penyuka abg
Semprot Lover
Day 1
Lelaki berkulit sawo matang bertampang amburadul dan berpakaian kusut itu memencet bel di depan pintu gerbang rumah yang besar sekali itu. Beberapa saat kemudian muncul pembantu cewek stw dari dalam rumah itu.
Lho, Parto! Kok kamu bisa kesini?
Ceritanya aku nyari kerja di Jakarta, Mbak. Tapi sudah jauh-jauh kesini, sampai seminggu masih belum dapet kerjaan juga. Sekarang duitku abis Mbak.
Aduh, Parto, Parto, dari dulu kamu itu nggak pernah berbuat benar. Nggak dipikir dulu, nekat ke Jakarta. Ngabis-ngabisin duit aja.
Yah gimana lagi Mbak. Semua ini gara-gara si bangsat Tarjo itu. Kata dia di Jakarta enak, kerjaan kantoran dapet duit banyak. Ternyata sampe disini, aku ga dapet kerjaan. Dan dia ternyata cuma jadi kuli bangunan.
Trus sekarang maumu apa?
Eh, anu..aku mau minta duit, Mbak. Dan aku pengin kerja di rumah ini. Wah, rumahnya gede dan bagus. Pasti yang punya kaya banget ya Mbak.
Enak aja. Pikirmu Mbakmu ini punya duit banyak. Dan kamu jangan mimpi bisa diterima kerja disini. Lha wong kamu ga punya kepandaian apa-apa gitu.
Siapa tahu disini butuh tenaga kasar Mbak. Jadi kuli atau kacung pun aku mau daripada pulang ke desa. Malunya itu lho.
Salah sendiri, kenapa kamu nekat ke Jakarta. Huh, jangan harap kamu tinggal disini. Tuan nggak akan menerima kamu kerja apalagi membolehkan tinggal disini.
Kok dari tadi Mbak yakin banget aku ga bakalan diterima disini?
Soalnya Tuan khan punya anak gadis yang baru dewasa. Mana mungkin dia membolehkan kamu tinggal disini.
Lho aku khan pengin kerja beneran bukan mau ngapa-ngapain. Lagipula mana mungkin aku berani godain anak majikan. Coba tanyain dulu Mbak. Kalo memang ga boleh ya udah aku pulang. Tapi kasih duit buat ongkosnya donk.
Entah karena kegigihan Parto yang memaksa atau karena ia tak mau memberikan uang, akhirnya ia mengalah.
Ya udah aku coba tanyain ke Tuan dulu. Kamu tunggu disini, jangan kemana-mana.
Tak lama kemudian, pembantu cewek tadi muncul lagi sambil membuka pintu pagar.
Kamu betul-betul mujur. Kebetulan Tuan butuh orang untuk mencabuti rumput liar dan mengerjakan pekerjaan kasar lainnya. Tapi kamu disini cuma sementara. Sekarang hari Senin. Hari Jumat pagi nanti, sebelum Tuan pergi ke kantor, kamu sudah harus pergi. Gajimu 5 hari disini cukup untuk ongkos pulang. Tapi awas, disini kamu jangan bikin malu Mbak ya! katanya memperingatkan adik bungsunya.
Baik Mbak, kata Parto sambil menghela nafas. Ah, kalau cuma kerja 5 hari nyabutin rumput, ngapain aku jauh-jauh ke Jakarta, keluhnya.
@@@@
Parto
Parto
Parto adalah pemuda malas yang tinggal di desa di Jawa Timur. Meski usianya sudah 21 tahun, ia masih luntang lantung tanpa kerjaan dan bergantung ke orangtuanya. Ia tak mau bekerja karena merasa tak punya tanggungan apa-apa. Sementara biaya hidup orangtuanya ditunjang oleh saudara-saudaranya termasuk pembantu cewek tadi yang bernama Mbok Minah. Ia adalah kakak sulungnya. Meski pengangguran, tak berarti kehidupan Parto susah. Malah sebaliknya, tiap hari ia menghabiskan waktu berjudi maen gaple dan kartu sambil menggodai gadis-gadis desa yang lewat. Ia juga sering menggerombol dengan pemuda-pemuda berandalan lainnya sambil minum-minum tuak. Kalau duitnya habis, ia tinggal minta ke orangtuanya. Orangtuanya tak bisa menolak karena sejak kecil memang ia amat dimanja. Sehingga semua saudara-saudaranya jadi sebal dengan Parto. Sementara itu, ibunya beberapa kali mencoba ingin mengawinkan dia dengan gadis sedesanya yang seumuran. Namun semua pinangannya itu selalu ditolak, baik oleh gadisnya sendiri dan juga keluarganya. Karena reputasi Parto terkenal buruk. Apalagi belakangan ini timbul isyu santer kalau dia ada hubungan gelap dengan Sutinah, janda kembang muda yang cantik. Beberapa orang menjumpai dirinya keluar dari rumah Sutinah. Kebetulan atau kebetulankah? Yang jelas reputasi Parto semakin hancur di desanya. Oleh karena itu, saat Tarjo teman kecilnya balik dari Jakarta dan membual tentang hidup enak di Jakarta, dengan nekat ia pergi ke Jakarta. Inilah jalanku, pikirnya sambil membayangkan orang-orang yang kini memandang rendah dirinya, nantinya pada terkagum-kagum melihat keberhasilannya hidup di Jakarta. Namun apa lacur, kenyataan sungguh jauh berbeda dibanding angan-angannya. Sungguh beruntung ia sebelumnya mencatat alamat rumah tempat kakak sulungnya bekerja, sehingga kini bisa didatanginya.
@@@@
Begitu selesai memberikan instruksi kepada Parto, Pak Sutanto pemilik rumah itu segera pergi ke kantor. Sementara Parto mulai bekerja mencabuti rumput liar di taman yang luas. Karena memang malas, belum setengah jam ia mulai mengeluh. Namun karena tak ada pilihan lain, ia terpaksa melakukan pekerjaannya itu dengan terus-terusan mengeluh. Tak terasa hari pun telah berubah menjadi sore dan kini ia telah berhenti bekerja. Saat itu ia sedang berbincang-bincang dengan kakak sulungnya yang usianya terpaut 20 tahun itu, ketika tiba-tiba terdengar bunyi klakson mobil.
Sebentar, aku bukain pintu dulu, kata Mbok Minah langsung meninggalkan Parto.
Tak lama kemudian, masuklah mobil merah ke dalam rumah itu. Ternyata pengendaranya seorang gadis yang masih sangat muda. Wajahnya putih cakep dan berambut panjang. Ia memakai baju seragam yang lengkap dan tertata rapi di tubuhnya.
Cewek itu tersenyum manis kepada Mbok Minah.
Kok Non Fey Chen jam segini baru pulang? tanya Mbok Minah.
Soalnya tadi ada latihan buat upacara 17 Agustus, Mbok. Aku kepilih jadi pembawa bendera. Makanya pake baju seragam lengkap gini, jawab Fey Chen dengan ramah sambil menutup pintu mobilnya.
Fei Chen dalam seragam sekolah
Fei Chen dalam seragam sekolah
Sementara Parto yang melihatnya dari kejauhan sungguh terkesima dengan cewek cakep itu apalagi saat dia tersenyum manis. Kesannya putih bersih dan high class gitu loh.
Belum pernah ia melihat cewek semenarik itu. Usianya masih sangat muda. Kulitnya putih bersih. Wajahnya sungguh cantik menawan. Ditambah lagi rambutnya yang panjang dicat agak kecoklatan. Sungguh bening sekali, beda dengan gadis-gadis desa yang biasa dilihatnya.
Oh ya Non, yang disitu itu Parto adik Mbok yang baru datang dari desa. Tadi pagi ia datang kesini dan Tuan mau mempekerjakan dia disini sampe Jumat, katanya sambil menunjuk Parto yang berdiri agak kejauhan itu. Rupanya Mbok Minah tidak ingin cewek itu kaget melihat ada cowok rendahan yang tak dikenal berada di dalam rumah.
Ooh, begitu, komentar cewek itu singkat tanpa sedikitpun menoleh ke arah Parto. Oh ya, Mbok, tadi Papi bilang nggak pulangnya jam berapa?
Tadi Papi pesan kalo pulangnya agak malaman, jadi kalau sudah lapar, Non makan duluan aja katanya.
Sementara Parto yang dari tadi sudah kesengsem dengan gadis itu, merasa berbunga-bunga saat dirinya dikenalkan oleh Mbok Minah. Ia pengin jual tampang dikit ke cewek itu. Segera ia berjalan mendekati mereka. Lumayanlah kalo bisa salaman sama dia juga, pikirnya.
Oh begitu. Ya udah aku masuk kamar dulu deh Mbok, kata Fey Chen.
Sementara itu Parto yang berjalan mendekat sambil terus memandang Fey Chen lekat-lekat, menganggukkan kepalanya sambil menyodorkan tangannya dan berkata, Saya Parto, Non.
Namun sial baginya, karena bersamaan pada saat itu Fey Chen telah keburu membalikkan badannya dan berjalan ke dalam. Pada saat yang sama Fey Chen berbicara ke Mbok Minah tanpa menoleh,Tolong makanannya dipanasin sekarang ya Mbok, sementara aku mandi dulu. Sehingga ia tak mendengar suara Parto. Jadilah kini Parto berdiri salah tingkah sementara tangannya masih terjulur ke depan. Mukanya merah padam. Sementara Mbok Minah tertawa mengikik melihat adegan lucu itu.
Hahahaha. Makanya jadi orang jangan sok pengin nampang. Level kamu nggak nyampe. Nggak dianggap kamu sama dia. Makanya jadi orang tahu diri dikit napa sih. Ayo kamu balik nyabutin rumput sana, kata Mbok Minah sambil tertawa setelah Fey Chen masuk ke dalam rumah.
Itu tadi siapa sih, Mbak? tanya Parto penasaran saat keduanya berjalan masuk.
Ooh, dia itu Non Fey Chen, anaknya Tuan. Kalo Tuan manggil dia Chen-Chen. Kalo kamu harus panggil dia Non, jangan panggil namanya! Dan ingat, kamu jangan kurang ajar sama dia. Mengerti?
Wah, anaknya cantik banget ya Mbak. Kulitnya putih lagi. Memang cewek Cino akeh sing ayu-ayu yo Mbak (cewek Chinese banyak yang cakep ya Mbak), tapi dia ini betul-betul istimewa.
Hushh! Sudah dibilang jangan kurang ajar kok kowe ngomong gitu! sergah Mbok Minah.
Lho iya beneran Mbak. Ga pernah aku ketemu cah wedhok sing ayune koyok ngono (Nggak pernah aku ketemu dengan cewek yang cakepnya seperti itu).
Kowe kalo ngomong jangan sembarangan. Ingat, disini kamu cuma numpang sementara. Kamu harus sopan sama tuan dan terutama sama Non, mengerti?
Yo ngerti ngerti Mbak. Tapi mbayangno di dalam hati khan boleh-boleh aja. Lha wong cakep dan putihnya kayak gitu, heheheh, kata Parto sambil membayangkan wajah Fey Chen tadi. Apalagi ia mendengar gadis itu tadi bilang kalau ia akan mandi dulu sebelum makan. Dasar pikirannya memang kotor, ia langsung membayangkan Fey Chen yang cakep itu tentu kini sedang telanjang bulat. Seketika batangnya langsung mengeras membayangkan itu.
Heh! Ngelamunin apa kamu? Ayo sini bantuin Mbak bawa panci ini ke dalam untuk makan malam Non, seru Mbok Minah.
Omong2, dia umur berapa sih Mbak? Masih sekolah ya.
Ngapain kamu nanya umurnya segala? Itu bukan urusanmu tahu. Urusanmu disini cuma kerja kasaran, bukan ngurusin umurnya Nonik. Ngerti kowe?
Ya ngerti, Mbak. Tapi ngomong antar kita sendiri khan nggak apa-apa. Aku cuma pengin tahu aja. Kok keliatannya masih muda banget.
Memang dia baru ulang tahun ke-18, dia masih sekolah kelas 3 SMA.
Ooh, makanya tadi Mbak bilang anaknya Tuan baru dewasa.
Wis, wis jangan ngomongin dia lagi. Ayo taruh panci itu disini, perintah Mbok Minah kepada Parto.
Wah, wis cakep, sexy, putih, masih muda, anak orang kaya lagi, kata Parto membatin sambil menelan ludahnya. Ia masih terbayang-bayang akan wajah cakep Fey Chen.
Tak berapa lama keluarlah Fey Chen dari kamarnya. Wajahnya nampak segar. Ujung-ujung rambutnya masih terlihat basah. Pertanda ia baru saja selesai mandi. Parto cukup beruntung saat itu. Tadi ia hanya bisa melihat wajah cantik Fey Chen saja, sementara tubuhnya tertutup rapat oleh baju seragam hitam yang lengkap dan berlapis-lapis. Namun kini ia melihat Fey Chen memakai pakaian rumah yang sifatnya informal yang tak se-tertutup dan berlapis-lapis seperti baju seragamnya tadi. Seketika mata Parto jelalatan menyaksikan putih mulusnya dan keindahaan bentuk tubuh gadis itu.
Wah, makanannya sudah selesai ya. Makasih ya Mbok, kata Fey Chen dengan wajah ceria. Daster tanpa lengan warna abu-abu dengan motif bunga itu sungguh cocok sekali dikenakannya. Fey Chen sama sekali mengacuhkan kehadiran Parto. Sebaliknya Parto menatap gadis itu sampai melongo.
Pandangan mata Parto tak bisa melewatkan benda bening di depan matanya itu. Daster yang dipakai Fey Chen itu termasuk heboh buat ukuran orang desa seperti Parto. Karena daster tanpa lengan itu menunjukkan jelas-jelas ke-sexy-an tubuh pemakainya. Bahu dan seluruh tangan gadis itu begitu terbuka dan terlihat jelas. Sungguh putih mulus kulitnya. Pinggulnya nampak padat berisi. Dadanya nampak menonjol di balik daster itu apalagi kalau dari samping, pertanda payudara gadis itu telah tumbuh sempurna. Tepat di ujung belahan leher daster itu, terlihat sedikit belahan payudaranya. Tak heran kalau sebentar-sebentar Parto selalu melirik ke arah Fey Chen. Sementara itu Mbok Minah seolah berperan sebagai polisi yang mengawasi jelalatan mata adiknya itu. Ia beberapa kali memelototkan matanya ke arah Parto memberi isyarat untuk meninggalkan cewek itu. Dengan terpaksa akhirnya Parto meninggalkan ruangan tengah itu dan pergi ke kamarnya di ujung belakang. Sebagai hiburan di dalam kamar, ia mendengarkan lagu dangdut dari radio kecil yang dibawanya. Inilah satu-satunya hiburanku, pikirnya. Sampai akhirnya ia pun tertidur lelap apalagi hari itu ia cukup kecapean karena mencabuti rumput.
Lelaki berkulit sawo matang bertampang amburadul dan berpakaian kusut itu memencet bel di depan pintu gerbang rumah yang besar sekali itu. Beberapa saat kemudian muncul pembantu cewek stw dari dalam rumah itu.
Lho, Parto! Kok kamu bisa kesini?
Ceritanya aku nyari kerja di Jakarta, Mbak. Tapi sudah jauh-jauh kesini, sampai seminggu masih belum dapet kerjaan juga. Sekarang duitku abis Mbak.
Aduh, Parto, Parto, dari dulu kamu itu nggak pernah berbuat benar. Nggak dipikir dulu, nekat ke Jakarta. Ngabis-ngabisin duit aja.
Yah gimana lagi Mbak. Semua ini gara-gara si bangsat Tarjo itu. Kata dia di Jakarta enak, kerjaan kantoran dapet duit banyak. Ternyata sampe disini, aku ga dapet kerjaan. Dan dia ternyata cuma jadi kuli bangunan.
Trus sekarang maumu apa?
Eh, anu..aku mau minta duit, Mbak. Dan aku pengin kerja di rumah ini. Wah, rumahnya gede dan bagus. Pasti yang punya kaya banget ya Mbak.
Enak aja. Pikirmu Mbakmu ini punya duit banyak. Dan kamu jangan mimpi bisa diterima kerja disini. Lha wong kamu ga punya kepandaian apa-apa gitu.
Siapa tahu disini butuh tenaga kasar Mbak. Jadi kuli atau kacung pun aku mau daripada pulang ke desa. Malunya itu lho.
Salah sendiri, kenapa kamu nekat ke Jakarta. Huh, jangan harap kamu tinggal disini. Tuan nggak akan menerima kamu kerja apalagi membolehkan tinggal disini.
Kok dari tadi Mbak yakin banget aku ga bakalan diterima disini?
Soalnya Tuan khan punya anak gadis yang baru dewasa. Mana mungkin dia membolehkan kamu tinggal disini.
Lho aku khan pengin kerja beneran bukan mau ngapa-ngapain. Lagipula mana mungkin aku berani godain anak majikan. Coba tanyain dulu Mbak. Kalo memang ga boleh ya udah aku pulang. Tapi kasih duit buat ongkosnya donk.
Entah karena kegigihan Parto yang memaksa atau karena ia tak mau memberikan uang, akhirnya ia mengalah.
Ya udah aku coba tanyain ke Tuan dulu. Kamu tunggu disini, jangan kemana-mana.
Tak lama kemudian, pembantu cewek tadi muncul lagi sambil membuka pintu pagar.
Kamu betul-betul mujur. Kebetulan Tuan butuh orang untuk mencabuti rumput liar dan mengerjakan pekerjaan kasar lainnya. Tapi kamu disini cuma sementara. Sekarang hari Senin. Hari Jumat pagi nanti, sebelum Tuan pergi ke kantor, kamu sudah harus pergi. Gajimu 5 hari disini cukup untuk ongkos pulang. Tapi awas, disini kamu jangan bikin malu Mbak ya! katanya memperingatkan adik bungsunya.
Baik Mbak, kata Parto sambil menghela nafas. Ah, kalau cuma kerja 5 hari nyabutin rumput, ngapain aku jauh-jauh ke Jakarta, keluhnya.
@@@@
Parto
Parto
Parto adalah pemuda malas yang tinggal di desa di Jawa Timur. Meski usianya sudah 21 tahun, ia masih luntang lantung tanpa kerjaan dan bergantung ke orangtuanya. Ia tak mau bekerja karena merasa tak punya tanggungan apa-apa. Sementara biaya hidup orangtuanya ditunjang oleh saudara-saudaranya termasuk pembantu cewek tadi yang bernama Mbok Minah. Ia adalah kakak sulungnya. Meski pengangguran, tak berarti kehidupan Parto susah. Malah sebaliknya, tiap hari ia menghabiskan waktu berjudi maen gaple dan kartu sambil menggodai gadis-gadis desa yang lewat. Ia juga sering menggerombol dengan pemuda-pemuda berandalan lainnya sambil minum-minum tuak. Kalau duitnya habis, ia tinggal minta ke orangtuanya. Orangtuanya tak bisa menolak karena sejak kecil memang ia amat dimanja. Sehingga semua saudara-saudaranya jadi sebal dengan Parto. Sementara itu, ibunya beberapa kali mencoba ingin mengawinkan dia dengan gadis sedesanya yang seumuran. Namun semua pinangannya itu selalu ditolak, baik oleh gadisnya sendiri dan juga keluarganya. Karena reputasi Parto terkenal buruk. Apalagi belakangan ini timbul isyu santer kalau dia ada hubungan gelap dengan Sutinah, janda kembang muda yang cantik. Beberapa orang menjumpai dirinya keluar dari rumah Sutinah. Kebetulan atau kebetulankah? Yang jelas reputasi Parto semakin hancur di desanya. Oleh karena itu, saat Tarjo teman kecilnya balik dari Jakarta dan membual tentang hidup enak di Jakarta, dengan nekat ia pergi ke Jakarta. Inilah jalanku, pikirnya sambil membayangkan orang-orang yang kini memandang rendah dirinya, nantinya pada terkagum-kagum melihat keberhasilannya hidup di Jakarta. Namun apa lacur, kenyataan sungguh jauh berbeda dibanding angan-angannya. Sungguh beruntung ia sebelumnya mencatat alamat rumah tempat kakak sulungnya bekerja, sehingga kini bisa didatanginya.
@@@@
Begitu selesai memberikan instruksi kepada Parto, Pak Sutanto pemilik rumah itu segera pergi ke kantor. Sementara Parto mulai bekerja mencabuti rumput liar di taman yang luas. Karena memang malas, belum setengah jam ia mulai mengeluh. Namun karena tak ada pilihan lain, ia terpaksa melakukan pekerjaannya itu dengan terus-terusan mengeluh. Tak terasa hari pun telah berubah menjadi sore dan kini ia telah berhenti bekerja. Saat itu ia sedang berbincang-bincang dengan kakak sulungnya yang usianya terpaut 20 tahun itu, ketika tiba-tiba terdengar bunyi klakson mobil.
Sebentar, aku bukain pintu dulu, kata Mbok Minah langsung meninggalkan Parto.
Tak lama kemudian, masuklah mobil merah ke dalam rumah itu. Ternyata pengendaranya seorang gadis yang masih sangat muda. Wajahnya putih cakep dan berambut panjang. Ia memakai baju seragam yang lengkap dan tertata rapi di tubuhnya.
Cewek itu tersenyum manis kepada Mbok Minah.
Kok Non Fey Chen jam segini baru pulang? tanya Mbok Minah.
Soalnya tadi ada latihan buat upacara 17 Agustus, Mbok. Aku kepilih jadi pembawa bendera. Makanya pake baju seragam lengkap gini, jawab Fey Chen dengan ramah sambil menutup pintu mobilnya.
Fei Chen dalam seragam sekolah
Fei Chen dalam seragam sekolah
Sementara Parto yang melihatnya dari kejauhan sungguh terkesima dengan cewek cakep itu apalagi saat dia tersenyum manis. Kesannya putih bersih dan high class gitu loh.
Belum pernah ia melihat cewek semenarik itu. Usianya masih sangat muda. Kulitnya putih bersih. Wajahnya sungguh cantik menawan. Ditambah lagi rambutnya yang panjang dicat agak kecoklatan. Sungguh bening sekali, beda dengan gadis-gadis desa yang biasa dilihatnya.
Oh ya Non, yang disitu itu Parto adik Mbok yang baru datang dari desa. Tadi pagi ia datang kesini dan Tuan mau mempekerjakan dia disini sampe Jumat, katanya sambil menunjuk Parto yang berdiri agak kejauhan itu. Rupanya Mbok Minah tidak ingin cewek itu kaget melihat ada cowok rendahan yang tak dikenal berada di dalam rumah.
Ooh, begitu, komentar cewek itu singkat tanpa sedikitpun menoleh ke arah Parto. Oh ya, Mbok, tadi Papi bilang nggak pulangnya jam berapa?
Tadi Papi pesan kalo pulangnya agak malaman, jadi kalau sudah lapar, Non makan duluan aja katanya.
Sementara Parto yang dari tadi sudah kesengsem dengan gadis itu, merasa berbunga-bunga saat dirinya dikenalkan oleh Mbok Minah. Ia pengin jual tampang dikit ke cewek itu. Segera ia berjalan mendekati mereka. Lumayanlah kalo bisa salaman sama dia juga, pikirnya.
Oh begitu. Ya udah aku masuk kamar dulu deh Mbok, kata Fey Chen.
Sementara itu Parto yang berjalan mendekat sambil terus memandang Fey Chen lekat-lekat, menganggukkan kepalanya sambil menyodorkan tangannya dan berkata, Saya Parto, Non.
Namun sial baginya, karena bersamaan pada saat itu Fey Chen telah keburu membalikkan badannya dan berjalan ke dalam. Pada saat yang sama Fey Chen berbicara ke Mbok Minah tanpa menoleh,Tolong makanannya dipanasin sekarang ya Mbok, sementara aku mandi dulu. Sehingga ia tak mendengar suara Parto. Jadilah kini Parto berdiri salah tingkah sementara tangannya masih terjulur ke depan. Mukanya merah padam. Sementara Mbok Minah tertawa mengikik melihat adegan lucu itu.
Hahahaha. Makanya jadi orang jangan sok pengin nampang. Level kamu nggak nyampe. Nggak dianggap kamu sama dia. Makanya jadi orang tahu diri dikit napa sih. Ayo kamu balik nyabutin rumput sana, kata Mbok Minah sambil tertawa setelah Fey Chen masuk ke dalam rumah.
Itu tadi siapa sih, Mbak? tanya Parto penasaran saat keduanya berjalan masuk.
Ooh, dia itu Non Fey Chen, anaknya Tuan. Kalo Tuan manggil dia Chen-Chen. Kalo kamu harus panggil dia Non, jangan panggil namanya! Dan ingat, kamu jangan kurang ajar sama dia. Mengerti?
Wah, anaknya cantik banget ya Mbak. Kulitnya putih lagi. Memang cewek Cino akeh sing ayu-ayu yo Mbak (cewek Chinese banyak yang cakep ya Mbak), tapi dia ini betul-betul istimewa.
Hushh! Sudah dibilang jangan kurang ajar kok kowe ngomong gitu! sergah Mbok Minah.
Lho iya beneran Mbak. Ga pernah aku ketemu cah wedhok sing ayune koyok ngono (Nggak pernah aku ketemu dengan cewek yang cakepnya seperti itu).
Kowe kalo ngomong jangan sembarangan. Ingat, disini kamu cuma numpang sementara. Kamu harus sopan sama tuan dan terutama sama Non, mengerti?
Yo ngerti ngerti Mbak. Tapi mbayangno di dalam hati khan boleh-boleh aja. Lha wong cakep dan putihnya kayak gitu, heheheh, kata Parto sambil membayangkan wajah Fey Chen tadi. Apalagi ia mendengar gadis itu tadi bilang kalau ia akan mandi dulu sebelum makan. Dasar pikirannya memang kotor, ia langsung membayangkan Fey Chen yang cakep itu tentu kini sedang telanjang bulat. Seketika batangnya langsung mengeras membayangkan itu.
Heh! Ngelamunin apa kamu? Ayo sini bantuin Mbak bawa panci ini ke dalam untuk makan malam Non, seru Mbok Minah.
Omong2, dia umur berapa sih Mbak? Masih sekolah ya.
Ngapain kamu nanya umurnya segala? Itu bukan urusanmu tahu. Urusanmu disini cuma kerja kasaran, bukan ngurusin umurnya Nonik. Ngerti kowe?
Ya ngerti, Mbak. Tapi ngomong antar kita sendiri khan nggak apa-apa. Aku cuma pengin tahu aja. Kok keliatannya masih muda banget.
Memang dia baru ulang tahun ke-18, dia masih sekolah kelas 3 SMA.
Ooh, makanya tadi Mbak bilang anaknya Tuan baru dewasa.
Wis, wis jangan ngomongin dia lagi. Ayo taruh panci itu disini, perintah Mbok Minah kepada Parto.
Wah, wis cakep, sexy, putih, masih muda, anak orang kaya lagi, kata Parto membatin sambil menelan ludahnya. Ia masih terbayang-bayang akan wajah cakep Fey Chen.
Tak berapa lama keluarlah Fey Chen dari kamarnya. Wajahnya nampak segar. Ujung-ujung rambutnya masih terlihat basah. Pertanda ia baru saja selesai mandi. Parto cukup beruntung saat itu. Tadi ia hanya bisa melihat wajah cantik Fey Chen saja, sementara tubuhnya tertutup rapat oleh baju seragam hitam yang lengkap dan berlapis-lapis. Namun kini ia melihat Fey Chen memakai pakaian rumah yang sifatnya informal yang tak se-tertutup dan berlapis-lapis seperti baju seragamnya tadi. Seketika mata Parto jelalatan menyaksikan putih mulusnya dan keindahaan bentuk tubuh gadis itu.
Wah, makanannya sudah selesai ya. Makasih ya Mbok, kata Fey Chen dengan wajah ceria. Daster tanpa lengan warna abu-abu dengan motif bunga itu sungguh cocok sekali dikenakannya. Fey Chen sama sekali mengacuhkan kehadiran Parto. Sebaliknya Parto menatap gadis itu sampai melongo.
Pandangan mata Parto tak bisa melewatkan benda bening di depan matanya itu. Daster yang dipakai Fey Chen itu termasuk heboh buat ukuran orang desa seperti Parto. Karena daster tanpa lengan itu menunjukkan jelas-jelas ke-sexy-an tubuh pemakainya. Bahu dan seluruh tangan gadis itu begitu terbuka dan terlihat jelas. Sungguh putih mulus kulitnya. Pinggulnya nampak padat berisi. Dadanya nampak menonjol di balik daster itu apalagi kalau dari samping, pertanda payudara gadis itu telah tumbuh sempurna. Tepat di ujung belahan leher daster itu, terlihat sedikit belahan payudaranya. Tak heran kalau sebentar-sebentar Parto selalu melirik ke arah Fey Chen. Sementara itu Mbok Minah seolah berperan sebagai polisi yang mengawasi jelalatan mata adiknya itu. Ia beberapa kali memelototkan matanya ke arah Parto memberi isyarat untuk meninggalkan cewek itu. Dengan terpaksa akhirnya Parto meninggalkan ruangan tengah itu dan pergi ke kamarnya di ujung belakang. Sebagai hiburan di dalam kamar, ia mendengarkan lagu dangdut dari radio kecil yang dibawanya. Inilah satu-satunya hiburanku, pikirnya. Sampai akhirnya ia pun tertidur lelap apalagi hari itu ia cukup kecapean karena mencabuti rumput.