Bab 48
Rupanya Sepasang Golok Mengejar Bulan telah beraksi.
Sepasang golok berbentuk lengkung seperti bulan sabit dengan lima cerukan di bagian tengah bergerak dalam aturan-aturan tertentu seperti menggunakan jurus-jurus pedang.
Untuk pertama kalinya pemuda sakti berbaju putih menggunakan jurus pedang tunggal aliran Partai Matahari Terbit yang bernama jurus ‘Terbit Di Timur, Tenggelam Di Barat’ untuk menggerakkan sepasang golok lengkung.
Adakalanya tangan kiri bergerak dengan pola-pola serangan ke arah kiri, begitu pula tangan kanan bergerak dengan pola serangan ke arah kanan.
Sett ... reett!!
Suara gesekan angin semakin keras menyayat laksana ratapan hantu di siang bolong.
Semakin cepat bergerak, suara sayatan semakin membuat gendang telinga para penghuni alam gaib laksana ditusuk-tusuk ribuan jarum.
Saat dilanjutkan dengan gerakan menebas, Paksi Jaladara mengubah gerakan menjadi arah yang berseberangan, satu bergerak ke kiri dan satunya bergerak ke kanan dengan kecepatan yang lebih tinggi hingga nampak kelebatan bayangan putih kehitaman, sehingga kelihatan menjadi dua serangan yang berbeda meski tetap menggunakan jurus yang sama.
Tampak dua bayangan yang seolah saling berlomba membantai lawan.
Kali ini gabungan Ilmu ‘Mengendalikan Badai’ dan jurus pedang ‘Terbit Di Timur, Tenggelam Di Barat’ bagai tangan panjang Paksi Jaladara.
Rrrtt ... critt ... ! Crriing!! Triing ... !!
Kepulan asap abu-abu semakin banyak memenuhi tempat itu.
“Pantas Kakang Paksi bersikukuh menggunakan golok uniknya, rupanya ia mahir menggunakan senjata aneh itu dengan cara luar biasa,” kata hati Gadis Naga Biru atau Retno Palupi yang menggunakan Ilmu ‘Pedang Naga Laut’ warisan sang kakek lewat Pedang Samurai Kazebito yang digenggam dengan tangan kanan, sedang tangan kiri merapal ‘Tiga Belas Pukulan Telapak Kosong’, sehingga diantara desingan pedang terselip suara gemuruh ombak yang menghantam batu karang.
Saking cepatnya ia bergerak membuat tubuh gadis itu berubah menjadi sebentuk bayangan biru yang berkelebat cepat menyambar-nyambar bagai camar di laut.
Gadis Naga Biru, putri tunggal Majikan Wisma Samudera bertarung sengit dengan Senopati Segawon Alas, dimana 'Tenaga Gaib Siluman Serigala' sudah dikerahkan hingga maksimal bahkan Ilmu 'Baju Besi Iblis' tingkat coklat dikerahkan sampai tingkat tertinggi.
Sehingga seluruh arena pertarungan dipenuhi dengan gulungan bayangan pedang yang menari-nari liar disertai suara tapak menggemuruh laksana badai di laut beradu tanding dengan hujan cakar serigala yang gesit dan adakalanya melakukan gebrakan-gebrakan tak terduga.
Bahkan lontaran beberapa pukulan sakti sering terdengar diantara celah-celah pertarungan.
Akan tetapi, terdapat keanehan pada gerak siluman serigala di kala pedang aneh yang ada di tangan lawan mengejar dirinya.
Siluman berdarah campuran yang kebal senjata karena Ilmu 'Baju Besi Iblis' tingkat coklat tidak berani membenturkan sepasang tangan dengan pedang aneh panjang melengkung di tangan gadis jelita yang menjadi lawannya.
“Aneh, kenapa aku memiliki rasa takut terhadap pedang melengkung di tangan gadis itu?” pikirnya sambil mengerahkan tendangan beruntun ke arah kuda-kuda kokoh si dara cantik berbaju biru. “Lebih baik aku rebut dulu pedangnya, baru orangnya kuhabisi belakangan.”
Wukk! Wukk!
Gadis Naga Biru melenting sambil mengayunkan pedang panjang lewat jurus 'Naga Siluman Menjulurkan Lidah' berusaha membuntungi sepasang kaki Senopati Segawon Alas dari atas, sedang tangan kanan menyerang dengan jurus 'Selaksa Tapak Membelah Laut'.
Werr ... swerrr ... ziing ... !
Melihat kaki terancam putus sebatas lutut sedang bagian atas dihadang puluhan tapak yang datang bagai gelombang membuat Senopati Segawon Alas mengambil resiko tinggi. Mengandalkan Ilmu 'Baju Besi Iblis' tingkat coklatnya, manusia serigala berguling ke depan dan membiarkan bagian punggung terhantam serangan lawan.
Dess! Prakk! Brakk!
Bersamaan dengan itu pula, sepasang kakinya berhasil lolos dari sergapan pedang, namun ia melupakan satu hal!
Bagian ekor!
Di bagian itu terlupa sama sekali, karena ia hanya memikirkan sepasang kaki. Hingga tanpa bisa dicegah lagi, ekor panjang Senopati Segawon Alas terbabat putus setengah lebih.
Crasss ... !!
“Aaauuuungg ... “
Suara raungan serigala kesakitan langsung terdengar keras.
Darah kental coklat kehitaman menetes keluar dari bekas potongan ekor.
“Sial ... ternyata mata pedang berasal dari batu dingin dari Pegunungan Himalaya,” terdengar gumaman lirih saat merasakan rasa dingin menjalar masuk lewat bagian ekornya yang terpotong putus.
Darah kental kecoklatan menetes keluar disertai bau amis.
Melihat lawan terluka membuat serangan Retno Palupi semakin meningkat.
“Serigala jelek! Lebih baik kau menyerah saja!” serunya sambil memutar-mutar pedang membentuk gulungan-gulungan tajam, kemudian dikibaskan ke depan diiringi bentakan keras. “Terima jurusku ... ! Hiyaaa ... !”
Wuuukk ... wuuk ... werr ... !
Sebentuk gulungan hawa pedang dari jurus 'Tarian Naga Laut' langsung menggebah maju disertai serangan tapak yang menyusul belakangan. Jurus kedua dari ‘Tiga Belas Pukulan Telapak Kosong’ yang bernama 'Dewa Samudera Memecah Gelombang' menggebah dengan dashyat bagai mendorong maju gulungan hawa pedang dari jurus 'Tarian Naga Laut'!
'Tenaga Gaib Siluman Serigala' sudah tidak seperti sebelumnya, menurun separoh lebih karena putusnya bagian ekor, sebab di bagian ekorlah sebenarnya merupakan titik lemah paling utama dari ilmu tenaga gaib tersebut.
Meski tanpa sengaja terputus oleh lawan, membuat Senopati Segawon Alas harus berpikir dua kali lipat memapaki dua jurus serangan lawan. Namun saat ini tidak ada waktu lagi untuk berpikir panjang.
Tidak ada pilihan lain, dengan kekuatan tersisa ia mengemposkan 'Tenaga Gaib Siluman Serigala' ke tahap yang paling tinggi bisa ia kerahkan.
“Brengsek! Hanya bisa pada tingkat ke lima!” pikirnya kuatir, sedang serangan lawan kini sejarak setengah tombak lagi di depannya.
Diikuti raungan keras, sepuluh kuku jari Senopati Segawon Alas berubah memanjang.
Crakk! Crakk! Crakk!
Ilmu 'Sepuluh Kuku Serigala Setan' dengan manis memotong-motong hawa pedang dari jurus 'Tarian Naga Laut', bahkan puluhan serangan tapak dari jurus 'Dewa Samudera Memecah Gelombang' pun kandas di bawah Ilmu 'Sepuluh Kuku Serigala Setan' yang dilancarkan si manusia serigala.
Blarr ... blarrr ... !
“Ha-ha-ha! Bagus, rupanya kemampuanmu tidak setangguh yang kukira, anak manusia!” seru Senopati Segawon Alas setelah mengetahui bahwa tenaga sakti milik lawan tidak sehebat penampakannya.
Hal itu membuat semangatnya meninggi seketika.
Namun rasa senangnya hanya sesaat.
Tiba-tiba sebuah gulungan kecil menyeruak di antara pecahan hawa pedang dan tapak.
Crass! Crass! Crass! Crass!
Akibatnya, dari ujung jari sampai pangkal lengan Senopati Segawon Alas terbabat putus membentuk potongan-potongan daging kecil-kecil.
Plukk! Plukk! Blushh ... !!
“Auuuungg ... auuungg ... Bangh ... shhat ... !”
Kembali terdengar raungan serigala kesakitan untuk kedua kalinya, kali ini lebih keras dan lebih menyayat hati!
Kehilangan ekor masih bisa ditumbuhkan lagi dengan bertapa selama dua purnama, tapi kehilangan dua tangan sekaligus dalam waktu bersamaan justru membutuhkan waktu puluhan tahun untuk menumbuhkan tangan baru yang sama bentuk dan sifatnya.
Rupanya Gadis Naga Biru menerapkan teori 'di dalam jurus ada jurus'.
Saat ia mengerahkan hawa pedang dari jurus 'Tarian Naga Laut' memang dikerahkan bentuk hawa bayangan tanpa ada tenaga dalam yang menyertainya.
Demikian pula dengan jurus 'Dewa Samudera Memecah Gelombang' yang meski terlihat garang dari luar, tapi kosong di dalam.
Itulah sebabnya mengapa Ilmu 'Sepuluh Kuku Serigala Setan' milik Senopati Segawon Alas dengan mudah membuat dua jurus maut tersebut tercerai-berai.
Begitu dua jurus pancingannya berhasil memancing kelengahan lawan, jurus 'Naga Meliuk Menelan Mangsa' yang berbentuk sebuah gulungan kecil menerobos di antara celah-celah jurus yang hancur.
Dan hasilnya, dari ujung jari sampai lengan Senopati Segawon Alas hancur tercacah-cacah!
Kembali senopati Kerajaan Iblis Dasar Langit kalah telak!
“Bagaimana?
Kita lanjutkan pertarungan?” kata Gadis Naga Biru sambil menodongkan ujung mata pedang ke leher Senopati Segawon Alas diiringi senyum penuh kemenangan.
“Kau hebat, anak manusia! Aku mengaku kalah padamu! Kalau mau bunuh, bunuhlah!” seru Senopati Segawon Alas, namun di otak liciknya ia berkata lain, “Setahuku, para manusia biasanya akan melepaskan lawan yang sudah menyerah kalah.
Begitu ia lengah ... aku bisa membokongnya dari belakang!”
“Kalau begitu ... dengan senang hati, sobat!”
“Tung ... “
Crasss ... !
Pedang Samurai Kazebito langsung berkelebat cepat dari kiri ke kanan di atas leher.
Buushhh ... !
Jurus sederhana tanpa variasi telah menamatkan riwayat Senopati Segawon Alas dengan kepala lepas dari lehernya.
“Huh, siluman jelek macammu berusaha mengkadali aku? Tolol bin bego namanya,” gerutu Gadis Naga Biru.
Tiba-tiba dari mulut Gadis Naga Biru menetes darah segar!
Rupanya serangan terakhir lawan secara tidak langsung mengenai bagian dalam tubuhnya sedikit berguncang, hingga membuat gadis cantik berbaju biru laut mengalami luka dalam meski tidak terlalu parah.
Gadis itu segera menyusut darah yang menetes keluar.
Paksi Jaladara yang melihat Gadis Naga Biru terluka, segera berkelebat menghampiri.
“Kau terluka, Nimas?”
“Hanya luka ringan, kakang. Tidak apa-apa.”
“Lebih baik kau sembuhkan dulu lukamu di sana,” kata Paksi Jaladara sambil memapah Gadis Naga Biru, lalu berjalan cepat di depan bola cahaya kuning kunang-kunang.
“Cepat telan ini,” kata Paksi Jaladara sambil memasukkan sebuah bola kecil ke dalam mulut kekasihnya.
Gadis Naga Biru menurut saja, membuka mulut dan menelan benda putih yang rasanya manis dan harum, kemudian duduk bersemadi menyembuhkan luka.
Dengan tewasnya Senopati Monyet Plangon dan Senopati Segawon Alas, membuat para pendekar yang lain semakin bersemangat.
Di posisi lain, Senopati Babi Angot si siluman babi telah berubah bentuk menjadi celeng hutan seukuran kerbau bunting.
Berbulu hitam legam seperti arang dan mengkilat seperti berminyak.
Sudah berulang kali Gineng, murid tunggal Tabib Sakti Berjari Sebelas dari Pulau Khayangan menyarangkan tendangan dan pukulan-pukulan sakti tapi selalu meleset.
Tidak ada satu pun yang tepat sasaran.
“Aneh, semua jurus-jurusku seperti menyentuh benda licin.
Jurus ‘Pisau Lidah Naga’ seperti tidak berguna sama sekali,” pikirnya sambil menyerang beberapa titik kelemahan celeng raksasa yang main seruduk dengan sepasang taring tajam di mukanya.
Syutt! Sett!!
Kembali jurus 'Pisau Menusuk Enam Nadi' gagal.
“Bocah ingusan! Grook ... Kau tidak akan bisa menembus Ilmu 'Kulit Celeng Emas' dengan cara apa pun! Grook!” seru Senopati Babi Angot sembari menyeruduk ke depan dengan cepat.
Memang pada dasarnya siluman babi ini tidak memiliki satu jurus silat pun dan dia pula satu-satunya senopati dari Kerajaan Iblis Dasar Langit yang tidak memiliki jurus-jurus silat, akan tetapi jika ilmu-ilmu kesaktian, dialah gudangnya.
Ilmu 'Baju Besi Iblis' bisa dikuasai hingga tingkat emas, sedang para senopati lain paling banter cuma tingkat hitam, coklat atau merah itu pun sudah bisa dibilang tangguh.
Dan dia pulalah satu-satunya siluman yang berani menggabungkan Ilmu 'Baju Besi Iblis' tingkat emas dengan 'Tenaga Gaib Siluman Babi' hingga menghasilkan ilmu baru yang dinamainya sendiri Ilmu 'Kulit Celeng Emas' dimana ilmu berupa selubung cahaya hitam keemasan yang bisa mementalkan segala macam senjata dan pukulan sakti apa pun baik dari golongan manusia dan mahkluk gaib.
Sekilas kemampuan Ilmu 'Kulit Celeng Emas' mirip sekali dengan Ajian 'Belut Putih' atau Ilmu 'Lembu Sekilan' yang bisa mementalkan serangan dalam jarak sejengkal tangan.
Akan tetapi yang paling diandalkan siluman babi ini adalah sebentuk benda bulat merah muda seperti gelang yang tersangkut di hidungnya.
Benda sakti yang paling diburu para manusia yang konon katanya bisa membuat kebal, menghilang tanpa bayangan bahkan menjadi orang paling sakti di seluruh jagad.
Rantai Babi!
Gineng bergerak lincah menghindari serudukan lawan.
Brakk!
Pohon jati sebesar sepelukan orang dewasa langsung tumbang!
“Gila, pohon segede gitu bisa tumbang,” pikir Gineng sambil menghindari rubuhan pohon jati.
“Kepalanya pasti dari batu dia!”
Brassh ... !
Begitu pohon tumbang menyentuh tanah, Gineng kembali melakukan serangan yang lebih dahsyat.
Kali ini ia tidak menggunakan Ilmu Silat ‘Tangan Seribu Depa’ atau pun Jurus ‘Pisau Lidah Naga’ yang diajarkan oleh Ki Ragil Kuniran, tapi sebentuk ilmu silat yang hanya dimiliki oleh orang-orang dari Pulau Khayangan.
Ilmu Silat ‘Aliran Pulau Khayangan’!
Sepasang tangan Gineng bergerak lincah menampar, menebas, menusuk dan menotok dengan kecepatan kilat disertai hamparan hawa panas menggila.
Tukk! Takk! Took! Prakk! Jrubb!
Hawa serangan panas langsung menyusup masuk ke dalam tubuh lawan.
Berulang kali Gineng melakukan serangan tersebut hingga celeng raksasa merasakan sekujur tubuhnya bagai dimasukkan dalam kuali mendidih, sehingga beberapa bagian dari tubuh Senopati Babi Angot yang terselubungi Ilmu 'Kulit Celeng Emas' terlihat koyak di hampir seluruh tubuhnya.
Dan akibatnya ... tubuh besar itu bagai di bakar api dari dalam!
Grroook ... groookk ... !
Dengusan keras keluar dari lubang hidung disertai semburan api.
Rupanya Senopati Babi Angot berusaha meredam hawa panas yang membakar tubuh dari dalam dengan menggunakan kelebihan Ilmu 'Kulit Celeng Emas'-nya. Tanpa perlu tempo lama, tenaga asing yang masuk ke dalam tubuh bisa dikeluarkan sebagian besar.
“He-he-he, anak manusia! Rupanya kau masih berhubungan dengan si Naga Khayangan!”
“Huh, aku tidak kenal dengan si Naga Khayangan!” seru Gineng setelah melihat jurus 'Menampar Matahari Menghias Langit'-nya gagal.
Memang perlu diketahui, pemuda yang dulu pernah menjadi kusir Ki Ragil Kuniran ini memang baru tiga tahun lamanya diangkat sebagai murid terakhir dari Ki Gedhe Jati Kluwih atau yang terkenal dengan julukan Tabib Sakti Berjari Sebelas.
Namun dengan waktu yang sependek itu, ia sudah harus turun gunung membantu Paksi Jaladara yang sedang menghadapi masalah pelik yang erat kaitannya dengan kelangsungan hidup umat manusia di muka bumi.
Sampai-sampai silsilah Aliran Pulau Khayangan pun tidak sempat diceritakan oleh gurunya, karena waktu itu sudah sangat mendesak sekali.
Dengan berbekal ilmu silat baru, ia langsung beradu cepat dengan waktu yang semakin sedikit dan pada akhirnya ia sampai di tempat tujuan tepat pada waktunya.
“Apa? Kau tidak kenal dengan si Naga Khayangan?” kata Senopati Babi Angot dengan heran.
“Lalu bagaimana kau bisa menguasai ‘Tenaga Sakti Pulau Khayangan’?”
“Karena aku murid Tabib Sakti Berjari Sebelas dari Pulau Khayangan!” bentak Gineng sambil melancarkan dua pukulan lurus ke depan.
“Huh, cuma ‘Tonjokan Dewa Melintas Langit’! Apa bagusnya?” jengek Senopati Babi Angot sambil menggoyangkan kepala.
Dari Rantai Babi meluncur seberkas cahaya merah yang langsung memapaki gumpalan api yang berasal dari ‘Tonjokan Dewa Melintas Langit’!
Blamm!
Gineng langsung terpental ke belakang disertai tersemburnya darah merah dari mulut.
Brugh!
Pemuda itu terkapar dengan napas kembang kempis, jelas bahwa murid dari Tabib Sakti Berjari Sebelas dalam kondisi terluka parah.
Meski cuma satu serangan saja, Rantai Babi yang ada di hidung Senopati Babi Angot sekelas dengan gempuran delapan orang tokoh sakti rimba persilatan.
Jika pemuda itu masih bisa menggerakkan kepala dan jari tangan itu sudah merupakan keberuntungan yang tak ternilai.
“Celaka! Siluman babi ini lebih kuat dari perkiraanku sebelumnya,” pikir Gineng sambil berusaha bangun.
Baru saja mengangkat kepala, sebuah bayangan hitam sudah melayang di udara, siap menimpa tubuh Gineng dari atas.
“Mampus kau, anak muda!” seru Senopati Babi Angot dari ketinggian.
Gineng hanya bisa membelalakkan mata dan bayangan kematian terlintas di dalam benaknya.
Meski otaknya menginginkan ia bergerak menghindar, tapi luka dalamnya tidak memungkinkan tubuh pemuda itu bergeser sedikit pun juga. Semua bagian tubuhnya seperti dirontokkan dari dalam.
Satu-satunya yang masih bisa bergerak hanyalah jari tangan kiri!
“Simbok! Guru! Ki Ragil! Aku pamit mendahului kalian!” seru Gineng keras-keras sambil menghimpun ‘Tenaga Sakti Pulau Khayangan’ sekuatnya.
Paksi Jaladara yang melihat Gineng dihimpit maut hanya bisa terpana.
Pemuda itu seakan terbius oleh kejadian yang terjadi di depan mata.
Sulit sekali si Elang Salju menggerakkan kaki tangan yang seolah-olah terpaku kencang di bumi.
Wutt!! Blamm ... Blamm ... !
Tubuh celeng hutan jelmaan dari Senopati Babi Angot dengan keras menghantam tubuh lunglai Gineng.
Bobot ribuan kati dengan manis menggencet tubuh pemuda yang dulu sangat akrab dengan Paksi Jaladara.
Tiba-tiba sebentuk kesadaran muncul dalam keterlambatan.
“Kakang Gineng!” seru Paksi sambil jatuh berlutut melihat Gineng yang sudah dianggap sebagai saudara sendiri mati mengenaskan.
Mata pemuda itu nanar memandang kepulan debu yang membuncah menutupi tempat pertarungan antara Gineng dengan Senopati Babi Angot terjadi.
Begitu debu meluruh, terlihat suatu pemandangan ganjil!
Tubuh celeng raksasa itu seperti mengambang sejarak sejengkal dari tubuh Gineng, sedang pemuda itu terlihat menutup mata sambil tangan kiri menusukkan sesuatu ke dalam perut lawan yang berusaha menindihnya dari atas.
“Kau ... kau ... grookk ... “
Hanya itu yang terdengar dari mulut Senopati Babi Angot yang secara berangsur-angsur berubah wujud menjadi sesosok tubuh besar laki-laki dengan badan gemuk luar biasa.
Seluruh tubuhnya terbungkus baju tebal warna hitam, hanya di bagian hidung yang tetap berbentuk seperti moncong babi sedang di tangan kanan terdapat sebentuk gelang Rantai Babi.
Sesaat kemudian tubuh serba hitam itu diselimuti pijaran cahaya biru keemasan yang membungkus dengan cepat tubuh besar yang semula ingin menindih Gineng.
Sratt ... srattt ... rett ... !!
Sebuah senyum terukir di bibir bertaring.
“Terima kasih, anak muda!
Kau telah menyempurnakan diriku yang terbelenggu dalam naungan iblis,” kata lirih Senopati Babi Angot.
“Apa maksudmu?”
-o0o-