petercarey
Semprot Lover
- Daftar
- 14 Jul 2016
- Post
- 203
- Like diterima
- 1.123
Mohon maaf jika salah kamar, setidaknya tulisan singkat ini jadi pengingat bagi penghuni semprot yang hidup di negeri khatulistiwa.
Pancasila, ingat katanya, lupa silanya, 'tanda tanya' pengamalannya. Kita semua sepakat bahwa Pancasila yang dicetuskan oleh Bung Karno dan disepakati sebagai dasar negara oleh para Founding Fathers masih berlaku hingga hari ini dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Selain itu, meski sudah 'diperkosa' berkali-kali oleh beberapa kelompok dan oknum tidak bertanggung jawab, Pancasila sebagai ideologi negara kita masih tetap utuh dan langgeng di bumi pertiwi. Namun, di balik itu semua, ada sesuatu yang mengganjal dan.juga mengandung sebuah pertanyaan besar yang mungkin jarang terbenak di pikiran orang-orang, yakni apa kabar manifestasi Pancasila hari ini?
Pancasila itu ideologi yang pada dasarnya bermakna cita-cita, arah, dan tujuan yang ingin dicapai oleh bangsa ini. Ia diterjemahkan ke dalam sebuah konstitusi, yakni Undang-Undang Dasar 1945. Keduanya pula disahkan secara bersamaan sebagai dasar negara dan konstitusi republik Indonesia pada 18 Agustus 1945. Hanya saja, bangsa ini selalu lemah pengamalan terhadap keduanya. Itu yang mengapa banyak pihak yang selalu muncul dan beranggapan bahwa Pancasila di Indonesia sudah 'basi' dan perlu diganti dengan ideologi baru.
Singkat kata, lalu, apa kabar Pancasila kita hari ini? Pancasila kita hari ini hanya kencang berhembus kalau ada konflik horizontal yang berbau SARA. Memang tidak salahnya, memang betul Pancasila juga perekat simpul-simpul ke-Indonesiaan yang berbhineka tunggal ika. Hanya saja, Pancasila dan silanya tidak sesempit itu. Yang melulu didengungkan kalau ada konflik antar masyarakat. Pancasila mencakup multidimensi yang tak kenal batas yang hari ini makin tergerus oleh zaman. Dari sisi ekonomi, saya tidak perlu menjabarkan secara panjang lebar bahwa saya yakin masyarakat Indonesia tahu kalau sistem perekonomian bangsa ini jauh dari nilai-nilai Pancasila, makin liberal. Hukum masih tajam ke bawah tumpul ke tumpul ke atas ala hukum kolonial. Lebih sederhana lagi, sebagai individu, makin hari hidup bertetangga di kota besar sudah saling cuek, gotong royong makin sulit ditemukan, siskamling sebagai perekat persaudaraan nyaris punah, senyum ramah saling sapa menjadi barang yang langka, malah kecurigaan di sana sini gara-gara ulah penipu berniat busuk. Bahkan, memberi tempat duduk untuk orang yang lebih tua juga enggan.
Oleh karena itu, Pancasila tidak cukup sebatas di mulut saja yang selalu dikoar-koarkan kala konflik horizontal merebak. Pancasila itu lima sila, luas pula maknanya, atau malah justru terkadang kita sendiri jangan-jangan juga miskin pengamalan beberapa sila. Jangan sampai, Pancasila cuma tersisa dua sila, yakni ketuhanan yang maha esa dan persatuan Indonesia, karena kedua sila itu yang selalu membuat nyaring dan taring pancasila terdengar dan terlihat. Kita yakin Pancasila lebih dari itu. Ia bukan ideologi yang diaplikasikan setengah-setengah. Kita tidak mau tentunya suatu hari nanti Pancasila hanya jadi pajangan. Simbol belaka. Kalau kata Iwan Fals lewat lagunya,
".....Pancasila itu bukanlah rumus kode buntut. Yang hanyaaaa berisi haaa...rapan. Yang hanyaaaa berisi khayalan".
Semoga tulisan ini menjadi introspeksi bagi diri kita manusia manusia yang hidup di negeri berideologi Pancasila, yang tulus pengamalannya, tidak menjadi manusia hipokrit, bagus di mulut tidak selurus dengan sikapnya.
Terima kasih.
Pancasila, ingat katanya, lupa silanya, 'tanda tanya' pengamalannya. Kita semua sepakat bahwa Pancasila yang dicetuskan oleh Bung Karno dan disepakati sebagai dasar negara oleh para Founding Fathers masih berlaku hingga hari ini dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Selain itu, meski sudah 'diperkosa' berkali-kali oleh beberapa kelompok dan oknum tidak bertanggung jawab, Pancasila sebagai ideologi negara kita masih tetap utuh dan langgeng di bumi pertiwi. Namun, di balik itu semua, ada sesuatu yang mengganjal dan.juga mengandung sebuah pertanyaan besar yang mungkin jarang terbenak di pikiran orang-orang, yakni apa kabar manifestasi Pancasila hari ini?
Pancasila itu ideologi yang pada dasarnya bermakna cita-cita, arah, dan tujuan yang ingin dicapai oleh bangsa ini. Ia diterjemahkan ke dalam sebuah konstitusi, yakni Undang-Undang Dasar 1945. Keduanya pula disahkan secara bersamaan sebagai dasar negara dan konstitusi republik Indonesia pada 18 Agustus 1945. Hanya saja, bangsa ini selalu lemah pengamalan terhadap keduanya. Itu yang mengapa banyak pihak yang selalu muncul dan beranggapan bahwa Pancasila di Indonesia sudah 'basi' dan perlu diganti dengan ideologi baru.
Singkat kata, lalu, apa kabar Pancasila kita hari ini? Pancasila kita hari ini hanya kencang berhembus kalau ada konflik horizontal yang berbau SARA. Memang tidak salahnya, memang betul Pancasila juga perekat simpul-simpul ke-Indonesiaan yang berbhineka tunggal ika. Hanya saja, Pancasila dan silanya tidak sesempit itu. Yang melulu didengungkan kalau ada konflik antar masyarakat. Pancasila mencakup multidimensi yang tak kenal batas yang hari ini makin tergerus oleh zaman. Dari sisi ekonomi, saya tidak perlu menjabarkan secara panjang lebar bahwa saya yakin masyarakat Indonesia tahu kalau sistem perekonomian bangsa ini jauh dari nilai-nilai Pancasila, makin liberal. Hukum masih tajam ke bawah tumpul ke tumpul ke atas ala hukum kolonial. Lebih sederhana lagi, sebagai individu, makin hari hidup bertetangga di kota besar sudah saling cuek, gotong royong makin sulit ditemukan, siskamling sebagai perekat persaudaraan nyaris punah, senyum ramah saling sapa menjadi barang yang langka, malah kecurigaan di sana sini gara-gara ulah penipu berniat busuk. Bahkan, memberi tempat duduk untuk orang yang lebih tua juga enggan.
Oleh karena itu, Pancasila tidak cukup sebatas di mulut saja yang selalu dikoar-koarkan kala konflik horizontal merebak. Pancasila itu lima sila, luas pula maknanya, atau malah justru terkadang kita sendiri jangan-jangan juga miskin pengamalan beberapa sila. Jangan sampai, Pancasila cuma tersisa dua sila, yakni ketuhanan yang maha esa dan persatuan Indonesia, karena kedua sila itu yang selalu membuat nyaring dan taring pancasila terdengar dan terlihat. Kita yakin Pancasila lebih dari itu. Ia bukan ideologi yang diaplikasikan setengah-setengah. Kita tidak mau tentunya suatu hari nanti Pancasila hanya jadi pajangan. Simbol belaka. Kalau kata Iwan Fals lewat lagunya,
".....Pancasila itu bukanlah rumus kode buntut. Yang hanyaaaa berisi haaa...rapan. Yang hanyaaaa berisi khayalan".
Semoga tulisan ini menjadi introspeksi bagi diri kita manusia manusia yang hidup di negeri berideologi Pancasila, yang tulus pengamalannya, tidak menjadi manusia hipokrit, bagus di mulut tidak selurus dengan sikapnya.
Terima kasih.