Update 36
Sudah beberapa kali aku bertemu ana tanpa sepengetahuan rina, di pertemuan terakhir ana meminta aku melamarnya krn tuntutan org tuanya dia di minta agar cpt menikah krn usianya terbilang telat menikah.
Itu yg membuat aku pusing, bagaimana cara menyampaikan ke rina dan menyelesaikannya.
Utk melamar ana aku sudah siap, tinggal mengenalkan ke ortu ku saja.
Aku memutuskan sharing dg kluargaku sendiri dirumah.
Bertemu Bpk ibu dan adikku, aku menyampaikan semuanya, ibu terlihat bingung satu sisi ibuku udh akrab sekali dg rina, di sisi lain ibu takut anaknya susah di masa tuanya.
Ibu memberi saran ringan, aku disuru menyampaikan ke rina, dan mediasi dg rina, dg catatan aku hrs bisa meredam amarah dan tangis rina, ibu melarang menyembunyikan semua itu dr rina takutnya jd masala di kemudian hr. Dan ibuku meminta bertemu ana. Sedangkan adikku wajahnya sulit di artikan, dia lebih memilih diam.
Esoknya aku ber telpon lama dg mbak mila meminta saran, mbak mila jg menyarankan tak beda jauh dg ibuku.
Suatu malam sebelum tidur aku berniat menyampaikan ke rina, sekali lg aku bingung memulai dr mana.
Dg tekat bulat dan aku hrs siap dg tangisan rina, bahkan amarahnya.
Ku sampaikan dg perlahan, kutata bahasa sebaik mungkin agar tak salah ucap, rina hanya menyimak, tp matanya sudah berkaca kaca.
Setelah aku selesai bicara rina tak menjawab ku satu kata pun, dia lebih memilih tidur memunggungiku, tp dia menangis sesenggukan, dia menahan suaranya.
Kali ini tangisan rina seperti org di cekik, suaranya kecil, tp matanya merah dan air matanya deras mengalir.
Ku rengkuh tubuhnya dg harapan dia sedikit tenang, lama sekali aku memeluknya, bdnnya bergetar krn tangisnya yg di tahan, hingga dia mengeluarkan satu kalimat yg masi aku ingat sampai sekarang
R: yg aku takutkan sebentar lg terjadi
Ku rengkuh tubuhnya dg erat sekali, ku cium berkali kali kepalanya. Tangisan rina saat itu tangisan paling parah sejak aku mengenalnya, sudah lebih dr sejam pun tak ada tanda² tangisnya mereda, selama dlm tangisnya aku hanya bs memeluk, mengelus dan menciumnya, aku pasrah.
S: kalo km mau ngusir aku dr rumah ini aku siap, skrg jika km ingin aku pergi pun aku akan pergi skrg.
Aku melepas pelukanku, tp dg cepat rina menangkap tanganku, dia berbalik memelukku erat sekali, tangis yg di tahan td tak bersuara kini pecah menjadi tangis keras sesenggukan, kulihat lendir dr hidung rina pun keluar. Tak tega melihat rina seperti itu, aku hanya memeluknya, tak berani mengeluarkan kalimat lg.
Disini mungkin pembaca berfikir aku lelaki bodoh, menenangkan wanita saja tak bisa.
Memang saat itu pengalaman ku soal wanita sangat minum sekali, pantas ketika sbelum kenal mas Hendra aku selalu di tinggal pacarku.
Aku sudah tak ingat brp jam rina menangis saat itu, lama sekali hingga matanya sedikit bengkak.
R; km beneran mau melamar wanitamu itu?
Rina mengucapkan dg suara terbata bata krn sesenggukan, aku memilih diam tak menjawab.
R: jawab pa!
S; aku blm tau
R: apa dia sudah kamu pertemukan dg Bpk ibumu?
S: belum
R: aku masi berharap km tetap disini temani aku sperti ini.
Aku mengelap air mata dan lendir hidung rina dg tanganku, aku menyuruhnya tidur
R; ada apa² dg wanitamu selalu kabari aku perkembangan hubunganmu
Setelah agk lama rina tak memejamkan matanya, hanya dg pandangan kosong sperti org melamun.
Mulai saat itu rina sudah mulai dingin kepadaku, tetap melayani dirumah layaknya istri, tp wajah yg biasa ceria bahagia dan heboh, kini menjadi wajah yg murung, tanpa senyum, bahkan si kakak beberapa kali kena semprot emosi rina.
Aku menyadari hati rina lg gundah, aku sempat ingin memutuskan keluar dr rumah agar dia tak emosi dg anaknya.
Beberapa hr tak ada ucapan sayang, love u, sperti biasanya hanya menjawab iya/nggak, tidur pun memunggungiku. Di tambah ibu menyadari perubahan rina kepadaku.
Sesaat di kmr setelah aku mandi sore, rina tetap menyiapkan baju buatku, tp setelah itu dia lsg keluar kmr. Setelah memakai baju aku memanggilnya agar dia kembali ke kmr.
S: drpd kakak jd pelampiasan emosimu
S: drpd km sperti ini terus, aku mending keluar dr sini sekarang
Rina hanya menatapku ketus, matanya tak berkedip sm sekali.
Aku bilang seperti itu aku kira rina bakal berubah tp ternyata
R: pergi? Pergi aja, sana urus wanitamu!
R; aku udh g berguna bagi km kan?
R: aku udh tua, udh jelek, badanku udh g sperti dulu
R: sana cari wanitamu!
Tangis rina kembali pecah
Ku dekati rina ingin kupeluk, tapi tanganku di tepisnya, dia terduduk di bawah kasur dan bersandar pada pinggiran kasur dg posisi kedua kakinya di Teluk dan kedua tangannya menutup wajahnya.
Sungguh baru kali ini aku melihat rina terpuruk seperti itu, aku duduk di depannya, ku tempelkan keningku ke kepalanya, rina melepas tangannya, mata kita bertemu, dan dg cepat rina memelukku tangisnya semakin pecah.
Aku hanya memeluk dan mengelu kepala hingga punggungnya.
Lama sekali berpelukan, tak mengucapkan satu kaya pun, tak terasa aku jg meneteskan air mata, entah krn apa.
Hingga adzan magrib tiba, ku ajak rina solat bersama, rina mengangguk.
Memang kita sudah lama tak beribadah bersama sama, sudah jrg sekali.
Aku mengambil wudhu, rina menyiapkan alat solat kami.
Di saat memimpin solat, tak terasa suaraku jg bergetar.
Stelah solat, dzikir sedikit seperti biasa, berdoa dan selesai. Stelah selesai doa aku pasti menoleh ke belakang rina pasti mencium tanganku.
Tp saat itu beda, rina masi menangis, rina menyambut tanganku dg kedua tangannya dan di cium lah tanganku, lama sekali tak ia lepaskan, tangisnya pecah lg. Ku elus² kepalanya, rina melihatku dan memelukku dg tangisnya.
R; aku takut kehilangan km selamanya
Kalimat yg juga masi ku ingat sampai skrg, rina mengucapkan dg terbata bata krn tangisnya.
Sangat lama sekali berpelukan, hingga pintu kamar di ketuk oleh ibu krn mengajak makan malam sama².
Rina melepaskan pelukannya, dan me lap air matanya, kami berkemas dan berganti baju.
Keluar kamar aku pakaian santai sperti biasa, rina pun mengenakan daster rumahan.
Suasana makan malam terasa canggung, tak ada yg berani membuka obrolan, si kakak jg sperti terheran melihat mamanya dg mata sembab.
Stelah makan, si kakak di suru masuk kmr oleh ibunya rina, kini tinggal kami bertiga.
Ibu pun lsg bertanya kami knp kok rina sampai sperti itu.
Dg rasa antara takut dan berani, ku ceritakan sejak awal aku berpacaran dg ana. Ibu tak kaget sm sekali, krn menurutnya hal itu akan terjadi, dan ibu jg sedikit bercerita ternyata rina berharap bisa hidup selamanya denganku, tp aku sedikit menyangkal ibu soal faktor usia terpaut jauh sekali, ku jelaskan detail hingga mas tuaku esok.
Pantas saja ketika aku menghamili irma rina lsg dg cepat tegas menyelesaikan masalah itu.
Kedua rina menghindari pertemuan ku dg mbak mila, tak perna mengajak ke tempat mbak mila.
Ketika aku dekat dg ana rina sikapnya lsg drastis membuatku semakin nyaman dengannya.
Ternyata semua itu terjawab dr mulut ibu rina sendiri.
Kulihat rina pandangannya masi kosong, air matanya sesekali masi menetes.
Ku ingat pesan ibu sampai saat ini "nak reno jgn salah pilih ya, sebelum memutuskan pikirkan langkah dan solusinya"
Ibu meninggalkan ku berdua dg rina, aku berdiri di samping rina, ku peluk kepalanya menyandar di perutku, rina pun memelukku dg erat.
Beberapa saat kemudian
S: masi mau bikinin aku kopi?
Rina mengangguk, kemudian bangkit dan berjalan sambil me lap air matanya. Aku menunggu di blkg.
Rina dtg membawa kopi milikku, rina jg menemaniku di blkg, tp hingga 2 batang udud habis tak ada satu kata pun terucap, pandangan rina masi kosong.
Akhirnya ku beranikan buka suara dan mengajaknya negosisiasi, apa pun resikonya aku pikir belakangan nanti.
S: jgn diem terus, kalo di diamkan akan semakin berlarut
Rina hanya menoleh
S: kita udh sama² dewasa, ayo kita diskusikan dan cr solusi sama².
Kini rina memutar duduknya menghadap ku, aku pun kini menghadapnya, kupegang tangannya
S: maumu skrg gmn?
Rina lama tak menjawab, hanya tertunduk.
S: ma, jawab dong, ku ucapkan dg sangat halus
Rina mengangkat wajahnya melihatku lg
R: aku cm takut kehilangan km selamanya
Air matanya kembali menetes, dia me lap nya
S; ssstttttt, sudah jgn nangis lg, ku usap pipinya.
S: skrg km maunya gmn?
R: terserah km, aku minta gmn pun suatu saat ttp kamu tinggal
S: gni, soal melamar ana itu masih rencana, yg aku lakukan mengenalkan dulu ke orang tuaku, kalo ortuku cocok mgkn bisa berlanjut, tp kalo g cocok kan ya berhenti.
R; tp suatu saat nemu wanita lain lg km bakal ttp ninggal aku
Kini aku bingung menjawabnya, krn memang benar akan ttp sperti itu.
S: kita kembali pd kesepakatan saja gmn?
R; itu kn emang yg km mau, sampe skrg pun mau ninggal aku
S; bukan
S; gini, bla bla bla ku jelaskan kembali kesepakatan awal dg rina
S: jd kita masi bisa bertemu dan berhubungan, km g bakal kehilangan aku
R; bener? Yakin? Rina menatapku tajam
S: iya, asalkan jgn sampai ketahuan siapa pun wanitaku nanti
R: tp ttp saja aku gabisa miliki km sepenuhnya.
S: drpd kehilangan selamanya.
Rina terdiam lama
R: jd skrg gmn?
S: terserah km, kalo aku ya ttp kesepakatan aj
S; ktika kita sama² dirumah ya kita sperti biasa
S: tp di luar rumah kita punya kehidupan sndiri²
Jujur saja jawaban yg kuberikan ke rina awalnya hanya bertujuan utk menghibur rina agar tk murung dan menangis terus.
S: dan aku minta 1 lg yg paling penting
R: apa?
S: ada masalah dg siapa pun, masalah seberat apa pun jgn sekali² emosinya di lampiaskan ke anak, aku paling g suka
S: anak² butuh kasih sayang, bukan pelampiasan emosi kita
R: iya maaf soal itu.
Akhirnya rina sudah sedikit mencair malam itu di blkg rumah.
R: aku ini udh jelek ya pa?
S: nggak, kata siapa?
Rina menggeleng
S: cm itu semakin besar ahahaha
Aku menunjuk perut rina yg menggemuk
R: tuh kan, rina tersipu.
Kami kembali mengulangi obrolan malam itu tentang kesepakatan.
Yg di tangkap rina sperti ini;
Jika reno dirumah dia suamiku, tp di luar reno punya kehidupan sendiri, dan hubungan kita masi bersifat rahasia.
Ternyata ibu melihat kami mengobrol di blkg, ibu berjalan ke arah kami, ibu berdiri di tengah² kami, tangan kanan ibu memegang pundak kanan rina, tangan kiri ibu memegang pundak kiriku.
Ir: sudah akur? Sambil tersenyum, dan ibu menatap kolam di depan kami
Ir: andai usia kalian sebaya, mgkn jd pasangan yg harmonis melebih ibu dan bapak dulu, kami bertiga tersenyum
Ir: hidup ini cuma sekali, jgn di bikin sulit, nikmati saja, ikuti sperti air mengalir. Kami bertiga menatap kolam
Ir: cinta dan kasih sayang tak harus memiliki, meskipun menyakitkan ehehehe
Ir: pesan ibu, tetap saling menghargai dan menghormati
Ir: jika ada masalah cepat di selesaikan, krn semakin lama semakin runyam
Ibu dtg selalu membuat hati ini ayem, sosok malaikat di rumah ini.
Rina pun sudah mencair.
Ibu kembali ke dalam.
Aku dan rina berdua lg, ku genggam tangannya, rina menatapku
S: maafkan aku gaperna jd yg terbaik dan selalu membuatmu sakit hati
Rina menggeleng dan muncul senyum tipis di bibirnya
S: love u
R: too, rina mengucapkan dg pelan dan tersenyum, rina menangis kembali
Ku cium tangannya.
S: sudah ya jgn sperti beberapa hr kmrn, kita perbaiki dg jalan yg kita bahas td
Rina hanya mengangguk
S: masuk yuk
Rina lsg berdiri, kupeluk pundaknya, rina memeluk pinggang ku, kami berjalan bersama ke dalam rumah.
Di part ini adalah momen pertama kali aku melihat rina sangat terpukul dan benar² down. Dan aku sangat merasa bersalah dg kondisi rina saat itu.
Kejadian dan percakapan kurg lebih seperti itu.
Mohon maaf apa bila tidak ada cerita sex di beberapa part ini, krn aku hanya menyampaikan garis ceritanya, di kehidupan sebenarnya sex tetap jln, dan saat bagian ini akan memasuki masa transisi dr kehidupan rina ke kehidupan ana.
Continue.......