Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Office Story 2019

Status
Please reply by conversation.
Chapter 20 : To Love is To Be Vulnerable



“ ada baiknya kamu bicarakan ini dengan Dwi!”


Kata-kata bu Mia kemarin masih terngiang-ngiang di benakku. Membuatku sedikit berpikir keras bagaimana caranya aku memberitahu Dwi. Sekarang sudah pukul enam pagi, dan aku masih tiduran di ranjang kamarku setelah meninggalkan kamar Bu Mia tadi pagi-pagi sekali, Saat beliau masih terlelap. Dan kini di kamarku pun aku masih memikirkan itu.


Ya, setelah bercinta dengan bu Mia kemarin, akhirnya bu Mia menceritakan kalau sepulang dari Lombok dulu, sebenarnya Jessie pernah curhat padanya soal hubungan kami , tepatnya saat Jessie dulu menginap di Apartemen beliau. Dari situlah bu Mia mulai mengetahui apa yang terjadi sesungguhnya diantara kami berdua.


Dan Akhirnya kemarin malam juga aku menceritakan semua yang kualami dari sudut pandangku. Kukatakan pada Beliau apa saja yang kurasakan, semua kebimbanganku, dan juga keraguanku. Dengan harapan aku bisa mendapatkan solusi. Dalam lamunanku aku mengingat-ingat kembali apa yang kami bicarakan kemarin malam.


————


“ semua itu terjadi karena kami berdua dengan sombongnya yakin tidak akan saling jatuh cinta, dan akhirnya justru kami dihukum dengan perasaan itu” jawabku mengakhiri ceritaku tadi. Cukup panjang lebar aku menceritakan itu, karena aku tak tahu lagi dengan siapa nanti aku akan menceritakan hal ini lagi.


“ hm.. akhirnya aku sudah mendengar ceritanya dari sudut pandang kalian berdua” kata bu Mia, setelah aku menyelesaikan ceritaku tadi.


Kini kami berdua saling berbaring bersebelahan dan menutupi tubuh telanjang kami dengan selimut. Walaupun mungkin tubuh kami sudah lemah karena habis bercinta, kami masih mencoba serius membahas topik pembicaraan kami.


“ hm.. aku bukan psikolog sih za.., jadi mungkin nggak paham bagaimana itu terjadi, dan mungkin aku gak bisa ngasih solusi. tapi aku pernah merasakannya juga.. dan aku pernah ke tahap yang lebih jauh dari kamu.” Tambahnya kemudian.


“ yang dialami Jessie ini rasanya hampir mirip denganku saat aku mulai jatuh cinta dan menjalani perselingkuhan dengan mas Doni”tambah beliau


“ sedangkan kamu, kamu mungkin masih di tahap meyakinkan diri kamu sendiri, aku juga pernah mengalaminya juga, mengalami kebimbangan yang sama....” lanjutnya lagi.


Aku hanya bisa mengangguk pelan, karena Mungkin ada benarnya apa yang dikatakan beliau. Mungkin saking kuatnya aku mencoba menyangkal, dalam diriku sendiri malah memunculkan pembelaan untuk melakukannya.


“ saya sebenarnya sudah memutuskan untuk mengakhiri, tapi saya belum berani bilang pada Jessie.. saya takut nanti malah membuat hubungan kami jadi buruk”


“ apa yang kamu lakukan mungkin sudah berada di jalur yang benar za.. tinggal memantapkan hati untuk melakukannya” balas beliau.


Rasanya nasehat beliau ini sama seperti apa yang dikatakan Nita dulu. Sayangnya Aku masih belum menemukan kemantapan hati seperti itu. Aku belum punya nyali untuk memutuskan itu.


“ apa ibu ada saran? bagaimana saya bisa memantapkan hati saya? Karena sebenarnya saya gak ingin kehilangan Jessie, at least kehilangan dia sebagai sahabat saya” tanyaku kemudian


“ aku dulu juga perlu waktu lama buat memikirkan.. dan, asal kamu tahu, aku bisa benar-benar mantap memutuskan hubungan dengan Mas Doni dulu saat ibuku meninggal.. “


“ tentu kamu gak berharap menunggu sampai kamu kehilangan seseorang atau sesuatu yang kamu sayangi lebih dulu kan?” Tambah beliau.


Aku hanya mengagguk pelan mengiyakan. Jangan sampai kejadian seperti itu terjadi padaku. Aku harus bisa memantapkan hatiku. Apapun keputusan itu, pasti adalah yang terbaik bagiku dan Jessie. Demi Dwi juga, dan demi Keluarga Jessie.


“ kalau ibu Mia sendiri? Apa nggak takut terjebak perasaan itu, ketika melakukan ini dengan saya?”


“ entahlah za, tetapi rasanya sih nggak ” jawab beliau dengan percaya diri.


“denganmu, walaupun aku suka ML sama kamu.., rasanya beda aja dengan perasaan yang aku rasain dengan suamiku, atau bahkan dengan Mas Doni sekalipun. “ lanjutnya.


“ maksud ibu?”


“ jelas, aku mencintai suamiku, mas doni pun aku pernah mencintainya juga, tapi dengan kamu sepertinya aku belum sampai merasakan yang seperti itu, ”


“ hm.. saya nggak tahu saya harus senang atau nggak mendengarnya..” balasku sambil tersenyum kecut.


“ hahaha.. Kamu harus senang, aku jadi tak perlu menambah beban pikiranmu” balasnya.


“ iya, mungkin saya harus bersyukur hahaha” kataku kemudian.


“ hahaha, pasti lah.. “


Tentu aku bersyukur, walaupun aku sudah dua kali ini berhubungan badan dengan bu Mia, aku tak merasakan getaran-getaran yang sama seperti halnya dengan Jessie. Hanya ketertarikan secara seksual saja, tak lebih. Walaupun aku mengagumi kecantikan dan keseksian beliau, cukup dekat secara emosional dengan beliau, tetapi bukan berarti beliau adalah wanita yang masuk tipe wanita idealku. Dan untungnya Beliau pun ternyata berpikiran demikian juga.


Dan aku harus bersyukur juga, Rasanya aku telah berbicara ke orang yang lebih tepat saat ini. Beliau adalah orang yang berpengalaman mengalaminya. Pengalamannya tentu berharga bagiku. Dan aku bersyukur beliau datang di saat yang tepat, saat aku dilanda kebimbangan ini. Seperti beliau ditakdirkan ada disini untuk meredakan kegalauanku.


“ hmm.. Saranku.. kamu bisa mulai bicarakan dengan Jessie apa yang benar-benar kamu rasakan dan pilihan apa yang kamu ambil.. kalau kamu bicara dengannya, pasti dia paham kok..aku tahu dia pasti merasakan rasa bersalah juga..“


“ dan ada lagi yang mungkin bisa membuatmu lebih tenang.. tapi mungkin sangat berat untuk dilakukan..” Kata beliau dengan wajah yang serius.


“ hm.. apa itu?” Tanyaku penasaran.


“ ada baiknya kamu juga menceritakan pada Dwi”


“Dwi??” Tanyaku dengan kaget.


“ iya, ceritakan padanya dan meminta maaf padanya!”


Aku terdiam dan merenung, bagaimana bisa aku melakukannya. Tinggal menghitung hari lagi menuju tanggal pernikahanku. Kalau aku menceritakan sekarang, apa yang akan terjadi nanti dengan pernikahanku.


“ rasanya saya nggak akan sanggup melakukan itu..” kataku lirih.


“ aku tahu za, aku pun kalau kupikir nggak sanggup mengatakan pada suamiku.. tapi aku sudah berencana memberitahunya nanti”


“ jadi Bu Mia mau menceritakan pada suami Ibu?” Aku sedikit terkejut mendengarnya.


“ iya, rasanya aku perlu untuk jujur, mengakui kesalahan, meminta maaf dan memperbaiki kesalahanku, baru hatiku bisa tenang” jawabnya sambil tersenyum.


“ andai aku memiliki keberanian dari dulu, aku tak perlu repot-repot memikirkan cara untuk melawan mas Doni” tambah beliau.


“ meski nanti ada kemungkinan suami ibu nggak menerima itu?”


“ iya za, meskipun itu terjadi.. untuk menebus kesalahanku, aku rela menerima keputusan suamiku apapun itu”


Sementara aku mengagumi keteguhan dan ketabahan bu Mia, aku juga berpikir, Bisakah aku seperti itu? Seberani itu didepan Dwi nantinya. Bagaimana reaksinya kalau mendengar aku menceritakan semua padanya.


“ masih ada waktu za, kamu pasti bisa..” Kata bu Mia menyemangatiku, seakan dia bisa membaca keraguan di wajahku.


“ iya bu.. saya akan coba..”


“ kalaupun nanti gagal.. aku masih mau kamu jadi menantuku kok hehehe”


“ hahaha.. bu Mia nggak pernah menyerah ya..” jawabku sekenanya.


Akhirnya, Dengan sebuah kecupan kecil di keningku, beliau mengakhiri pembicaraan kami. beliau yang mungkin dari tadi menahan kantuknya untuk sekedar ngobrol denganku, sepertinya sudah tak sanggup menahan beratnya matanya dan rasa lelah setelah bersetubuh denganku tadi.. Dan akhirnya tak lama kemudian terlelap disampingku. Sedangkan aku, aku berencana istirahat sebentar saja di sini, sebelum nanti beberapa saat lagi kembali ke kamarku.


————-


Pukul 6.30, Tepat setelah sarapan pagi, Dwi menjemputku dengan mobilnya. Rencananya hari ini aku mengantar dia dulu ke TK tempatnya mengajar, kemudian mobilnya kubawa jalan-jalan, sampai waktunya dia pulang sekitar pukul 10.00, aku akan menjemputnya lagi.


Selama menunggu waktu Dwi pulang kerja, Aku berencana mengunjungi kantorku dulu, mengunjungi Mas Imam yang masih setia disana. Sementara kebanyakan teman-teman seangkatanku sudah banyak yang berpindah-pindah, ke kantor Pusat atau ke Kantor Cabang lainnya. Jadi mungkin tinggal Mas Imam lah yang kukenal dekat di kantor itu.


“ kamu udah baikan kan, kok kamu diem gitu?” Tanya Dwi sambil mengemudikan mobilnya.


“ udah kok.. udah banyak istirahat kemarin” jawabku.


“ ooo.. kirain.. aku takut aja nanti ninggalin mobil ini ke kamu..cicilanku belum lunas hahahaha” balasnya dengan nada bercanda. Dan memang benar mobilnya ini dia beli dengan uangnya sendiri, tanpa bantuan uang sepeserpun dari orang tuanya. Dia membelinya dua tahun lalu Dengan uang muka dari tabungannya yang berasal dari gaji, honor dan penghasilan dari jasa endorse di instagramnya yang berfollower sekitar 450ribuan. Dan sisanya diangsur selama empat tahun.


“ jadi kamu lebih nguatirin mobil ini daripada aku? Kamu mau nikah sama mobil wkwkw?” balasku


“ enggak.. becanda sayang..hehehe.. “ jawabnya


“ nah.. ini baru yakin kamu baik-baik saja” tambahnya lagi sambil tersenyum. Akupun membalas senyumannya itu.


Andai dia tahu, aku diam beberapa saat tadi sebenarnya sedang mengumpulkan keberanianku untuk menceritakan apa yang terjadi padaku dan Jessie . Namun setelah beberapa saat, aku pikir aku lebih baik menundanya sampai nanti siang atau sore. Aku takut dia kepikiran soal ini di tempat kerjanya.


Akhirnya kami sampai di TK tempat Dwi bekerja, Tempat kami bertemu untuk pertama kali dulu. Rasanya tempat ini dan suasananya tak berubah sama sekali dari dua tahun lalu. Dwi pun dengan ceria keluar mobil dan menyapa beberapa anak yang dikenalnya. Sementara aku kini keluar tempat unutk berganti posisi di depan kemudi.


“ jangan lupa nanti jemput aku ya jam 10 an” kata Dwi sambil mencium pipiku.


“ ok.. don’t worry.. “


Akhirnya Dwi bergegas masuk ke dalam sekolah, meninggalkanku sendiri di tempat parkir mobil, tak lama kemudian aku putuskan segera pergi dari tempat ini dan segera menuju kantor lamaku, kantor cabang perusahaanku disini. Tempatnya tak jauh dari sini, dengan memperhitungkan kepadatan lalu lintas, mungkin sekitar 15 menitan saja dengan naik mobil aku sudah bisa sampai disana.


Sesampainya Disana kantor masih cukup sepi, karena memang jam segiini terlalu pagi untuk masuk kantor. Memang ada beberapa orang yang mulai berdatangan, Tetapi tak ada yang kukenal, bahkan security yang dulu sangat akrab dengaku pun rasanya sudah tidak bertugas lagi di sini. Akupun menunggu mas imam sambil duduk-duduk di loby Kantor yang sebenarnya cukup kecil ini.


“ Riza.. ! Kamu ngapain disini?” Tiba-tiba suara keras seseorang mengagetkanku.


“ hehehe.. nengok sampean mas!” Jawabku. Senang rasanya bertemu dengannya lagi setelah lama tak jumpa. Suara itu adalah suara Mas Imam, mantan teman kerjaku, mantan tetangga dan orang yang cukup berjasa mengenalkanku pada Dwi. Walau tanpa disengaja.


“ Jancuk.. tambah gemuk kamu za?” Tanyanya sambil memelukku


“ liat diri sendiri itu, siapa yang jadi gemukan..wkwkw” jawabku, si Pria paruh baya depanku ini memang tampak semakin berisi.


“ wkwkwkw.. iyo za, tambah gemuk aku semenjak kamu pindah “ balasnya kemudian.


“ ayo wis nongkrong di kantin aja” ajaknya kemudian.


“ lho, gak kerja kamu mas?”


“ ngapain kerja jam segini.. Wes ikut aja hahaha”


Aku pun mengikutinya berjalan menuju kantin. Disini memang lebih santai, kalau sedang tidak ada project di daerah Jawa Timur, pegawai sini bakal banyak menganggur. Kecuali di awal dan akhir bulan, dimana hampir seluruh bagian sibuk mengerjakan berbagai laporan untuk dilaporkan ke pusat.


Kami pun banyak bercerita, mas Imam menceritakan anaknya Alina yang kini sudah SD dan istrinya yang telah hamil anak keduanya. Sementara aku menceritakan rencana pernikahanku yang akan berlangsung bulan depan.


“ gimana mas kerjaan disini setelah aku tinggal? Wkwkwk” tanyaku padanya.


“ weleh.. semrawut za, wkwkwwkk.. “ jawabnya masih dengan nadanya yang lucu.


“ lha kok bisa?”


“ nggak kok.. masih seperti biasa, tapi nggak seenak dulu suasana kerjanya” jawabnya


Mas Imam lalu mulai menceritakan apa yang terjadi di perusahaan ini, konflik-konflik yang terjadi di dalam perusahaan. Darinya aku baru tahu kalau banyak hal berubah disini. Kalau dulu suasana kerja disini sangat nyaman, sekarang sudah tak begitu lagi.


“ oiya mas, tahu PT. YSY Jaya?” Tanyaku kemudian padanya


“ tahu? Kenapa?”


“ hm.. aku penasaran aja sih sama perusahaan itu”


“ banyak masalah ya? Hehehe” tanya Mas Imam.


“ yah, sedikit.. hehehe.. sepertinya mas Imam tahu banyak soal itu?”


“ ya, sudah rahasia umum.. perusahaan itu kan milik anak pimpinan cabang sini.”


“ whaat? “ jadi ada indikasi ada kolusi di perusahaan ini, terutama di kantor cabang sini.


“ kamu akan kaget lagi kalau tahu siapa orang dibalik itu.” Katanya kemudian dengan muka serius. Jauh dari kesan dirinya yang selama ini kukenal.


“ maksud mas?” Tanyaku dengan penuh rasa penasaran.


Lalu setelah menengok kanan dan kiri, dan memastikan tak ada orang. Mas Imam mendekatkan kepalanya ke telingaku, dan dengan yakin membisikkan dua nama ke telingaku. Nama orang yang berada di balik penunjukan perusahaan YSY Jaya. Nama pertama yang dibisikkannya tak membuat aku terkejut, aku sudah cukup mengenalnya, dan cukup paham bagaimana sepak terjangnya sejauh ini di perusahaan kami. Namun soal nama kedua, yang dibisikkan, aku sungguh benar-benar terguncang mendengarnya.


“ kamu yakin mas? Kamu gak asal nuduh kan?” tanyaku yang tak bisa menyembunyikan kekagetanku.


“ jancuk, serius aku rek!” Jawabnya santai, seolah kembali ke dirinya yang biasanya


“ aku tahu karena aku tau proses pengurusan semuanya, dari awal kontrak sampai selesai! Dan hasilnya kayak apa” jawabnya.


Aku yang begitu terkejut jadi penasaran dengan ceritanya. Lalu aku mulai bertanya-tanya padanya tentang bagaimana prosesnya selama ini, dan bagaimana keterlibatan dua nama yang disebut mas Imam tadi. Dan dengan senang hati, tanpa menutupi sedikitpun, Mas Imam menceritakan keseluruhan ceritanya. Dan ini semua benar-benar di luar dugaanku.


Selain itu, tak lupa aku konfirmasi juga kepada mas Imam, apa saja hasil yang ditemukan Jessie di laporan keuangan yang ditelitinya. Dan sejauh ini hasil ini cukup positif, sesuai perkiraan Jessie, Mas Imam juga meraskan hal yang sama, kecurigaan yang sama dengan kami. Walaupun tidak bisa berbuat apa-apa karena suatu alasan.


“ aku gak tau kenapa kamu tertarik dengan masalah ini za, tapi sekarang kamu tahu siapa saja orang yang ada dibalik itu semua. Makanya aku gak bisa berbuat apa-apa” kata Mas Imam


“ iya, aku bisa maklumin kok mas” jawabku. Mas Imam punya keluarga yang harus dihidupi, tentu tak ada pilihan yang lain selain mengikuti perintah.


“ kalau mas Imam mungkin gak bisa, tapi kalau aku kan bisa wkwkwk”


“ tapi kamu yakin za?” Tanya Mas Imam dengan muka penasaran.


“Hahaha.. aku masih perlu mikirin mas.. “ jawabku singkat


“ iya, pikirin dulu baik-baik..sekarang gak hanya kamu yang perlu dipikirin, ada orang-orang lain di sekitarmu juga lho...” katanya dengan bijak, dan aku pun mengangguk pelan.


Akhirnya obrolan-obrolan kami berlanjut, dengan topik lain yang lebih ringan. Hingga waktu menunjukkan pukul 08.45. Rasanya aku tak bisa lagi terus mengganggu jam kerja mas Imam, walaupun mungkin dia senang tak bekerja hehehe. Aku segera pamit padanya, karena aku harus segera kembali ke hotel untuk mengantar bu Mia ke tempat acara seminar di sebuah ruang pertemuan di hotel lain.


Di sepanjang jalan, dengan tambahan informasi dari mas Imam, aku mulai memikirkan sebuah rencana. Ya, aku akan mencoba menjalankan rencanaku sendiri. Aku berencana menjalankan sesuatu tanpa sepengetahuan Bu Mia dan Jessi. Biarkan Jessie dan bu Mia melakukan apapun rencana mereka, dan aku menjalankan sebuah rencana lain. Sebuah rencana lain yang harus kulakukan tanpa membuat bu Mia, Jessie, dan tentu Mas Imam terlibat di dalamnya.


——-





Setibanya di hotel, kulihat bu Mia sudah siap menunggu di Lobby. Melihatku melambai dari dalam mobil, beliau lalu tersenyum dan menuju ke arahku. Kemudian beliau masuk ke Mobil bertipe city car ini.


“ pagi za! Kamu kayaknya lagi seneng gitu?” Tanyanya begitu duduk di kursi sampingku.


“ pagi bu! Ini Berkat service ibu semalam sih heehhe”


“ hahaha.. dasar kamu! Yaudah yuk berangkat! Gak perlu ngebut ya, waktunya masih lama.”


“ siap bu!”


Hari ini beliau mengikuti sebuah acara seminar, Workshop pajak khusus untuk perusahaan-perusahaan konstruksi yang diselenggarakan oleh Asosiasi perusahaan konstruksi seluruh indonesia bekerja sama dengan Kantor Pajak setempat. Beliau mewakili Perusahaan kami, bersama Pak Doni dan Pak Karim, seorang staff Accounting senior di kantor kami. Hanya saja pak Doni dan Pak Karim tak ikut bareng Bu Mia, karena baru sampai di surabaya pukul 09.00 tadi, dan berencana langsung ke tempat Seminar langsung dari bandara.


“ makasih ya za, harusnya kamu habisin waktu sama Dwi, tapi kamu malah sibuk nganterin aku” kata bu Mia sambil bersiap keluar dari mobil.


“ gak papa kok Bu, kan si Dwi juga lagi kerja”


“ oiya..aku lupa.. hari ini dia mengajar ya?”


“ iya bu.. hehehe.. sampai jam 10 nanti”


“ ooo.. rasanya aku pengen bertemu dia ntar abis workshop” kata beliau.


“ iya bu, nanti saya sampaikan.. Toh kita gak banyak acara juga hari ini hehehe”


“ ok.. nanti kabar-kabar aja.. aku masuk dulu ya.. semoga urusan kamu hari ini lancar....” kata beliau sambil melambaikan tangannya padaku, sebelum akhirnya berlalu turun dari mobil dan masuk ke dalam hotel tempat acaranya berlangsung.





————





Tepat pukul 9.45 aku sampai kembali di TK tempat Dwi mengajar. Sudah banyak mobil diparkir di parkiran TK yang mungkin terbaik di Kota ini. Tandanya sebentar lagi anak-anak yang sedang belajar di TK ini akan segera pulang.


Sambil menunggu, aku mencoba menghubungi Firman. Si Hacker yang kemarin membantuku. Ada beberapa hal yang perlu kubicarakan dengan dia terkait rencana baruku.


“ halo man!” Sapaku setelah teleponku tersambung padanya.


“ halo bang riza? Gimana kabarnya? Sudah sembuh? Udah ngantor?” tanyanya kemudian secara beruntun.


“ anjirr.. lo kayak kereta aja nanyanya.. . Gue gak papa, udah sehat..” jawabku


“Wkwkwk.. sorry-sorry bang.. kebiasaan hehehe “


“ gini Man, gue ada beberapa yang perlu gue konfirmasiin ke lo”


“ soal apa bang?” Tanyanya dengan nada penasaran


Akupun mulai menceritakan rencana yang tadi tiba-tiba terlintas di kepalaku. Dan dalam rencanaku ini, aku merasa di beberapa bagiannya aku perlu mengkonfirmasi padanya, apakah itu bisa dijalankan atau tidak. , karena dia rasanya lebih mahir di bidang itu. Dan, mungkin dia bisa memberi masukan untuk menjalankannya.


Untungnya semua berjalan baik, seperti yang kuharapkan, Firman memang salah satu orang yang dibutuhkan untuk misi ini. Dengan sigap dia memberikan masukan-masukan penting bagiku dan menjelaskan apa saja yang kami perlukan nanti.


“ kira-kira iru aja sih bang..” katanya mengakhiri penjelasan panjangnya


“ ok.. thanks Ya man.. ada gunanya juga gue hubungin lo wkwkwk?”


“ ya ya ya.. terusin aja bang..” jawabnya dengan nada yang lucu.


“ hm.. tapi lo yakin bang, itu rencana lo?” Tanyanya kemudian.


“ iya.. rasanya gak ada cara lain yang pas buat gue bales dendam..” jawabku


“ ya.. mudah-mudahan lo sukses bang, gue turut doain kok”


“ eh kampret.. doa-doa.. lo harus ikut bantuin gue! Emang gue bisa lakuin semuanya sendirian?” Teriakku di depan handphoneku.


“ wkwkwkw.. kirain lo gak ngajakin gue” katanya dengan santainya


“Ya iyalah gue gak ngajakain.. gue telpon lo itu buat maksa lo bantuin gue.. “


“ iya.. iya.. gue bantuin kok.. dendam lo juga dendam gue juga hehehe” jawabnya kemudian.


Dibalik sikapnya yang santai, aku tahu dia menyimpan sakit hati juga. Dia menceritakan padaku ketika menjengukku di rumah sakit dulu. Dia menceritakan kalau dia merasa dikhianati Nita. Dipikirnya Nita benar-benar serius padanya, hingga akhirnya rela berbagi ranjang kenikmatan dengannya. Namun begitu tahu itu hanya siasat Nita untuk mengacaukan rencana kami, tentu dia sangat terluka hatinya. Dan terlebih lagi, kegagalan itu cukup membekas di hatinya, dan tentu saja merusak reputasinya sebagai hacker.


“ yang pasti kita bisa jadi kriminal beneran kalau sampai ketahuan”


“ Gue garis bawahi bang.. Kalau ketahuan! Wkwkwk..” jawabnya dengan penuh percaya diri.


“ hahaha.. bagus! Kita omongin nanti ya....”


Akhirnya aku mengakhiri telepon, dan berjalan menuju kelas tempat Dwi mengajar. Kelas yang sama seperti saat aku menjemput anak mas Imam dulu. Hal ini membawaku mengingat-ingat kembali kenangan saat aku pertama kali bertemu dengannya di depan kelas itu. Rasanya baru kemarin aku merasakan perasaan begitu senang bertemu dengannya, sekarang aku justru ke tempat ini dengan perasaan takut yang luar biasa. Dulu aku ingin waktu berputar lebih cepat karena aku ingin segera bertemu dengannya, sekarang aku justru takut waktu berputar terlalu cepat, karena rasanya aku tak pernah siap untuk bertemu dengannya.


Sesampainya di depan kelasnya, aku melongok dibalik jendela kacanya dan melihatnya disana sedang bermain-main dengan anak didiknya dengan ceria. Kurasa Aku akan sangat merasa berdosa bila membuat keceriaan itu hilang dari wajahnya. Terutama setelah aku menceritakan padanya apa yang terjadi padaku dalam sebulan belakangan ini.


Kalau kupikir lagi, Bisa dibilang sebelum bertemu Dwi, aku tak cukup beruntung soal percintaan. Sekeras apapun aku berusaha selalu berakhir tak mengenakkan. Selalu kandas dengan berbagai jenis rintangan yang menghalangi. Sedangkan setelah bertemu Dwi, semuanya berjalan lancar tanpa halangan dan rintangan sama sekali, sampai akhirnya aku melamarnya. Dan entah kenapa setelah saat itu, sejak hari aku melamar Dwi beberapa bulan lalu, godaan datang silih berganti kepadaku.


Teng teng teng.. bel pulang sekolah telah berbunyi. Dan Dwi pun mulai mengajak anak-anak didiknya untuk berkemas-kemas, dan setelah berdoa, anak-anak kecil itu langsung berhamburan keluar kelas. Sebagian keluar menuju penjemputnya , sebagian ada yang langsung menuju taman bermain dan sebagian berlari-larian berkejaran dengan teman-temannya. Kulihat Dwi dengan wajah sedikit letih, tampak tersenyum kepadaku. Senyum yang berharga itu, tegakah aku merenggut itu?


“ kamu sudah lama mas?” Tanyanya seraya menghampiriku


“ baru aja.. tadi baru nganter bu Mia yang ada acara di sini..”


“ ooo.. bu Mia lagi disini? Kok kamu gak bilang sih?” Tanyanya kemudian


Dwi memang cukup akrab dengan bu Mia, mereka berdua pernah bertemu di acara ulang tahunku beberapa bulan yang lalu. Apalagi sekarang mereka berdua jadi teman di media sosial, sehingga cukup sering mereka berdua bertukar kabar dan berbagi cerita.


“ iya.. udah dari kemarin, bahkan dia menginap di hotel yang sama dengan aku.” Jawabku sambil menggandengnya menuju mobil.


“ wah.. kebetulan dong deket..”


“ kalau kamu mau nanti kamu bisa ketemu dia di hotelku pas nganterin aku” tambahku


“ iyadeh.. masak jauh-jauh kesini gak ketemu”


Kamipun masuk ke mobil dan segera beranjak pergi. Tak ada tujuan pastinya kemana kami pergi. Dia hanya ingin menghabiskan waktu berdua saja bersamaku. Sedangkan aku sebenarnya ingin mencari tempat yang cukup sepi untuk berbicara dengannya. Namun sementara waktu, aku masih perlu mengumpulkan keberanianku.


Akhirnya kami putuskan jalan-jalan ke salah satu Mall tempat kami biasa menghabiskan weekend kami dulu. Disana kami bisa makan siang, kemudian bisa lanjut nonton film dan berbelanja bila perlu.


————


Pukul 16.30, kami telah selesai menonton film di bioskop dan kini nongkrong di kedai kopi asal amerika di mall yang sama. Sengaja kupilih tempat ini karena selain suasananya yang nyaman, Dwi juga menyukai salah satu menu minuman disini. Dan terlebih lagi, saat ini kedai ini belum terlalu ramai, sehingga cukup nyaman bagiku mengobrol berdua. Apalagi mengingat topik pembicaraan kami ini cukup membuatku tak nyaman bila didengar oleh orang lain.


“ sayang, aku ingin ngomongin sesuatu sama kamu..” kataku pada Dwi. Dan Dwi yang sedang menikmati minuman green tea lattenya memandangku dengan penasaran.


Sudah kupikirkan matang-matang, dan telah kusiapkan hatiku untuk mengatakan ini. Benar kata bu Mia, dia harus tahu, sepahit apapun itu. Kalau aku benar mencintainya, dia wajib mengetahui apa yang terjadi.


“ Sebelum kita nanti nikah, aku pengen kasih tau sesuatu dulu ke kamu.” Tambahku lagi


“Tentang?” Tanyanya sambil sedikit tersenyum.


Deg... Entah kenapa aku merasakan jantungku berhenti berdetak ketika mendengar pertanyaannya itu. Apalagi dia justru tersenyum mendengar kataku tadi. Bagaimana jika nanti senyum itu sirna dari wajahnya setelah mengetahui apa yang aku lakukan.


“ ini tentang aku wi.. “


“ kenapa emangnya dengan kamu mas?” Tanyanya, sepertinya dia semakin penasaran. Dia menaruh gelas plastiknya dan mulai memperhatikan aku lagi.


Aku menatap matanya, lalu menarik nafas panjang. Sebenarnya aku sudah sejak tadi mempersiapkan kata-kata yang akan disampaikan ke Dwi, bahkan aku tak dapat berkonsentrasi menikmati Film superhero yang kami tonton tadi siang. Pikiranku sibuk merangkai kalimat yang kira-kira paling mudah diterima oleh Dwi. tapi saat ini aku malah merasa gugup dan bingung. Ada sebuah keraguan yang besar untuk mengatakannya begitu aku berada di berhadapan dengan Dwi. Ada rasa takut kalau dia tidak bisa menerima. Dan mungkin bisa jadi rencana-rencana indah kami akan hancur berkeping-keping.


“ mas.. “ Bisikan Dwi mengacaukan lamunanku.


Tatapannya membuatku gugup, dan wajah penuh kekhawatirannya itu cukup membuatku tersiksa. Bagaimanapun aku harus bilang hal ini. Aku sudah terlanjur memulai, dan tak mungkin aku bisa menarik lagi kata-kataku.


“ maaf ya Wi..” bisikku lemah


“ maaf kenapa mas?”


“ maaf, aku telah ngecewain kamu.. aku gak sesempurna yang kamu bayangkan” jawabku. Dia tampak tersenyum mendengar itu, namun senyum itu membuatku semakin bersalah.


“ aku tahu mas.. gak ada manusia yang sempurna.. aku pun juga..” jawabnya sambil menggenggam tanganku.


“ bukan itu sayang.. maksudku bukan gak sempurna seperti itu..” balasku sambil membalas genggaman tangannya.


“ hhm.. trus?”


“ aku pasti udah ngecewain kamu wi.. “ jawabku


Tampak dia mulai hilang kesabaran, tampak wajahnya semakin gelisah dan tidak tenang. Ditariknya tangannya yang kugenggam dan dimainkannya sedotan di gelas plastik minumannya. Mungkin sekarang rasa penasarannya semakin bertambah besar.


“ mas Riza.. kamu kenapa sih?? Nggak usah berbelit-belit..” katanya kemudian sambil menatap tajam mataku.


Aku pun kembali menghela nafas panjang. Sekarang atau tidak sama sekali. Jujur sekarang atau berkubang dalam kolam kebohongan untuk selamanya.


“Mungkin kamu akan kecewa sama pengakuanku ini wi.. tapi kamu harus dengerin ini.. sampai selesai!” Kataku.


“ ok.. aku dengerin..”


“ Sekali lagi aku minta maaf wi.. aku udah ngelakuin kesalahan..”


“ sejak sebulan lalu, aku tergoda cewek lain, dan aku sudah tidur dengannya..." kataku lirih.


Kemudian aku terdiam sebentar, menunggu reaksi dari Dwi yang justru terlihat bingung dengan apa yang barusan aku katakan.


“ kamu bercanda kan mas?” Tanyanya kemudian, sedikit berbisik. Ada sedikit getaran dalam suaranya. Aku menggeleng pelan.


“ nggak wi.. aku nggak bercanda..”


Dan Dwi pun kembali terdiam, dan kali ini membuang pandangannya ke arah lain. Aku jelas tambah bingung, apa yang harus aku lakukan lagi. Pasti Dwi kaget dan kecewa dengan pengakuanku barusan.


“Wi.. “ aku coba menyapanya dan meraih tangannya diatas meja, tetapi Dwi justru menepis tanganku. Kini dia memandangku dengan mata berkaca-kaca.


“ kamu bohong kan? Kamu lagi ngerjain aku kan?” Tanyanya dengan nada yang mulai sedikit emosional.


“ aku serius Dwi.. ini beneran.”


Kami berdua terdiam lagi, aku menatapnya dengan tatapan menyesal. Bagaimanpun aku tahu apa yang kulakukan dengan Jessie itu salah.


“ dengan siapa?” Tanyanya kemudian dengan suara yang lebih berat.


“ dengan temanku..”


“ jawab jujur mas.. dengan siapa?” Katanya kemudian sambil memukul meja di depan kami. Membuatku dan beberapa pengunjung kedai ini kaget.


“ Jessie..” jawabku lirih.


“ mbak Jessie?? Teman kerjamu itu??” Nampak dia begitu kaget mendengarnya. Kemudian dia kembali memalingkan mukanya, menunduk dan mencoba mengusap air matanya dengan punggung tangannya. Dan aku yang rasanya tak kuat untuk melihat pemandangan itu pun ikut menunduk, diam membisu di depannya.


Setelah beberapa saat, kuberanikan diriku menatap Dwi. Ingin rasanya aku mengatakan sesuatu, tapi aku takut. Aku tak bisa terlalu banyak mengumbar kata-kata manis untuk menenangkannya. Setelah semua apa yang aku lakukan di belakangnya.


“ maaf Wi.. aku gak bisa ngasih penjelasan.. aku akui ini salah, aku mau benar-benar minta maaf ke kamu..” bisikku lagi.


Nampak Dwi melihat kearahku, menatapku tajam dan kemudian berdiri dari kursinya. Tampak dia tidak menerima apa yang aku katakan tadi. Disambarnya kunci mobil yang ada di depanku dan kemudian dia pergi.


“ wi, aku antar ya..” kataku sambil menarik tangannya. Dwi kemudian menepis lagi tanganku, dan tanpa melihatku, dia berjalan cepat mencoba meninggalkanku.

“ wi.. tunggu aku..” aku masih mencoba mengejarnya, namun tak sekalipun dia menoleh dan berkata, dia terus berjalan dengan cepat.. lalu meninggalkan aku sendiri. Aku hanya bisa memandang lemah dirinya yang berjalan jauh, menghilang di keramaian orang yang mulai memadati mall ini.


BERSAMBUNG
 
Buset, bu mia tega banget ngasi sarannya. Bisa batal nikah, padahal udah pesan gedung.

Saya setuju dengan apa yg dilakukan Riza, lebih baik jujur sekarang sebelum terlambat...
 
Bimabet
bu Mia kayaknya ngebet jadi mertuanya Riza.. ngasih sarannya justru seperti itu wkwkwk

Jujur sih, Mungkin bagus kalau itu sebelum lamaran, sebelum pacaran, tapi beberapa hari menjelang nikah itu.. cukup beresiko juga..

Atau mungkin jangan-jangan si Dwi pun juga sama.. tergoda cowok lain.. mantan misalnya.. hehehe

Btw.. kok gak pake mulustrasi lagi suhu?
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd