Cerita 020
Dua hari sudah Puput berada di kasur rumah sakit. Duduk sambil menatap jendela kamar rumah sakit yang berada di lantai 5. Pandangannya menatap pemandangan langit cerah dari luar sana, terlihat cukup silau namun sedikit menenangkan hati Puput yang sedang sangat gelap pasca insiden bertubi2 beberapa hari lalu.
Setelah kemarin Arman serta bapak kos mendobrak masuk, Puput pingsan karena kaget disertai tubuhnya yang tidak kuat karena tidak mendapatkan nutrisi selama 3 hari berturut2. Ia langsung digendong keluar oleh Arman untuk segera diberikan pertolongan. Beruntung siang itu indekos sedang sepi karena bnayak penghuninya yang rata2 karyawan sedang pergi bekerja. Jadi tidak ada penghuni kos yang memperhatikan atau kamera ponsel yang menyorot kejadian tersebut.
Tubuh lemah Puput juga berangsur membaik setelah diberikan perawatan secukupnya oleh pihak rumah sakit. Sehari setelah ia siumat pun banyak dari teman2nya yang berdatangan menjenguk. Mulai dari Jessica dan Marina yang membawa banyak makanan, Dewi, Citra, Yuli, dan Annisa yang membantu merapihkan serta membawa barang keperluan Puput ke rumah sakit. Padahal jelas Puput mengatakan bahwa dirinya sudah tidak apa2 dan tidak perlu sampai membawa hampir seluruh pakaian Puput.
“Thank you ya kawan2. Sorry banget gw ngerepotin lo2 pada…” ucap Puput dengan suara yang masih sayu dan lemah.
“Gapapa Beee. Namanya temen kan harus saling ngebantu. Lagian kita tuh lega lo gak kenapa2 akhirnya.” jelas Jessica memotong sebuah apel.
“Iya tau, kita kira lo tuh udah gimana gitu semenjak kemaren. Kalo ada apa2 plis banget Be lo ngabarin kita2. Kita tetep ada ko buat lo…” sambung Marina mengelus tangan Puput yang masih terlihat sedikit kurus kering.
“Emmm iya, maap ya gengs.”
Puput memberikan senyumannya kepada teman2nya disana. Betapa beruntungnya ia masih memiliki teman2 yang masih mempedulikannya sampai saat ini. Kejadian kemarin cukup membuatnya terpukul sampai2 ia tidak memikirkan apa yang akan dilakukan selanjutnya dan siapa yang ia miliki. Perlahan air matanya kembali membasah di pucuk kelopaknya setelah berwisata masa lalu disaat memikirkan kembali gelapnya insiden2 itu.
“Put, kenapa lagi?” tanya Jessica menghampiri Puput perlahan.
“Be… kenapa ya idup gw lagi sial banget? Gw kira itu semua udah berhenti pas gw waktu itu…. gw kira udah kelar semua ketika gw pergi dari situ kan…. tapi ternyata semuanya balik lagi ngehantem gw sekarang kayak gini…. kenapa be…???” ujar Puput gemetar menatap dalam Marina.
“Put. Udah yuk jangan kesana lagi…. ada kita disini.” Marina lembut menenangkan Puput. Ia memberikan elusan di punggung tangan Puput yang terpasang selang infus dengan jari jemarinya.
“Kenapa Marrr…. gw takut kalo gw balik lagi ke kejadian gw dulu…. gw gak mau lagi balik ke kejadian dulu Maaarrr…” Puput semakin bergetar. Wajahnya memucat dan air matanya kembali membanjir deras.
“Puput. Put… Be, liat kita Be… hei…” Jessica juga membantu Marina menenangkan sahabatnya yang masih trauma berat.
“Gw….. gw takuttt…. gw takut kalo gw balik lagi ke yang dulu Maaarrr…!!”
Kejadian kemarin membuat Puput trauma sampai mengingat hal buruk yang pernah menimpa dirinya ketika remaja. Walaupun tidak sama persis, namun sensasinya sama. Ya, ia pernah dipermalukan saat dirinya masih berusia 17 tahun. Bukan oleh pihak sekolah atau teman2nya, melainkan oleh orang yang pernah dekat dengannya yang memiliki hubungan darah atau yang menjadi bagian dalam hatinya.
“Put! Puput! Tenang yuk tenang… itu semua udah lewat, sayang.” Marina menahan kedua lengan Puput karena Puput meronta panik. Tubuhnya semakin bergetar hebat karena pikirannya membuat skenario2 masa lalu ditambah dengan segala skenario palsu yang menyakiti dirinya kembali.
“AAAAAAAAA…. Ranggaaaaaa!!!”
“Be, lo panggil dokter sekarang Be!!” pinta Marina kepada Jessica karena melihat Puput yang semakin agresif.
“RHAAAAAAHH!!”
‘PLAK!’
Puput mendadak menampar Marina sekuat mungkin. Ia ditinggal sendirian karena Jessica sedang bergegas pergi keluar ke meja administrasi perawat karena bel yang ditekan tidak kunjung mendapat tanggapan.
“PUUUUT!!” Marina mati2an menenangkan Puput yang mengamuk.
‘PLAK!’
“PUPUTTT!! UDAH PUUTT UDAAAAHH!!!”
‘PLAK! PLAKK!! PLAKKKK!!”
“AAAAAAAAAAAAARHHHH!!! HHHHNNHH HNNNHHH!!!”
Erangan Puput terdengar begitu menggelegar. Fase ini adalah fase dimana ia sudah sangat terjatuh sekali mentalnya sampai2 menyerang siapapun disekitar. Marina yang melihat sahabatnya seperti ini tidak kuat menahan tangis karena Puput yang ia kenal bukanlah seorang yang seperti ini. Setidaknya ia melihat ini terakhir kali ketika awal semester perkuliahan bertemu dengan dirinya waktu itu. Puput yang masih penuh dengan tekanan mental. Puput yang masih butuh pemulihan mental setelah dirinya disakiti oleh orang tua asuhnya dan mantan kekasihnya yang menghilangkan keperawanannya.
“Be!!!!” teriak Jessica kaget melihat Puput mengamuk menyakiti Marina berulang kali “ini suster dateng!!! Suster dateng!!”
Para suster yang dipanggil oleh Jessica pun berusaha memisahkan Puput dari Marina. Kedua tangan dan kaki Puput ditahan sekuat mungkin oleh mereka lalu diikat agar tidak menyakiti yang lainnya.
“Rhanggaaa anjiiiiiinnggg!!! HUAAAAAAAAAAHAAAAAAAAAA…!!! RAHMAN ANJIIIIR NGENTOD BANGSAAAAAAAAAAATTT!!!! GW MATIIIN LO BERDUA ANJIINNNGGGG AAAAAAAA!!!!!!”
Tidak henti2nya Puput berteriak sekencang mungkin. Jessica dan Marina hanya menggeleng kepala sambil menatap Puput sedih. Akhirnya ia ditenangkan dengan obat bius yang disuntikan di lengannya secara paksa.
Beberapa detik kemudian Puput pun berangsur tenang namun napasnya terengah karena tubuhnya masih berusaha melawan dosis obat tersebut. Lama kelamaan Puput pun tertidur dan semua kembali tenang.
Setelah para suster pergi dan memberikan penyuluhan kepada Jessica dan Marina, mereka berdua saling bertatap2an. Mereka melihat Puput yang tergeletak lemah di ranjang, memandang dengan penuh amarah membayangkan orang2 yang telah menyakiti sahabat mereka.
“Brengsek! Udah gw duga sampe begini jadinya temen kita…” geram Jessica yang menenangkan Marina yang juga menangis.
“Kita harus ngelindungin Puput, Be. Kita gak mau kali ini Puput yang ‘pergi’ ninggalin kita. Cukup Elis aja seorang, jangan ada satu lagi…. jangan….” ucap Marina lirih.
+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
18 Desember 2018
Tempat pemakaman umum sekitar ibukota
Suasana haru menyelimuti pemakanan Elisa Stevia Maradonna, atau biasa dipanggil Elis oleh Puput serta teman2nya.
Keluarga, serta teman2nya tidak menyangka Elis yang begitu periang dan selalu memberikan tawa di setiap pertemuan terbujur kaku di liang lahat dengan balutan kain kafan sebagai pakaian menemani peristirahatan terakhirnya. Ibu Elis yang memanjatkan doa tidak kuat menahan tangis sambil ditenangi oleh suami serta kedua adik Elis setelah tali kafan dibuka dan liang perlahan ditutup oleh tanah.
“Tante…” sapa Puput perlahan menghampiri Eva, ibu dari Elis “tante yang kuat ya tan. Kita semua sayang banget sama Elis.” Ia memberikan pelukan hangat kepada Eva. Terasa hawa kesedihan yang begitu kuat semakin Puput memeluk Eva.
“Terimakasih ya nak. Terimakasih udah jadi temen baiknya Elis selama dia hidup. Terimakasih banyak….” balas Eva dalam peluk dan tangisnya.
Pelukan tersebut juga diberikan bergantian oleh Jessica, Marina, Citra, Cecil, serta teman2 Puput dan Elis lainnya.
Setelah acara pemakanan selesai, Puput yang sedang mengobrol dengan Jessica dan Citra dihampiri oleh Rangga yang sudah datang menjemput dengan mobilnya. Ia menepuk pundak Puput yang memakai pakaian serba hitam dengan syal warna hitam sebagai penutup rambut panjang yang ia kuncir.
“Hai, kamu udah lama?” tanya Puput ramah namun masih dengan ekspresi berduka.
“Ya, gak juga kok. Kerjaan hari ini gak padet2 banget soalnya….” balas Rangga ramah mengelus kedua pundak Puput.
“Eh, udah kenal belom Ga sama temenku satu ini?” Puput mengenalkan Rangga kepada Citra yang memperhatikan mereka berdua.
“Eh iya, halo. Rangga…” Rangga menjulurkan jabatan tangannya.
Citra membalas jabatan tangan tersebut namun tanpa mengatakan sepatah kata pun. Hanya senyuman singkat saja yang ia berikan sambil juga sekilas menatap Rangga.
“Jadi ini cowo yang lo ceritain waktu itu, Put?” tanya Citra masih dengan senyumanya.
“Iya. Bener kan yang waktu itu gw bilang ke elo2 pada? Disangka gw ngibul kali… hihhh…” Puput melengos penuh canda namun ramah.
“Hmmmm ok sihhhh.” ucap Citra mengangguk “salam kenal ya, Rangga.”
Barulah Citra ramah menyapa balik Rangga. Tidak lama datanglah Jessica dan yang lainnya menghampiri mereka bertiga.
“Eh lho lho lhooo, Rangga? Jemput ni yeee…” celetuk Jessica melepas kacamata hitamnya lalu memasangnya diatas dahi.
“Hai Jess. Dah lama gak ketemu nih…” sapa Rangga ramah kepada Jessica.
“Iyalah, dah lama. Lo kan sibuk banget setau gw, bro.” ujar Jessica sedikit ketus sambil menghisap rokok metholnya yang belum ia nyalakan.
Perkataan Jessica terdengar cukup tajam. Ia terlihat tidak suka dengan kehadiran Rangga di hadapannya. Puput yang melihat keadaan canggung ini cepat2 menenangkan mereka berdua.
“Gak lah, Jess. Orang dia bentar lagi ambil cuti 5 hari buat urusan keluarganya. Nanti juga 5 hari itu dia ada waktu lahhh buat gw, ya kan???” Puput menyenggol pelan Rangga dengan sikutnya.
“Hahaha, iyalah. Emang kerjaan gw belakangan lagi sibuk2nya nih, biasa lah tulang punggung.”
“Ohh, yaudah mangat lah. Lo pasti bisa….” jawab Jessica seadanya saja.
“Eh Be, gw cabut duluan ya. Mau pergi sama si Rangga mumpung dia lagi sempet nih.” Puput berpamitan dengan Jessica dan yang lainnya diikuti Rangga yang juga berpamitan.
“Duluan ya.” pamit Rangga ramah.
“Ya tiati.” jawab Citra membalas balik.
“Jangan dimakan temen gw….” celetuk Jessica yang langsung mendapat colekan keras jari telunjuk Citra.
“Ishhh, paan sih be? Judes bet lo asli sama cowonya si Puput!”
“Yaaa gimana ya, gak sreg aja gw ama tuh orang. Dari awal jadian aja udah sering ditinggal2, alesannya kerjaan segala macem.” Jessica masih melanjutkan sikap ketusnya.
“Namanya juga orang kerja. Emang kek lo yang selebgram yang waktunya fleksibel? Kan kagak ege.”
“Iya dah. Cuman namanya temen gw kuatir aja sama Puput digituin terus. Lo tau sendiri kan dia hubungannya gimana dulu…??”
“Hmmm..”
Citra bergumam tidak berani menanggapi. Ia, Jessica, dan teman2 yang lainnya mengetahui kisah asmara Puput yang sempat kandas yang hampir membuat dia terpukul. Mereka berharap hubungannya dengan seorang Rangga ini baik2 saja dan tidak terulang kembali kejadian yang tidak mengenakan temannya.
“Eh makan apa kuy. Laper nich eug…” Cecil menghampiri mereka berdua dengan riang gembira.
“Ide bagus. Mending kita makan soto ayam bu Karti, kagak jauh dari sini soalnya…” Citra memutar bola matanya membayangkan semangkuk soto ayam kesukaannya tersebut.
“Males ah, mending makan di Raffafela, tea house yang baru bukan juga di deket2 sini.” Jessica juga memberikan ide mengenai makan siang ini, namun dengan tempat yang lebih estetik dan mahal.
“Ahh sekip! Lo sama Marina mah emang ya, elit2 gw liat! Tanggal tua nihhh tanggal tuaaa!! Mahasiswi butuh simpanan buat biaya kos segala macem! Mana buat nge print2 skripsi segala macem…!!” seru Citra membongkar2 dompet merah mudanya.
+++++++++++++++++++++++++
“Aku rada gak suka deh sama temenmu yang si Jessica itu.” ucap Rangga sambil mengemudikan mobilnya melewati jalur bebas hambatan.
“Dia emang begitu. Keliatannya aja ketus, tapi sebenernya dia baek banget kok….” Puput membela Jessica kepada Rangga yang sedikit kesal karena ditanggapi ketus oleh Jessica.
“Padahal aku kan gak ngapa2in dia segala macem. Kenapa dia sampe sebegitunya ya sama aku…”
“Udah ah, entar lama2 kamu juga tau kok sikap dia.”
“Iya deh iya.” Rangga sengaja mengalah karena tidak mau mendebatkan hal tersebut.
“Eh Put? Gimana skripsi kamu?” tanya Rangga membuka topik obrolan baru.
“Lancar kok. Judul aku udah di acc sama dosbing waktu itu, tinggal dilanjutin aja katanya. Cuman beliau ngasih tau kalo skripsi aku kelewat banyak sumbernya, jadi harus dikurang2in biar lebih rapih pengetikan sama lebih terstruktur. Terus sama topik bab 1 aku katanya perlu dipangkas lagi karena kelewat detail.” ucap Puput menjelaskan proses tugas akhir perkuliahannya.
“Hahaha, keren banget sih mahasiswi cum laude satu ini. Dari sumber aja sampe kelewat banyak…” Rangga menggeleng kepala tidak habis pikir dengan kerajinan Puput.
“Emmm, ya namanya aku suka ngerjain topik ini. Jadi kaya dedikasi banget gitu lho…”
“Iya, dedikasi banget. Keren sih keren….”
Rangga menanggapi sejauh yang ia tahu mengenai skripsi. Ia tidak bisa menanggapi terlalu banyak karena ia sendiri tidak mengenyam pendidikan strata satu semenjak lulus SMA. yang ia lakukan adalah meneruskan usaha orang tuanya yang perlahan diturunkan untuk dirinya. Karena terlalu fokus, ia pun tidak sempat untuk mengambil tingkat pendidikan yang lebih tinggi lagi. Rangga pun juga sibuk keluar kota dan negeri berkali2 untuk mengurusi pekerjaannya ini. Maka dari itu ia cukup jarang mempunyai waktu berdua dengan Puput.
“Tapi kayanya untuk kedepannya aku mau ambil jurusan bisnis deh. Kayaknya lumayan gitu buat menambah kemampuan aku.” ucap Rangga ketika terlintas ide di kepalanya.
“Oh, bagus dong. Cieee akhirnya kamu S1 juga nih, hahaha…”
“Iya dong. Kan gak mau kalah sama bu dosen.”
“Hushhh, masih S1 mah mana bisa jadi dosen sihhh??” Puput mendorong pelan pundak Rangga sambil tersenyum sipu.
++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
05 September 2019
Congraduation
Kyla Susanti Putri S.Psi
Cantik, pintar, elegan, itula kamu si paling aku sayang
Semoga kedepannya kamu semakin ambisius dengan titel yang sudah kamu raih saat ini
Terus semangat ya sampai nanti di dunia kerja
Aku selalu mendukung kamu kapan pun, dimana pun
Maaf ya aku gak bisa hadir di kelulusan kamu karena pekerjaan yang gak bisa aku tinggalin
Nanti kalo aku udah balik kita liburan ke museum yang udah dicatet di list kita ya
Itulah pesan yang tertulis di sebuah surat yang tertempel di salah satu bunga mawar putih pemberian Rangga dalam acara wisuda sarjana dan pascasarjana. Buket bunga itu adalah yang paling besar dan indah diantara bunga2 yang dihadiahi kepada Puput. Ketika ia membaca tulisa tersebut, hatinya sungguh sesak karena salah satu orang yang paling penting di hidupnya tidak hadir dalam acara krusial dirinya.
“Hahh... kemana sih kamu… pergi2 melulu.” gumam Puput pelan mebaca berulang kali tulisan tersebut.
“PUPUUUUUUUUUUUUUUUUUUTTT!!!!”
Tiba2 dari arah belakang, teriaklah Cecil memeluk Puput dengan begitu erat. Ia memeluk sampai menggoyangkan tubunya ke kiri dan ke kanan sambil menjerit manis.
“CONGRAAATSSSS CEWE PALING AMBIS DAN PINTER YANG GW KENAAAAAAALLL!!! UUUUUUUUUU!!!!”
“Ceciiiiiillll!!! Makasih ya sayangkuuuuu!!”
“Eh yang lain juga dateng!! Sini2 gengs sini!!!” Cecil memanggil teman2nya yang lain menghampiri Puput.
“Pupuuuuuut!!! Congrattsss banget banget banget bangeeeeettt!!!” seru Jessica memberi selamat.
“Sayang gw!! Sayang gw!! Aduhh gila 3,5 taon lhoooo!!! Kalo bisa lo 3 taon diembat tuh S1 mah udah disikat kali yaaaaaaa!!” celetuk Marina juga memberika pelukan hangat.
Dewi, Citra, dan yang lainnya juga memberikan pelukan sampai2 Puput terhimpir ditengah sana.
“Gaaaeesss!!! Seneng bangeeet!! Makasih bangeeeet dah dateng!! Kalian juga ya nyusul!! Yuk bisa yukkk!!” seru Puput memberikan semangat kepada teman2nya.
“Enggak ah! Gw lagi mager! Biarin gw ikutan seneng aja ngeliat temen2 gw pada duluan!!” celetuk Cecil terang2an menunjukan kemalasannya.
“Yeeee lo aja kali Be yang mager!! Gw sih bentar lagi udah mau beres lhoooo!!” celetuk Dewi menoyor kepala Cecil. Cecil hanya memberikan juluran kecil lidahnya sambil masih memeluk erat Puput.
Wisuda kali ini diadakan di ‘ballroom’ salah satu hotel bintang empat tidak jauh dari gedung universitas dikarenakan gedung auditorium kampus sedang dilakukan renovasi. Namun suasana masih sama ramainnya sampai2 memenuhi balkon luar dimana wisudawan/i sedang sibuk bercengkrama atau berfoto merayakan kelulusan. Puput pun bergegas digiring oleh Jessica dan yang lainnya untuk berfoto bersama diluar sana karena suasana didalam ruangan sudah cukup ramai.
“Eh, aduh maaf!” ucap Puput ketika menyenggol salah satu wisudawati yang sedang sibuk berfoto.
“Ck! Jatoh kan…”
Salah satu tangkai bunga yang dibawa perempuan tersebut jatuh karena tersenggol oleh Puput. Ia menanggapi dengan decakan lidah sedikit jutek. Puput yang melihat perempuan itu kembali dibawa keluar oleh Jessica setelah mereka semua sekilas menengok dan menatap bersamaan.
“Maaf ya kak.” ujar Puput tersenyum ramah.
“Iya2…” balas perempuan itu sambil memalingkan wajahnya kembali ke sebuah kamera yang hendak memotret dirinya.
“Eh ayuuukkk, entar keburu rame diluar.” ajak Cecil untuk mereka semua bergegas.
“Eh, kenapa harus diluar sihh? Gerah taukk…” Puput sedikit mengeluh karena cuaca diluar terlihat terik dan panas.
“Ih bentar aja ayukk!! Kenapa?? Lo takut kalo basah ketek yaaa????” celetuk Cecil terkekeh mengangkat alis kirinya.
“Ishhh!! Cecil! Lagi pake beginian gak keliatan kali burket gw. Lagian lo ngapain sih nyeletuk2 soal ketek gw lagiiiiii!!! Ngeselin lo!!”
Puput, Cecil dan yang lainnya pun berlalu meninggalkan orang yang tadi disenggol tersebut. Sambil menarik napas panjang, ia kembali fokus ke hadapan kamera.
“Yang bagus ya!”
“Iya!” ucap si pemotret.
“Gw nya gak boleh gendut!”
“Iya!”
“Gw nya gak boleh item!”
“Iya!”
“Gw nya harus cakep!”
“Poto aja sendiri mending!”
Orang yang memfoto itu pun menggertakan giginya berulang kali karena kesal wisudawati satu ini lebih rewel ketimbang para perempuan yang barusan lewat.
“Ih kok gitu!!? Kan lo bilang poto gw bakal dipajang terus di upload di grup angkatan!!??”
“Kagak begitu juga woi! Riweh bener mau foto aja…”
“Yaudah makanya yang bagus!”
Perlahan seorang laki2 berambut sedikit gondrong dengan kumis jenggot tipis menghampiri perempuan tersebut dari belakang. Sempat2nya ia bergaya membuat ‘photobomb’ untuk menggagetkannya.
“Eh Armaaaaaann!!” seru Amanda ketika mengetahui bahwa Arman sudah berada dibelakangnya.
“Congrattttssss!! Cepet bener 3 setengah taon sih???” ujar Arman sambil menggendong tubuh Amanda.
“Kyahhhh!! Aahhh Arman aku maluuuu!! Jangan diendong beginiii…” ucap Amanda manja sedikit ngambek namun senyumannya tidak bisa ia tutup2i.
“Heh, aku selametin kamu ini.”
“Ennggg iya iya iyaaaa… maaaaciiihhh!!! Euuummm…”
Amanda memeluk erat kepala Arman ketika tubuhnya masih digendong tinggi2.
“Turunin aku dulu, mau foto bentar.” pinta Amanda kepada Arman.
“Kenapa gak begini aja fotonya?”
“Bener niiiihhh???”
“Iyalah, ngapain malu?”
“Heeeemmm yodahhh. Roooooy, potoin gw sama laki gw cepetaaannn!!” pinta Amanda kepada Roy, teman sekelas Amanda sekaligus tukang foto dadakan pada hari itu.
“Satu, dua, tiiiii….”
“ECIEEEEE AMANDAAAAA!!! MESRA BANGET!!”
Dari arah samping datanglah geng serta teman2 Amanda yang juga sedang merayakan kelulusan serta kedua orang tuanya.
“EHHHH TURUNIN!! TURUNI AKU MAAANNN!!”
“Lho kok mendadak minta diturunin???” tanya Arman kaget.
“IIII AKU MALUUUU!! ITU BANYAK TEMEN2 AKU NGELIATIINNN KITA!!!” Amanda mengulum bibirnya karena menahan tengsin.
“Yaudah! Nih sekalian… eh nama lo Roy kan?” tanya Arman kepada Roy sambil mengangkat kedua alisnya.
“Iya bro.”
“Potoin ya, tolong.”
“O-oke. Yuk siap2… tiga, dua, satu.”
Lalu dalam hitungan satu, Arman mencumbu bibir Amanda dengan singkat. Amanda yang tidak siap pun memuluk dada Arman dengan gemas.
“IHH IH IH ARMAAAAAAANN!! UUUU SEBELLL!! AKU NYA BELOM SIAAAP!!!”
“Hahahaha, biarin! Itung2 tanda ucapan selamat!!”
“Heuuunn… sebel! Kenapa gak nanti aja di ranjang….” Amanda berbisik kepada Arman dengan nada yang nakal.
“Yaaa tenang aja tenang, entar juga aku bikin paha kamu geter lagi kok kayak waktu itu.” Arman tidak kalah nakal membalas bisikan Amanda.
“Aduhhhh… pengen. Pengen dibikin lemes lagi pahanya… hehehehe…” Amanda mencubit pipi Arman sambil mengigit bibir bawahnya.
つづく