Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT OKASAN NO HATSU KOI - my mom's first love (racebannon)

Bimabet
Maksud ane gak harus detail ceritainnya... Dalam cerita Okasan No Hatsu Koi cuma menceritakan cinta pertama Kyoko (sesuai judulnya)... mungkin cerita ini segera selesai dan tamat karena tidak ada lagi Hiroshi sebagai cinta pertama Kyoko... Nah, setelah part terakhir, epilognya bahas pergulatan psikologis/emosi Kyoko ketika bertemu Arya.. soalnya wkt MDT season 1 cuma pov Arya... kita gak tau psikologis Kyoko ketika bertemu Arya lalu jatuh cinta...
Ane setuju sama ini... penasaran juga sama pov kyoko waktu ketemu arya....
 
Ditunggu updateannya hu
Sebelum aya ada siapa lagi yah yg deket ke Kyoko
 
kyokob10.jpg

OKASAN NO HATSU KOI – PART 73
(my mom's first love)

------------------------------

800-mi10.jpg

Seperti biasanya, siang itu terasa begitu mencekam untuk Miyoshi Kaede dan Kyoushiro Kaede. Sang Ibu sedang mengantarkan pesanan ke meja pelanggan, sambil sesekali melirik ke arah Kyoko yang sedang duduk di depan mesin kasir.

Pandangan mata Kyoko terlihat tak hidup, seperti tidak ada sedikitpun nyawa manusia di dalamnya.

Sang kakak sedang mengoperasikan mesin kopi, membaca pesanan dari pelanggan yang belum mereka layani. Kyoko, sementara tampak seperti boneka yang usang di depan mesin kasir. Orang lain mungkin tidak melihat ada yang aneh. Tapi bagi sang ibu dan sang kakak, hal seperti ini sudah berlangsung cukup lama.

Semua dimulai dari kepergian terlalu cepat pacarnya, Hiroshi Tanabe yang mengalami kecelakaan di Perancis. Sejak menerima kabar itu, Kyoko seperti mati jiwanya.

Teman-teman Kyoko khawatir. Teman-teman SMA nya dan teman-temannya di Senmon Gakkou sudah berusaha keras untuk menghibur, atau sekedar untuk bicara dengan dirinya, tetap saja semuanya gagal. Semua tidak bisa menembus batu karang besar yang diletakkan oleh Kyoko di hadapan dirinya, menolak semua manusia yang berusaha untuk mendekatinya.

Mereka semua khawatir Kyoko makin tenggelam dalam dunia yang ia buat sendiri, dan dia lantas hilang kedalamnya. Mereka semua khawatir terhadap hal-hal nekat dan bodoh yang mungkin dilakukan oleh Kyoko.

Sementara itu, di siang yang panas itu, langkah kaki sepatu high heels Kana Mitsugi menghunjam ke jalanan Mitaka dengan kerasnya. Dengan langkah yang cepat, dia berjalan dari halte bus menuju depan rumah Kyoko. Dandanannya classy seperti biasa, dengan aura pebisnis muda yang sebentar lagi akan segera melesat, menjalankan bisnis bakerynya yang baru saja mulai tumbuh.

Dia membawa tas olahraga yang besar. Sebagai mantan atlit voli SMA, tentu saja ia punya tas olahraga yang besar. Tas olahraga itu membuat dirinya terlihat aneh, karena sama sekali tidak cocok dengan dandanannya yang sekilas terlihat simple dan berkelas.

Akhirnya, dia sampai di depan café milik keluarga Kaede. Tapi dia tidak masuk lewat café itu. Dia bergegas ke pintu rumah Kyoko dan menekan bel nya.

Kyou-Kun dan Miyoshi Kaede tampak kaget. Mereka berdua saling bertatap-tatapan. Siapa yang mungkin datang ke rumah mereka pada jam seperti ini. Kalau mereka adalah orang yang kenal dengan keluarga Kade, mereka pasti akan langsung datang ke café.

“Kyoushiro… Itu, coba kamu buka” bisik Miyoshi ke telinga anaknya.
“Iya, Okasan” Kyou-Kun lalu berlalu dari mesin kopi, dan dia berjalan dengan buru-buru. Dia lantas membuka pintu rumah, dan menemukan Kana disana. “Ah? Mitsugi?”

“Nii-San, Konnichiwa… Aku tidak akan bicara banyak-banyak, tapi aku minta izin ke kamar Kyoko” ucap Kana tegas.
“Eh? Buat apa?”
“Percaya kepadaku…. Izinkan aku ke kamar Kyoko, sekarang” ucapan Kana terdengar begitu tajam di telinga Kyou-Kun. Determinasi tinggi dari perempuan muda ini, membuat Kyou-Kun tidak dapat menolaknya. Dengan gerakan yang pelan, dia lantas mengangguk, mengizinkan Kana untuk melanggar privasi Kyoko.

Kana tersenyum tipis dan dia langsung bergegas ke lantai atas. Kebetulan kamar Kyoko tidak dikunci sama sekali. Kyou-Kun hanya menunggu dibawah dengan anehnya, dan dia menunggu Kana turun. Tak lama kemudian Kana turun, dia tampak merapihkan bawaan di dalam tas olahraganya yang besar itu. Sekilas, Kyou-Kun melihat ada pakaian Kyoko di dalam tas olahraganya Kana.

“Ano, Mitsugi, untuk apa itu?”
“Untuk Kyoko..” jawab Kana, dan kemudian dia merangsek ke dalam café, membuat seisi café kaget. “Baa-San, aku minta izin membawa Kyoko ya”

“Eh?” Miyoshi Kaede kaget, dan dia tak bisa berkata apa-apa lagi ketika Kana mendadak menggenggam pergelangan tangan Kyoko dan menariknya dengan paksa ke arah pintu keluar café. Kyoko yang terlihat begitu lemas tampak tak bisa menahan tenaga Kana. Kyoko ikut saja, ke arah kemana Kana menariknya. Para pengunjung café bingung dan mereka menatap kedua perempuan muda itu dengan pandangan aneh.

“N?”
“Sudah, diam saja” Kana menghardik Kyoko yang bahkan tidak mengucapkan kalimat apapun.

Dengan langkah agak buru-buru, Kyoko ditarik oleh Kana ke arah halte bus. Kyoko tidak bersuara. Dia menunduk, seakan pasrah atas kelakuan mendadak Kana yang membingungkan.

“Jangan pergi” Kana menggenggam tangan Kyoko dengan erat. Tidak keras, tapi cukup untuk menahan Kyoko apabila dia nekat ingin kabur dari jangkauan Kana. Kyoko yang tampak tidak ada semangat hidup itu tidak memberontak. Dia hanya bisa diam, di dalam gandengan Kana yang agak memaksa.

Tak lama kemudian bis datang dan Kana langsung menarik Kyoko masuk. Tak lupa ia langsung melemparkan beberapa keping uang receh ke dalam mesin uang. Supir bis bingung melihat kondisi Kana dan Kyoko, tapi dia tidak berkata apa-apa dan langsung berjalan lagi karena tidak ada penumpang lain yang naik. Bus relatif sepi tapi Kana berdiri, menahan tangan Kyoko. Kyoko duduk di kursi, dengan lunglai. Beberapa pasang mata memperhatikan mereka dengan perasaan aneh.

Ini dia, tempat yang ingin dituju Kana.

acafcb10.jpg

Inokashira Park. Begitu bis tersebut berhenti di halte Inokashira Park, Kana langsung menarik tangan Kyoko dan mereka berdua turun dari bis.

“Ayo… Ikut aku” perintah Kana terdengar tegas, dan Kyoko hanya bisa menerima nasibnya. Badannya yang lemas dan pikirannya yang tidak fokus, menyebabkan Kyoko dengan tertatih mengikuti langkah kaki Kana. Dia bisa apa, dia sendiri tidak punya tenaga dan kemauan untuk melepaskan dirinya dari cengkraman Kana. Kana dengan langkah yang tegas dan memimpin, mengantarkan Kyoko ke tengah-tengah Inokashira Park.

Inokashira Park, sebuah taman besar di Mitaka, tempat yang hangat ketika musim dingin, dan tempat yang sejuk ketika musim panas.

Kana celingukan, lalu dia menarik kembali tangan Kyoko. Dia dan Kyoko berjalan menuju arah dermaga kecil, tempat penyewaan perahu angsa atau sampan mini yang menjadi salah satu daya tarik pengunjung di Inokashira Pond, centerpiece-nya taman itu.

Penjaga taman memperhatikan Kana dan Kyoko, menyangka mereka berdua akan menyewa perahu untuk mengelilingi kolam itu.

Tapi, Kana meletakkan tas olahraga itu di platform dermaga, dan dia menoleh ke arah Kyoko. Penjaga taman memicingkan matanya ke arah dua perempuan itu. Kana masih menggandeng Kyoko di pinggir tepi air. Dia menatap ke arah temannya yang kehilangan jiwanya itu.

“Aku tidak tahu, apakah tepat mengajakmu kesini” Kana mendadak membuka mulutnya.
“….” Kyoko berusaha membuang mukanya dari Kana dan dia berusaha untuk tidak merespon Kana. Kana lalu meletakkan tasnya di lantai. Kana menarik nafasnya.

“Yang pasti, kami semua sayang kamu, dan kami ingin kamu tahu… Dan rasanya, ini sudah saatnya”
“..” Kyoko menelan ludahnya, memperhatikan permukaan air yang bergerak. Kyoko tampak kehilangan minatnya pada apapun. Dia bahkan berusaha untuk benar-benar hilang dalam pikirannya sendiri.

“Maaf”
“Kana… Aaa!!!”

BYURRR!!!!!

Secara mendadak, Kana mendorong Kyoko ke arah kolam, dan Kyoko tak kuasa menahan keseimbangannya, dan dia terjatuh ke dalam kolam.

“Kana!!!” Kyoko berteriak panik sambil berusaha berenang di air yang dingin itu, sambil berusaha menggapai-gapai sisi platform atau tangan Kana. Dia terlihat meronta, berusaha agar tetap stabil di dalam air, sambil bergerak mendekat dengan irama yang tak karuan di dalam air.

Dan tiba-tiba, sang Penjaga taman langsung berlari ke arah kolam. “HEI, KALIAN!!!!” teriak Penjaga taman, yang kemudian langsung menceburkan diri, untuk membantu Kyoko yang terlihat panik.

------------------------------

98e83a10.jpg

Kana dan Kyoko duduk terdiam di kursi taman.

Kyoko masih gemetaran karena kaget dan kedinginan. Dan mereka berdua baru saja dimarahi oleh Penjaga taman. Untung sekali mereka berdua tidak dibawa ke pos polisi.

Kyoko berusaha mengeringkan rambut basahnya dengan handuk yang dibawa oleh Kana. Kana duduk dengan bahasa tubuh yang tegas. Dan mau tak mau, Kyoko yang baru saja berganti baju kering, membuka mulutnya.

“Kana…. Kenapa?” suaranya terdengar lirih dan lemas.
“Bagaimana rasanya tadi?”
“Rasa apa….”

“Rasanya jatuh ke dalam kolam….”
“Kaget… Dingin… Basah….” Kyoko menelan ludahnya sendiri. Ini kali pertamanya setelah beberapa lama, dia bicara sebanyak ini.

“Rasanya seperti jatuh dari ketinggian bukan?” tanya Kana lagi.
“Iya…..”
“Khawatir?”
“Iya…….”
“Rasanya seperti terjun bebas, seperti tidak ada harapan akan selamat?”
“Mungkin…….”

Kana menatap Kyoko. “Bayangkan kalau itu kamu terjun dari gedung bertingkat, rasanya mirip seperti itu mungkin, tapi dibawahnya tidak ada air….”

Kyoko memeluk kakinya, dia bergidik. Dia membayangkan perasaan saat dia jatuh ke air tadi. Andai saja itu bukan air, mungkin rasanya lebih kacau lagi. Tadi, dia seperti berhenti di udara. Rasanya waktu yang cuma sepersekian detik itu panjang sekali, saat proses jatuhnya Kyoko ke air.

“Itu mungkin rasanya kehilangan harapan….. Di saat kita gak bisa nolong diri kita sendiri lagi….. Mungkin dulu aku juga pernah berpikir seperti itu… Saat-saat perceraian orang tuaku, rasanya seperti itu… Aku ingin sekali lenyap…. Tapi kalau membayangkan kehilangan harapan, dan jatuh seperti itu… Kita…”

“Kana…..” bisik Kyoko, dan air mata Kyoko akhirnya keluar. “Kana…. Aku…..”
“Kamu masih punya harapan, Kyoko…. Kamu…”

“Aku…” tangis Kyoko pecah, dan dia lalu menutup mukanya dengan tangannya. Air matanya mengalir deras, dan benteng kokoh yang dia bangun untuk mengunci dirinya runtuh hari itu.

“Sini, Kyoko” Kana memeluk bahu Kyoko dan dia akhirnya luluh. “Maaf aku memakai cara yang ekstrim….”

Kyoko tak menjawab, dia menangis di pelukan Kana. Rasa sedih yang tertahan selama beberapa waktu ini tertumpah. Baju Kana basah oleh air mata Kyoko, tapi Kana memeluk Kyoko dengan erat. Dia sudah berusaha membongkar pertahanan Kyoko dan sekarang, dia berusaha menjadi sandaran bagi Kyoko.

“Kyoko” Kana berusaha melepaskan sedikit pelukan Kyoko, dan dia menatap ke wajah sahabatnya yang terlihat begitu menyedihkan itu.
“Kana… Aku.. Aku tidak tahu harus berbuat apa….” tangisnya.

“Kamu harus menangis… Kamu sedih, kamu hancur, cobalah untuk jujur sama perasaan kamu…..”
“Kenapa aku tidak ikut saja? Kenapa aku tidak bersama dia di saat-saat terakhirnya….” tangis Kyoko.
“TIdak apa-apa, tidak ada yang tahu masa depan seperti apa, kan” bisik Kana.

“Kenapa… Kenapa dia pergi….”
“Sshh…”
“Kana… Kenapa……..” tangis Kyoko di taman siang itu. “Kenapa dia tidak ada lagi……….”

“Iya, semua orang sedih, Kyoko… Kita semua kehilangan… Menangislah… Kamu harus menangis, meluapkan kesedihan kamu….”
“Kana…. Nnngg…”

“Sini, Kyoko….” Kana memeluk Kyoko lagi. “Kita ke Hiroshi ya, mau?” Kana mengajak Kyoko ke makam Hiroshi, karena Kyoko sama sekali tidak mau datang ke semua prosesi pemakaman Hiroshi.

Dalam pelukan Kana, Kyoko masih mengangguk, sambil menangis. “Nanti kamu bisa bicara, berdoa, dan mengatakan apapun padanya…. Oke?” Kyoko mengangguk lagi. Dia masih menangis.

Dan tampaknya, hari itu, tangis Kyoko belum akan selesai. Tapi misi Kana berhasil. Dia berhasil membuat Kyoko menangis, meluapkan kesedihan, kesepian dan kekesalannya. Kana ingin mendengar tangis Kyoko yang tulus, karena kepergian Hiroshi yang mendadak. Semua orang sedih, dan Kyoko pasti jadi orang yang paling sedih.

Kali ini, Kyoko akan bertemu lagi dengan Hiroshi Tanabe.

------------------------------
------------------------------
------------------------------

japane10.jpg

“Kyoko, apa tidak apa-apa?” tanya sang ibu, di parkiran sebuah areal pemakaman di Ibaraki. Kyoko mengangguk. Kyoko ada di kursi belakang, diapit oleh Kana dan ibunya. Di kursi depan, ada Marie dan Yusuke Kamiya. Hari itu Yusuke terpaksa menjadi supir mobil sewaan. Sang kakak tak bisa mengantar karena menjaga café.

Mereka semua mengenakan pakaian berwarna senada, hitam. Warna untuk melayat. Untuk Kyoko, hari ini mungkin telat, tapi lebih baik daripada tidak sama sekali. Kyoko terlihat lebih segar, walaupun matanya sembab karena dia tidak henti-hentinya menangis dari kemarin. Tapi dia sudah bisa makan, sudah bisa dipeluk dan sudah bisa mengeluh atas kesedihannya.

Kyoko mengenakan rok panjang berwarna hitam, dan sweater berwarna hitam juga. Hari ini dia tampil tanpa make-up. Dia tetap cantik, hanya tidak terlihat segar.

“Kita turun sekarang ya?” tanya Marie, sambil tersenyum ke arah Kyoko.
“Iya…” jawab Kyoko dengan suara yang pelan, sambil tersenyum kecut ke arah Marie.

Miyoshi Kaede turun terlebih dahulu, dan dia menuntun anaknya untuk turun. Setelah mereka semua turun di parkiran, mereka pelan-pelan berjalan ke arah area pemakaman. Mata Kyoko menatap hamparan nisan yang ada di sana. Kyoko digandeng oleh ibunya, sementara Marie, Kana dan Yusuke mengikuti dari belakang.

Di gerbang pemakaman, ada beberapa orang yang familiar untuk Kyoko.

“Kyoko Chan, apa kabar?” Junko Tanabe menyapa Kyoko yang digandeng oleh ibunya.
“Baik… Obasan…” balas Kyoko dengan muka sedih.

Disana ada orang tua Hiroshi dan kedua adiknya.

“Tanabe-San, Konnichiwa” salam sang ibu, sambil menunduk ke arah ayah dan ibu Hiroshi. Ryuunosuke Tanabe dan Junko Tanabe membalas sapaan Miyoshi Kaede. Kedua adik Hiroshi ikut membungkuk ke arah tamu mereka.

“Kyoko…” Mi-Chan juga ada di sana. Dengan celana panjang hitam dan cardigan hitam, dia menyambut Kyoko ke area pemakaman itu. “Kyoko, aku….”

Mendadak, tangis Kyoko pecah. Air matanya mengalir lagi dan dia berjalan ke arah Mi-Chan.

“Mi-Chan… Hiroshi kenapa? Kenapa dia meninggalkan kita?” Mi-Chan secara otomatis memeluk Kyoko, dan Kyoko mendekap sahabat pacarnya itu dengan erat. Kyoko menangis di bahu Mi-Chan. Tanpa sadar, Ryuunosuke Tanabe menarik nafas, mencoba menahan emosinya karena dia melihat pacar sang almarhum anak menangis di depannya.

“Kita masuk ya, Kyoko, kita sapa Hiroshi….” bisik Mi-Chan. Kyoko mengangguk. Rombongan itu mulai berjalan masuk ke area pemakaman. PErlahan tapi pasti, mereka meniti jalan yang dipenuhi oleh nisan-nisan yang sudah berumur. Lama kelamaan, mereka menuju ke arah sudut area pemakaman. Disitulah terletak lot keluarga Tanabe.

“Hiro-Chan, Kyoko datang menjenguk” bisik Mi-Chan ke arah sebuah nisan yang tampak baru.

Nisan itu berwarna hitam, tingginya setinggi tubuh Hiroshi. Nisan orang Jepang memang dibuat setinggi tubuh almarhum, dan didalamnya menyimpan abu kremasi almarhum.

“Kita berdoa dulu” sang ibu, Junko Tanabe, menepuk bahu Mi-Chan. Mi-Chan mengangguk. Di depan nisan hitam legam yang tampak gagah itu, Junko Tanabe menaruh bunga di sebuah pot. Adik-adik Hiroshi, membagikan dupa pada rombongan itu. Mereka lantas kemudian berdoa di depan makam Hiroshi, sambil bergantian menyalakan dupa.

Dalam tangis Kyoko, dia menyalakan dupa, sambil dibantu oleh Mi-Chan.

Perlahan, Kyoko meletakan dupa di depan makam Hiroshi. Setelah meletakkan dupanya, dia lantas memegang nisan Hiroshi yang dingin itu. Dia menatap ke nama keluarga Tanabe yang terukir di nisan itu. Dia masih menangis, mukanya merah, matanya sembab dan berair.

“Hiroshi…..”

“Kyoko.. Kalau kamu mau bicara dengan Hiroshi secara pribadi, kami akan menyingkir dulu” Ryuunosuke Tanabe. Kyoko mengangguk. Perlahan-lahan, para anggota rombongan itu mundur, menjauh, agar Kyoko punya waktu pribadi dengan Hiroshi. Tapi, Kyoko menahan Mi-Chan agar tidak pergi. Dia minta ditemani. Mi-Chan, sebagai teman Hiroshi yang paling akrab, menurut.

Kyoko lantas duduk bersimpuh di depan makam Hiroshi, menangis sekencang-kencangnya, Mi-Chan ada di belakangnya, menjaga Kyoko yang sedang mulai menerima kenyataan, bahwa Hiroshi Tanabe sudah tidak ada lagi.

Kyoko memegang batu nisan itu, dengan gemetar, dan dia mulai berbisik ke arah makam Hiroshi.

“Hiroshi…. Kamu… Aku rindu kamu… Aku ingin bertemu…..” bisiknya. “Tapi… Tidak bisa lagi…….” Kyoko masih menangis, dia tidak menahan-nahan lagi perasaannya. “Aku sayang kamu, Hiroshi… Kalau saja aku tidak menolak saat kamu mengajak aku pergi, mungkin hasilnya berbeda…… Mungkin kita masih bersama di sana, mungkin kita sudah menikah… Mungkin….” Kyoko tercekat. Dia menatap lagi ke arah ukiran nama Tanabe di Nisan itu.

“Aku tidak akan melupakan kamu…… Aku akan ingat kamu terus….. Seumur hidupku……..”
“Tidak akan ada orang yang mungkin bisa, Kyoko… Kita tidak mungkin bisa melupakan Hiro-Chan” bisik Mi-Chan dari belakang. Kyoko menoleh ke arah Mi-Chan dan dia tersenyum di dalam tangisnya ke arah Mi-Chan.

“Kamu bakal kuat… Kamu pacarnya Hiroshi, pasti sifat kuat dan penyabarnya menular ke kamu, kan?” senyum Mi-Chan.
“Entahlah… Aku harap begitu….”
“Pasti begitu, kalian berdua begitu dekat, pasti kalian banyak kemiripan, Hiroshi pria yang keibuan, dan kamu juga pasti keibuan” tawa Mi-Chan. Matanya tampak berkaca-kaca, berusaha menghibur Kyoko.

“Hehe…” tawa Kyoko kecil. Dan dia menatap lagi ke arah Nisan Hiroshi. “Mi-Chan?”
“Iya?"
“Temani aku dulu ya? Masih banyak yang harus kubicarakan dengan Hiroshi…. Apa tidak apa-apa?”

“Tidak apa-apa tentunya….. Asalkan untuk kamu dan Hiro-Chan, aku akan temani kamu”

“Baiklah…..”

Dan hari itu, Kyoko tidak menyesali keputusannya untuk datang ke makam Hiroshi. Dia bisa bicara dengan Hiroshi lagi. Dia bisa bertemu dengan keluarga Hiroshi lagi, dan akhirnya, dia bisa meluapkan perasaannya di depan Hiroshi.

Hiroshi sudah tenang di alam sana, dan sekarang, Kyoko pun harus tenang di dunia ini. Agar dia bisa melepas Hiroshi dengan baik, agar dia bisa menerima dan melanjutkan hidupnya, demi dirinya sendiri dan orang-orang di sekitarnya.

Tapi pengaruh Hiroshi Tanabe ke Kyoko, tentu tidak akan hilang. Sifat penyabar dan penyayang Hiroshi, pasti akan menular ke Kyoko. Dan ini, adalah salah satu proses pendewasaan Kyoko.

Kyoko Kaede, kini melangkah jadi orang yang lebih lengkap daripada sebelumnya.

------------------------------

BERSAMBUNG
 
CAST PART 73

438be411.jpg



- Kyoko Kaede (23)
- Marie Taniguchi (23) teman akrab Kyoko semenjak di Senmon Gakkou
- Kana Mitsugi (23) teman akrab Kyoko semenjak di Senmon Gakkou

- Yusuke Kamiya / Maria (25) pacar dari Marie Taniguchi

- Kyoushiro Kaede (27) kakaknya Kyoko
- Miyoshi Kaede (53) ibunya Kyoko

- Ryuunosuke Tanabe (54) Ayahnya Hiroshi Tanabe
- Junko Tanabe (49) Ibunya Hiroshi Tanabe
- Takahiro Tanabe (20), dan
- Takashi Tanabe (18) Adik-adiknya Hiroshi
- Futaba Amami / Mi-Chan (25) teman masa kecil almarhum Hiroshi

Glossary :

Konnichiwa : Selamat siang
Okasan : Ibu
Obasan : Tante / Bibi
Onisan / Nii-San : Kakak Laki-laki
Senmon Gakkou : Sekolah Kejuruan (setingkat diploma)
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd