Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Rapuh -TAMAT

Bimabet
Bagian 12

Kepala Wina terangguk-angguk dengan mulut dijejali batang lelaki. Sudah barang tentu Arief memang sengaja melakukannya. Nyaris saja batang besarnya itu menyodok hingga tenggorokannya, hingga membuat Wina nyaris muntah, tetapi perempuan itu tidak protes. Matanya sampai berair karena menahan sodokan dari batang kontol keras itu.

“Pwaahh…. Ahhh… ahhh.” Wina mengambil napas sejenak. Ludahnya menetes dari mulutnya, lalu menetes ke buah dadanya.

Arief menampar-namparkan batangnya ke wajah perempuan cantik ini. “Hei, lonte. Kamu suka kontol kan? Bilang kamu suka!”

“Iya, aku suka,” ujar Wina.

Arief menarik Wina, lalu menggeretnya. Wina ikut saja saat Arief kemudian mereka menuju ke sebuah kamar. Tentu saja ini kamarnya Wina, kamar siapa lagi? Arief mendorongnya hingga tengkurap di kasur. Wina masih terikat dan tak berdaya. Arief lalu menunggingkan pantatnya setelah itu Wina terkejut karena mendapatkan serangan lidah ke mulut vaginanya.

“Aahhh….anjing…. kau apain memekku, aahhhh!!” pekiknya.

Selama ini Wina tak pernah disiksa seperti ini. Thalib memang melayani nafsunya, tapi tidak seganas Arief. Baru disentuh saja dia sudah belingsatan, terlebih lagi dioral seperti ini. Yang ada cairan demi cairan terus keluar di bagian bawah tubuhnya.

“Udah… udah… please! Aduh…. Anjing….kenapa enak sekali, jyanncuuuukkk!!!” Wina tak tahan hingga menyemprotkan beberapa kali. Tubuhnya bergetar hebat, hingga ia ambruk.

Arief membiarkan sejenak tubuh Wina yang sedang dilanda orgasme. Perlahan-lahan Arief membuka nakas. Dia sudah tahu apa saja yang ada di kamar Wina. Sudah berhari-hari dia memata-matai rumah Wina, masuk ke dalam rumahnya saat Wina pergi untuk mengetahui apa saja isi rumahnya. Arief tidak pernah melewatkan satu inchi pun yang terlewat termasuk sex toys yang tersimpan di kamar Wina. Arief mengambil sebuah mainan berbentuk batang penis. Ini bukan sembarangan dildo, tetapi sebuah dildo yang bisa bergetar.

Perempuan itu tidak sadar apa yang sedang terjadi. Arief perlahan-lahan mengaktifkan tombol di dildo tersebut dan terdengar bunyinya. Kepala dildo tersebut tampak bergerak-gerak seperti ulat. Apa jadinya jika benda ini dimasukkan ke memek Wina? Arief tentu saja langsung mencobanya tanpa perlu berpikir panjang. Wina yang masih lemas, tiba-tiba diserang dengan mainan itu. Dia menjerit.

“Ahhhhhkkkk! Jangan pake itu, …. Anjing….ngilu!!” umpatnya. Walaupun dia bilang begitu tetapi tidak melawan. Artinya, itu Cuma ucapan saja, sementara tubuhnya menginginkan.

“Dasar munafik, kalau kepengen bilang aja. Nih, emut lagi!” ucap Arief sambil menjambak rambutnya. Akhirnya Wina sekali lagi melahap batang penis itu, sementara memeknya sedang dipermainkan oleh mainan dildonya.

Suasana di kamar itu makin panas, hanya terdengar suara dildo yang sedang mengobok-obok memek Wina dan suara kocokan kontol yang dilakukan oleh mulut seksinya. Arief sesekali membenamkan kontolnya sedalam-dalamnya ke dalam mulut Wina, sampai mata Wina berair, setelah itu dilepaskan lagi. Wina heran, meskipun Arief menyiksanya, tetapi dia suka. Inilah yang dia inginkan sejak dulu.

Tangan Arief pun bergerak ke payudaranya. Payudara Wina tidak begitu besar. Tak seindah milik Azizah. Tapi tentu saja bulat dan pas di tangan. Arief meremas-remasnya dengan gemas. Dia juga menjepit putting susu Wina dengan kuat membuat Wina menjerit, tetapi karena mulutnya penuh dengan kontol, ia hanya menggumam.

Arief menarik kontolnya setelah cukup lama dioral. Wina lagi-lagi heran, kontol itu masih perkasa dan belum keluar juga. Siapa orang ini?

“Mister Blek, entotin aku dong. Jangan dipermainkan gini,” rengeknya.

“Eh, siapa di sini yang lonte?” tanya Arief.

“Aku,” jawab Wina.

“Ya sudah, ikuti aja kemauanku.”

Arief lalu turun mensejajarkan tubuhnya. Tubuh Wina kini berbaring miring dan berhadapan dengan tubuh Arief. Wina penasaran dengan wajah lelaki yang ada di hadapannya ini, sebab Arief tak membuka penutup wajahnya sejak dari awal mereka bertemu. Ia tersentak saat Arief memaju mundurkan dildo yang sedang menggelitiki memeknya.

Tubuh wanita yang ada di hadapannya ini diperhatikan dengan seksama. Dari atas sampai bawah mulus, tanpa cela. Entah apa yang menyebabkannya sampai sebinal ini. Tapi Arief sudah bisa menduganya. Dia sudah menyelidiki segala hal tentang Wina. Semua berkat bantuan pamannya Raden Panji.

“Kau dulu tidak seperti ini bukan?” tanya Arief.

“Maksudmu? Ehhmm….,” tanya Wina sambil melenguh keenakan.

“Aku tahu kau sering dicabuli oleh ayahmu,” kata Arief.

Wina terbelalak. Ini adalah rahasia terbesar dalam hidupnya, kenapa Arief bisa tahu? Kenapa orang yang dia sebut Mister Blek ini bisa tahu?

“Tak usah khawatir, aku tak akan menyebarkan aibmu. Sesuai janjiku, aku akan membuatmu takluk,” kata Arief.

Wina menelan ludah. “Bagaimana kau bisa tahu? Kau ini siapa?”

“Sudah kubilang, aku bukan siapa-siapa,” ucap Arief. Dia menghentikan aktifitasnya mengocok dildo. Dia tarik mainan seks itu dari memek Wina lalu membuangnya di atas kasur. Arief membelai rambut Wina. “Aku bisa menolongmu dari ayahmu. Aku tahu selama ini kau juga harus melayani ayahmu sendiri saat dia minta. Aku tak bisa menyalahkanmu, sebab sejak kecil kau sudah ketagihan.”

Lagi-lagi tangan Arief menyentuh kulit Wina, dari lengannya, bahu, pinggang, lalu bokong. Wina merinding. Bulu kuduknya berdiri. Tiba-tiba Arief mengecupnya. Jantungnya berdegup kencang. Ini tak biasa. Apa yang sebenarnya terjadi? Wina menggeser badannya mundur. Ia jadi takut terhadap Arief.

“Kenapa?” tanya Arief.

“Tidak… ini tidak benar. Apa yang kau inginkan sebenarnya?” tanya Wina.

Arief mengejarnya, kini dia ada di atas tubuh Wina. Perlahan-lahan bibir Arief mengecup kening perempuan itu. Mengecup pipinya, mengigit daun telinganya. Jantung Wina makin berdebar-debar. Ini tak biasa. Seumur hidup ngentot dengan banyak orang, baru kali ini dia merasa diperlakukan seperti ini dan perlakuan Arief ini terasa lebih nyaman. Arief lalu mendaratkan mulutnya di putting susunya. Ia hisap kuat-kuat, Wina pun melayang.

Tanpa sadar Wina memeluk Arief dengan tangan terikatnya. Apapun yang dilakukan Arief sekarang benar-benar berbeda. This is what her want. This is her dream! Inilah impian Wina, dientot dengan perasaan.

Bangsat! Tidak, sadar Win! Sadaaar! Hati Wina menjerit, tetapi tubuhnya tak berdaya. Kedua tangan Arief kini sudah menguasai susunya. Meremas-remasnya lembut dengan diiringi kecupan dan hisapan. Tak lupa Arief memberikan cupangan di masing-masing buah dadanya.

Vagina Wina sudah banjir. Entah sudah berapa kali dia orgasme sejak tadi. Lalu, sesuatu mulai menggesek-gesek memeknya. Nah, ini dia. Kontol yang tadi dia cari, yang sejak tadi dia inginkan. Tetapi dia takut kalau kontol itu merusak rasa nyaman yang sekarang ini sedang dia rasakan. Entah kenapa dia tak ingin ini semua cepat berakhir.

Kepala kontol itu sedang menggelitik klitorisnya. Memberikan sensasi nikmat dan penasaran. Seperti apa rasanya kalau kontol besar itu masuk.

“Mister, please masukin!” pinta Wina, “aku akan lakukan apa saja asal kau kontolin aku.”

“Kenapa? Kau sudah menyerah?”

“Iya, mister. Aku pasrah. Siapapun kau, punya dendam apa kepadaku atau ayahku, terserah aku pasrah. Kalau kau tinggalkan aku dalam keadaan seperti ini maka aku akan membunuhmu. Tapi kalau kau entotin aku, aku akan takluk. Aku akan berikan apapun,” ucap Wina.

Kepala kontol itu masuk sedikit. Pinggul Wina bergetar.

“Seperti ini?” goda Arief.

“Ouuhhh…. Lagi…. Pleasee!” pintanya.

Arief mendorongnya lagi hingga kepala kontolnya masuk semua. Wina memejamkan mata meresapi kenikmatan sentuhan memek dan kontol itu.

“Lagi, masukin semua. Wina akan berikan servis terbaik,” kata Wina.

“Aku cabut ah,” kata Arief.

Tiba-tiba kedua kaki Wina mengunci pinggang Arief kuat-kuat. “Jangan! Pleassee…. Baru kali ini aku diperlakukan seperti ini. Baru kali ini aku puas berkali-kali. Aku mohon.”

“Kau yang minta,” ucap Arief. Setelah itu dia tusukkan batang kontolnya hingga mentok ke memek Wina. Wina pun melayang. Matanya memutih. Padahal baru masuk, dia orgasme lagi. Pinggulnya gemetar hebat dan memeknya makin becek. Dia memeluk Arief kuat-kuat.

“Amppuuunn….ooohh….. b-besarr…..penuh…. ehhmmm…..!” rengeknya, “aku pipis lagi… anjiiingg… enaaakkk.!!! Ngentot enaak….ahhhh…”

Arief tak menggoyangnya. Wina sudah pasrah dan terkapar. Arief masih belum selesai. Dia memang ingin menyiksa perempuan ini. Akhirnya dia pun menggoyang pinggulnya pelan-pelan dan menusuk dalam. Wina kelonjotan diperlakukan seperti itu. Memeknya masih ngilu tapi diserang lagi dan lagi.

“Misterr… eenaaaakk…. Bangsattt…. Kenapa nggak dari dulu aja kau ngentotin aku?” kata Wina.

Genjotan Arief makin berenergi dan kuat. Suara benturan kedua selakangan mereka memenuhi ruangan. Kamar itu makin panas, sekalipun di dalam ruangan itu ada AC. Wina menggeleng-geleng, tak kuasa sebab Arief kini menciumi ketiaknya dan juga menggelitiki pentil susunya. Bagaimana bisa pemuda ini membuat dia melayang. Di bawah disodok, di atas di serang. Mampus, dia tak kuasa lagi.

“Sudah, sudah dulu… aku pipis lagi…. Ancuuuuuukkk!!!” jeritnya.

Arief menghentikan gerakannya. Dia menarik tangan Wina lalu perlahan-lahan dia lepaskan ikatan tangan Wina. Setelah itu dengan tanpa mencabut kontolnya, dia balikkan tubuh Wina. Perempuan itu benar-benar pasrah. Kini dia menungging dan Arief menggenjotnya dari belakang. Tangan Arief pun menjambak rambut Wina. Wina yang sudah pasrah Cuma mendongak dan merintih keenakan. Sodokan-sodokan Arief sangat mantab dan beberapa kali dia tampar-tampar pantat bahenol Wina.

“Ampuuun…. Aaahhhkk…. Kenapa ngentot bisa seenak ini? Aaahh…..ahh….ooohhh!”

Arief tiba-tiba berhenti. Dia lepaskan jambakan rambutnya, Wina agak kecewa. Tetapi yang dilakukan setelahnya membuat Wina sedikit terkejut. Arief mendorong tubuhnya, sehingga mereka turun dari kasur.

“Aku haus, kita ke dapur dulu cari minum,” ucap Arief.

Wina mengangguk saja. Kedua kelamin mereka tidak lepas, masih menancap dan Wina sesekali masih didorong oleh Arief. Kedua insan itu berjalan hingga menuju dapur, Wina membuka kulkas dengan pantatnya masih digenjot oleh Arief. Dia ambil minuman jus jeruk yang ada di dalam botol. Arief menerimanya, lalu meminumnya. Arief menyisakan sedikit, setelah itu ia menarik leher Wina agar wajahnya mendekat lalu memberikan minuman yang ada di mulutnya ke mulut Wina. Terjadilah transfer air minum dari mulut Arief ke mulut Wina. Wina menerimanya dengan senang hati. Ini di luar perkiraannya. Gaya bercinta macam apa ini?

Kedua tangan Arief lalu beralih ke buah dadanya. Wina kembali disodok di dapur dengan kedua tangan bertumpu pada meja dapur. Kontol itu seakan-akan tak ada matinya, terus menggenjotnya tanpa henti.

“Aku mau muncrat,” ucap Arief.

“Iya, keluarin aja. Pejuhin aku,” kata Wina.

Arief menggoyang dengan cepat lalu yang dinantikan pun tiba. Semburan sperma yang dinantikan Wina pun terjadi. Berakhirkah?

Arief masih menancapkan kontolnya. Belum dilepas sekalipun semprotan terakhir sudah dia keluarkan tadi. Dia lalu mendorong tubuh Wina lagi. Mereka berjalan dengan kontol masih menancap di memek. Kini Arief dan Wina menuju ke pintu.

“Kau mau apa?” tanya Wina.

“Kita kentu di luar,” jawab Arief.

“Hahh??” Wina terkejut, tetapi dia menurut. Ada sensasi aneh yang dia rasakan saat Arief mengatakan hal itu. Dengan kelamin masih menyatu, keduanya kini sudah keluar dari rumah dan berada di teras.

Arief memutar tubuh Wina, lalu mengangkat satu kakinya setelah itu mendorong Wina hingga menempel di salah satu pilar yang ada di teras. Arief langsung menggenjotnya lagi. Kontolnya yang setengah tegang pun kini dipaksa untuk tegang lagi. Nggak susah bagi Arief, dia pun kini sudah menggenjot Wina sekali lagi.

Tentunya apa yang dilakukan keduanya ini akan terlihat oleh orang yang lewat lalu lalang di jalan. Hal itu tambah membuat Wina berdebar-debar. Dia tak pernah melakukan hal seperti ini sebelumnya. Dan tentu saja Arief ini orang yang cukup gila.

“Gimana sensasinya? Kalau misalnya ada orang yang lewat?” tanya Arief.

“Brengsek kau. Tapi aku suka, terus… ohhh…. Ohh….”

Setelah beberapa saat mereka melakukan aktivitas tersebut, ada mobil lewat. Arief tak mempedulikannya. Wina berdebar-debar kalau-kalau orang tersebut melihat mereka.

Arief menyudahi aksinya. Tiba-tiba ia mencabut kontolnya sehingga terdengar suara ‘plop’ dari memek Wina. Arief melepaskan kaki Wina sehingga Wina langsung lemas dengan napas terengah-engah. Arief langsung mencium bibir Wina, lalu menariknya ke halaman. Dia mendorong Wina hingga ke pagar besi, setelah itu Wina ditempelkan ke pagar tersebut. Susu Wina sekarang berada di antar pagar, kedua tangannya berpegangan di teralis pagar, kemudian posisinya menungging. Arief lalu kembali menyodoknya.

“Aahhh!!” rintih kedua insan ini.

Kalau saja ada orang lewat sudah pasti akan terlihat kedua insan lain jenis sedang ngentot. Wina sudah tak mempedulikan itu. Entah sudah berapa kali dia orgasme, rasanya dia benar-benar lemas, mana Arief masih terus menggenjotnya lagi dan lagi. Dan benar saja. Beberapa pengendara motor lewat dan menyaksikan mereka. Anehnya, Wina tak merasa malu ataupun jengah, justru pengendara motor itu yang merasa jengah melihat mereka.

“Kamu suka ya dilihatin orang pas lagi ngewe?” tanya Arief.

“Iya,….suka,….ah….ahhh,” ucap Wina.

“Win, aku mau keluar lagi. Tampung spermaku di rahimmu ya,” kata Arief.

“Iya, pejuhin aku! Ayo..!!”

Arief makin cepat menggoyang pinggulnya bahkan Wina dengan sisa-sisa tenaganya ikut menggoyangkan pantatnya hingga akhirnya gelombang orgasme datang lagi. Bersamaan dengan Arief pun menyemprotkan spermanya lagi. Milyaran sel sperma itu berebutan masuk ke rahim Wina. Wina sudah tak peduli lagi kalau misalnya sperma itu akan membuatnya dibuahi, yang jelas ia merasa nikmat dan otaknya sekarang dipenuhi dengan endorphin. Wina tersenyum puas, lalu gelap dan lelap. Wina pingsan karena kehabisan tenaga.

Hari sudah malam saat Wina terbangun. Tubuhnya masih telanjang, tetapi dia sudah ada di kamarnya dengan tertutup selimut. Badannya rasanya segar. Padahal kemarin dia baru saja dientot. Dia meraba memeknya, lengket. Diusapnya cairan yang ada di memeknya itu lalu dia cium. Bau sperma yang cukup menyengat. Tak pernah disangka dia takluk kepada lelaki itu. Di nakas ada secarik kertas. Ada sebuah pesan di sana bertuliskan, “Aku akan menghubungimu nanti”

Dada Wina berdebar-debar. Ini tak pernah terjadi kepada siapapun sebelumnya. Baru kali ini dia telah ditaklukkan oleh seorang lelaki. Apakah dia telah jatuh cinta? Apakah ini yang namanya cinta? Cinta karena dientot?

* * *​

Dedaunan bersenandung dengan diiringi para orkestra angin. Alunan melodinya bisa memberikan kengerian di malam yang gelap, dingin dan mendung. Agaknya iklim telah mengkhianati bulan, sehingga kemarau tak terasa, hujan juga tak menyapa. Kegamangan langit memberikan selimut mendungnya, berlanjut menyeruakkan memori-memori yang tersisa.

Jannah masih terlelap dalam mimpinya. Kali ini mimpi tentang masa lalunya. Dia selalu teringat tentang perjumpaannya dengan Arief. Ingat pertama kali saat mereka dekat. Mereka sering berdiskusi tentang masalah agama. Arief, seorang pemuda yang sangat cepat belajar. Jannah pun kagum kepadanya, tetapi bulan-bulan itu bukanlah bulan-bulan yang membuat Jannah tenang.

Hari demi hari dia menunggu Thalib untuk menjemputnya, memenuhi janjinya, tetapi tidak juga datang. Dan harapannya terhadap Thalib pun pupus, ketika tak ada kabar dan sulit dihubungi. Seolah-olah Thalib menghilang begitu saja.

Jannah mencoba untuk mencari Thalib ke kostnya, tapi tak ada. Hingga akhirnya Jannah putus asa. Dia ingin keluar kota mencari Thalib, ke rumahnya. Sayangnya tak ada biaya. Apa yang harus dia lakukan?

Hujan turun hari itu tanpa diperintah. Jannah masih duduk di halte bus, termenung memikirkan Thalib. Kalau misalnya dia gunakan uang kuliahnya untuk pergi menemui Thalib, itu sama saja dia telah berbohong kepada orang tuanya. Kalau pun dia kerja, kerja apa? Kerja serabutan? Tapi itu akan memakan waktu, sedangkan dia akan mengerjakan skripsi.

Sore itu mungkin sore terburuk baginya, tetapi sore itu pula dia mendapati seorang lelaki melindungi dia dari semburan percikan air saat ada mobil yang melintas. Jannah kaget dan nyaris melompat. Saat itulah dia sadar ada sebuah payung yang melindunginya. Kepalanya mendongak dan melihat Arief melindunginya dari percikan air.

“Mbak nggak papa?” tanya Arief.

Somehow, menurut dia, Arief terlihat beda hari itu. Seperti malaikat penolongnya. Tidak banyak yang tahu kalau pemuda ini ganteng, low profile dan cerdas. Terlihat dari setiap pengajian yang mereka ikuti, Arief selalu aktif bertanya. Kata teman-temannya juga Arief juga sangat aktif dalam mengikuti pengajian, tapi sampai sekarang dia tidak pernah mau diajak untuk ikut ekstrakurikuler rohani.

“M-makasih, Mas,” kata Jannah.

Terlihat bajunya Arief kotor akibat percikan air tadi. Jannah merasa iba. “Mas bajunya kotor.”

“Ah, nggak papa. Kotor ya dicuci. Nih, payung kalau mau pinjam,” ucap Arief sambil mengulurkan payungnya.

“Lha, mas sendiri?” tanya Jannah.

“Gampang, cowok nggak takut hujan,” jawab Arief.

Jannah tertawa kecil.

“Kenapa ketawa?”

“Aneh aja. Kalau takut hujan, kenapa mas bawa payung?”

“Agar bisa nolong orang yang takut hujan seperti mbak.”

“Heleh, ngerayu.”

Arief terkekeh. “Mbak Jannah ngapain di sini? Ngelamun pula.”

Jannah mendesah. Kembali dia teringat dengan Thalib. Dia menggeleng. “Nggak ada apa-apa kok.”

Arief lalu duduk di bangku halte. “Cerita saja kalau mau, aku akan dengerin.”

“Enggak usah. Aku nggak mau ngerepotin, mas.”

“Sama sekali nggak repot. Daripada bengong sambil nunggu hujan reda.”

Jannah tersenyum tipis. Dan bagi Jannah yang sekarang sedang dirundung resah, ia pun akhirnya menyerah. Lagipula menurutnya Arief ini orangnya baik.

“Maaf, mas bisa bantu aku?” tanya Jannah.

Arief menoleh ke Jannah. Kepala mengangguk-angguk. “Bantuan apa?”

“Aku minta bantuan, sebab mas aku lihat orangnya baik, low profile dan tidak banyak tingkah. Lagipula masnya dekat dengan ustadz Hamzah,” kata Jannah.

“Oke, teruskan!”

“Aku ingin mas pinjemi aku uang. Aku ingin pergi ke suatu tempat,” kata Jannah.

“Kemana?”

“Ada deh, bisa nggak?”

“Bisa, tapi aku harus ikut.”

“Kok gitu?”

“Lha, siapa juga yang rela meninggalkan mbak sendirian. Kalau nanti terjadi sesuatu?”

“Iya, tapi…”

“Sudah… urusan mbak, aku tak mau tahu. Tapi setidaknya kalau pergi ke suatu tempat, mbak harus butuh teman. Dan rasanya…aku yakin ini urusan sangat pribadi.”

Jannah mengangguk.

* * *

================= di bawah lanjutannya ================
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd