mengucek mata lalu melihat ke arahnya lagi. Sumpah, kayaknya gue kenal sama ni orang, tapi siapa ya.

"Jak!?"

Buset, dia tau nama gue? Berarti beneran kenal, tapi siapa.


"Eh....." Gue berdiri lalu berjalan ke arahnya. "kite pernah kenal kagak sih? Kok kayaknya muka lu kagak asing yak." Jujur aja, gue penasaran, dari pada di pendam lama-lama malah jadi tai, mending gue tanya langsung aja ye kan.

Mana nih cowok ganteng pula, putih tinggi. Sumpah, produk unggulan bet dah nih orang. Jadi iri gue. Gue yakin orang tajir sih dia, liat aja coba, kulit putih halus, belum lagi potongan rambut rapih, baju mahal, dih, Apalah daya gue yang cuma tukang ojeg yang panas-panas cuma untuk cari duit.

Dari kasta aja udah beda bos!
Beda kelas, jadi jan terlalu berharap gue bisa kek dia.

Tapi.... Ngomong-ngomong nih orang siap dah, gue kek nggak asing bet. Sumpah penasaran gue.

"Lo nggak inget gue?"

"Lah malah balik nanya, kalo gue inget geh nggak akan nanya."

Lah malah ketawa, aneh nih orang.

Tapi... Tunggu, kok gue kenal sama tuh ketawa, tapi siapa coba... Ayolah coba inget, inget!

Gue menatap ke arahnya untuk memastikan sekali lagi. Samar-samar gue mulai mengingat siapa nih orang.

"Tedi?" Tebak gue. Yah... Nama itu terlintas di benak gue karena cara dia ketika mengingatkan gue pada seseorang yang nggak pernah gue lupa sampai detik ini. Tante Rasti.

"Nah itu lo inget!"

Eh! Seriusan.

Gue menatap dari ujung kepala sampai ujung kaki, mencoba untuk memastikan sekali lagi. Tedi yang gue inget adalah cowok kurus kering pendek yang berkaca mata. Tapi yang gue lihat sekarang. "Lo beneran Tedi? Sumpah lu? Demi apa?"

Serius gue nggak nyala bet, sejak kapan nih anak berubah total, terakhir gue ketemu dia pas kelas 3 SMP, dan sekarang gue udah lulus SMK 3 tahun lalu, dan jelas udah 6 tahun gue nggak ketemu sama nih anak.

Perubahannya beda bet njirr!

"Jadi menurut lo gue siapa kalo buka Tedi?" Tanya Tedi menatap gue sembari tersenyum mengejek.

Iya juga sih, yang punya senyum mirip bidadari cantik kan cuma si Tedi. Nggak ada lagi, jadi fix nih anak Tedi anaknya Tante Rasti yang cantik itu.

"Sumpah! Udah berapa tahun nggak ketemu, lu udah berbuah bet!"

"Ya namanya juga orang, kalo nggak berubah gimana!"

"Terus gimana kabar lu?"

"Lu nanyain kabar di saat gue lagi bawa barang gini? Gila lu ya!"

Sial gue lupa lagi, seketika gue menggaruk belakang kepala gue. "Sorry lupa. Mau mampir ke pangkalan apa gimana nih?" Tawarku.

"Nggak deh, langsung balik aja."

"Balik? Buru-buru amat."

Tedi mengangkat barang belanjaan di tangannya. "Belanjaan gue banyak."

"Iya juga sih, ya udah tunggu!" Gue berinisiatif untuk nganterin Tedi. Siapa tau kan. Ya siapa tau aja.... Gue nggak mau tanya, takut curiga, jadi ya udah berinisiatif aja siapa tau hoki kan.

"Kenapa?"

"Udah tunggu aja, gue anterin!"

Gue langsung ngambil motor secepat kilat. "Udah ayok."

"Eh nggak ngerepotin emang?"

"Jangan ngeremehin gue, gini-gini gue pengangguran, jadi aman nggak akan ngerepotin." Enak aja, dipikir gue orang sibuk apa. Lagian lu nggak tau maksud tujuan gue, Tedi. Ya kali kesempatan emas gini gue lewatin sia-sia. Cukup dulu aja gue yang masih polos dan bodoh ngelepas kesempatan emas gitu.

Sekarang. No! Enak aja, siapa tau kan ini hari keberuntungan gue yang udah habis beberapa tahun lagi. Ya siapa tau aja, harapan kan nggak yang tau.

"Jadi lu nganggur?"

Gue ngangguk, lalu menarik gas setelah Tedi duduk nyaman di jok belakang. "Cari kerja sekarang susah. Nggak kira-kira persyaratan untuk kerja di negri Konoha ini, jadi ya udah dari pada nganggur banget, gue Nyambi ngojek."

"Setidaknya kan lo ada kerjaan."

"Ngojek nggak bisa dianggap kerjaan di jaman moderen katak sekarang."

"Emang sejak kapan lo ngojek?"

"Sejak lulus SMK."

"Lah, lu masuk SMK?"

"Iya, gue Romi sama Riko lanjut SMK."

"Jurusan apa?"

Gue melirik ke kebelakang, nih anak kenapa tanya-tanya jurusan apaan segala. "Komputer." Balas gue singkat, jujur gue malas kalo udah ngomong masalah sekolah, entah kenapa itu membuat gue kesal aja.

"Terus lo selama ini kemana? Tiba-tiba ilang, tiba-tiba muncul. Udah macam jalangkung aja!"

"Ya gimana, lo tau lah, setelah masalah Norman yang dulu itu mau nggak mau gue ikut mamah pindah, jadi ya gitu gue pindah tanpa sepengetahuan, karena dadakan banget?"

"Pindah? Buset, setelah pertemanan kita lu pindah nggak pamitan, gue kira malah udah mati!"

"Enak aja, kagak mati, cuma karena emang mepet banget waktu itu jadi pindah nggak bilang-bilang."

Yah, gue ingat waktu itu, gue Romi sama Riko cukup terkejut saat siang itu gue main ke rumah Tedi, tapi ternyata yang gue temui kosong, nggak ada siapapun di sana, bahkan barang-barang yang banyak itu juga kosong, mereka pindah tanpa pamit. Dan itu cari hari patah hati untuk kami berempat.

Apalagi saat itu kami benar-bena jatuh cinta dengan kebaikan Tante Rasti. Jadi kehilangan beliau membuat gue terluka.

"Tapi kalian baik-baik aja kan? Maksud gue, Norman nggak bikin ulah kan?"

"Nggak, justru gue bersyukur karena kita pindah waktu itu. Mamah dah nggak kerja lagi kayak dulu, walau ada beberapa kali nerima tapi, tapi udah jarang banget."

"Lo pindah kemana emang waktu itu, gue sama yang lain benar-benar kehilangan waktu lo pindah."

"Gue pindah ke Jepang, ikut temen mamah, di sana gue lanjut sekolah, mamah kerja, ya gitulah, saat itu masa-masa sulit untuk kami, kata mamah, di Jepang beda sama di sini."

"Bedanya?"

"Ya gitulah."
Gue tahu, Tedi nggak mungkin menceritakan semuanya ke gue, mungkin itu memang masa-masa sulit untuk mereka jadi biarlah itu jadi rahasia mereka.

"Terus, sekarang lo tinggal di mana?" Tanya gue penasaran, apa dia tinggal sendiri apa sama keluarganya, atau bahkan Tante Rasti sama dia juga. Ya siapa tau kan, orang mah berharap dulu, kecewa belakangan.

"Di rumah lama, memang mau ke mana lagi."

"Sama Tante Rasti juga?" Tanya gue akhirnya, jujur aja gue penasaran sama Tante Rasti.

"Ya mau sama siapa lagi, mamah gue itu."

"Bukannya di lingkungan itu kalian nggak di terima ya? Sekarang gimana?"

Gue inget dulu ada satu kejadian di mana mereka di tolak mentah-mentah sama para ibu-ibu kompleks, bahkan sampai ribut cuma gara-gara para laki-laki suka ganjen dan asik menikmati apa yang disuguhkan oleh Tante Rasti. Yah seperti itulah Tante, wanita yang memperkenalkan gue dengan tubuh wanita untuk pertama kalinya.

Masa-masa yang tak terlupakan.

"Nggak tau sekarang, agak takut aja kalo misal ribut lagi dan di tolak lagi. Mau pindah juga entah kemana."

"Tapi bukannya Tante Rasti udah nggak terima tamu lagi? Jadi udah aman dong?"

"Ya harapan gue sih gitu. Tapi nggak tau nanti."

"Terus lo kerja apa sekarang?"

Tedi tak langsung menjawab, gue sempat ngintip dari kaca spion sepertinya dia nggak mau kasih tau kerjaannya. Oke Lah nggak masalah. "Udah nggak papa." Ucap gue menenangkan dia.

"Nanti mampir aja, biar gue kasih tau nanti."

Setelahnya tak ada pembicaraan, hanya ada keheningan yang terjadi sepanjang jalan.
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd