Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FANTASY PESTA NIKMAT

PESTA NIKMAT 3

Sore ini hujan cukup lebat mengguyur di kotaku tidak ada pertanda akan reda segera. Mendung tampak semakin menghitam dan bergerak dari selatan menuju utara. Males-malesan di tempat tidur dengan tidur-tiduran sambil menikmati hujan reda. Selang beberapa menit kemudian tiba-tiba perutku mules. Dengan sedikit berlari aku segera ke kamar mandi untuk melepaskan hajatku. Tak lama selesai juga melepas ‘panggilan alamku’ dan kembali ke kamarku. Pada saat melintas di depan kamar ibu tiriku, terdengar obrolan seru padahal yang kutahu di rumahku ini tidak ada siapa-siapa kecuali aku dan ibu tiriku.

Aku mengendap mendekati pintu yang terbuka lebar, aku intip ibu tiriku dan ternyata dia sedang berbincang-bincang dengan temannya melalui handphone-nya. Aku berdiri di depan pintu kamar sambil memandang tubuh molek ibu tiriku. Lekuk tubuhnya begitu menggiurkan, hingga membuatku selalu ingin menjamahnya. Ibu tiriku tidur terlentang di atas ranjang masih menggunakan daste tipisnya. Kakinya diangkat agak ditekuk tampak sepasang paha putih mulus dan potongan daging di pangkal paha yang terbalut oleh celana dalam ketatnya terpampang dengan jelas.

Aku dekati ibu tiriku dan duduk di pinggir tempat tidurnya. Dia tersenyum sambil terus bercakap-cakap dengan lawan bicaranya di handphone-nya. Dengan gemas kuraba pahanya, kuusap-usap lembut menuju ke atas hingga kebagian pangkal pahanya. Mata ibu tiriku melotot menerima perlakuanku di pahanya namun bibirnya mengembang kecil. Aku pun tersenyum penuh arti sambil mataku tak lepas dari payudaranya. Mata ibuku semakin melotot tatkala tanganku meremas pelan gundukan payudara besar dan kenyalnya yang masih tertutup bra di balik gaun tipisnya.

“Udah dulu ya Fin ... Ini anakku nakal banget, harus diberi pelajaran ...!” Seru ibu tiriku pada lawan bicaranya. Beberapa saat kemudian, dia melemparkan handphone-nya dan bangkit dari berbaringnya.

“Kamu ya ... Gak bisa liat paha nganggur dikit ...!” Katanya sambil meraih selangkanganku.

“Hhhhhmmm ....” Aku hanya bisa bergumam pelan menerima remasan tangannya pada batang penisku.

“Cepat buka ...!” Perintahnya dibuat galak.

Aku pun segera meloloskan celanaku sekaligus cangcutku ke bawah hingga batang kemaluanku nyembul berdiri tegak dengan angkuhnya. Penisku yang tegang digenggamnya dengan kedua tangannya yang halus dan mengocoknya pelan. Lalu sambil tersenyum kepadaku ibu tiriku menundukkan kepalanya, membuka mulutnya dan menjulurkan lidahnya ke arah penisku. "Aaaaahhhhh ...!" hanya itu yang terucap ketika ia mulai menjilat kemaluanku dari kantong pelir sampai ke helmnya.

Ia lalu memasukkan batang kemaluanku perlahan-lahan ke dalam mulutnya. "Aaaahhh ... Maahhh ...!!!" lirihku ketika ia mulai menyedot-nyedot batangku, mulutnya mundur maju memasukkan dan mengeluarkan batang itu tanpa mengenai giginya, sambil tangannya mengurut kontolku kuat.

Tanganku pun sudah tidak tinggal diam menelusuri bagian pangkal paha di ujung celana dalamnya, memberi pijitan empuk ke bibir vagina berbulu lebatnya yang kenyal itu. Lalu kutelusupkan jari-jari tanganku ke dalam celana dalamnya mengobel memeknya yang mulai mengeluarkan cairan cintanya. Dengan lembut aku membelai permukaannya yang ditumbuhi jembut yang lebat. Jariku kumainkan di sekeliling kelentitnya, sesekali kumasukan jari tengahku ke liang memeknya yang semakin basah.

“Hhhhhmmmmm .... hhhhhmmmm ....!” Desahnya di sela nyepong kontolku. Kurasakan memeknya berkedut-kedut dan menarik-narik jariku seakan ingin lebih dalam ditusuk oleh jariku. Ia mengangkat pangkal pahanya perlahan lalu menurunkannya lagi.

Ibu tiriku menghentikan kulumannya dan buru-buru melepaskan penutup badan yang dipakainya hingga bugil. Pada saat yang bersamaan, aku pun melucuti pakaianku sendiri. Lalu ibu tiriku bangkit berdiri dan menyuruhku duduk menyandar di pinggiran tempat tidur. Aku menurut saja. Batang penisku kelihatan berdiri tegak dan garang seperti menara. Ia lalu duduk menghadapku mengangkangi pinggulku. Dicengkeramnya penisku dengan tangan kanannya sementara tangan kirinya memegang bahu kiriku. Lalu digosok-gosok ujung penisku itu di permukaan kemaluannya dan kelentitnya. Aku terangsang hebat dan meremas kedua payudaranya yang bergelayut di depan mukaku. Kuhisap dan kukenyot pentilnya berganti-ganti. Dengan penuh napsu ia mulai menurunkan badannya dan membimbing batang penisku masuk ke dalam vaginanya.

"Bleeesssss ......!" Penisku langsung amblas. Aku merasakan lubang memeknya hangat dan berdenyut hebat. Nikmat sekali. Antara geli dan hangat.

Ibu tiriku mengangkat pantatnya perlahan lalu menurunkannya lagi. Akhirnya ia seperti main enjit-enjotan, mengangkat dan menurunkan pantatnya dengan cepat, hingga selangkangannya beradu dengan selangkanganku dan mengeluarkan suara keras.

"Plook ... plook ... plaak ... plaak ... creek ... creek ...!" Kedua alat kelamin yang beradu keras saling membentur yang menimbulkan bunyi decakan becek.

“Aaah ... Oooh ... ooohh ... mmmppphhh ...!” Mulutnya merintih-rintih dan mencari mulutku. Segera kusambut dengan pagutan penuh napsu. Lidahnya meliuk-liuk ke dalam mulutku. Kadang-kadang bibirku dikenyotnya.

Napsu kami sudah begitu membara dan hanya ngentotlah cara melampiaskannya. Aku merasakan penisku seperti diurut-urut. Apalagi ketika pinggulnya melakukan gerakan memutar. Tanganku pun jadi liar, meremas-remas pantatnya yang kencang dan padat itu. Kadang-kadang mengusap badan belakangnya. Aku memegang kedua payudaranya dan memasukkan mukaku diantaranya. Hangat dan kenyal. Aku gesek-gesekkan kedua pipiku di antara dua bukit daging itu. Ibu tiriku pun semakin nafsu menggoyang pantatnya. Kepalanya sering terkulai kebelakang saking nikmatnya.

"Aaahhh ... aaahh ... ooow ... aawww... kontol ... enaakk ...!" Erang kasar khasnya meluncur deras dari mulutnya dan tiba-tiba ibu tiriku berhenti bergoyang. Tanpa mencabut kemaluanku, badannya berputar dan kini membelakangiku. Dengan bertumpu ke kedua lututku ia menggenjot lagi pantatnya turun naik. Mulutnya merintih lagi.

"Aahh ... aahh ... aaahhh ... mmmppphh ..." Desahanya menikmati kenikmatan persetubuhan. Kini kemaluanku terasa sekali menggesek dinding memeknya. Rasanya menggerinjal memijit-mijit kulit atas batang kontolku. Pemandangan di depanku pun demikian indahnya.

Pantatnya yang putih dan montok menghadap wajahku. Di tengahnya lubang dubur yang kehitam-hitaman dan di bawahnya lubang memeknya sedang asik menghisap-hisap batang kontolku. Aku meremas-remas pantat montok itu dan kedua ibu jariku menarik kedua bibir pantatnya di dekat vaginanya. Kelihatan penisku sedang mengebor lubangnya maju-mundur dengan gagah dan garang. Batang kontolku licin dan mengkilat karena dibasahi cairan kami yang sudah bercampur jadi satu. Nikmatnya sulit dilukiskan kata-kata.

Lalu ia menegakkan badannya dan melipat kakinya. Posisinya jadi berlutut membelakangiku. Dengan santai ia merebahkan badannya ke belakang, ke arah dadaku. Dengan bertumpu kedua tangannya ia mengayuh lagi.

"Aaahhhh ... uhhh ... kontolmu .... sayang ...." Ibu tiriku meracau keenakan. Batang kontolku kini keluar masuk dengan ujung helmnya menelusuri dinding depan lobang memeknya. Tak terkatakan betapa geli dan enak bersetubuh seperti ini. Pantatnya kini beradu dengan selangkanganku dan menimbulkan suara keplok, menambah semangatku untuk menggenjotnya. Tanganku meraih buah dadanya dari bawah ketiaknya. Kuremas-remas dengan gemas dan penuh nafsu. Ia memalingkan kepalanya ke arah wajahku dengan bibir terbuka. Segera kusambut dengan bibirku. Kami berpagutan sekenanya karena kepalanya bergoyang-goyang mengikuti irama pinggulnya.

Beberapa saat kemudian dia berhenti lagi dan merubah posisinya. Ibu tiriku berguling ke sampingku dan terlentang dengan kedua pahanya mengangkang lebar. Aku tahu apa yang dimaui ibu tiriku, langsung aku menaiki tubuhnya, posisiku kini di atas dan siap menusukkan batang kontolku pada memeknya yang sudah menantikan kedatangannya.

“Bleeessss ....!” Dalam sekejap batang kontolku langsung menancap sarungnya. Tanpa dituntun, kali ini batang kemaluanku nampaknya sudah hafal menuju tujuannya sendiri. Amblas lagi, tanpa rintangan sedikitpun.

"Aaaawww...." Jeritnya merintih, merasakan kenikmatan yang dialaminya.

Kedua kakinya melingkar di belakang pinggulku. Aku berhenti sejenak untuk melepaskan pegal, tetapi ia menggoyang-goyang pinggulnya, tanda ingin digenjot. Akupun menggenjotnya turun naik, makin lama semakin cepat. Aku jadi ikut memutar pinggulku mengiringi putaran pinggulnya. Suara yang timbul pun ramai.

"Plak ... plok ... plak ... plok ...!” Suara benturan selangkangan kami membuat suasana semakin panas. Aku genjot terus tanpa mengenal ampun. Mendapat sikasaan seperti itu ternyata ibu tiriku semakin blingsatan keenakan.

Aku mulai merasakan tanda-tanda orgasmenya pun mulai terasa olehku. Ibu tiriku meronta dan meletup-letup, nafasnya tak beraturan, seluruh tubuhnya bergetar, tegang, kejang dan berkeringat, terutama kedua pahanya bergetar sangat hebat, kedua tanganya berupaya memegang erat apapun yang dapat dipegang, sambil bersuara lembut setengah berbisik memanggil-manggil namaku.

“Andri ... Sayang ... Mamah .... ooohhh ....!” Desahnya begitu intens.

Tiba-tiba ia mengejang dan mendekapku kuat-kuat. Tangannya mencengkeram rambutku. Bibirnya memagutku liar. Kedua kakinya yang melingkar di pinggulku menekan kuat. Memeknya seperti menyedot batangku dengan kuat. Seiring dengan itu, “Cret ...! Cret ...! Cret...! Cret...!” Kurasakan kontolku tersiram cairan hangat di dalam memeknya.

"Aaaaaaaahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh....!" Jeritnya memelas. Aku membiarkan kontolku tertancap dalam-dalam di memeknya dan membiarkan dia menikmati orgasmenya. Begitu cengkeraman ibu tiriku mulai melunak aku mulai lagi melanjutkan goyangan kontolku di dalam memeknya. Aku pun terus mengoyang-goyangkan keluar masuk-kontolku ke memeknya dan terasa aku sudah mendekati klimaks. Aku menghunjam kontolku sedalam-dalamnya. Aku orgasme. “Cret ...! Cret ...! Cret ...!”

"Aaaacccchhhhhhhhhhhhhhhhhh ....!!!" Erangku panjang. Kutembakkan seluruh air maniku ke dalam memeknya. Aku terhempas dalam lautan kenikmatan yang tiada duanya.

Kemudian suasana menjadi hening hanya terdengar dengusan nafas yang perlahan-lahan mulai teratur pelan dan kami benar-benar seperti orang yang tak sadarkan diri selama beberapa saat dengan posisi badanku telungkup tak bergerak menindih tubuh ibu tiriku yang telentang dengan kedua tangan terbuka lebar dan juga tak bergerak kecapaian. Entah berapa lama ketidaksadaran kami itu terjadi, hanya dalam setengah sadar kurasakan badan ibu tiriku bergeser dan tangannya berusahan menggulingkan tubuhku sambil tetap berpelukan.

"Puas?!" Tanya ibu tiriku berbisik.

"He-eh." Hanya itu jawabku.

"Mau diterusin?!" Tanyanya menantang, sambil menggoyang pinggulnya ke depan menyentuh penisku yang sudah mengkerut.

"Ampun deh, Mah ....!" Jawabku. Ia tertawa dan tangannya mengelus rambutku mesra.

“Oh ya, Ndri ... Kita besok kebagian jadi tuan rumah arisan ibu-ibu RT.” Kata ibu tiriku sambil memainkan hidungku.

“Terus ...?” Tanyaku.

“Kita harus belanja dan mempersiapkan makanan buat ibu-ibu arisan!” Kata ibu tiriku.

“Ayo kalau begitu ....!” Sahutku sambil loncat dari tempat tidur.

Kami pun berbelanja keperluan untuk acara arisan di supermarket terdekat. Saat di supermarket, kami bertemu dengan Ibu Siska istri dari Ketua RT di tempatku tinggal. Usia Ibu Siska mungkin tak jauh beda dengan ibu tiriku, namun parasnya lebih cantik dibandingkan ibu tiriku. ‘Perabotannya’ lebih menonjol terutama sepasang gunung kembarnya yang sangat menggunung menghiasi dadanya.

“Bu Ratna, kalau repot bisa minta bantuan sama ibu-ibu yang lain di kompleks.” Kata Bu Siska pada ibu tiriku.

“Oh ya, Bu ... Rasanya saya perlu bantuan deh ... Karena gak ada pembantu di rumah.” Jawab ibuku senang dengan tawaran Bu Siska.

“Kalau begitu, nanti malam saya ajak ibu-ibu yang lain bantu Bu Ratna.” Kata Bu Siska lagi.

“Terima kasih, Bu ...” Senyuman ibu tiriku memandakan kegembiraan.

Akhirnya kami bertiga berbelanja bareng di supermarket ini. Aku hanya berjalan di belakang mereka sambil terus memperhatikan bokong Bu Siska yang sangat montok. Suatu ketika, Bu Siska berniat membeli minuman dingin, saat badannya membungkuk sangat jelas payudaranya terlihat tanpa dibalut dengan BH. Aku melihat di sampingnya dengan kekaguman yang luar biasa. Bu Siska seakan tak memperdulikan payudaranya menjadi perhatianku, bahkan senyumannya mengembang, tatkala menyadari tatapanku pada buah dadanya.

“Kamu nakal, ih ...!” Lirihnya pelan.

“Eh .. emm ... itu ... gak ...” Malu bercampur takut hingga mulutku terasa kaku.

“Itu ... itu ... apanya? Ini kan?” Seru Bu Siska sambil membusungkan dadanya.

“Eh ... iya ... Gede banget sih, Bu ...” Kataku kini mulai meyakini Bu Siska tidak keberatan dengan tingkahku tadi.

“Ihhh ... Kamu ini!” Bu Siska malah mencubit hidungku.

Keberanianku semakin muncul, karena tidak ada reaksi negatif dari Bu Siska. Kucoba meraba pantatnya yang bahenol, pertama dia kaget tetapi dia diam saja. Aku semakin percaya diri, kini kuremas buah pantatnya, dia bereaksi tetapi dengan senyuman genitnya. Tanpa keraguan sedikit pun, Bu Siska terus kugoda dengan sentuhan-sentuhan tangan nakalku di bokongnya. Kuremas-remas sedikit keras sambil sembunyi-sembunyi. Akhirnya waktu pun yang menyudahi godaanku padanya, kami kembali ke rumah masing-masing. Aku sangat berharap, Bu Siska akan datang nanti malam ke rumahku dan pasti akan kuberikan sesuatu yang tak akan terlupakan dalam hidupnya.

Kelelahan karena kerja membantu ibu tiriku membuatku tidur sampai malam. Kalau saja ibu tiriku tidak membangunkan, aku pasti akan melewatkan rencanaku terhadap Bu Siska. Selesai mandi dan ganti pakaian, aku segera menuju dapur. Di situ, empat ibu-ibu berkumpul untuk memasak dan menata makanan yang sudah jadi. Semuanya kukenal dengan baik karena mereka memang tetanggaku.

”Kok baru bangun? Anak muda gak boleh tidur sore-sore.” Guyonan Bu Siska membuat semua ibu-ibu tertawa cekikikan.

“Habisnya cape banget.” Kataku berkilah.

Kuhampiri Bu Siska yang sedang menata makanan yang sudah matang di meja, wanita ini tersenyum kepadaku. Kuedarkan kembali pandanganku. Kuteliti satu per satu wanita di dapur ternyata mereka pas sesuai dengan seleraku. Namun dari semuanya hanya Bu Siska lah yang paling mungkin kuajak bersenang-senang. Aku segera beranjak dan berdiri di sampingnya, pura-pura membantu menata makanan. Bu Siska menggunakan baju longgar untuk menutupi tubuh montoknya yang menggiurkan. Dia seperti tidak ingin terlalu mengeksposnya. Itu yang kukagumi dari dia. Dan itu pula yang membuatku makin penasaran. Dari segi wajah, dia juga luar biasa. Bu Siska sangat cantik dan manis. Kelembutan kulitnya tidak kalah dengan remaja belasan tahun. Bodynya sangat sintal. Payudaranya yang besar dan walaupun tertutup baju longgar, benda itu masih tampak begitu menonjol.

“Lebih baik ini ditaro di sini, Bu ...” Kataku sambil merubah posisi makanan yang sebenarnya tidak ada manfaatnya sama sekali.

“Di mana ...” Kata Bu Siska sambil sengaja menyenggolkan dadanya ke tanganku.

“Di sini, Bu.” Kataku dengan tangan semakin menekan dadanya.

“Hhhhmm ... Terserah kamu deh ...” Jawabnya sambil mengerlingkan matanya.

“Ini makanan paling enak menurut, Ibu.” Kata Bu Siska yang bergerak semakin menempelkan dadanya yang kenyalnya padaku.

”Wah, enak tuh.” Balasku sambil memandang payudaranya. Dia makin tersipu.

“Wah kita gak punya daun pisang ya?” Seru ibu tiriku panik.

“Saya punya, Bu ... di rumah ... Ayo Ndri, bantuan ibu ambil daun pisang!” Kata Bu Siska yang serta merta menarik tanganku mengikuti langkahnya yang tergesa-gesa. Ibu tiriku hanya memandangku dan kemudian tersenyum. Pasti ibu tiriku yang membuat rencana ini semua.

Beriringan, kami meninggalkan rumahku. Bu Siska mengajakku ke rumahnya. Putranya yang saat itu sedang menonton televisi, diberinya uang sepuluh ribu. ”Ini, main di warnet sana!” suruhnya pada bocah kecil itu. Si bocah nyengir lebar dan bergegas berlalu. Jarang-jarang ibunya baik hati seperti ini. Bu Siska mengajakku masuk dan menyuruhku duduk di kursi kayu ruang tamu. Dia lalu ke belakang sebentar untuk membuatkanku minum.

”Suami Ibu belum pulang?” Aku bertanya saat dia kembali. Di tangannya ada dua gelas es teh manis.

“Kalau udah kegilaan mancing ... Pulangnya subuh atau pagi.” Jawabnya acuh. Dia yang biasanya sopan, kini duduk sembarangan. Kakinya agak mengangkang hingga aku bisa sedikit mengintip kemulusan kulit pahanya.

”Sayang banget ya, punya istri secantik ini kok ditinggal-tinggal.” Aku mengerling nakal. Bu Siska yang rupanya mengerti dengan isyaratku, makin membuka kakinya lebih lebar.

”Emang aku ini cantik ya?” Dia bertanya. Kini aku bisa melihat hingga ke pangkal pahanya.

”He-eh, Bu Siska cantik banget.” Aku mengangguk. Kulihat dia memakai celana dalam berwarna krem.

”Ah, kamu bisa aja,” Bu Siska tertawa, tetapi tak urung wajahnya tetap bersemu merah mendengar pujianku. Mendadak dia bangkit dari kursi dan memegang tanganku, lalu menyeretku menuju ke kamarnya.

”Kita mau kemana, Bu?” Meski tahu apa yang dia inginkan, aku tetap harus bertanya.

”Sebentar, ada yang mau kutunjukkan.” Katanya singkat. Sesampainya di kamar, Bu Siska menuju ke depan cermin. Aku cuma memandanginya saja, tidak bertanya atau pun membantah.

“Kamu lihat, Ndri, wajahku sudah penuh dengan kerutan. Juga, bodyku sudah pada melar semua. Masa gini dibilang cantik?” Katanya sambil berpose di depan cermin.

”Ah, nggak kok, Bu .... Bagiku ibu tetap cantik. Lihat wajah ibu, begitu putih dan mulus.” Sahutku meyakinkan. Aku mencoba menghiburnya dengan membelai pipinya yang bulat, dan tanpa kuduga dia memegang tanganku. Bu Siska menahan tanganku untuk tetap menempel di pipinya.

”Kalo yang ini, apa masih kencang, Nri?” Tanyanya sambil menyelipkan tanganku ke balik baju longgarnya dan ditempelkan ke atas gundukan payudaranya.

“....... “ Aku tak menjawab terlena dengan empuk dan kenyalnya payudara Bu Siska di tanganku.

”Ayo, Ndri, jawab. Apa payudaraku masih kencang?” Dia mengulangi pertanyaanya. Dari matanya tersirat betapa dia sangat merindukan sentuhan laki-laki.

”Kecantikan ibu sungguh tak tertandingi. Ibu begitu menggoda.” Bisikku sambil mendekatkan bibirku hampir menyentuh bibirnya. Bu Siska memejamkan mata menerimanya. Melihat itu, aku semakin memberanikan diri untuk menciumnya, dan seperti yang sudah bisa diduga, dia menyambut ciumanku dengan begitu mesra.

Merasa di atas angin, aku sudah tak segan-segan lagi untuk membelai wajah ibu RT itu, membelai hidungnya yang bangir, matanya yang sayu, hingga bibirnya yang tipis dan penuh. Tak sadar, tubuh kami berdua sudah berhimpitan hingga menimbulkan rangsangan yang cukup berarti untukku. Apalagi setelah dadaku menempel erat pada payudaranya yang berukuran lebih besar dari yang aku kira. Tak ayal lagi, penisku pun mulai berdiri mengencang. Bu Siska sendiri tampaknya juga mulai kehilangan akal sehatnya. Bahkan dia tidak bergeming ketika aku mendekatkan wajahku ke wajahnya dan mengecup lembut bibirnya yang tipis.

Nafsuku yang sudah tak tertahankan lagi, membuat bibirku terus memagut dan melumat, sementara tanganku mulai menggerayangi tubuh mulusnya yang sintal. Kujamah gundukan daging kembar yang menghias di dadanya. Dengan gemas kuremas-remas benda empuk dan lunak itu. Semua kulakukan masih dari luar pakaiannya dan masih terhalang oleh BH-nya yang tipis.

“Aaaahh, Ndri ... Puasin aku ya ...?” Desah Bu Siska memohon. Bu Siska memegang tanganku yang berada di atas payudaranya, dan menekannya agar meremas lebih kuat lagi. Sementara bibirnya, terus mengejar mulutku untuk terus saling melumat dan bertukar air liur. Matanya yang bulat terpejam, dengan nafas mulai memburu dan tidak teratur seperti sehabis berlari.

”Ssssttt ... Nikmati saja, Bu.” Kubelai lembut wajahnya yang bulat. Dia kelihatan cantik sekali hari ini. Lalu kembali kupagut bibirnya, bibir yang begitu tipis dan hangat. Bergantian kucucup bibir bawah dan bibir atasnya.

”Oughhh.. Hmmmphh!” Bu Siska semakin mengerang. Bisa kurasakan detak jantungnya yang menjadi semakin kencang.

Kususupkan tanganku ke balik bajunya. Masih dari luar BH-nya, perlahan kuremas-remas payudaranya yang sangat kencang dan menantang itu. Bu Siska merintih menikmatinya. Sungguh suatu kenikmatan tersendiri bisa menjamah benda bulat kembar nan indah yang kenyal itu. Kuusap-usap terus payudara yang begitu menggiurkan itu hingga tubuh Bu Siska mulai bergerak menggelinjang tak beraturan.

“Aaacchhh … Ndri ... Aaacchhh…!” Dia mendesis penuh gairah.

Mendengar desisannya, aku jadi makin bersemangat. Tanganku mulai membuka kaos longgarnya ke atas, kusibak kain itu hingga bisa kulihat tubuh Bu Siska yang putih dan mulus dengan payudaranya yang membulat bertengger dengan begitu indahnya di dadanya yang masih tertutup beha katun berwarna krem kekuningan. Aku sejenak terpaku memandanginya. Tetapi aku segera tersadar bahwa pemandangan surga dihadapanku ini memang tersedia untukku. Segera kepala turun untuk menciuminya. Kucucup dan kujilat tonjolan daging bulat itu dengan lidahku. Kugesek belahannya yang membukit dengan ujung hidungku.

“Ndri ... Ooohhh … Sssshhhh …” Bu Siska merintih menggeliat-geliat kegelian. Matanya terpejam merasakan kenikmatan yang begitu menghebat. Sambil terus mencium, salah satu tanganku turun ke bawah, kuraih pantatnya yang bulat padat dan kuremas-remas dengan penuh nafsu. Kuusap-usap bokong yang besar itu dari luar roknya.

Dengan cepat, sambil tetap berciuman, aku melepaskan semua pakaianku. Aku sudah tak tahan lagi ingin segera menggarapnya. Kudorong tubuh montok Bu Siska ke atas ranjang dan kusibakkan ke atas roknya. Kemudian kutarik ke bawah celana dalamnya yang berwarna krem lalu kupeluk erat tubuhnya. Sambil mengendusi lehernya, kuarahkan penisku ke dalam liang kemaluannya yang terasa sudah sangat basah. Dengan gerakan yang lembut dan pelan, kudorong pelan penisku yang sudah tegang maksimal ke dalam memek wanita cantik itu.

”Aauuuwwhhhhh ...!” Bu Siska menjerit lirih saat penisku sudah membobol memeknya yang legit dengan mantap. Batangku yang besar dan panjang terbenam seluruhnya. Kami terdiam sejenak. Kupeluk erat tubuh Bu Siska sambil tanganku meremas-remas payudaranya yang masih tertutup BH tipis, sementara bibirku tiada henti mengecup bibirnya, menyedotnya dengan mesra.

Aku mulai bergoyang mengeluar-masukkan penisku pada liangnya. Terasa memeknya sudah sangat basah oleh lendir birahi yang melanda tubuh mulusnya. Bu Siska sudah tidak mampu lagi berkata-kata. Hanya desahan dan geliatan tubuh saja yang dapat dia lakukan untuk mengimbangi goyanganku. Matanya terpejam dengan mulut setengah terbuka menikmati sensasi tusukan penisku. Aku yang melihatnya, jadi semakin merasakan sensasi yang luar biasa nikmatnya. Kudorong penisku semakin cepat ke dalam memeknya.

“Bleeessss … Bleeeessss … Bleeeessss...!” Ujungnya menusuk, menyeruak hingga dinding terdalam liang kewanitaan Bu Siska yang terasa semakin panas dan basah. Kutarik dan kudorong terus benda itu secara berulang-ulang, dengan cepat dan keras, hingga Bu Siska sampai merem-melek keenakan dibuatnya. Desahan-desahan kecil darinya membuatku semakin bernafsu untuk mempercepat tempo seranganku.

Keringat birahi telah membasahi tubuh kami berdua. BH krem yang dikenakannya nampak kusut dan awut-awutan karena seringnya aku menjamah benda tersebut. Aku segera menariknya ke atas hingga isinya yang bulat kembar tumpah ruah keluar. Terlihat sepasang payudara Bu Siska yang besar, yang berkulit putih mulus menyilaukan, dengan sepasang puting coklat kemerahan yang sudah tegak mencuat.

Aku segera meremas dan memijit-mijitnya. Sementara di bawah, pinggulku terus bergoyang. Gerakan maju mundur penisku yang panjang menimbulkan bunyi yang sangat sensasional. Bu Siska nampak sangat bernafsu menikmatinya. Bunyi yang ditimbulkan oleh gerakan penisku yang mengobrak-abrik seisi liang kewanitaannya, dipadu dengan denyut-denyut nikmat otot di memeknya menimbulkan gejolak dan nafsu yang membakar jiwa kami berdua.

Entah sudah berapa lama aku menggoyang tubuhnya dengan gerakan yang cepat dan kasar saat tiba-tiba kedua tangan Bu Siska merangkul tubuhku untuk lebih merapatkan diri lagi. Aku pun melepaskan payudaranya untuk meraih tubuhnya. Kurasakan betapa halus dan empuk tubuh wanita ini yang agak gemuk dan seksi ini ketika kudekap. Kelunakan tubuhnya dan kehalusan kulitnya, ditambah pertemuan dan gesekan antara kulit dadaku dengan kedua payudaranya, membawa sensasi tersendiri yang luar biasa rasanya bagi diriku. Irama gerakan pinggulku dan pinggulnya tetap stabil. Tetap cepat dan kencang. Tapi tiba-tiba Bu Siska mendesah dengan suara yang agak berbeda dari sebelumnya, dengan kedua bola matanya memejam rapat-rapat.

”Aaaaccchhh … Aaaccchhhh …” Bu Siska mempererat dekapannya dan mengangkat pinggulnya agar selangkangannya lebih rapat dengan selangkanganku. Setelah itu kedua kakinya mencoba mengkait kedua kakiku.

Nampak Bu Siska menggigit bibir bawahnya untuk menahan desahan dan rintihannya yang semakin menggila. Tetapi tetap dia tidak mampu menyembunyikan perasaan nikmat tiada tara yang sedang melingkupi tubuh mulusnya. Dengan gerakan yang semakin cepat dan cepat, naik turun dan berputar-putar dengan sangat erotis sekali, kepala Bu Siska oleng ke sana kemari mengikuti geliatan tubuhku dan mengimbangi gerakan maju mundur penisku yang semakin cepat di liang memeknya. Gerakan bibir dan raut mukanya menunjukkan bahwa dia baru saja orgasme.

Bu Siska membuka matanya untuk mengucapkan terima kasih padaku. Ia mendekatkan wajahnya dengan bibir terbuka lebar, memperlihatkan isyarat untuk minta aku cium. Aku pun segera memagut dan melumatnya dengan mesra.

”Makasih ya, Ndri ....” Bisiknya dengan nafas masih memburu. Hanya itu yang sanggup dia katakan kepadaku karena aku masih terus menggenjot tubuh montoknya, berusaha mencari kenikmatan yang seperti baru dia rasakan. Terasa getaran memek Bu Siska di batang penisku, sangat kuat. Berdenyut-denyut seolah hendak memijit dan memaksa spermaku untuk segera mengguyur, menyiram memeknya yang sudah luar biasa becek.

”Arrrgggghhhh ...” Aku menggeram, makin kupercepat kocokan kontolku di dalam liang vaginanya, makin kencang pula Bu Siska memelukku. Nafasnya tertahan, seolah tidak ingin kehilangan momen-momen saat aku menggapai puncak kenikmatan. Karena denyutan memek Bu Siska yang membuatku nikmat, ditambah rasa hangat karena guyuran lendir birahinya, aku pun tak tahan. Ditambah ekspresi wajahnya yang memandang wajahku dengan mata sayu namun tersirat kepuasan yang amat sangat.

“Ayo, Ndri .... Keluarin aja. Keluarin semua di memekku.” Bu Siska memohon.

“Ibu nggak apa-apa kalau aku tumpahin pejuh di rahim ibu?” Tanyaku sambil terengah-engah.

“Gak apa-apa, ibu KB kok.” Sahutnya enteng. Aku pun mengangguk gembira, dan kemudian melepaskannya.

“Aaaaaccchhhh !!!!!” Erangku nikmat.

“Crroooot…! Crrooooot...! Crroooooot...!” Tak kurang dari tujuh kali semprotan spermaku menyiram rahim sempit wanita cantik itu, sampai-sampai Bu Siska tersentak. Ia segera mengencangkan otot memeknya untuk menerima spermaku. Ada kurang lebih satu menit aku tertelungkup di atas badan wanita cantik ini, dengan seluruh tubuhku bergetar hebat dilanda kenikmatan klimaks yang dahsyat itu. Saat getarannya sudah hilang, segera kucabut penisku. “Ploook…!” Bu Siska agak berjengit, dan dia tersenyum, senyum penuh kepuasan.

“Makasih ... Makasih ... Makasih ... Ayo, kita balik ke rumahmu. Ibumu pasti mencari kita!” Kata Bu Siska meloncat dari tempat tidurnya lalu memakai bajunya kembali. Aku pun mengikuti langkah Bu Siska, segera kukenakan bajuku dan akhirnya keluar rumah bersama-sama sambil menenteng daun pisang.

Aku pun sampai di rumah dan langsung memberikan daun pisang pada ibu tiriku. Senyuman tipis ibu tiriku sangat kumengerti, apa yang ada di pikiran dan benaknya aku tahu secara pasti. Sungguh, ibu tiriku sangat tahu kalau aku menginginkan Bu Siska dan mengetahui gelagat wanita yang menginginkan kehangatan. “Nanti malam giliran mamah ya ...?” Bisik ibu tiriku pelan sambil menerima daun pisang pemberian Bu Siska.

-----------------------​
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd