Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT OMG!! Kakakku Yang Cantik dan Sexy Itu Ternyata Seorang....

Bimabet
Rico ga punya plan? Gak Rico kyknya.. Kemungkinan ini semua plan Rico, termasuk liat live ci Stefany dipake.. Makin menarik hu.... Ditunggu lanjutannya
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Rico ga punya plan? Gak Rico kyknya.. Kemungkinan ini semua plan Rico, termasuk liat live ci Stefany dipake.. Makin menarik hu.... Ditunggu lanjutannya
Rico nggak jago bikin planing, hampir semuanya berantakan.
1. Rencananya melindungi stefany dari tukang intip (waktu masih tinggal di hotel melati) bisa dibilang gagal karena sempet lupa sama planing yg disusun. Walaupun kegagalan ini menguntungkan rico, karena untuk pertama kalinya bisa liat tubuh polos cie stefany.
2. Rencana ngintipin cie stefany dan om zul juga gagal karena ternyata cie stefany sepertinya tahu hal itu.
3. Rencana buntutin angga dan stefany ke tempat dugem hasilnya kentang
4. Paling parah rencana terakhir yg mau nyelamatin stefany justru berakhir tragis.

Rico cuma jago analisa, eksekusinya masih mentah (lebih bersifat spontan).
 
Anjirr.. makin seru. Kayaknya selain stefany cinta manti sama angga juga dia udah hyper.. makanya mau aja dipake sama bos nya angga..
Menarik buat nunggu cerita lanjutannya, apakah rico bakal ninggalin kakaknya karena kecewa atau tetep bantuin biar sadar?
 
Setelah membaca cerita terakhir ini, jangan-jangan...

OMG!! Kakakku Yang Cantik dan Sexy Itu Ternyata Seorang.... Masochist ?!!! :groa:
 
Motorku melaju dengan kencang melewati angin malam. Sebelumnya, ia bergerak zig-zag diantara sekian ribu mobil yang memadati jalanan ibukota di hari Minggu malam. Kini kulajukan motorku sampai maksimum mengarah ke luar kota menuju ke satu titik tujuan. Tempat dimana Cie Stefany saat ini berada.

Stefany kakakku saat ini berbeda dengan Stefany yang dulu. Sebelumnya ia adalah orang yang dapat dipegang teguh omongannya. Kalau ia bicara akan melakukan A maka ia akan sungguh-sungguh melakukan itu, apapun kendala yang harus dihadapinya. Kini ia berbeda. Ia bisa mengatakan A padahal dalam hatinya telah memutuskan untuk melakukan B.

Namun aku saat ini juga berbeda dengan aku yang dulu. Kalau dulu aku mempercayai kakakku 100%, kini mungkin hanya 50% saja yang bisa kupercaya. Untuk itu aku harus mampu mengantisipasi langkah sesungguhnya yang akan diambilnya.

Tentu aku telah memperkirakan kalau ia bakal tak menggubris omonganku dan lebih mempercayai bahkan menuruti kemauan Angga. Pagi tadi sebelum aku berbicara dengannya, aku melakukan sesuatu dengan iPhone-nya sehingga aku bisa melacak posisnya dari telponku.

Sudah agak lama aku mengetahui passcode telponnya karena aku mampu melihat sesuatu secara visual dengan cepat. Beberapa kali kuperhatikan saat ia mengetiknya. Sehingga akhirnya aku mengetahui passcode-nya. Namun selama ini aku tak melakukan apa-apa karena tak ingin hal ini ketahuan olehnya secara prematur. Tapi kini adalah saat yang tepat untuk mengaktifkan itu.

Siang tadi, begitu aku mendapat bukti-bukti jelas aku langsung berbicara dengannya. Dengan sedikit harapan semoga ia mempercayaiku dan menghindari Angga. Namun secara obyektif aku cukup ragu ia akan melakukan itu karena ia udah terlalu lengket dengan cowok itu. Bahkan kuperkirakan ia akan mau dengan sukarela menuruti rencana Angga tanpa cowok itu harus mengelabuinya saat ia bicara terus terang kalau ia mendapat ancaman fisik apalagi nyawa.

Aku tahu apa yang akan dilakukan Angga. Sudah jelas ia akan menyuguhkan kakakku kepada Boss-nya sebagai pengganti kesalahannya. Namun aku tak tahu kapan hal itu akan dilaksanakannya. Akan tetapi aku tahu pada saat itu terjadi, kakakku akan mengirim pesan kepadaku... dengan isi kurang lebih seperti yang dikirimkan barusan. Itulah saatku untuk bergerak. Saat aku menerima pesannya tadi, hatiku cukup kesal juga meski secara logika sebenarnya telah kuperkirakan. Tapi sekali lagi, ini bukan saatnya mementingkan perasaan.

Kini aku semakin dekat dengan sasaranku. Bahkan di depan bisa kulihat mobil Angga yang berisi dua orang yang tentunya dirinya dan kakakku di sebelahnya. Aku sengaja menjaga jarak bahkan membiarkannya hilang dari pandanganku karena toh aku bisa melacak lokasi iPhone kakakku yang dibawanya.

iPhone kakakku kini telah berhenti di satu tempat. Aku segera melajukan motorku menuju kesana. Tak lama kemudian kembali kulihat mobil Angga yang berhenti di depan rumah megah. Ia dan kakakku turun dari mobil itu.

“Cie! Cie Stefany!!” teriakku kencang sambil memberhentikan motorku di dekat mereka. Kubuka helm-ku dan aku turun dari motorku.
“Rico!!! Kok lu bisa disini?” tanyanya dengan wajah sangat terkejut. Sementara wajah Angga juga terlihat terkejut.
“Cie, ayo balik ke rumah sekarang!”
“Rico.. Ngapain lu ada disini?!” kata kakakku yang masih belum hilang rasa terkejutnya.
“Udah Cie, ayo balik ke rumah. Jangan ngikutin omongan si bajingan itu,” kataku menarik tangannya dan menatap Angga dengan kemarahan yang meluap.
“Nggak Rico. Lu yang mesti pulang sekarang juga. Aku mesti nemenin Mas Angga!” kakakku berusaha melepaskan tangannya dari peganganku.
“Detik ini lu masih mau ngikut dia? Lu tahu khan Cie kalo lu ini mau dikorbanin sama dia? Apa lu udah gila!!” kataku dengan berteriak.

Detik itu sesaat kudengar seperti ada sesuatu di belakangku. Tapi kemudian ada suara orang..
“Maafkan aku Rico, sebenarnya aku tak bermaksud melakukan ini tapi.......
Suara Angga. Namun aku tak dapat mendengar selanjutnya. Pandanganku jadi meredup. Terakhir kulihat kakakku memandang ke arahku dengan cemas. Selanjutnya semuanya gelap dan aku tak merasa apa-apa lagi...

---&&&&&&---

Aku terbangun di dalam kamar besar yang mewah dan berestetika tinggi. Seluruh dindingnya dilapisi dengan wallpaper yang artistik. Lantainya terlapisi oleh karpet Persia yang indah. Meja dan kursinya terbuat dari kayu ukiran yang indah. Di tengah-tengah ruangan ada ranjang besar yang penyangganya dari logam kokoh dengan ukiran antik.

“Ahh, kau sudah bangun. Kini waktunya acara bisa dimulai.”
Kulihat seorang pria tinggi besar itu berbicara dengan bahasa yang terpatah-patah dan logat agak aneh. Pria itu berusia antara 35 atau awal 40-an. Ia berkulit hitam. Sepertinya orang dari Nigeria atau benua Afrika.

“Panggil Angga masuk!” perintahnya kepada pembantunya seorang pemuda lokal yang berusia sekitar 25 tahun. “Siap, Boss,” katanya dengan penuh hormat. Pemuda itu membuka pintu kamar dan memanggil Angga. Tak lama kemudian masuklah cowok itu.
“Ya, Boss,” kata Angga dengan sikap sangat hormat.
“Jono, kau keluar dulu. Istirahat atau makan dulu sana. Nanti kalau perlu kupanggil lagi,” kata pria kulit hitam tinggi besar itu kepada pembantu cowoknya itu.
“Siap Boss!”

“Hmm, Angga... suruh teman cewekmu itu masuk. Aku sudah tak sabar lagi ingin melihat orangnya secara langsung.”
Angga menunduk dengan hormat. Ia keluar sebentar lalu kembali masuk bersama... Cie Stefany!
“Wow! Hahahaha. Memang kau tak salah pilih. Orangnya lebih cantik dari fotonya. Cantik sexy dan menggairahkan. Kau bisa dapet seperti ini darimana? Kelihatannya bukan cewek biasa-biasa ini. Malah kalau ketemu di tempat normal pasti kusangka anak orang kaya. Hebat! Hebat sekali kau, Angga! Hahahaha....”
“Iya Boss. Memang Stefany ini bukan cewek biasa. Maaf aja, Boss akan sulit menemukan yang seperti dia gini. Ini kesempatan satu diantara sejuta. Dan malam ini adalah malam keberuntungan Boss, hehehehe.”
“Ya, betul, betul, memang betul itu,” kata pria itu sambil mengangguk-anggukkan kepalanya dengan pandangan mata tak lepas menggerayangi sekujur tubuh Cie Stefany. “Tapi, kau kenal dia darimana Angga? Kok tahu “barang bagus” seperti ini ga dikenalin sebelum-sebelumnya?”
“Ehmm... maafkan aku, Boss. Sebenarnya... eh, sebenarnya dia ini adalah pacar saya, Boss.”
“Ohya? Benarkah? Ahhahahaha.... Gadis ini adalah pacarmu tapi sekarang kau kasih ke Boss-mu yang jelek ini? Bagus. Bagus. Kau betul-betul anak buah yang setia, Angga,” katanya sambil mengangkat kedua jempolnya dan tertawa-tawa.
“Ya, maaf Boss, aku khan tahu fetish Boss seperti apa. Aku yakin setelah ini Boss bakal bahagia dengannya dan sudi mengampuni kesalahanku,” kata Angga dengan nada merendah.
“Oh, tentu, tentu. Katakanlah kepada cewekmu ini, kalau aku, Blackjack puas dengannya maka semua kesalahanmu akan menjadi masa lalu yang terlupakan. Namun ingat, ia harus melayaniku dengan sepenuh hati.”
“Tentu Boss. Aku sudah bicara dengannya. Dan ia sudah tahu apa yang mesti dilakukannya. Bahkan... ia malah tak sabar lagi ingin segera bertemu saat kubilang kalau Boss adalah orang dari Nigeria yang berkulit hitam dan tinggi besar.”
“Betulkah? Hmm, bagus, bagus. Gadis pintar. Denganku, kau pasti akan puas karena barangku jauh lebih besar dibanding orang-orang sini. Hahahaha.”

“Tapi Angga, dia ini khan pacarmu. Tidakkah kau akan cemburu?”
“Untuk Boss, aku rela melakukan apa saja termasuk menyerahkan pasanganku. Lagipula, seperti yang kubilang tadi aku tahu fetish Boss seperti apa. Aku ingin Boss gembira saja,” kata Angga.
“Hmm.. jadi kau tak keberatan? Kalau begitu kau boleh tinggal disini untuk menonton aku bersenang-senang dengan pacarmu ini. Supaya aku lebih bergairah menikmati pacarmu ini kalau kau ada disini. Hahahaha... Untuk itu, tutup pintunya sekarang,” perintahnya kepada Angga.

“Angga bangsat penjilat dan pengecut!” bentakku. “Kau sudah bukan manusia lagi. Kakakku begitu mencintaimu tapi justru kau korbankan seperti ini! Rasanya aku bukan laki-laki kalo tak menghajarmu!” kataku sambil mencoba berdiri namun saat itu kusadar kalau kedua tanganku terikat seperti seorang tawanan.
“Hahahaha... dan kau adalah adiknya pacar Angga? Hmm, bagus. Bagus. Makin banyak orang makin ramai. Hahahaaa..”
“Angga! Aku bersumpah akan membalasmu nanti!” desisku.
“Hmm, Rico. Sebenarnya aku tak ada masalah denganmu. Namun kau mencari masalah sendiri. Tak ada yang menyuruhmu kemari. Kini apapun yang terjadi padamu, semua itu adalah karena tindakanmu sendiri. Jangan lalu menyalahkan orang lain.”
“Jangan banyak mulut kau anjing bangsat!”
“Rico! Lu jangan ngomong sembarangan menghina Mas Angga. Omongan dia betul. Semua ini adalah kesalahanmu sendiri.”
“Cie! Pada saat ini lu masih membela dia? Dan lu bilang aku yang salah? Kayaknya percuma aku bela-belain lu selama ini. Pada akhirnya justru malah kena getahnya,” teriakku dengan nada kecewa. Kali ini aku betul-betul sangat kecewa dengan kakakku.
Sementara kulihat Boss Angga yang menyebut namanya Blackjack itu menonton pertengkaran kami bertiga dengan tersenyum lebar seolah seperti hiburan baginya.
“Rico, ketahuilah ya, tidak ada yang butuh bantuanmu. Aku tidak butuh bantuanmu. Semua ini memang kesalahanmu sendiri. Sudah berapa kali aku bilang, lu jangan ikut-ikut urusan pribadiku. Tapi lu selalu kepo pengin ngurusin urusan orang. Lu kesini juga ga ada yang menyuruh. Aku ga nyuruh. Mas Angga juga nggak. Satu-satunya orang bego yang membawa diri lu kemari ya lu sendiri! Jadi kalo lu mau nyalahin orang ya salahin diri lu sendiri itu!” bentak kakakku dengan wajah marah.

“Ok, Ok... Cukup. Wah, Angga, pacarmu ini kalo marah galak juga ya. Kalo di ranjang apa galak juga?”
“Hmm.. kalo itu sebaiknya Boss coba dan rasakan sendiri saja.”
“Kau betul-betul bangsat Angga!”
“Cukup!” bentak orang itu kepadaku. “Angga, silakan kau sumpal mulut bocah itu. Dan ikat dia di kursi.”

Angga berjalan mendekatiku. Dengan tersenyum sinis, ia menyumpal mulutku lalu mengikatku dengan kencang di kursi. Membuatku kini tak bisa berbicara dan tak bisa bergerak.

“Ok, sekarang waktunya hidangan menu utama. Siapa namamu? Stefany... ayo kesini kamu!”
“Wow, kau sungguh cantik sekali,” kata pria itu sambil kedua tangannya yang hitam legam meraba wajah putih kakakku. “Dan kulitmu sungguh halus.”

Tiba-tiba, breettt..... “Aahh,” Cie Stefany berteriak saat pria itu merobek baju atasan kakakku. Membuat bagian atas tubuhnya yang putih terbuka di hadapan pria itu dengan hanya bra merah yang menutupi payudaranya. kakakku secara refleks berusaha menutupi tubuhnya dengan kedua tangannya.

Aku tak tahan melihat penghinaan yang dialami oleh kakakku ini sehingga aku memejamkan mata dan memalingkan wajahku. Namun rupanya hal itu tak disukai oleh pria berkulit hitam itu.
“Angga!” teriaknya. “Kau paksa adik pacarmu itu untuk terus menonton. Jangan biarkan ia menutup matanya.”
“Hei kamu! Kau buka matamu lebar-lebar. Kau harus melihat terus sampai semuanya berakhir! Kalau kau berani menutup matamu lagi, biar sedetik pun, akan kubutakan matamu biar kau tak bisa melihat lagi seumur hidupmu. Mengerti kau!” sergahnya dengan marah.

“Maafkan adikku, Pak. Dia orangnya memang ... agak lambat. Tolong jangan sakiti dia, dan.... aku akan membuat Bapak bahagia,” kata kakakku sambil mendekatkan tubuhnya ke tubuh orang itu.

“Hahahaha... ok, ok. Aku berjanji tak akan menyakiti dia, manis,” katanya meraba dagu kakakku. “Asalkan kau mau melayaniku dengan baik sementara mereka berdua menonton kita bersenang-senang. Hahahaha.”
“Dengan ini aku menyatakan bahwa aku bersedia menonton Boss menikmati pacarku,” kata Angga dengan takzim.
“Hmm, bagus! Jadi disini ada pacar yang dengan sukarela menonton, ada adik cowok yang dengan terpaksa menonton. Hahahaha. Bakal seru ini. Sementara ceweknya bersedia melayaniku dengan sepenuh hati.”
“Ya, aku bersedia melayani Bapak dengan sepenuh hati apabila Bapak mau berjanji akan mengampuni kesalahan Mas Angga dan tidak melukai adikku.”
“Tentu aku bersedia, sayang. Tapi jangan panggil aku bapak. Namaku Blackjack. Panggil aku Om Jack aja.”
“Baik Om Jack.”

“Tahukah kamu kenapa aku dipanggil Blackjack?”
“Ehm.. kenapa Om?”
“Karena itu adalah julukan.... “Black Cock of Mr. Jack!” katanya sambil memelorotkan celana trainingnya dan mengeluarkan penisnya yang berdiri tegak perkasa.
“Ooohhh!!!” kakakku berseru kaget melihat penis hitam Mr. Jack yang berukuran raksasa itu. Atau mungkin tepatnya ngeri! Karena penis itu begitu besar dan panjang dengan kepalanya yang tersunat bagaikan kepala ular kobra yang memandang mencorong di depan mata kakakku.
“Hahahaha... kamu suka dengan penisku ini, Stefany?”
“I-iya... aku suka Om Jack,” jawab kakakku dengan wajah masih terlihat bergidik ngeri dan tubuh agak mundur ke belakang.
“Kalo gitu ayo kamu elus-elus dengan tangan halusmu itu, sayang,” kata Blackjack meraih tangan kakakku dan disentuhkannya ke batangnya.
Tangan halus Stefany menggenggam penis raksasa hitam itu dan mengocok-ngocoknya.

Blackjack mencium bibir Stefany. Mulutnya yang jauh lebih besar melumat habis bibir kakakku. Apalagi ia jauh lebih tinggi dan besar dibanding kakakku. Dengan tinggi 165 cm sebenarnya kakakku tidak tergolong pendek untuk ukuran gadis Asia, namun di hadapan pria Nigeria yang tingginya sekitar 180 cm dan berbadan kekar dan berotot ini, ia jadi terlihat kecil dan secara fisik terlihat dikuasai secara total oleh Blackjack. Kakakku menengadah ke atas saat Blackjack dengan mudah menikmati bibirnya. Kedua tangan Blackjack meremas-remas dada kakakku yang terbalut bra merah menyala.

“Emmhhh....eemmhhh....” Kakakku mulai mendesah-desah dan tubuhnya secara spontan melakukan goyangan-goyangan erotis seiring dengan tekanan mulut dan tubuh Blackjack. Kedua tangan pria itu kini meraba-raba pinggul kakakku yang terlihat menonjol di balik celana panjangnya sambil tak melepaskan ciumannya. Tangan Stefany sementara terus mengocok-ngocok sepanjang penis Blackjack dengan jari-jarinya mengusap-usap kepalanya saat tangannya berada di posisi atas.

Blackjack melepaskan ciumannya. Dipandangnya sejenak dada montok kakakku. Kemudian tangannya meraih ke bagian depan bra merah itu dan dibukanya pengait di bagian tengahnya lalu disibakkannya bra itu ke kedua sisi.

“Wowww!!! Suit..suittt....” Blackjack bersiul-siul dengan mata tak berkedip menatap payudara kakakku. “Hehehe...I like pink tits.” Kedua tangan Blackjack langsung merengkuh sepasang payudara Stefany. Tangannya meraba-raba dan meremas keduanya.

Blackjack yang jauh lebih tinggi kini kembali melumat bibir Stefany. Mulutnya berkecipakan saat beradu dengan mulut Stefany. Tangannya meraba paha bagian belakang dan pinggul Stefany. Kedua paha mereka hampir bersentuhan. Mulut Blackjack menjelajahi mulut Stefany.
“Ooohhh.... ohhhh.....”
“Clepp... clepp... ooohhh...”
Keduanya saling mendesah. Mulut mereka saling bercipakan. Lidah keduanya saling beradu. Terutama lidah hitam dan panjang Blackjack begitu dominan menjelahi setiap mili lidah Stefany. Tangan Blackjack meraba payudara dan puting Stefany.
“Ooohhhh.....ooohhhh......oooohhh.....” Stefany mendesah-desah.
Kedua telunjuk Blackjack memainkan kedua puting merah Stefany yang berdiri tegak menonjol. Membuat Stefany jadi kegelian dan tubuhnya menggeliat-geliat.
“Ooohhh.....ooohhhh.......”
Sementara mulut keduanya terus bercipakan.

Blackjack membungkukkan badannya. Mulutnya menghisap puting payudara Stefany. Dua-duanya mendapat giliran. Lidahnya yang hitam panjang kini melelet-lelet di puting merah Stefany. Keduanya disasarnya bergantian.
“Ooohhh....ooohhhh.....ooohhh......”
Stefany mendesah dan menggelinjang-gelinjang.
Tangan Blackjack merogoh ke dalam celana panjang Stefany. Dari tempatku duduk, cukup jelas tangan itu bermain-main di bagian vagina.
“Aaahhhh.....ahhhhhhh......aaahhhhh....”
Stefany makin menggelinjang liar saat tiga bagian sensitif dan titik nyala gairah seksualnya dirangsang dengan hebat oleh pria itu.
“Ooohhh... Om Jack.....oooohhhhh.....”

Blackjack meloloskan sisa-sisa pakaian di bagian atas tubuh Stefany. Diloloskannya baju atasan yang telah robek itu keluar dari tubuhnya. Dan dibuangnya bra merah itu ke lantai. Blackjack menatap tubuh mulus Stefany yang atasnya tak memakai apa-apa dan bawahnya masih bercelana panjang. Sepasang payudara indahnya berdiri dengan tegak, kencang, dan menantang dengan kedua puting merahnyanya menonjol tegak ke depan. Blackjack meraba-rabai kembali payudara indah kakakku. Sepertinya ia begitu menyukainya.

Ia berdiri membelakangi Stefany. Lagi-lagi payudara indahnya direngkuh kedua tangan hitam Blackjack dari belakang untuk kemudian diremas-remasnya. Mulutnya kini melumat bibir Stefany dari samping. Kedua ibujarinya memainkan kedua puting Stefany sementara lidahnya saling beradu dengan lidah Stefany.

Blackjack membawa Stefany ke atas ranjang. Dalam keadaan duduk dengan kedua kaki selonjor, payudara Stefany yang kencang tegak menantang kembali diemut Blackjack. Sebelum kemudian mereka kembali saling beradu bibir, beradu lidah sementara giliran jari-jari Blackjack yang menggarap payudara Stefany.

Blackjack meloloskan celana panjang sekaligus celana dalam Stefany. Kemudian ia juga melepas seluruh bajunya. Kini keduanya telanjang bulat dengan warna kulit berbeda kontras. Stefany terlihat kecil di depan Blackjack. Membuat ia melihat ke atas dengan ekspresi wajah masih agak-agak ngeri karena memang penis di depannya itu berukuran raksasa. Sementara Blackjack memandang agak ke bawah menatap tubuh telanjang Stefany dengan tatapan penuh birahi. Dipandangnya liang vagina Stefany di antara kedua pahanya yang terbuka. Liang vagina sempit yang segera akan diobrak-abriknya itu.

Ia mendekatkan penisnya ke depan wajah Stefany. Dengan pandangan masih terlihat agak ngeri, ia memegang penis hitam itu dan....
Shleeb....shleebbb....shleeb....
Ia mengulum dan menyepong penis raksasa Blackjack. Saking besar dan panjangnya, bahkan beberapa kali kakakku terbatuk dan hampir tersedak saat mengemut masuk di dalam mulutnya. Sementara Blackjack justru tertawa gembira.
“Hahaha... ayo emut terus..oooh....ohhh... lanjutkan, bitch,” katanya memegang kepala kakakku dan ikut mendorong-dorongnya sambil merem melek.
“Hmm... mantap nih, sepongan pacarmu,” katanya sambil menatap Angga,”Dan kakak cewekmu, hehehehe,” katanya saat mengalihkan pandangannya ke arahku.
“Ayo emut terus... sedot yang kuat, you bitch!” serunya pada kakakku sambil menjambak rambutnya.
Ugh....ugh.....ugh.... beberapa kali kakakku terbatuk-batuk dan tersedak oleh karena panjangnya penis itu.
Saat sepongan itu berhenti, seketika kakakku terbatuk beberapa kali.
“Hahahaha....enak ya. Baru kali ini kamu ngerasain penis sebesar punyaku ya.”

Blackjack membentangkan kedua paha Stefany lebar-lebar dalam keadaan telentang di ranjang. Kepalanya menyusup diantaranya. Lidahnya dijulur-julurkan di bagian vulva Stefany.
“Ooohh....oohhh.....ooohhh......” Stefany yang tadinya agak begidik ngeri kini jadi mengerang-erang nikmat. Apalagi kini Blackjack membuka liang vaginanya dan lidahnya yang panjang mampu menjangkau bagian dalam vaginanya yang selama ini tak pernah terjamah. Membuat tubuh kakakku kini menggelinjang-gelinjang liar dan mendesah tak keruan.
“Aaaahhhh......aaaahhhhhh......aaaahhhhh.......” Suaranya menjerit-jerit mengisi seluruh ruang kamar yang luas itu.
Sementara, shluurrpppp....shluurppppp......, lidah panjang Blackjack terus menjilat-jilat menggelitik titik-titik sensitif di bagian dalam liang vagina Stefany.

Blackjack menghentikan permainan lidahnya. Liang vagina Stefany telah mengeluarkan cairan pelumas cukup banyak. Kini ia akan menindih tubuh kakakku. Didekatkannya penis panjangnya di depan liang vagina Stefany. Stefany rupanya tahu apa yang akan dilakukan Blackjack terhadap liang sempitnya. Ia memandang penis hitam raksasa itu dengan pandangan horor. Kini saat yang ditakutkannya telah tiba....

Blackjack seperti mafhum dengan ketakutan kakakku. Penisnya tak jadi dimasukkannya. Namun kini batang penisnya itu ditepuk-tepukkannya persis di depan liang sempit itu.
“Ooohhh.....ooohhh......” Kakakku mendesah mungkin dikiranya penis itu telah masuk ke dalam dirinya. Padahal itu baru untuk persiapan saja.

Akhirnya Blackjack tak dapat menahan nafsunya. Didekatkannya kepala penisnya di depan liang kakakku. Dan, jleebb!
“AAAGHH”
Kakakku menjerit keras saat penis Blackjack akhirnya masuk ke dalam dirinya. Tubuhnya tergetar hebat. Kedua tangannya mencengkeram seprei. Dan ia terus berteriak sekencang itu saat Blackjack terus mendorong masuk penisnya sampai akhirnya penisnya yang besar dan panjang itu amblas masuk ke dalam vagina kakakku seluruhnya.

Begitu amblas ke dalam, Blackjack kemudian memompa penisnya maju mundur di dalam tubuh kakakku.
“AAAHHH.....OOOHHHH.....AAAHHH.....AAAHHHH......”
Kakakku terus mendesah-desah dengan keras sambil kedua tangannya mencengkeram seprei seiring dengan hunjaman penis Blackjack dalam dirinya.
“AAAHHH....AAAHHHH.....OOOHHHH....Om Jack.... Ampun Om Jack.... Ampun.....AAHHHH....”
Sementara Om Jack dengan telengas terus mengocok penisnya untuk menikmati sempitnya vagina kakakku. Kakakku terus berteriak-teriak....
“Hehehehe.... enak ya, bitch... you like it eh? You like my big black cock?
“AAHHH...I-IYA....ENAK OM......OOHHH.....AMPUN OM.....AMPUN....OOHHH....AAHHHH”
“Hahahahahaaa.....”
Blackjack terus menyodok-nyodokkan penisnya sambil memegang pinggang kakakku. Badannya yang hitam tinggi besar membuat kakakku terlihat sungguh tak berdaya.
“AAAHHH....AAAHHHHH.......ADUHH.....OOHHH....ENAK OM.....AHHHH.... OM JACK....AAHHHH”
Seluruh tubuh kakakku tergoyang-goyang bahkan kedua payudaranya bergerak-gerak berputar-putar seiring kocokan penis Blackjack.
“OOHHH....OOOHHH.....OOOHHHH......OOOHHH......”
Blackjack merengkuh kedua payudara kakakku dan mulai meremas-remasnya saat terus menyetubuhinya.
“OOOHH.....OOOHHH.....OOOHHH......”
Kini sepertinya kakakku tak merasakan rasa nyeri lagi sebaliknya justru merasakan rasa nikmat luar biasa.

Blackjack mengangkat kedua kaki kakakku dan menekuknya ke atas. Kemudian ia kembali menyetubuhi kakakku, menikmati jepitan rapat pada penisnya. Sambil ia mengenyoti puting payudara kakakku. Tubuh Blackjack yang hitam legam begitu kontras dengan tubuh putih mulus kakakku.

Setelah cukup puas menikmati, akhirnya ia sedikit memberi napas kakakku dengan menarik penisnya keluar. “Wow... liat tuh memek lu jadi menganga begitu. Hahahaha.” Lalu ia menyuruh kakakku untuk sedikit mengubah posisi tubuhnya supaya aku dan Angga bisa melihat perubahan yang terjadi pada vagina kakakku yang terlihat jadi terbuka.

Blackjack menyuruh kakakku bangkit dan berdiri. Saat berdiri dan berjalan terlihat cara melangkahnya agak berbeda. Namun Blackjack tak mempedulikan itu. Yang dipikirkannya kini adalah kembali menikmati tubuh kakakku. Dimasukkannya penisnya dari belakang dalam posisi berdiri. Kali ini sepertinya penisnya lebih mudah masuk dibanding sebelumnya. Lalu kembali kakakku “ah uh ah uh” saat vaginanya digedor-gedor dalam posisi baru ini. Sambil menyetubuhi, Blackjack meremas dan menggoyang-goyang sepasang payudara kakakku dari belakang. Mulutnya kembali melumat dan menguasai mulut kakakku.

Setelah itu adegan kembali berlanjut di ranjang. Kali ini Blackjack yang tidur telentang dengan penis raksasanya mengacung ke atas. Stefany mendekatkan vaginanya di atas penis hitam itu. Dan, bleesshhh..... rupanya Stefany kini telah mulai terbiasa dengan ukuran raksasa penis Blackjack. Tanpa kesulitan ia berhasil memasukkan seluruh batang itu di dalam dirinya. Lalu ia menggerakkan tubuhnya naik turun.
“AAAHHH.....UUHHHHH.....AAAHHH......OOOHHHH.....”
Ia mendesah-desah dengan liar sambil kedua payudaranya berguncang-guncang naik turun mengikuti gerak rambut panjangnya saat ia menggerakkan tubuhnya secara vertikal.
“AAHHHH.....OOHHHH......OM JACK......AAHHHH......ENAKK!!.....”
You like my black cock?”
“AAHHHH.....YESSS.....I LIKE IT.....”
“Say it! Say it bitch... Say that you like my black cock.”
“OOOHHHH......OOHHHHH.....I LIKE.....I LIKE YOUR BLACK COCK......I LIKE BLACKJACK’S COCK......I LIKE YOUR FUCKING BLACK COCK!!.... AAAHHHH......AAAHHHHH.....”
Blackjack kini meremas-remas payudara kenyal Stefany, memainkan putingnya sementara penisnya terus menerus membelah vagina Stefany.

Kini mereka kembali bersenggama dalam posisi berdiri. Blackjack yang tubuhnya jauh lebih besar dan lebih kuat tanpa kesulitan mampu mengangkat tubuh kakakku. Dengan kedua tangan kakakku memeluk leher Blackjack dan kedua kakinya ditekuk ke depan dan disangga di kedua tangan Blackjack, pria Nigeria itu memasukkan penisnya ke dalam vagina kakakku sambil kedua tangannya mensupport pantat kakakku. Dan, digoyangnya tubuh kakakku berayun-ayun maju mundur.
Plokk...plokk...plokk.....plokk..... kedua tubuh yang berbeda warna itu saling beradu.
Shleebbb...shleeb.....shleeb.....shleebbb..... penis hitam dan vagina pink itu terus saling bergesek.
“OOOHHH.....OOOHHHH.....OOOHHH....OOOHHH....” Sementara suara kakakku mendesah-desah dengan keras. Payudaranya berguncang-guncang. Rambut panjangnya yang terurai ikut bergerak-gerak. Seluruh tubuhnya bergerak maju mundur akibat gerakan tangan Blackjack.
“OOOHHH....SON OF A BITCH.....OOOHHH.....YOUR COCK IS FUCKING SHIT.....OOHHHH..... ENAKKK...”
“OOOHHH....I LIKE THIS FUCKING POSITION..... SHITT.....OOHHH....IT’S SO FUCKING GOOD......”
“.OM JACK....YOU FUCKING SHIT.....YOU REALLY FUCKING SHIT....OOHHH....AKU GA TAHAN OM.......” “AAAHHHH......AAAAHHH.....AAAAHHHHHHHHHHH.......AAAAHHHHHHHHHHHHHHHHHH”

Dikenthu dalam posisi yang tak umum seperti itu, membuat pertahanan kakakku jebol juga. Tak hanya itu, ia terlihat sangat menikmatinya. Bahkan setelah itu pun, ia masih meneruskan ceracauan tak jelasnya.
“Ooooh Om Jack.... only strong black man like you can fuck me in this position.... and I like being fucked like this. I feel like a BITCH! REAL BITCH!!”

Itu adalah klimas bagi kakakku namun Blackjack masih belum selesai. Ia kembali menyetubuhi kakakku dalam posisi doggy style. Penis hitamnya menyodok-nyodok vagina kakakku dari belakang. Sambil ia memegang rambut panjang kakakku seperti seorang koboi yang mengendalikan kuda liar.
Shleebbb...shleeb.....shleeb.....shleebbb.....
Penisnya terus menembusi vagina kakakku.

Sampai akhirnya ia menarik penisnya keluar. Didekatkannya penisnya ke wajah kakakku dan dikocoknya. Sampai akhirnya....
Crottzzz....crottsss......kecrottsss....makcrottt........
Penis hitam raksasa itu mengeluarkan air mani sangat banyak menyemprot ke wajah dan rambut kakakku.

“Oohhhh......” Pria Nigeria berbadan besar itu akhirnya terkulai lemas dan telentang di ranjang. Sementara kakakku membasahi wajah dan rambutnya yang belepotan sperma itu dengan air wastafel lalu melapnya dengan tissue.

“Hmmm.... bagaimana Stefany, kamu puas?”
“Puas sekali Om Jack,” jawab kakakku sambil tersipu malu. “Belum pernah sebelumnya main posisi yang diayun-ayun gitu.”
“Hahaha. Aku juga puas dengan kamu, Stefany-ku sayang,” katanya sambil meraba payudaranya. “Kamu cantik, sexy, puting dan vaginamu merah, goyangannya mantap lagi. Trus memekmu masih seret, hehehehe. Apalagi ada dua penonton disini Hahahaha,” katanya sambil memeluk kakakku. Sementara kakakku juga menggelayut manja di dekapan pria berkulit hitam itu.
“Tapi Om masih ingat khan dengan dua janjinya tadi?”
“Oh tentu sayang. Adikmu habis ini akan kulepas. Sementara Angga kuampuni kesalahannya. Tapi kamu harus jadi cewek cem-cemanku ya.”
“Ehm... boleh,” kata kakakku dengan agak tersipu namun tubuhnya dirapatkan ke tubuh Blackjack. Membuat kedua puting payudaranya menempel di tubuh Blackjack.
“Angga, bagaimana denganmu... kaudengar sendiri pacarmu bilang dari mulutnya sendiri kalau dia mau jadi cewek cem-cemanku. Apakah kau rela membagi pacarmu?”
“Demi Boss Blackjack, apapun yang kupunya rela kuberikan kepada Boss,” kata Angga dengan posisi tubuh menunduk dan penuh takzim.
“Hahahaha.... bagus, bagus. Jadi kau sungguh-sungguh mau?” tanya Blackjack sambil menatap kakakku Stefany.
“Aku mau Om Jack.”

Very good. Kalau begitu kamu harus nurut perintahku. Jono!” panggil Blackjack sambil memencet tombol interkom.
“Iya Boss.”
“Kamu kesini dan bawa video kamera.”
“Baik Boss.”

“Angga, buka pintunya,” perintah Blackjack saat ada yang mengetuk dari luar.
“Masuk Jono. Perkenalkan, ini Stefany, cewek cem-ceman baruku,” katanya.
Jono masuk dan melihat kakakku dengan mata tak berkedip. Karena kakakku masih dalam keadaan telanjang bulat. Sementara kakakku secara refleks ingin menutupi tubuhnya namun Blackjack justru melarangnya.
“Tenang saja. Ini cuma Jono, pembantuku. Tadi khan kamu berjanji menuruti perintahku. Ayo kamu berdiri telanjang bulat supaya Jono bisa merekamnya. Ini adalah tradisi di tempat sini sebagai jaminan supaya siapapun tidak bisa main-main.”
“Jono, ayo kamu ambil videonya Stefany dari segala arah. Hahaha, liat. Cantik khan cem-cemanku yang baru. Silakan kalau kau mau pandangin, silakan pandangin sampai puas. Hehehe, kapan lagi kau bisa ngeliat tubuh telanjang cewek mulus kayak gini, No. Tapi ingat, liat sepuasnya boleh tapi jangan berani-berani menyentuh dia ya. Hahahaha.”

“Ok, sudah selesai. Kau boleh pake pakaianmu lagi,” perintah Blackjack kepada kakakku. “Oh ya, kau bisa pake ini,” katanya sambil melemparkan kaus oblong kepada kakakku karena sebelumnya pakaiannya telah dirobeknya. “Jono kau boleh pergi sekarang.”

“Angga, buka sumpalan mulut dan ikatan adiknya Stefany.” Angga berjalan mendekatiku lalu membuka sumpalan mulut dan ikatanku.
“Kau boleh pergi sekarang,” kata Blackjack kepadaku.

Kulihat Stefany kakakku yang kini sedang dipeluk Blackjack namun ia juga menggelayut manja kepada pria itu. Hmm, rasanya saat ini tak perlu lagi aku berbuat sesuatu untuknya. Atau bahkan berbicara kepadanya. Saat ini ia akan lebih memilih tinggal bersama Blackjack. Karena itu, aku akan meninggalkan tempat ini.

“Baik, aku permisi Om.”
“Cie, aku jalan dulu,” kataku singkat.
Lalu kulihat Angga.
Aku berkata,
“Om Blackjack, sebenarnya Angga telah punya istri. Sementara kakakku itu hanyalah pacar gelapnya saja. Bahkan mungkin satu diantara sekian banyak pacar-pacar gelapnya. Jadi kalau Om ingin Angga menonton seperti barusan, seharusnya itu bukan dengan kakakku namun istrinya. Lagipula bukankah tadi ia bilang, apapun yang ia miliki ia rela untuk berikan kepada Om.”

Wajah Angga terlihat merah padam karena marah namun kemudian berubah pucat pasi saat suara keras menegurnya tajam.
“Hmm, Angga! Benarkah itu? Benarkah kau telah mempunyai istri?!”

Aku segera meninggalkan tempat itu karena aku tak ada urusan apa-apa lagi disini. Sejalan dengan apa yang cowok itu katakan kepadaku tadi, ia mencari masalah sendiri. Kini apapun yang terjadi padanya (atau keluarganya), semua itu adalah karena tindakannya sendiri.

“Hahahaha... Betul. Angga telah beristri. Kakakku hanyalah pacar gelapnya saja,” sambil keluar aku tertawa terbahak-bahak dan berteriak keras dengan hati sangat puas.
Hu apa masih ada lanjutannya... Izin ikut nyimak Hu. Mantap
 
Kok aku tiba2 kepikir kalo ... Diakhir judul itu

POLISI ya?

Dan pak sapa tuh yg pertama sama stefany, sekarang udah di balik jeruji
:Peace::Peace::ampun:
 
Ijin baca dulu gan, setelah sekian lama baru ada waktu buat baca cerita semprot, semoga sampai tamat gan ceritanya..
 
Baca dari awal sbnr nya plot bagus dg char tokoh utama yg innocent tp mempunyai dark side krn desakan ekonomi dan kebutuhan hidup, sex scence juga detail dan hotz pas main sama pak zul, update berikuttnya angga mulai masuk dan kurang detail bahas kehidupan di dunia krja mrk, tahu2 pacaran dan adegan ss pun cm sepintas doank, alangkah baiknya di bkin 1 ss pas dg angga scra detail juga ntah itu di rmh, atau outdoor/public place scra stefanie udah liar gt,,,,

Nah up date terakhir kok jadi mpe mafia narkoba dg pria negro dan plot si angga ngsh stefanie ke jack si mafia yg kulit item dg penis raksasa dan pake di videoin jono, plot kaya gini udah bnyk bgt, nanti pasti stefani di umpan sana sini, di gangbang dsb,, ahh sayang bgt awal yg epic skrg jadi kaya beauty n the beast di cerita legenda mr.shushaku.. Dg alur diawal yg soft Itu sbnrnya bisa dibkin lbh ke drama romantis dg happy ending atau sad ending, itu pendapat saya pribadi,, maaf kalau tidak berkenan.....
 
“Hahahaha... Betul. Angga telah beristri. Kakakku hanyalah pacar gelapnya saja.”
“Ya. Angga telah beristri. Kakakku hanyalah pacar gelapnya saja,” kataku berulang-ulang dengan keras.

---&&&&&&---

“Rico...Rico....Rico....”
Sayup-sayup kudengar suara kakakku memanggil namaku.
“Angga telah beristri. Kakakku adalah pacar gelapnya saja.”
“Rico, hentikan. Kau mengigau,” terdengar suara kakakku yang kini kudengar cukup jelas di dekatku.
Mengigau?

Kesadaranku semakin pulih. Kubuka mataku. Kulihat kakakku berada di dekatku. Tangannya memegang bahuku.
“Cie...Cie Stefany...tempat apa ini. Kenapa aku bisa disini?” tanyaku menoleh kearahnya.
“Rico, akhirnya lu terbangun juga. Lu udah ga sadar seharian. Sekarang tenangkan dirimu dulu. Minum ini dulu,” kakakku mengambil segelas air putih dan membantuku meminumnya.
“Hampir seharian?? Jadi sekarang Senin malam? Ini lu sudah balik dari Bali?” tanyaku keheranan.
Kakakku menundukkan kepalanya tak menjawab.

Lalu aku teringat. Tempat mewah itu. Blackjack. Pakaian kakakku disitu berbeda dengan sekarang. Jadi semua itu adalah mimpi!, aku berteriak dalam hati. Sungguh tak terbayangkan apabila kejadian itu betul-betul nyata.

Lalu kulihat Angga. Ia berdiri tak jauh dari tempatku. Ia sedang melihat ke arahku. Seketika emosiku meluap. “Angga bangsat! Aku belum selesai membuat perhitungan denganmu. Kau yang sudah berkeluarga masih bisa menjalin hubungan dengan kakakku bahkan kau tega mengorbankannya!” desisku sambil berusaha berdiri untuk menghadapinya. Namun seluruh tenaga pada tubuhku seolah mengkhianatiku, membuatku tak bisa beranjak dari tempatku berbaring.

Ya, kejadian itu hanyalah mimpi buruk. Blackjack adalah mimpi buruk. Namun sesaat sebelum itu, semuanya adalah nyata. Bahkan kini kuingat cowok itulah yang memukul kepalaku dari belakang. Juga kuingat sesaat sebelumnya samar-samar kulihat sinar lampu mobil di belakangku dan bayangan beberapa orang keluar dari mobil dan berjalan mendekat. Sebelum kemudian semuanya jadi gelap.

“Rico, tenang dulu. Semuanya tidak seperti yang kauperkirakan. Nanti akan kujelaskan semuanya. Tapi lu harus tenang dulu.” Cie Stefany berkata sambil memandangku.
“Cie, lu masih aja terus ngebelain dia. Memang apa sih yang bikin lu jadi tergila-gila sama dia? Sampai-sampai logika sudah ga dipakai lagi. Lu itu sudah dikadalin sama dia, lalu dikorbanin. Padahal dia itu sudah punya istri dan anak. Orang kayak gitu masih lu belain? Dan satu lagi, dia kemarin dengan pengecut memukul dari belakang sampai aku baru sadar barusan,” kataku sambil memandang tajam kearahnya.
“Rico, lu tertidur lama bukan karena dia tapi lebih karena pengaruh obat bius. Lu tenang dulu nanti aku jelasin semua, Ok?” kata kakakku memegang pundakku.
“Tapi betulkan dia yang memukulku kemarin malam?” tanyaku dengan menatap kakakku.

“Memang betul Rico. Memang kemarin akulah yang membuatmu tak sadarkan diri. Aku minta maaf untuk itu. Tapi sebenarnya aku tak bermaksud melakukan itu. Dan aku punya alasan kuat untuk melakukan itu,” Angga akhirnya ikut bicara.

“Minta maaf? Ok, aku maafkan perbuatanmu terhadapku. Anggaplah kau punya alasan kuat untuk itu. Tapi bagaimana dengan perlakuanmu kepada Cie Stefany? Ga usah kita bicara hal-hal lain. Satu hal saja...satu! Kau jelas telah mempermainkan dirinya padahal kau sendiri sudah berkeluarga. Bagaimana kau akan minta maaf untuk hal ini? Lagipula, apa arti permintaan maafmu bagi kakakku atau keluarga kami. Itu hanya untuk dirimu saja supaya kau merasa seolah jadi orang baik. Perlu kauketahui Angga, sebelumnya aku punya kesan baik terhadap dirimu. Itu sebabnya aku pernah bilang ke kakakku kalau aku akan membantu hubungan kalian untuk mengatasi beberapa kendala yang ada. Namun perbuatanmu selama ini membuatku sangat kecewa. Alih-alih kau serius menjalin hubungan dengan kakakku, niat baikku ini justru dimanfaatkan untuk memenuhi nafsu bejatmu saja!”

“Rico!” bentak kakakku dengan keras. Namun Angga memberi isyarat lalu ia melanjutkan,
“Aku tahu apa yang ada dalam pikiran dan perasaanmu. Tapi perlu kauketahui Rico... diantara kakakmu dan aku, kita tak ada hubungan apa-apa! Apa yang kau katakan barusan memang betul. Aku telah beristri dan punya anak perempuan berusia 3 tahun yang keduanya sangat aku cintai. Oleh karena hal itulah maka aku tak bisa ada hubungan spesial dengan kakakmu. Tidak hubungan percintaan, tidak pula hubungan perasaan, juga tidak hubungan fisik seperti yang kau kira.“
“Apa yang barusan Mas Angga bilang memang betul, Rico. Diantara kita sebenarnya tak ada hubungan apa-apa,” timpal kakakku.

“Tapi aku bisa mengerti denganmu. Kalau aku berada di pihakmu, mungkin aku juga berpikiran sama. Ok... pada saat ini rasanya tak ada gunanya bersikap munafik. Aku bisa katakan terus terang kalau kakakmu memang seorang gadis yang sangat cantik. Tak hanya sekedar cantik dari penampilan luar saja, namun ia mempunyai sesuatu dari dalam dirinya yang membuat banyak cowok pasti suka kepadanya. Termasuk aku.”

“Namun aku mencintai istriku. Aku telah mengikat janji dengannya dan aku tak akan mengkhianati janjiku itu. Seandainya saat ini aku masih single, tentu aku akan mengejarnya dan menjadikannya pacarku bahkan mungkin lebih dari itu. Namun saat ini, hubungan kita tak berjalan seperti yang kaukira. Sama sekali jauh dari itu.”

Pada saat itu kudengar pintu di belakangku terbuka. Terdengar suara langkah seseorang yang masuk ke dalam dan menimpali omongan Angga.
“Heh! Biar kau masih single sekalipun, memang kau kira dia mau kaujadikan pacarmu?” tukasnya dengan suara yang agak berat.

Aku menoleh ke belakang dan alangkah terkejut diriku melihat orang itu. Pak Zul!

Baik Angga maupun kakakku mereka keduanya berdiri dan menyapanya. Namun bapak itu malah berjalan menghampiri dan menyapaku. “Ah..Kau pasti Rico, adik Stefany,” katanya sambil menatapku dalam dan mengulurkan tangannya. “Saya Pramono.”
“Rico,” jawabku sambil menyalaminya.

“Ok, mungkin kini saatnya untuk menjelaskan semuanya karena saya percaya Rico berhak untuk mengetahui semuanya. Pertama-tama, saya Pramono minta maaf sebesar-besarnya atas segala ketidaknyamanan yang Rico alami selama ini,” katanya sambil menaruh kedua tangan di dada lalu menundukkan tubuhnya dengan sikap sungguh-sungguh. “Apapun kesalahan yang mereka lakukan, boleh ditimpakan ke saya saja karena sayalah yang bertanggung jawab untuk semuanya.”

“Saya adalah bagian dari Lembaga Pemberantasan Korupsi di negeri kita ini. Mirip seperti ICAC kalau di Hongkong atau KPK begitu kalau di Indonesia. Fokus kami menjaring koruptor-koruptor dan pelaku pencucian uang kelas ikan hiu. Saya adalah ketua dari tim intelejennya. Dia (sambil tangannya mengarah ke Angga) adalah Kapten Turangga atau nama panggilannya Angga, seorang perwira militer yang mendapat tugas khusus membantu tim kami. Sekaligus, ia adalah keponakan saya, yaitu anak dari kakak perempuan saya.”

“Tentu kau mengenal gadis muda ini,” katanya sambil mengarahkan tangannya dan tersenyum melihat kakakku. “Ia adalah Stefany Liauw yang tak lain dan tak bukan adalah kakakmu. Ia telah bergabung dalam tim kami sejak 4 tahun lalu. Siapa yang menyangka seorang gadis muda dan cantik, dari latar belakang keluarga kaya dan - maaf kalau boleh saya sebut golongan – dari kelompok yang selama ini tak banyak berkecimpung di bidang penegakan hukum – telah berjasa membantu banyak pekerjaan kami menangkapi maling-maling pencuri duit rakyat. Mereka para koruptor kelas hiu yang tertangkap itu semua mengira ia adalah mangsa empuk. Dikiranya kakakmu ini seorang gadis yang mendambakan hidup mewah. Dikiranya ia anak orang yang “dulunya kaya” terus jatuh melarat namun telah terbiasa hidup mewah sehingga kini ia butuh uang banyak dengan cara cepat. Padahal justru mereka itulah yang menjadi mangsa empuk. Pada saat mereka sadar, semua sudah terlambat. Hahaha...”

“Apa?! Jadi selama ini sebenarnya lu adalah seorang polisi yang menyamar, Cie?” tanyaku kepada kakakku.

“Mirip tapi tidak sepenuhnya benar. Secara resmi aku tak tergabung dalam satuan manapun. Keterlibatanku disini sifatnya adalah freelance. Sejak awal waktu direkrut Om Pram, aku katakan kalau aku tak ingin ada ikatan. Sewaktu-waktu aku bisa keluar kapan pun. Dan Om Pram setuju untuk itu. Namun kini tak terasa telah 3 tahun lebih bahkan hampir 4 tahun aku terlibat disini.”

“Bisa saya tambahkan bahwa waktu 3-4 tahun itu lebih lama dari perkiraan awal saya. Dan meski secara resmi ia tak terdaftar namun selama ini prestasinya sangat luar biasa,” Om Pram menambahkan.

“Hmm... Ada banyak hal yang menjadi pertanyaanku. Untuk itu bolehkah aku bertanya mulai dari awal? Kalau Pak Pramono tak keberatan?” tanyaku memandang ke arah bapak itu.
“Tentu, tentu. Silakan kau bertanya apa saja, Rico,” katanya. “Tapi omong-omong, kita jangan terlalu formal. Panggil saja saya Om Pram. Karena sebenarnya kita adalah orang sendiri. Nanti akan aku jelaskan mengapa. Sekarang silakan ada pertanyaan apa?”

“Mengenai obsesi lu dengan olahraga,” kataku memandang kakakku,”Itukah awal mulainya lu menjalani semua ini?”
“Ya betul. Itu adalah saat-saat awal ketika aku mulai menjalani latihan fisik. Dan apa yang lu pernah lihat sebenarnya masih belum apa-apa. Aku juga berlatih beberapa macam bela diri bersama Mas Angga dan yang lain. Tentu selama ini aku merahasiakan itu karena kalau tahu lu pasti heran dan bertanya-tanya.”

“Ya betul sekali Rico,” timpal Om Pram. “Disaat-saat awal kami menggembleng dulu Stefany baik secara fisik, emosi dan mental. Karena kami dan aku terutama punya tanggung jawab moral untuk memastikan bahwa anakbuahku telah punya cukup “senjata” sebelum diturunkan ke lapangan. Terus terang, pernah saya sempat ragu apakah ia mampu melewati semua latihan yang berat itu. Namun setelah saya perhatikan sendiri saat ia berlatih fisik, aku tahu kalau pilihanku tak salah. Mentalnya sungguh luar biasa. Membuat diriku impressed terhadapnya. Apalagi mengingat background-nya yang sangat berkecukupan dan kehidupan yang nyaman, jauh dari hal-hal yang bersifat fisik. “

Hmm....aku membatin, jadi di tempat fitness itu, waktu itu ia memonitor cara kakakku men-drill fisiknya. Gestur acknowledgement-nya yang terlihat waktu itu menunjukkan kalau ia puas dengan pilihannya. Juga hal ini menjawab semua kesimpulanku saat itu. Tentu ia mengenal kakakku dan perkenalannya bersifat rahasia. Juga sebaliknya dari kakakku terhadapnya. Karena kakakku adalah anak binaan yang sedang dipersiapkan untuk melakukan misi rahasia. Tentu ia punya interest tertentu kepadanya. Ia ingin melihat kakakku punya mental kuat untuk menjalani latihan fisik yang berat itu. Ok, sampai titik ini sepertinya aku terlalu cepat melompat ke kesimpulan dengan menduga kakakku adalah cewek simpanan Om Pram. Demikian pula dengan dugaanku saat itu bahwa bapak ini adalah pejabat korup. Padahal sebenarnya ia justru kepala intelejen yang selama ini telah menangkapi para koruptor besar.

Om Pram memandangku dengan tersenyum dan bertanya,”Ada pertanyaan lagi?”
“Tentang “bisnis MLM” itu?... Sebenarnya lu ga pernah jalanin. Lu gunakan itu sebagai alasan yang kayaknya cukup masuk akal digunakan saat lu harus pulang malam. Syukur-syukur aku percaya. Kalo nggak, sebagai kontinjensi lu bikin kesan seolah lu jadi simpanan om-om atau semacamnya untuk menutupi kegiatan lu yang sesungguhnya?”

“Ya betul. Kerahasiaan ini harus kujaga betul. Untuk itu, lebih baik aku dikira sebagai cewek gak bener daripada membuka kegiatanku yang sebenarnya. Meski mungkin itu memberikan image yang kurang baik bagiku sebagai cewek. Tapi lu tahu sendiri tentang diriku Rico. Bagiku hal yang sesungguhnya jauh lebih penting dibanding image ke luar. Yang penting aku tak pernah melakukan hal-hal yang memalukan itu!” kata kakakku tegas.

Aku memandang sekilas ke Om Pram dan balik ke kakakku. Kuingin bertanya sesuatu namun akhirnya terlontar pertanyaan lain.
Why? Aku tahu memang lu orang yang sangat memegang prinsip dan sangat committed dengan apa yang lu anggap benar. Tapi dengan mengorbankan citra lu dengan telak seperti itu? Padahal lu cewek. Kenapa lu sampe mau melakukan itu?”

“Lu ingat waktu kita dalam masa-masa sulit? Kenapa kita dikirim Papa kesini dan saat kita baru datang disini? Aku paling benci dengan kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh orang-orang yang merasa berkuasa dan merasa bisa menindas orang lain seenaknya. Siapapun itu dan dari kelompok manapun. Dengan melakukan korupsi gila-gilaan, tidakkah perbuatan mereka itu sewenang-wenang dan merugikan orang banyak? Dengan ikut Om Pram, aku bisa melakukan tindakan nyata untuk menghajar mereka yang berbuat sewenang-wenang. Sekaligus untuk membuka mata mereka kalau perempuan bukan kaum lemah tapi juga bisa melakukan banyak hal. Sebaliknya aku ga terlalu peduli akan pencitraan. Nanti cowok yang betul-betul mencintaiku pasti akan mengerti dan mempercayaiku dibanding gosip yang – kalau ada - beredar di luaran.

“Lu dapat cukup banyak penghasilan dari kegiatan ini?” tanyaku.
“Ya betul sekali, Rico,” timpal Om Pram yang menjawab pertanyaanku. “Lembaga ini, terutama tim yang saya pimpin ini khususnya, punya budget yang cukup besar untuk dana operasional. Apalagi untuk role yang dilakukan kakakmu ini sebagai anak keluarga kaya yang terbiasa hidup mewah dan suka akan barang-barang mahal. Selain itu, kita punya sistem persentase sebagai komisi mengingat tingginya tuntutan pekerjaan ini. Uang korupsi atau pencucian uang yang terbukti, semuanya akan disita untuk negara. Dari situ, sekian persennya diberikan kepada mereka-mereka yang telah berjuang keras di lapangan.”

“Dan aku sudah dapet bayaran dari sejak aku menyatakan gabung lalu melakukan segala macam latihan itu. Meski secara riil aku belum menyumbang apa-apa. Malah mengeluarkan dana iya,” kata kakakku.

“Wow. Ini sungguh luar biasa, Om. Pekerjaan besar reward-nya juga besar. Karena itu tak heran kakakku giat dalam kegiatan ini,”selorohku sambil tersenyum. “Dan ini juga menjelaskan pertanyaan dalam pikiranku sebelumnya. Kenapa lu ga segera nyari cowok. Waktu itu lu bilang karena masalah di keluarga kita masih banyak. Padahal penghasilan lu udah banyak. Sekarang semuanya masuk akal. Lu kaga mungkin pacaran selama melakukan ini.”

“Sebenarnya kepuasan utamaku adalah menindak dan membawa mereka-mereka yang sewenang-wenang itu supaya diadili dan harta haramnya disita. Imbalan materi adalah prioritas kedua buatku. Lu juga tahu hal itu,” kata kakakku dengan tersenyum. “Meski aku ga munafik juga dengan uangnya apalagi saat keluarga kita sedang butuh cukup banyak. Tapi, omongan lu tentang pacaran itu betul. Saat itu pacaran adalah prioritas kesekian.”

“Jadi pacaran lu dengan Angga, semua itu adalah bohong-bohongan doang? Juga kerja kantoran lu, aku rasa juga itu rekayasa doang sebagai tambahan alibi untuk menutupi kegiatan asli lu? Yang betul adalah sejak lulus kuliah, lu fokus disini full time?

“Ya betul sekali. Selesai kuliah, aku pura-pura kerja kantoran padahal itu hanya rekayasa.”

“Mengenai “pacaran” lu dengan Angga ini,” kataku menatap kakakku,” kenapa ada perubahan strategi yang drastis dibanding sebelumnya. Dulu lu melakukan sandiwara dengan bisnis MLM dll tapi semua itu lu bungkus dengan kabut misteri. Namun sekarang justru malah lu buka.”

“Hmm... sebenarnya “pacaran” ku ini juga masih dibungkus kabut misteri ke dunia luar. Mas Angga telah berkeluarga, tentu jauh lebih baik kalau pacaran pura-pura ini jangan sampai diketahui mereka. Juga sebaliknya ke keluarga kita. Apalagi, pasti ada yang menjadikan bahan gosip dll. Keduanya tak baik untuk penyamaran kita. Sebenarnya perubahan strategi ini hanya ditujukan terhadap lu saja, Rico,” kata kakakku dengan tertawa geli.

“Mengapa? Karena semakin kemari lu ini semakin pintar. Kalau sebelumnya lu selalu nurut dan gampang dibuat percaya dengan sedikit tipuan kecil, belakangan ini lu jadi semakin sulit. Bahkan aku juga tahu diam-diam lu suka melakukan penyelidikan terhadap kakakmu sendiri. Karena itu lebih baik dibuka aja sekalian. Syukur-syukur lu percaya. Kalau nggak ya paling nggak bisa ngerem dikit keingintahuan lu itu. Jadi lu nggak terlalu penasaran lalu mencari-cari dengan tak terkendali. Keuntungan lainnya, kami bisa menyusun rencana dan berdiskusi selama berjam-jam tanpa terganggu atau menimbulkan kecurigaan orang luar kalau itu dilakukan di rumah dibanding kalau bertemu di tempat umum atau di markas pusat.”

“Namun satu hal yang diluar perkiraanku, ternyata lu ini jauh lebih pintar dibanding perkiraan awalku. Juga persistensi lu jauh lebih tinggi dari yang kusangka. Aku ga menyangka lu bisa dengan tepat menduga status Mas Angga, lalu nge-hack messagenya, dan mengikuti kami kemarin malam.”

“Hmm... sebenarnya saya tak akan pernah menyetujui pendekatan untuk mengelabui adikmu itu, Stefany. Tapi rupanya secara diam-diam kalian melakukan itu. Karena bagaimana pun pertaruhannya terlalu besar. Rico bisa dengan mudah salah paham lalu situasi menjadi tak terkontrol. Kemarin malam nyaris saja terjadi bencana dengan kemunculan Rico tiba-tiba yang tak disangka-sangka. Untunglah semuanya berjalan baik dan kita bisa bernapas lega sekarang. Juga, hal itu bisa membahayakan dirimu sendiri. Bagaimana kalau Angga jadi lupa diri saat kalian sedang berdua di kamar misalnya? Meski aku tahu ia adalah seorang pemuda yang mentalnya telah digembleng sejak kecil. Tapi bagaimana pun resiko selalu ada. Namun, kau tak pernah melakukan sesuatu terhadap Stefany yang bisa memalukan keluarga kita bukan, Angga?”

“Nggak Om. Aku berani bersumpah akan hal itu. Tak pernah sekalipun aku melakukan hal-hal yang sekiranya dapat merugikan Stefany. Juga hal ini aku nyatakan sekali lagi kepadamu, Rico,” kata Angga sambil menatapku. “Dan aku minta maaf atas semua yang aku perbuat yang sekiranya membuatmu tidak enak.” Kubalas tatapannya dan kuterima pernyataannya. Rasanya aku bisa mempercayai ucapannya.

“Sebenarnya jujur saja, aku juga kurang setuju dengan hal itu. Namun Stefany memaksaku. Bahkan ia mengancam kalo aku ga menurutinya, ia akan keluar dari tim karena semua upaya yang telah dikerjakan akan sia-sia. Bahkan di saat-saat awal ia melarangku mengatakan kepada Om,” kata Angga sambil memandang ke arah kakakku. “Maafkan aku Stefany, rasanya kini bisa aku buka khan tentang hal ini,” kata Angga sambil tersenyum.

“Jadi sebenarnya semua ini salah lu dong, Cie,” kataku.
“Wah, wah, semua jadi menyalahkan aku. Om Pram, Mas Angga, dan juga Rico semuanya nyalahin aku,” kata Stefany sambil tertawa.
“Hmm...Memang langkahmu itu terlalu ekstrim sebenarnya,” kata Om Pram. “Aku tahu kau orang yang sangat berkomitmen namun ada kalanya kau bisa mengeremnya sedikit. Tapi yah, kalau nggak gini mungkin bukan Stefany namanya. Hahaha. Untung saja semuanya berakhir dengan baik. Tapi lain kali sebaiknya jangan kaulakukan hal seekstrim itu.”
Hmm.. ya aku setuju memang sangat ekstrim. Namun ia tak tahu kalau kakakku bahkan melakukan show off dengan berpakaian tak lengkap lalu menggunakan pakaian dalamnya sebagai provokasi. Namun tentu aku tak dapat mengungkapkan semua itu secara gamblang kepada mereka saat ini.

“Mengenai kepergianku ke Australia... apakah ada keterlibatan lu di belakang layar, Cie?”
“Hahaha, sepertinya memang tak ada yang bisa disembunyikan dari lu,” timpal kakakku sambil tertawa.
“Ya, adikmu ini memang hebat, Stefany,” kata Om Pram dengan tersenyum memandangku.
“Ya betul, saat itu aku menemui Dekan dan Ketua Jurusan lu untuk meminta, meyakinkan, memohon atau apapun namanya itu supaya lu dikirim keluar. Jangan salah mengerti, selama ini lu adalah temanku yang paling dekat. Namun untuk urusan ini lu juga adalah lawan terberat yang harus kuhadapi. Karena itu ada baiknya untuk sementara lu ga ada disini. Apalagi saat itu aku dan Mas Angga barusan ditugasi untuk menangkap basah seorang pejabat tinggi korup. Perkiraan awal kami bisa menyelesaikan tugas ini sebelum kau balik. Namun rupanya ia orang yang sangat licin. Agar upaya kami selama ini tak mentah lagi itulah, maka aku mengambil satu langkah berani dengan merekayasa hubunganku dengan Mas Angga. Jadi sebenarnya aku ada alasan kuat juga melakukan itu, Om,” kata kakakku menimpali ucapan Om Pram tadi. “Lagipula, bukankah Om berkali-kali pernah bilang, saat berada di lapangan kita punya otoritas untuk menentukan apa yang terbaik dan tak harus selalu mengikuti perintah atasan dari jauh? Hehehehe.”

“Sebenarnya semua ini hanya masalah timing saja,” tambah Cie Stefany. “Om Pram dan kita semua sepakat setelah kasus yang sedang berjalan ini selesai, kita akan jelasin semuanya ke lu, Rico. Seperti sekarang ini. Jadi sebenarnya kita sedang buying time. Tapi lu udah keburu ga sabaran. Kalo lu mau dengerin omongan Cie-cie lu ini dan mempercayai kalo aku “ke Bali” trus mau menunggu sampe hari ini, semuanya akan berjalan jauh lebih mulus tanpa ribut-ribut. Tapi rupanya memang lu ini orangnya ga boleh dibikin penasaran sedikit pun.”

“Adikmu ini memang luar biasa Stefany. Kau juga luar biasa. Kalian berdua memang hebat untuk hal yang berbeda. Papa kalian pasti bangga dengan anak-anaknya.”

“Makasih Om,” kataku agak tersipu. “Aku masih perlu banyak belajar. Kuakui dalam beberapa hal aku sering bertindak ceroboh. Seperti kemarin malam. Aku minta maaf kalo hampir menggagalkan operasi yang telah cukup lama direncanakan. Juga aku minta maaf kepadamu, Mas Angga, karena berpikiran negatif.”
“Ah, tak perlu meminta maaf Rico. Justru akulah yang selama ini telah menyusahkanmu,” jawab Angga.
“Ya, kau masih sangat muda. Baru berusia 20 tahun, karena itu cukup wajar kalau bertindak sembrono. Tapi kau punya potensi luar biasa. Apabila dipoles dengan baik, kau bisa jadi sangat hebat nantinya.”
“Makasih atas pujian Om,” kataku. “Aku ada satu pertanyaan ke Om,” lanjutku.
“Silakan.”

“Apa yang membuat Om percaya kepada Cie Stefany. Apalagi dia nggak ngikutin aturan yang ada, bahkan ingin bekerja secara freelance saja. Padahal pekerjaan gini khan bukan main-main. Sementara argo bayaran sudah langsung bergulir.”

“Ya kau betul. Pada mulanya aku tak bisa menyetujuinya. Namun ia tetap keukeuh. Kakakmu ini meski cewek, masih muda, namun ia orang yang sangat teguh dengan apa yang ia yakini. Akhirnya aku yang mengalah. Karena kulihat ia orang yang punya karakter. Orang seperti ini tak akan main-main. Pada akhirnya kini semua itu terbukti. Bagiku memang karakter orang itu yang paling utama. Hal-hal lain seperti kemampuan dsb semua itu bisa dipelajari. Tapi karakter tak bisa diajarkan,” kata Om Pram dengan menatapku dalam-dalam. Membuat kami saling menatap dengan dalam untuk beberapa saat.

Aku menoleh ke kakakku. “Pekerjaan ini khan ga gampang buat lu, Cie. Apalagi lu ditemukan dengan koruptor. Tentu ia pasti menginginkan sesuatu dari lu. Trus selama ini gimana lu mengatasi itu?”

“Hahaha. Semua itu menggunakan faktor psikologi. Mungkin mereka one way or another semua pengin tidur sama aku, itu maksudmu khan? Banyak orang mengira dalam situasi seperti itu perempuan pasti akan jatuh ke tangan mereka. Tapi disisi lain, mereka semua adalah orang yang terpandang yang tak ingin reputasinya jatuh. Disitu ada celah yang bisa dimanfaatkan. Selain itu juga ada kelebihan perempuan yang bisa digunakan untuk mengendalikan ego laki-laki. Saat pandangan mereka bisa diubah menjadi seperti ngeliat anak ceweknya, pikiran untuk meniduri itu akan hilang.”

“Dan perlu aku tambahkan Rico,” kata Angga. “Selama ini kalau di lapangan antara kakakmu dan aku ada komunikasi. Jadi kalau skenario berubah jadi tak terkendali, aku akan selalu siap sedia. Namun selama ini kakakmu selalu bisa mengatasi hal-hal seperti itu sendiri.”

“Kalo boleh jujur nanya... kapan lu akan berhenti, Cie?”
“Hmm, sebenarnya sih... tak lama lagi,” jawab kakakku sambil menoleh ke Om Pram. “Bagaimana menurut Om?” tanyanya. “Hmm... ya. Sesuai kesepakatan kita sebelumnya, dengan tertangkap basahnya tokoh kita ini akhirnya sebenarnya tugasmu telah selesai dan kau bisa “menghilang” saat ini juga. Apalagi beberapa hari lalu kalian juga telah berhasil membuat bersalah seorang bandar narkoba kelas hiu kaki tangan tokoh kita itu. Serangan dari dua arah ini akan merontokkan semua sekutu-sekutunya.”

“Ooh... apakah dia orang yang seolah tak sengaja lu tepuk pinggangnya di lantai disko itu, Cie?!” seruku dengan antusias. Ya saat itu kakakku seperti tak sengaja menyentuh orang itu. Namun sebenarnya ia menempelkan sesuatu pada tubuh orang itu. Beberapa saat kemudian, ia dan pasangannya meninggalkan tempat menuju lift. Disaat hampir bersamaan Angga memberi isyarat lalu mereka berdua menuju lift. Kemudian mereka berempat naik keatas.

“Rico, kok lu bisa tahu?” kakakku terlihat cukup terkejut. Demikian pula Angga. Bahkan Om Pram pun kulihat kedua alisnya terangkat. Aku sadar mungkin aku agak keceplosan karena terlalu antusias. Namun rasanya kini tak ada yang perlu disembunyikan lagi.
“Hmm, yah.. karena waktu itu diam-diam aku mengikuti kalian disana,” jawabku.
“Nah, Om dengar sendiri khan adikku ini gimana. Dan kamu juga, Mas,” kata kakakku dengan nada gembira bercampur bangga. “Kalo dia sudah ingin tahu, dia akan mencari segala macam cara untuk menemukan jawabannya. Makanya jangan salahkan aku kalo bersandiwara sedikit dengan Mas Angga untuk mengerem keingintahuannya. Sudah direm aja masih begini. Apalagi kalo nggak. Bisa-bisa nanti dia datengin rumah Mas Angga untuk ketemu dengan istri Mas. Khan malah jadi berabe nanti semuanya. Hahaha.”

“Ah, aku nggak mungkin lah berbuat seperti itu. Kalo mencari tahu alamat rumahnya, mungkin iya,” kataku sambil tersenyum.
“Nah, dengar sendiri apa yang diucapkan. Jadi yang kulakukan untuk pura-pura pacaran itu memang sudah tepat.”
“Hahaha. Mungkin sebaiknya kita rekrut dia aja, Om,” kata Angga kepada Om Pram.
“Boleh. Boleh. Hal itu bisa kita omongkan nanti.”
“Wah gila. Lu kayak ada dimana-mana aja. Sepertinya nanti kita perlu bicara Rico,” kata kakakku dengan senyum yang cukup punya arti.

“Untung tugasmu sudah selesai disini, Stephany. Ya, mungkin memang sekarang adalah saat yang tepat bagimu. Kalau tidak, maka adikmu akan mengikuti semua gerak-gerikmu hahaha. Meski kita semua terutama aku pasti akan kehilanganmu, salah satu anggota terbaik yang aku miliki. Namun aku juga ingin kau bisa menjalani kehidupan yang normal. Sama seperti gadis-gadis seusiamu. Kini usiamu 23 tahun. Masih cukup muda untuk melakukan apa pun yang ingin kaudapatkan. Namun hal itu jangan ditunda-tunda karena nanti tak terasa waktu akan berlalu dengan cepat.”

“Om, aku ada satu pertanyaan lagi,” kataku. “Kalo kini akhir masa kerja Cie Stefany telah jelas. Lalu bagaimana dengan awalnya. Bagaimana Om ketemu dia kemudian merekrut dia?”

“Hahaha... Aku senang kau menanyakan itu Rico. Masih ingat di saat awal tadi aku bilang kalau kita adalah orang sendiri? Tahukah kau kenapa? Karena aku adalah teman baik Papamu. Dulu waktu kecil kita sering main kelereng bareng. Aku asalnya dari kota yang sama juga dengan kalian. Hubungan antar keluarga kita sudah terjadi sejak jaman kakek kamu dan ayah saya bahkan juga ayah mereka masing-masing. Meski keluarga kita beda etnis beda agama beda kebiasaan dan tempat tinggal (ayah kakek kamu dulu tinggal di kota sementara kakek saya asalnya dari desa dekat situ), namun hubungan diantara dua keluarga ini terjalin cukup akrab sejak lama.”

“Saat itu aku pulang kampung setelah sekian lama tak pernah balik. Saat itu aku mencari Papamu. Namun rupanya ia telah pindah kota. Aku cari alamat rumahnya sampai akhirnya kita ketemu dan dari situ aku dengar tentang masalah yang sedang dihadapinya. Dia cerita kalau kalian melanjutkan sekolah di ibukota. Saat itu aku dapat nomor kontak tantemu. Setelah balik kesini, aku berniat menemui kalian dan berusaha membantu apa yang bisa saya bantu. Dulu kakek kamu dan ayahnya banyak membantu keluarga saya saat kita sedang dalam masa-masa susah. Adalah keterlaluan sekali kalau sekarang saya tidak membantu kalian yang sedang mengalami kesusahan. Namun saat itu kalian telah pindah dan ia tak tahu kalian tinggal dimana. Kemudian aku kontak lagi Papamu dan aku mendapat nomor telpon kakakmu. Saat itu kakakmu baru kuliah tingkat satu. Aku ingin bertemu kalian berdua namun karena kesibukan jadwal akhirnya aku hanya bisa bertemu kakakmu.”

“Awalnya aku ingin membantu keuangan saja. Namun saat aku melihat kakakmu, aku melihat karakter yang luar biasa dalam dirinya. Oleh karena itu akhirnya aku berubah pikiran. Daripada sekedar memberi ikan, kini aku akan memberi ia kapal ikan. Namun ia harus berjuang untuk mendapatkan itu. Awalnya ia tak begitu percaya bahkan agak curiga dikiranya aku punya niat kurang baik. Bisa dimaklumi. Namun akhirnya ia menerima tawaranku. Selanjutnya ya kau telah tahu semuanya.”

“Oh, wow... Tak kusangka ternyata Om Pram teman Papa sejak kecil.”
“Ya, dunia memang sempit. Hehehe. Sebenarnya aku juga ingin bertemu denganmu. Namun nature profesiku ini tak memungkinkan untuk itu. Tapi untunglah akhirnya hari ini kita bisa bertemu.”
“Selama Cie Stefany melakukan pekerjaan ini, apakah Om sering ketemu dia?”
“Dulu saat awal-awal cukup sering. Karena aku masih harus membinanya. Juga aku ada tanggung jawab moral dengan Papamu. Namun belakangan ini semakin jarang. Karena ia juga telah independen. Paling hanya kasih update saja. Sekarang ia jauh lebih sering kerja bersama Angga.”
“Cie Stefany sungguh beruntung bisa ketemu dan berguru dari Om secara intensif. Membuatku iri sebenarnya,” kataku dengan tersenyum. Hmm..Iri kepada siapa ya? Tanyaku dalam hatiku.
“Jangan kuatir tentang hal itu,” kata Om Pram sambil tersenyum. “Apabila nanti memang jalannya seperti itu, mungkin suatu saat kita akan sering bertemu.”
“Bisa untuk hal yang sama, atau mungkin untuk hal lain. Apalagi kita bisa saling bertemu, juga dengan kakakmu, dalam kapasitas sebagai orang sipil.”
“Ya, betul sekali Om,” jawabku.

“Ada yang ingin ditanyakan lagi?” tanyanya.
Tentu! Ada satu hal lagi yang ingin kutanyakan. Namun sepertinya saat ini bukan saat yang tepat untuk itu.
Aku tersenyum dan berkata,”Tak ada Om. Semuanya kini sudah jelas. Terima kasih atas waktu dan kesabaran Om menjawab semua rasa penasaranku.”
Aku adalah orang yang mampu menyembunyikan apa yang kupikirkan dan kurasakan sesungguhnya. Saat diperlukan, aku mampu membuat semua orang mempercayai apa yang kuucapkan.
Om Pram juga tersenyum dan berkata,”Bagus, bagus, kalau semuanya telah jelas. Semoga kini tak ada salah paham dan prasangka lagi.”

“Kalau kau sudah tak ada pertanyaan lagi, aku ada satu pertanyaan buatmu Rico,” kata Angga.
“Apa itu Mas.”
“Darimana kau tahu aku telah punya istri bahkan anak? Tak hanya sekedar tahu, tapi kau terlihat begitu yakin dengan itu. Sepertinya kau mampu melihat beberapa petunjuk. Padahal karena pekerjaan ini aku sengaja tak pernah memakai cincin kawin. Jadi tak ada petunjuk di jariku.”

“Ya, memang ada beberapa petunjuk yang mengarah kesana, Mas. Pertama, waktu Cie Stefany “mengaku” berpacaran, ia punya concern dengan masalah perbedaan ras dan perbedaan lain-lainnya. Aku bilang kepadanya kalau aku tak ada masalah dengan itu bahkan aku akan membantunya. Namun aku tak melihat ada inisiatif dari Mas untuk menjadikan aku “sekutu atau teman” dalam hal ini. Kedua, sebaliknya Mas tak cerita banyak tentang keluarga Mas. Ketiga, aku melihat adanya ketidakcocokan karakter yang cukup besar saat aku melihat Mas sebagai individu dengan Mas sebagai pacar Cie Stefany. Sebagai individu, aku cukup impressed dengan Mas, namun sebagai pacar sikap Mas seperti oportunis yang mencari kesempatan. Keempat, saat di dalam rumah kalian berdua terlihat begitu, ehm.. mesra, namun diluar bersikap seperti kayak teman saja.”

“Rico,” kata Angga tiba-tiba memotong dengan wajah agak merah,”Tentang sikap “mesra” itu semua itu adalah akting saja. Kau tahu tentang itu khan. Sebenarnya, jujur aku juga tidak nyaman dengan semua itu.”
“Ya aku tahu itu. Karena ada yang memaksa ya,” kataku sambil melirik kakakku dengan tersenyum.

Anyway, dari semua itu ditambah hal-hal lain mengindikasikan kalau Mas tak serius dengan kakakku. Juga kuperkirakan Mas telah menikah apalagi mengingat usia Mas. Dalm hal ini kehidupan Mas bagaikan makhluk amfibi yang hidup di dua dunia, hahaha.”

“Dua hal yang membuatku akhirnya yakin kalau Mas telah berkeluarga yaitu faktor anak kecil. Kita bertiga jarang pergi keluar bareng. Cukup masuk akal karena semua ini adalah rekayasa yang hanya ditunjukkan ke aku saja namun disembunyikan ke dunia luar. Namun ada saat dimana kita bertiga mampir ke Starbucks untuk take away. Saat itu Cie Stefany sedang ke toilet. Mas sedang berdiri nunggu pesanan. Sementara aku juga di dalam. Saat itu pengunjung tak terlalu ramai. Ada beberapa cewek yang lumayan cantik. Ada suami istri. Ada beberapa orang lagi. Terus terang, perhatianku tertuju ke cewek-cewek cantik itu. Tapi dari semua orang disitu, perhatian Mas tertuju ke anak kecil yang sedang berlari-lari sendirian di tengah. Mas nggak melihat cewek-cewek itu atau ke siapapun yang lain tapi pandangan Mas menerawang melihat anak itu. Seperti pandangan seorang ayah yang kangen dengan anaknya yang masih kecil yang sedang ditinggalkannya.”

“Yang kedua, saat itu aku di sofa ruang tengah mencari-cari channel TV yang menarik. Mas duduk disitu juga. Aku sengaja menggantinya dengan agak pelan sehingga ada waktu beberapa detik untuk setiap channel. Mas nggak terlalu tertarik berita, sepakbola, film action, komedi, semuanya. Namun saat di channel film kartun, tiba-tiba pandangan Mas berubah jadi tertarik. Padahal beberapa hari sesudah itu secara sekilas aku bertanya acara / film kesukaan Mas, jawabannya jauh dari film kartun. Kesanku saat itu Mas teringat dengan momen yang sangat berharga namun langka, yaitu ketika duduk bersama menemani putri Mas yang masih kecil menonton film kartun.

“Dari semua itu aku berani memastikan kalau Mas tak ada perasaan apa-apa dengan Cie Stefany. Sebaliknya, hati Mas justru berat dengan keluarga Mas.”

“Wow!!! Kau sungguh-sungguh hebat Rico. Dengan usiamu yang masih muda, kejelian dan kemampuanmu melihat telah melebihi banyak orang yang lebih senior termasuk diriku. Kita sungguh beruntung Om, Stefany, ia tak menjadi musuh kita,” kata Angga sambil tertawa. “Dapat dibayangkan betapa sulitnya menyusup dan berpura-pura dalam organisasi yang ada orang secermat dia.”

“Tentang apa yang kausimpulkan itu, ya kau betul. Sangat betul. 100%. Kesibukan pekerjaan ini membuatku jarang bertemu dengan keluargaku. Kalau aku bisa koreksi sedikit tentang pernyataanmu mengenai diriku yang hidup di dua dunia, hmm... sebenarnya belakangan ini aku hidup di 4 atau 5 dunia yang berbeda. Aku sebagai ayah dan suami dalam keluarga. Aku dalam pekerjaanku. Aku sebagai “pacar” Stefany. Aku sebagai “anggota mafia yang belakangan berbuat kesalahan.” Aku sebagai “anggota mafia yang belakangan berbuat kesalahan dan mengorbankan “pacarku” untuk menebus kesalahanku”. Kau lihat, ada topeng demi topeng terpasang di wajahku tempat dimana aku menghabiskan sebagian besar waktuku. Sementara waktu untuk orang-orang yang terpenting dan kucintai dalam hidupku justru sangat terbatas,” katanya dengan nada sendu.

“Namun aku adalah seorang prajurit. Tugasku yang paling utama adalah berjuang untuk negara,” ujarnya dengan tegas. “Sungguh aku beruntung punya istri yang penuh pengertian”.
Aku salut kepadamu, Angga. Karakter seperti inilah yang kulihat pada dirimu yang sebenarnya pada saat-saat itu. Aku sungguh bersimpati terhadap kerelaannya berkorban untuk kepentingan orang banyak.

“Aku yakin pengabdian Mas tak akan sia-sia,” kataku. “Apa yang telah Mas berikan, pada saatnya nanti keluarga Mas akan mendapatkan berkahnya. Karena Tuhan tak pernah tidur.”
“Terima kasih Rico. Aku harap kita bisa bertemu lagi nanti,” kata Angga dengan kita saling menggenggam tangan dengan kuat untuk melakukan salam komando.

“Sepertinya kita memang harus berpisah sekarang,” kata Om Pram. “Sampai ketemu lagi Rico. Semoga kau semakin sukses dan terus berkembang,” katanya sambil kita berjabat tangan erat.
“Stefany, saat kau melangkah meninggalkan ruangan ini, kau tak ada kaitan apa-apa lagi dengan kegiatan kami.” Wajah Cie Stefany terlihat tergerak mendengar perkataan itu.

“Oh ya, motormu ada di depan dengan tambahan satu helm lagi. Kakakmu tahu tempatnya,” kata Om Pram kepadaku.

Goodbye and good luck, Stefany. Semoga kita bisa bertemu lagi. Adalah suatu kehormatan bagiku bisa kenal dan bekerja bersamamu selama bertahun-tahun,” kata Angga dengan tersenyum kepada Stefany.
“Goodbye juga, Mas Angga,” kata Cie Stefany dengan suara terharu,” Selama bertahun-tahun Mas telah membimbingku dengan sabar. Thank you Mas. Thank you atas segalanya.” Cie Stefany kemudian memeluk Angga dengan erat. Ia membenamkan wajahnya di leher Angga sambil menangis sesenggukan. “I’ll miss you,” katanya terbata-bata disela-sela tangisnya.
I’ll miss you too, Stefany,” kata Angga sambil menepuk punggung kakakku.

Baru kali ini aku melihat sikap emosional kakakku sampai seperti itu. Juga pada saat itu kulihat ikatan batin yang cukup kuat diantara keduanya. Bukan ikatan percintaan antara pria dan wanita namun ikatan persaudaraan antara kakak dan adik. Menyaksikan itu dan menilik karakter Angga, aku percaya tak ada hubungan perasaan atau fisik diantara mereka. Biarpun seandainya mereka tidur sekamar semalaman sekalipun.

Take care, sis,” kata Angga akhirnya sambil melepaskan pelukannya.
“Hati-hati, Mas. Ingat, selalu hati-hati.”
Yes, I will. I will.

“Sampai ketemu lagi, Stefany,” kata Om Pram sambil menyalami kakakku. “Kita pasti akan bertemu lagi.”
“Sampai ketemu dan thank you, Om. Terima kasih banyak sekali,” kata Cie Stefany.
No, sayalah yang mesti berterima kasih,” jawab Om Pram.
Sejenak mereka berpelukan. Namun bukan pelukan seerat tadi. Dan hanya berlangsung singkat saja.

Tak lama kemudian kami meninggalkan tempat itu. Motor yang kukendarai melaju kencang membawa kami pulang ke rumah.
 
Terakhir diubah:
Tamat sepertinya ... Tapi adegan ranjang dengan zul mah bukan rekayasa doong ... Hahaha
 
Terakhir diubah:
Mantap..tp pak pramono adalah pak zul kan bro? Berarti udh ml dengan cie steph dong?benar ga ya..
 
Bimabet
I try so hard and got so far but in the end it doesn't even matter... :jimat::senam2:


Maaf ya hu kok tiba-tiba pengen nyanyi aja gitu btw nice update semangaaattt
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd