Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Perjalanan Binalku

Halo suhu suhu sekalian. Maafkan saya yang terlalu sibuk di dunia nyata. Update kali ini kami persembahkan untuk seluruh suhu sekalian. Selamat menikmati



Part 3: deras

Ya ampun! Sudah jam dua siang dan aku baru bangun tidur setelah pergumulanku dengan Fendi.

Aku masih terngiang ucapan Fendi sebelum aku terlelap, “Sekarang kamu boleh membenciku”.

Benci? Kenapa? Aku menikmatinya kok. Oh iya lupa. Aku ini kan istri orang. Gak seharusnya aku berhubungan badan dengan laki-laki selain suamiku. Kenapa aku bisa lupa gini sih? Ah sudahlah.

Aku terbangun karena mencium aroma harum dari dapur. Kulihat Fendi sedang memasak sesuatu. Sepertinya nasi goreng.

Aku bangun dalam keadaan telanjang. Hanya tertutupi selimut seadanya. Pasti Fendi yang pakein. Kali ini aku tidak pakai gamisan. Hanya daster mini tanpa jilbab. Celana dalam dan beha pun tidak.

Siapa tahu dengan berpakaian seperti ini Fendi untuk menyetubuhiku lagi. Gengsi dong kalo aku yang minta duluan. Aku ini wanita baik-baik.

“Anggap aja rumah sendiri” kataku menyindir sambil duduk di meja makan yang dekat dengan dapur. Dia memang terbiasa nyelonong masuk ke rumahku. Kebiasaan itu masih kebawa sampai sekarang.

“Udah tahu ada tamu bukannya disuguhin makanan kek, malah tidur. Ngorok lagi” Jawabnya. Entah dia bercanda atau serius.

“Dikasih hati minta empedu. Tamu mana yang menyetubuhi tuan rumahnya, heh?”

“Kalo soal itu aku minta maaf. Kamu boleh kok membenciku”. Giliran dia yang mengiba. Sambil membawa dua porsi nasi goreng.

Hm.. enak. Maksudku, masakannya yang enak. Aku heran sama si Fendi. Udah jago benerin perabotan, benerin rumah, bisa masak lagi.

“Enak atau lapar? Lahap banget” katanya

“Gak sopan ih orang lagi makan kok dilihatin!”

“Jadi dimaafin nih?”

“Stop. Gak usah bahas itu bisa gak sih”. Aku benar-benar bingung. Di satu sisi aku menikmati permainan Fendi. Tapi di sisi lain, aku sadar apa yang kami lakukan itu sudah melampaui batas. Mau bodo amat, tapi… Ah sudahlah.

“Saluran airnya udah aku benerin. Termasuk boosternya juga. Jadi kalo nyalain keran hati-hati ya soalnya kenceng banget” kata Fendi memberitahu bahwa tugas utama dia datang kemari sudah selesai.

“Oke aku mandi dulu kalo gitu.” kataku. Maksudku, yuk Fen kita mandi bareng. Tapi aku gak berani ngomong.

“Iya kamu mandi gih. Sekalian kamu cobain showernya. Aku sih tadi udah coba sekalian mandi, deras banget airnya.”

Harusnya kamu yang peka Fen. Dasar cowok nggak peka. Ya udah lah, mungkin cukup sekali kesempatanku merasakan nikmatnya orgasme. Padahal udah aku pancing-pancing pake daster mini tanpa dalaman. Payudaraku montok begini.

Bergegaslah aku ke kamar mandi. Lalu aku coba memutar krannya dan,

“A……” aku teriak sekencangnya. Terkejut terkena air yang memancar dari kran dengan sangat deras. Fendi memang sudah memperingatkanku tapi nggak nyangka sederas ini. Aku lupa kalo booster nya juga diperbaiki.

Fendi yang kaget bergegas ke kamar mandi. Tanpa babibu dia buka pintu kamar mandi yang memang sengaja tidak aku kunci.

“ada apa?” tanyanya.

Ini kesempatanku. Fendi memandang tubuhku telanjang bulat tanpa sehelai benang pun. Aku berpura-pura kaget dan refleks memeluk badannya yang sebenarnya sudah rapi.

Apakah dia berhasil terpancing? Ternyata tidak.

Dia mendorongku. Menjauh. What? Why?

“Kenapa? Kamu udah nggak mau menjamahku lagi?” tanyaku. Dalam hati tentunya.

“Maaf. Aku gak mau khilaf untuk kali kedua. Maaf” Katanya sambil undur diri.

Di dalam kamar mandi aku merenung. Semurah inikah harga diriku? Salahkah aku kalo aku ingin merasakan kenikmatan yang belum pernah aku rasakan bersama Mas Dani?

Setelah aku pikir-pikir, apa salahnya jadi perempuan murahan. Daripada munafik. Karena begitu Fendi sudah tidak lagi di rumah ini, aku nggak akan bisa lagi merasakan nikmat itu. Hidup akan kembali normal seperti biasa.

Aku beranikan diri keluar kamar mandi sambil telanjang.

Fendi duduk terdiam di atas sofa. Melongo.

“Let’s do it again, dear!” godaku sambil menjajakan payudaraku yang besar.

“What do you want?” tanya Fendi.

“I want it” jawabku sambil menunjuk kemaluannya.

“Apa? Yang jelas dong kalo ngomong!” kini nadanya sedikit meninggi. Agak kaget juga kenapa dia bersikap seperti itu.

“Ini” kataku sambil mengelus penisnya dari luar celana.

“Ini apa?”

“Em… penis”

“Bukan! Ini kontol”

“Iya itu maksudku”

“Bilang dulu: kontol”

“Kontol”.

“Lebih jelas lagi”

“Aku ingin dientot sama kontolmu Fen. Kontolmu gede bikin aku ketagihan. Aku suka kontolmu” Tanpa sadar aku sudah larut dalam permainannya. Permainan yang membuatku jadi lebih bergairah, lebih horni, seluruh tubuhku jadi bergetar. Belum pernah aku merasakan sebinal dan sejalang ini.

“Dasar perempuan binal!” bentaknya sembari dia menepuk pantatku yang sintal ini.

“You know what to do kan”

Aku mengangguk bagai terhipnotis. Setan apa yang merasukiku sekarang. Tanpa ada yang menuntun aku tahu aku harus membuka celana dan menghisap kontolnya. Yes, sekarang aku mulai berani bilang “kontol”.

Dasar kontol kurang ajar. Awas kamu ya.

Kujilat pelan-pelan kepalanya. Lalu batangnya. Lalu perlahan aku maju mundurkan ke dalam mulutku. Inchi demi inchi. Jelas nggak bisa masuk semua. Hanya dua pertiga yang bisa aku emut. Betapa nikmanya membayangkan kontol sebesar ini akan mengoyak-ngoyak liang senggamaku.

“Kamu ketagihan ya?”

Aku mengangguk kecil karena mulutku sedang fokus mengoral kontolnya.

“Ah…” kudengar Fendi mendesah panjang. Tandanya dia sudah benar-benar on.

Posisinya masih duduk di sofa sedangkan aku jongkok di depannya. Sesekali dia remas-remas toketku menggunakan kedua tangannya. Rasanya nikmat sekali diperlakukan seperti ini.

“Stop. sekarang kamu berdiri, nungging, pegangan sofa”

Dia memintaku untuk nungging membelakanginya.

Dia menjilati memekku. Ah… nikmat…. “Terus fen terus…. Jilatanmu enak banget fen Memekku keenakan”

“Udah binal ya kamu” aku sudah tidak bisa membedakan mana pujian dan hinaan. Yang aku tahu, aku telah larut dalam birahi.

“Iya aku memang binal. Kamu kan yang bikin aku seperti ini.”

“Enak aja. Kalo nggak ngaku aku cabut nih”. Dia menghentikan jilatannya sebentar.

“Kok berhenti sih.”

“Jawab dulu kamu binal gara-gara siapa”

“Gara-gara kamu kan”

“Bukan! Ayo jawab yang bener kalo nggak aku stop”

“Oke oke. Aku ngaku. Aku memang binal. Aku yang memancingmu bisar bisa dientot sama kamu. Aku memang perempuan binal nakal jalang. Yang ada di otakku hanya ngentot ngentot dan ngentot. Ah…… Ngentot itu enak…. Terus fen terus….”

“Nah gitu dong. Ngaku”

Ku menoleh ke belakang ingin tahu apa yang hendak dia lakukan. Dia mau memasukkan kontolnya yang besar ke dalam memekku. Oh, melihatnya saja sudah sange berat apalagi beneran masuk.

“Oh………” Dia mulai memompa keluar masuk keluar masuk. Setiap kali dia melakukannya kenikmatan yang aku rasakan juga semakin bertambah. Menjalar ke seluruh tubuhku. Toketku membusung, putingnya juga mengencang. Dan seluruh tubuhku bergetar. Akhirnya aku mengalami orgasmeku yang pertama dari persetubuhan yang kedua.

“Baru juga dimasukin udah orgasme aja. Udah nahan dari kapan? Jawab jujur” tanyanya.

“Sejak aku melihatmu masak di dapur aku udah sanget berat fen”

“Anjing! Emang nakal kamu ya! Jadi kamu sengaja mancing-mancing aku pas di kamar mandi tadi ya”

“Ah! Ah! Ah! Yes. Fuck me harder!” sodokannya semakin intens. Kenikmatan yang aku rasakan pun juga semakin meningkat.

Sesuatu yang aneh aku rasakan ketika aku dilecehkan dengan sebutan anjing, nakal, binal. Aku justru menikmatinya.

“Enak gak?” tanyanya.

Aku hanya mengangguk. Tak bisa berkata-kata selain desahan “ah oh ah oh”.

“Kalo enak itu ngomong jangan ah oh ah oh. Aku cabut nih”

“Iya enak.”

“Enak aja?”

“Enak banget”

“Kalo enak banget bilang, “anjing enak banget!”

“Anjing enak banget! Bangsat lu Fen!” teriakku

“Kurang kenceng”

“Anjing!!! Bangsat!!!!! Enak banget!!! Ah…. Ah… Ah… Aaaaah……” desahanku semakin kencang. Kini tak bisa kutahan lagi betapa nikmatnya orgasme yang belum pernah aku rasakan sebelumnya.

Sudah 15 menit lamanya kami bergulat dengan posisi nungging. Aku heran kenapa Fendi masih belum keluar juga.

“Fen, ganti posisi yuk. Aku capek nungging terus”

“Plop!” Dia keluarkan kontolnya dari memekku. Dia menyuruhku untuk duduk di sofa. Kali ini dia yang berada di bawah menjilati memekku.

Dia jilati cairan memekku. Dia telan cairannya sampai habis. Lalu dia jilati lagi, keluar cairan basah dan dia telan lagi. Begitu seterusnya. Sementara aku hanya mengerang keenakan melihat pemandangan ini.

“Fen masukin lagi” pintaku.

“Panggil aku Tuan Fendi”

“Tuan Fendi, aku mohon masukkanlah lagi kontol besarmu itu ke dalam memek pelacur binal ini. Please… Si wanita jalang ini sudah sangat tidak tahan ingin disetubuhi olehmu tuanku.”

“Jadi kamu mau aku jadiin budak seksku”

“Iya tuan. Jadikan aku budak seksmu. Tubuh ini milikmu semuanya”

“Oke. Kita ke kamar lagi yuk.”Katanya, sambil menggendongku. Aku bagaikan seonggok daging yang pasrah menerima kenikmatan bertubi-tubi.

Sambil digendong kami berciuman.

“Udah mulai pintar ya.”

“Budak siapa dulu dong”

Sekarang posisi Fendi ada di atas dan aku berbaring di kasur. Kami berciuman lagi jauh lebih hot daripada saat kami melakukannya saat kali pertama. Bahkan lebih hot dari ciumanku dengan Mas Dani.
Tangan kirinya memainkan payudaraku bergantian kiri dan kanan. Sementara tangan kanannya mengeksploitasi memekku. Dia masukkan satu jari, lalu dua jari ke dalam lubang kewanitaan yang seharusnya hanya aku berikan kepada suamiku seorang.

Kedua jarinya tadi bergerilya hingga mengenai sesuatu di dalam vaginaku, “oh…. Shhhhhitttt apa ini?” nikmat banget.

“Itu namanya hotspot” katanya. Sambil terus memainkan sesuatu yang akhirnya aku tahu itu adalah hotspot.

“Ah… ah…. aaahhhhh…. “ entah berapa kali aku orgasme. Baik dengan lidahnya, jarinya, apalagi dengan kontolnya yang jumbo itu.

Tangannya yang masih penuh dengan cairan dari memekku, dia arahkan ke mulutku. Awalnya aku bingung. Tapi kemudian aku tahu apa yang harus kulakukan. Kujilati cairan memekku sendiri. Sementara kontolnya mulai merangsek ke dalam. Rasanya asin, tapi karena nafsu jadi mau mau aja malah menikmatinya.

“Ehm… Ah…”

“Nah pinter. Jadi udah tahu kan caranya CIM”

“CIM? Apaan”

“Cum in mouth alias crot di mulut”

“Jadi aku harus telan sperma?”

“Kalo nggak mau nggak apa. Aku cabut sekarang”

“Iya aku mau aku mau kok.”

“Tenang aja. Kita nungging lagi”

Tanpa aba-aba aku posisikan diriku nungging dengan posisi pantat yang agak ke atas. Dia memuji sikapku yang katanya aku sudah mulai berpengalaman.

Dia jilati memekku dari belakang. Aku merem melek dibuatnya. Nikmat banget posisi seperti ini. Lalu dia meneruskan jilatannya naik hingga ke lubang anusku.

Rasanya campur-campur antara geli dan keenakan. Lidahnya dia colok-colokin masuk ke anus.

“Aku lihat lubang anusmu masih virgin. Belum dianal sama suamimu?”

Jika iya, berarti dia orang yang pertama. Sementara suamiku sendiri aku larang. Tapi aku pikir, sepertinya boleh dicoba. Sudah kepalang tanggung.

“Mau anal? Boleh.” jawabku menawarkan diri.

“Jangan. Biar suamimu yang merawani lubang anusmu. Kalo semua aku nikmatin, suamimu dapat apanya? Ampas?”

“Oke” jawabku.

“Bukan kayak gitu jawabnya!”

“Baik tuanku Fendi, budakmu ini akan… ah…” belum juga selesai bicara, kontolnya sudah menghunjam dalam ke dalam memekku yang memang sudah sangat basah.

“Dia pompa maju mundur keluar masuk.

“Oke siap siap ya” Fendi memberi aba-aba dia akan muncratkan seluruh spermanya ke mulutku.

“Jangan dulu fen aku masih mau keluar. Ah…… Ah……” Tubuhku menggeliat hebat. Payudaraku membusung. Tanda aku orgasme. Setelah orgasme selesai, aku kasih aba-aba ke Fendi.

“Oke. Aku dah puas Fen. Sekarang keluarin”

Dia cabut kontolnya lalu mengarahkannya ke mulutku. Dengan cepat aku posisikan tubuhku untuk menerima kontolnya masuk ke mulutku. Aku lahap dan aku rasakan kontolnya berkedut-kedut di dalam mulutku sambil mengeluarkan lahar. Crot… crot… crottt……

“Ah…” kudengar erangan Fendi setiap spermanya muncrat ke dalam mulutku”

Rasanya asin, tapi aku tetap emut dan telan semua sperma karena nafsu.

Ternyata nggak ada rasa jijik sama sekali kalo melakukannya dengan nafsu. Malahan aku merasa semakin merasa binal, nakal, jalang setelah menelan spermanya.

Aku sudah mulai terbiasa dengan nikmatnya orgasme. Jadi kali ini aku nggak tidur habis ngentot.

Anehnya, kontol Fendi masih saja tegak. Seakan nggak ada capek-capeknya.

Kamu berdua masih pada posisi misionaris. Mata kamu beradu, lalu dia memeluk dan mencium keningku.

“Aku harus mandi. Udah sore aku harus balik lagi ke kantor buat check out.”

Dia bergegas ke kamar mandi meninggalkan aku seorang diri di atas kasur. Masih terasa kedutan di memek.

Kenapa nggak mandi bareng aja. Akhirnya kami mandi bersama di bawah shower yang baru saja diperbaiki.

Di dalam kamar mandi kami bercanda sambil bercerita. Dari mana dia belajar memperlakukan wanita. Dan aku juga banyak diberi pengetahuan seputar seks. Saling menyabuni tubuh masing masing dan tentu saja ngentot lagi.

Kami melakukan ciuman perpisahan sebelum benar-benar berpisah.

“Jangan nakal ya. Ini kontol sudah aku kuasai. Perempuan lain gak boleh pakai” kataku.

“Tenang sayang. Jangan terlalu fokus dengan kontol ini. Masih banyak kontol-kontol lain yang harus kamu coba” kata Fendi.

“Kamu pikir aku ini siapa? Perempuan gampangan?” tanyaku agak kesal.

“Seorang perempuan yang memulai perjalanan binalnya”
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd