Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA RAKA dan MITA ( Kisah Pemuas Keinginan Orang orang Dewasa )


Bagian XVI


Mita kini berbaring disampingku. Puas rasanya mengantarkan dia ke puncak kenikmatan. Puncak kenikmatan dambaan setiap insan perempuan.

Kupandangi wajah ayu yang memerah terpejam. Nafasnya mulai teratur, gelinjang kontraksi kecil di perut dan pinggang pun telah menghilang. Pelan pelan ia membuka matanya, kusambut dengan senyum bahagia.

Hihihi

Mita tertawa lirih

Lalu menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, menyembunyikan wajah yang merah merona bahagia.

" Kok ditutupi ? "

" Malu, hihihi "

Kulihat diantara celah celah jemarinya, mata Mita berbinar indah bahagia

" Nggak usah malu, kan sama aku "

Lembut ku ucapkan pada telinga Mita sambil pelan kugeser satu telapak tangannya agar tak menutupi wajah ayunya.

" Ih.. malu sayang, hihihi "

Mita berbalik tengkurap membelakangiku, wajahnya ia benamkan pada bantal.

Tubuh tinggi semampai itu kini terekspos dari kepala sampai ujung kaki. Rambut hitam lurus panjang menutup sebagian punggung yang telanjang. Tidak ada kain yang menutupinya kecuali di bagian pantat, kain segitiga motif pelangi begitu serasi menutupi pantat Mita yang seksi. Kenyal padat keras khas perempuan perempuan penanam padi.

" Sayang geli... Hihihi "

Begitu Mita bereaksi.

Saat kubelai lembut tubuhnya ini. Lucunya lagi ia kembali menangkupkan telapak tangannya pada wajahnya yang sudah terbenam pada bantal. Persis seperti kelakuan Dewi, saat dia kusetubuhi ketiga kali.

Lagi lagi bersama Mita, terlintas di benakku bayangan Dewi. Dewi dan Mita sosoknya tak jauh berbeda, garis wajahnya pun hampir sama. Paramita Dewi itu nama Dewi, Dewi Paramita adalah nama lengkap Mita.


Dia Mita Raka bukan Dewi, kesadaran itu mengingatkanku. Aku menghela nafas panjang, tersenyum dalam kegetiran.


....................


Baiknya malam ini segera diakhiri, biar berakhir seperti pelangi, yang indah menghias langit usai hujan di sore hari.

Lembut ku peluk tubuh Mita, ku singkap rambutnya lalu kucium bahunya, pelan kubisikan padanya.

" Mau lagi... "

Mita bergidik geli.

" Malu ah, jangan nanya gitu.. "

Ya udah, kamu mau, itu kesimpulanku.

Cup..cup....cup...

Kukecupi pudak Mita, merambat naik ke leher belakang, rambut halus di leher jenjang bertemu dengan bibirku. Tubuh Mita tersentak ringan.

" Hihihi, geli sayang "

Kuteruskan, dengan lembut dan pelan menyusuri lehernya yang jenjang, kuteruskan dengan kecupan kecupan sayang.

Cup.... Slurp...

Tidak hanya ku kecup, lidahku mulai nakal menyapu area belakang telinga Mita. Kembali tubuh Mita tersentak ringan.

" Ah.. geli sayang.. "

Kembali ku kecup, terus kusapu area sensitif itu. Mita kegelian, semakin membenamkan wajahnya kedalam telapak tangan.

" Sayang dinikmati .. "

Bisikku sambil menggeser telapak tangannya dari wajahnya, mengarahkanya ke kanan kiri bantal.

Cup..

Dia pasrah, dia nurut, kukecup pipi Mita yang merona merah.

Pundak, punggung telanjang itu benar benar aku manjakan. Kecupan sapuan di iringi dengan merdu desahan desahan pelan. Jari jemari tanganku pun tak tinggal diam, aktif menstimulasi tubuh yang semampai. Pelan merambat, berkali kali, sampai akhirnya.

" Sayang dilepas ya ... "

Jemariku kini telah sampai di pinggiran kain segitiga motif pelangi. Mita diam tak memberi jawaban, dia hanya sedikit mengangkat pantatnya, menyilahkan aku melolosinya.

Srtt....

Lepas.

Ujung CD bermotif pelangi itu benar benar basah, dengan lendir yang menghias. Akupun tak tahan, kubebaskan batangku dari kungkungan, kita berdua kini telanjang tanpa selembar benang.​


..........................................​


Rasa malu yang tadi sempat menghinggapi telah beranjak pergi. Kubiarkan Raka melolosi CD motif pelangi yang kupakai.

Tanpa selembar benang, Raka membimbing tubuhku yang telanjang, terlentang, diatas pembaringan. Dengan lembut ia mengaturku, memastikan tubuhku mengangkang diatas ranjang.

Senyum manis dari bibir pujaan hatiku merekah menyambutku.

" Sayang cium.. ", pintaku pada Raka, kekasih hatiku.

Aku merindukan kehangatan, merindukan keintiman. Tanpa ragu ia berikan apa yang kumau. Bibirku dan bibirnya kini menyatu, bercumbu.

Ya Tuhan inikah rasanya... Indahnya bercinta...

Raka tak berhenti, bibirnya, lidah, jari jemarinya tak henti memanjakan diriku ini. Merambat dari atas kebawah, menyapu setiap area sensitifku, membuat bergetar semua ujung syarafku.

Kurasakan setiap sentuhannya, kunikmati semua momentnya, kuresapi sampai kedalam hati. Kini aku tengah berlayar di luasnya lautan birahi.

Perlakuan bibir dan lidah Raka pada perut dan pusarku membuat tubuhku semakin merinding. Elusan, gelitikan jari jemari Raka di area segitigaku, membuat semakin keras clityku, membuat semakin berkedut celah vegyku.

" Sayang sudah... " , pintaku sambil terengah, tanganku berupaya mengangkat wajahnya.

" Please .. masukin .... ", harapku, saat pandangan kami bertemu.

Kuharap ia mengerti, aku merindukan penyatuan ini terjadi. Tapi nyatanya, ia menggeleng, hanya tersenyum, sorot matanya mengatakan tunggu sebentar.

" Raka...!! "

Aku tersentak, menjerit, bibirku keras mengucapkan namanya, spontan kujambak rambut Raka.

Tiba tiba kurasakan, lidah kasar Raka menyapu ujung mecky, tanpa basa basi menyapu clity yang sedari tadi telah mengeras mengintip dari tempatnya bersembunyi.

Bukan hanya sekali, tidak hanya menyapu, lidah dan bibir Raka kini berkolaborasi intens menyiksa clity, daging mungil yang mengeras diujung mecky. Di cium, di kecup, disapu, dihisap dengan kasar atau lembut, cepat pelan, acak tak beraturan.

Tak hanya disitu, telapak, jari jemarinya memanjakan payudara dengan remasan dan pilinan pada pucuknya.

Sensasi yang kudapat, berkali kali lipat lebih dasyat dibanding saat aku onani, memuaskan diriku sendiri.

Aku tak sanggup mengontrol tubuhku lagi, tak tahu lagi apa yang terucap dari bibir ini.

Siksaan yang bertubi tubi, hantaman gelombang birahi yang dasyat ini, tak lagi terkendali, tak sanggup kubendung lagi.

" RAKAHH.....!!! "

Dan aku selesai, terdampar, terkapar di pantai kenikmatan duniawi yang tiada bertepi.​



.......................................​



Aku tergagap, terperanjat, terbangun dari tidurku. Kulihat jam dinding menunjukan waktu pukul delapan pagi. Aku mendesah, merasa bersalah, mengapa aku tak terbangun lebih pagi.

Ini bakal jadi sejarah, pertama kali aku bolos dari sekolah.

Mita masih terlelap dalam tidurnya, wajahnya begitu damai, nafasnya teratur tenang, pasti dia kecapekan. Kecapekan karena ulah kita berdua. Tiga kali ia mencapai puncak kenikmatan dan yang terakhir bersamaan denganku,

Ah.. bodohnya aku ...

Bayangan Dewi yang melekat pada Mita membuatku tak mampu mengendalikan diri. Aku yang takut kehilangan, aku yang terbawa perasaan dengan sengaja, sembrono, mengalirkan air kehidupan pada rahim Mita.

Egoku berkata, kalau itu jadi, rekening dan usahaku pasti cukup untuk hidup kita bertiga. Tapi aku lupa, Mita juga punya cita cita, bukankah keadaan itu bisa menghancurkan cita cita Mita. Betapa egois aku ini.

Maafkan aku sayang..

Kusesali, kupeluk tubuh Mita yang masih terlelap tertidur tanpa selembar benang.

Ya Tuhan jangan biarkan itu jadi. ...

Walau sangat aneh, kupanjatkan dengan tulus pada Illahi.



Tok... Tok... Tok...


Samar kudengar pintu rumahku di ketuk. Siapa dia yang datang pagi ini, pak RT kah, bukannya dia pagi begini tengah ke kantor bekerja atau mbak Silvi cewek depan rumah yang sering menggoda atau jangan jangan tante Hilda.

Bodo amat siapapun dia aku tak peduli. Bahkan jika itu tante Hilda akan kuhadapi, akan kubongkar kebusukan suaminya yang hanya memanfaatkan Mita.

Degh..

Terkejut aku saat membuka pintu.

Ngapain Mita pagi pagi berdandan seperti itu, berkebaya putih bak seorang putri. Mau karnaval Agustusan, ah ada ada saja bidadariku ini.

Mita yang memunggungiku berbalik kepadaku.

" Dewi.. !! "

Aku tersentak kaget.

Dia bukan Mita, dia Dewi, kekasih hatiku yang telah pergi kini datang lagi. Betapa bahagia hatiku ini.

Aku tidak peduli dengan situasi, langsung menghambur memeluk Dewi, jikalau suaminya marah akan kuhadapi. Tanpa ragu ragu, tanpa malu malu, kucurahkan segala rasa rinduku dengan memeluk hangat tubuh kekasihku.

" Masuk yuk.. " ajakku

Dewi hanya tersenyum mengikuti langkahku, duduk di sofa rumahku.

" Kamu sama siapa sayang ", tanyaku sambil terus memandangi wajah cantik Dewi kekasihku.

" Sayang.. " ucap Dewi.

Bocah balita yang baru belajar berjalan sambil tertawa ceria tertatih tatih mendatangi Dewi.

" Ma..ma.. " ucapnya.

Dewi menangkap, memeluk, menciumi pipi gadis kecil itu. Dua insan itu terlihat begitu bahagia. Aku takjub, tertegun melihatnya, entah kenapa aku ikut bahagia melihat interaksi mereka berdua.

Kusodorkan tanganku pada gadis mungil itu, tanpa ragu gadis kecil itu menyambutnya, kemudian berpindah dalam gendonganku.

" Pa..pa.. " ucapnya kepadaku.

Aku tersenyum kuciumi pipinya yang gembul lucu.

" Cantik..banget...sih..kamu..ini "

Gadis kecil itu hanya tertawa tawa, maklum dia belum bisa bicara. Aku gemes, betul betul gemas dengan mahkluk mungil cantik ini.

" Anak..siapa..sih... "

Kugoda gadis mungil itu, lagi lagi ia hanya tertawa tawa.

" Anakku lah, masak sepupuku.. "

Dewi menyela dari seberang dapur sana.

Aku tahu ia sedang menyindirku, dia pernah memergokiku saat aku sedang bercumbu dengan mbak Mawar istri pamannya. Sambil tetap mengelus punggung gadis mungil yang tertidur di gendonganku, aku diam merasa bersalah.

" Rumahmu rapi ya.. " ujar Dewi sambil menyajikan nasi goreng di hadapanku.

Nasi goreng yang sama buatan Mita, baik aroma maupun rasanya.

" Pacarmu yang rapiin rumah ini " tanya Dewi lagi.

" Kamu kok tahu rumahku, siap yang ngasih tahu ? " Tanyaku

" Ada deh..., ish.. kebiasaan ya mengalihkan pembicaraan "

Kembali Dewi bertanya.

" Pacarmu sering nginep disini ya ? "

Tanpa basa basi ia berdiri, beranjak mendekati kamar tamu, kamar Mita. Jantungku berdebar, aku kuatir, sangat kuatir.

" Wi, jangan gitu dong, please duduk di sini lagi ", Bujukku.

Aku tak ingin pagi bersama Dewi berantakan karena ia memergoki keberadaan barang barang Mita yang ada di kamar tamu.

Ckleck.....

Pintu kamar tamu itu dibuka Dewi, lalu masuk kamar itu tanpa ragu.

" Sayang.. !! ", teriak Dewi.

Dari dalam kamar tamu Dewi memanggilku. Habis sudah hatiku, ia tak akan pernah lagi memaafkanku.

Ahh....

Sambil menunduk aku melangkah, aku menyerah, kurasa pagi yang indah usai sudah.

Pandanganku pada Dewi terhalang pintu almari yang terbuka. Almari tempat barang pribadi Mita berada. Jika semalam kami tidak bercinta, aku pasti berkilah Mita hanya teman biasa. Kenyataannya..

Ah sudahlah.. aku hanya pasrah..

Trala.....

Dewi muncul dari balik pintu almari, tersenyum ia padaku, entah kemana kebaya putihnya, kini tubuh telanjangnya hanya berbalut kain pantai.

" Sayang terimakasih ya, kamu udah siapkan semuanya, berarti boleh dong aku sering nginap disini, hihihi "

" E.ee.e.. "

Aku tergagap, bingung mengapa Dewi tidak marah, terlihat cemburu pun tidak, malah tersenyum cerah. Bukankah di dalam almari itu terdapat barang barang pribadi Mita, bahkan aku yakin daleman Mita pun pasti tertata rapi disana.

" Sayang nggak kangen aku, hihihi " tangan Dewi membuka menunggu pelukanku padanya.

Aku menghambur, memeluk erat dirinya. Pipi, mata, kening, hidung, bibir, dagu tak luput dari kecupanku. Dewi tertawa geli menerima perlakuanku itu.

" Udah sayang udah, geli ih, hihihi ", ia berusaha menjatuhkan wajahku dari wajahnya.

" Ih kelakuannya itu lo nggak berubah kayak bocil kangen sama ibunya, hihihi "

" Biarin, aku kangen banget sama kamu Wi ", kataku sambil menahan malu.

" Sayang kamu tetap sama, nggak berubah padaku, terimakasih ya.."

Kata kata Dewi diakhiri dengan pertemuan bibir kami. Kurasa bibir dan lidahnya semakin pintar, mungkin dengan juragan kelapa ia belajar.

Aku larut dalam kerinduan, dua bibir bersatu saling mencurahkan, tidak perlu kata yang harus diucapkan, hanya rasa yang saling bertautan.

Kuangkat sedikit pantatku membiarkan Dewi melepas celanaku. Telaten, telaten sekali Dewi memanjakan batangku. Tangannya, jarinya, bibirnya lidahnya sangat pintar menyenangkanku. Dewi bukan lagi gadis yang lugu, yang dahulu pernah tiga kali aku cumbu. Dia menjelma sebagai Dewi Kenikmatan yang penuh rangsangan, yang membuat diriku belingsatan.

Terlihat erotis, begitu seksi, cara Dewi melepas CD motif pelangi. Tanpa ragu, tak ada lagi malu seperti dulu, ia beranjak ke atas tubuhku, menyingkap kain pantai yang ia kenakan, mempertontonkan penyatuanku dengan dirinya.

Bleess...

" Ah... Sayang tambah gede aja.. ", ia mendesah pelan, mengungkapkan apa yang ia rasakan.

Aku merasakan hal yang sama, masih sempit, licin dan menjepit. Memang milik Dewi tiada duanya. Ah tidak ini rasanya sama, persih seperti celah kenikmatan Mita, sama sekali tidak berbeda, sempit licin dan menjepit. Dua duanya sama, semuanya juara, membuatku terbang ke angkasa.

Kecipak peraduan dua pasang perkakas kenikmatan yang saling merindukan, semakin intens, semakin merdu terdengar. Di iringi desahan leguhan bibir dua insan yang saling mencintai, membuat semua tidak tertahan lagi.

" Sayang keluarin yuk... Sama sama ya ", pinta Dewi.

Kenikmatanku telah berkumpul diujung sana, menunggu hentakan dan remasan, jika itu terjadi dapat dipastikan mereka akan keluar berhamburan. Dan ....


" SAYANGSHH.... !!! "


Semua berpadu, semua menyatu, didalam hangatnya celah kenikmatan. Segala cinta dan kerinduan sempurna tersatukan. Basah peluh tubuh, bukan lah penghalang untuk hangatnya pelukan.

" Sayang kamu jangan pergi lagi ya " pintaku pada Dewi.

Dewi hanya tersenyum, ia terlihat bahagia. Tangannya mengusap peluhku, perlakuanku pun sama padanya.

" Aku, kamu dan si mungil, oh ya siapa namanya sayang ? "

Dewi lagi lagi tersenyum, pelan jelas ia berbisik padaku.

" Dewi Rakanita "

" Sayang.. !!!! "

Aku terkejut.

Aku melompat telanjang dari pembaringan, kucari gadis mungil yang cantik itu, di ruang tamu tak kutemui, di ruang TV dia tak kudapati. Setiap sudut rumah aku jelajahi, tetap nihil buah hatiku tidak kujumpai.

Aku menunduk, lunglai duduk di sofa ini....

Tawa renyah gadis mungil itu membangkitkanku. Dia sudah berada dalam gendongan Dewi kekasihku. Entah kapan ia telah kembali berkebaya seperti saat datang ke rumah ini.

Aku tertawa menghambur memeluk mereka berdua.

" Nita, gendong papa yuk sayang "

Aku memohon pada gadis mungil itu, tapi ia hanya tertawa, ia tetap nyaman memeluk ibunya.

" Papa kangen, kangen Nita, gendong papa yuk sayang .."

Aku memohon lagi, tak terasa air mataku menetes Aku merasa bersalah, merasa berdosa, teganya aku menelatarkan buah hatiku yang cantik dan lucu.

" Ayo dong sayang, gendong kayak tadi "

Sekali lagi aku memohon, aku menghiba, memohon Nita berpindah ke dekapanku. Lagi lagi anakku, buah hatiku hanya tertawa ceria, ia tak mau lepas dari pelukan ibunya.

Ya Tuhan inikah hukuman untuku...

Dalam diam, dalam penantian, menunggu buah hatiku mau kembali memelukku, air mataku semakin deras membasahi pipi.

" Sayang sini.. " Dewi tersenyum mengundangku.

Terisak, ku peluk dua perempuan yang sangat kucintai, aku menyesal, sangat menyesal telah meninggalkan.

" Raka jangan bersedih, kalau Raka sedih kita berdua juga sedih, iya kan Nita sayang "

Nita seperti mengerti apa yang dikatakan ibunya. Sambil cemberut ia mengusap usap pipiku.

" Cium sayang, biar papa senang " bisik Dewi pada buah hatiku

Muach....

Lagi lagi Nita seperti mengerti, bibir mungil itu mencium pipiku, air liurnya kini berpadu dengan lelehan air mataku. Ia terkekeh tertawa, kemudian kembali memeluk ibunya.

Aku menangis, memeluk mereka dengan bahagia.


" Cemburu.. ", tanyaku sambil tertawa.

Tangan gadis mungil itu mendorong wajahku, sepertinya ia tak rela aku mencium pipi ibunya.


" Ya udah, kalau gitu cium kakak cantik boleh "

Muach..

Kudekati buah hatiku, walau bersembunyi di pelukan ibunya, ia tak menolak ku cium pipinya yang lembut dan tembem. Betapa bahagianya aku.

" Raka sudah dewasa, bukan anak SMP kelas tiga, jangan sedih lagi ya.. "

Suara Dewi tidak lagi seperti suara kekasihku, suaranya hangat seperti suara ibuku.

" Kamu nggak perlu kuatir lagi, aku dan buah hati kita telah bahagia "

Mulutku terkunci, terdiam, menganga, tak sanggup berkata apa apa.

" Aku pamit pulang ya.. "

Kamu pulang kemana, balik ke juragan kelapa, jangan, aku nggak mau bangsat itu memukulmu lagi. Tak sanggup bibirku terbuka untuk bicara, semua hanya bersliweran di benakku begitu saja

" Raka nggak usah kuatir, juragan kelapa tidak bisa lagi menyentuhku. Lagian aku juga punya malaikat kecil pelindungku, yang menjagaku setiap waktu, iya kan sayang "

Nita tertawa saat Dewi mengelus elus punggungnya.

" Oh ya jaga dia seperti kamu menjagaku "

Aku bingung, nggak ngerti apa maksud Dewi.

" Sayang boleh kan papa punya mama lagi, hihihi ", tanya Dewi pada Nita.

Buah hatiku hanya tertawa tawa, ia terlihat begitu bahagia.

" Nah iya kan anakmu tertawa, boleh artinya, hihihi "

Aku mulai jengkel dengan kelakuan dua cintaku itu, bisa bisanya seenak hati mereka mengaturku. Nggak bisa, yang aku mau sama kalian saja, protesku. Lagi dan lagi mulutku ini terkunci.

" Ya udah kami pulang ya, sayang kiss bye papa dulu "

Muach...bibir kecil putriku mengeluarkan suara itu.

Dewi jangan pergi ! Nita jangan pergi ! rumah kita disini. !!. Aku mencoba teriak tapi mulutku terkunci, aku berusaha menggapai tapi tangan dan kaki tak mampu bergerak seakan terikat tali. Please jangan pergi, aku merintih pedih sendiri, meratap, menatap mereka yang melangkah pergi.

" Oh ya sayang aku belum menjawab pertanyaanmu.. "

Tepat di depan pintu Dewi berbalik arah kembali kepadaku. Aku bersorak gembira melihat keajaiban yang ada.

" Yang memberi tahu aku alamat rumahmu, cewek yang tidur di kamarmu, hihihi "

Degh..

Mita...

Itukah alasanmu pergi dariku, membawa buah hati kita menjauh dari rengkuhanku. Sempat kusesali apa yang semalam terjadi, tapi apa boleh buat itulah kenyataan yang telah terjadi. Dewi maafkan aku, kalian jangan pergi.

" Sayang janji padaku, sayangi dia, jagai dia, cintai dia seperti semua yang pernah kau lakukan padaku "

Cup.. Dewi mengecup bibirku.

" Sampaikan salamku padanya, aku selalu bahagia bersama dia. Dan aku akan lebih bahagia disana jika dia bersatu dengan dirimu "



Dengan nafas terengah, aku berlari. Beberapa kali jatuh, aku bangkit lagi dan berlari. Kereta Kencana yang membawa Paramita Dewi dan Dewi Rakanita tak mampu aku kejar lagi, pergi, menghilang dari pandangan.


Cintaku telah pergi lagi, entah kapan mereka akan kembali.


Aku marah, aku tak terima mengapa kebahagianku pergi secepat ini.



Tuhan begitu besarkah dosaku padaMu, hingga engkau layak menyiksa diriku seperti itu...



.................​
 
Terakhir diubah:
Wow, Dewi bikin penasaran nih


Datang tiba tiba pakai kebaya putih, serius nggak salah kostum bro @123paijo ?


Pulangnya naik kereta kencana, rasanya benar benar anak sekolah mau berangkat karnaval Agustusan, cerita ini settingnya bulan apa ya ?

Memang anak sekolah boleh punya anak ?

Kok jadi aneh, nggak realistis seperti biasa ya ?

Btw trims updatenya @123paijo

Jadi mikir gue πŸ€­πŸ€”πŸ€”πŸ€”πŸ€”
 
Wow, Dewi bikin penasaran nih


Datang tiba tiba pakai kebaya putih, serius nggak salah kostum bro @123paijo ?


Pulangnya naik kereta kencana, rasanya benar benar anak sekolah mau berangkat karnaval Agustusan, cerita ini settingnya bulan apa ya ?

Memang anak sekolah boleh punya anak ?

Kok jadi aneh, nggak realistis seperti biasa ya ?

Btw trims updatenya @123paijo

Jadi mikir gue πŸ€­πŸ€”πŸ€”πŸ€”πŸ€”
Idih, serius amat bray @12bebeb34 😁😁😁

Santai bray, cerita masih on the track kok, harus realistis dan yang pasti harus ada alasan di setiap perbuatan.

Walau mungkin alasannya sedikit mengada ada, la Wong namanya juga cerita, fiksi alias tidak nyata

Trims bray komentarnya
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd