Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

OBSESI - BERDASARKAN KISAH NYATA!

arumor

Semprot Kecil
Daftar
11 Dec 2021
Post
52
Like diterima
734
Bimabet
Selamat pagi agan-agan semua!
Wah udah lama banget gak mampir sini, mungkin terakhir buka forum ini sekitar tiga atau empat tahun lalu dengan akun yang berbeda, setelah itu saya sempet rehat dan fokus sama RL. BUT NOW I'M BACK!! :victory:

Kali ini saya mau bawakan sebuat cerita yang sempat saya dapat dari teman saya yang benar-benar terobsesi dengan seorang gadis. Ya, gadis yang benar-benar bikin dia tergila-gila bukan kepalang. Banyak fantasi dan imajinasi gila yang saya dapat dari dia tentang gadis tersebut, dan saya pikir ada baiknya juga jika saya bisa menyampaikan ke teman-teman semua melalui karya tulis yang akan saya buat di bawah ini. Saya usahakan untuk membawakan cerita ini se-erotis mungkin agar agan-agan semua bisa ikut berimajinasi dan membayangkan kejadian sebenarnya.

DISCLAIMER!! :mindik:
Semua nama tokoh dan tempat dalam cerita ini saya samarkan untuk menghindari segala konflik yang mungkin akan terjadi di lain hari.


INDEX :
Chapter 1 - Budi dan Imajinasinya
 
Terakhir diubah:
CHAPTER 1 - BUDI DAN IMAJINASINYA



Bunyi klakson melengkapi hari yang teramat panas ini. Seolah-olah matahari hanya berjarak beberapa meter saja dari bumi. Membuat siapa pun yang berani berada di bawahnya bermandikan keringat. Jalanan penuh debu dan polusi meracuni udara. Tidak segelintir orang terbatuk sewaktu menyusuri terotoar. Salah satunya seorang pria dengan rambut keriting acak dan pakaian berantakan. Bahkan berada di dalam mobil tidak cukup mengusir hawa panas yang disebabkan kemarau panjang. Keringat menodai pakaiannya, menimbulkan bercak-bercak basah di area ketiak, dada, dan punggung. Terutama pada perpotongan lengannya yang gempal itu. Tidak, bahkan seluruh tubuhnya memang gempal. Barangkali itu lah yang membuatnya lebih banyak berkeringat. Dia layaknya jeruk peras.

Budi – si pria berkeringat – sibuk mengelapi wajahnya dengan saputangan yang selalu dia bawa kemana pun. Meski usianya masih tiga puluh lima tetapi perangainya lebih mirip om-om berusia lima puluh akhir. Sungguh bentuk badan begitu berpengaruh pada penampilan seorang pria. Tidak hanya sekali dua kali saja dia mendapat kecaman mengenai berat badannya, Budi hanya tidak memedulikan itu semua. Menurutnya penampilan tidak terlalu penting bagi seorang pria. Melainkan uang. Budi memercayai bahwa semua semua wanita akan bertekuk lutut pada pria kaya. Salah satu alasan mengapa Budi masih berada dalam pekerjaan ini meski harus berperang dengan panas dan sesaknya udara perkotaan. Tidak lain karena ia bisa melihat wanita pujaan hatinya.

“Teh Fisha!” Budi menyapa tepat setelah memasuki Apotek. Nahas, sapaannya hanya mendapat lirikan tajam dari wanita di balik konter Obat. “Ini kiriman obat untuk hari ini. Kamu mau cek dulu?”

“Taruh aja di belakang.” Rafisha menjawab tanpa melihat Budi. Padahal dia tidak sedang melayani pembeli melainkan hanya terpaku pada layar komputer saja. “Dan tolong jangan panggil saya gitu. Kita sama sekali nggak deket.”

METKNL6_o.jpg


Budi tersenyum lebar dan tanpa protes membawa kardus penuh obat ke ruang belakang.
Rutinitas pengantaran selama tiga kali seminggu membuatnya haaal tata letak Apotek ini. Sayangnya Budi tidak memiliki banyak waktu untuk berbincang dengan Rafisha. Selain karena wanita itu jutek

bukan main, ada orang lain yang kerap kali mengganggu mereka berdua. Bahkan mengingat wajahnya saja sudah membuat darah Budi mendidih. Namun hari ini pria itu belum muncul sama sekali bahkan ketika Budi selesai dengan pekerjaannya.

‘Ini kesempatanku! Mumpung nggak ada lagi si pengganggu itu, aku harus ngajak ngomong Rafisha!

Budi menyisir rambutnya ke belakang dengan telapak tangan yang telah dibasahi oleh liurnya sendiri. Menurutnya itu adalah pelet alami. Budi mencondongkan tubuhnya dari luar konter obat.

Matanya langsung terpaku pada kerah Rafisha yang sedikit bercelah. Memperlihatkan belahan dada kecil di dalam sana. Dengan memasang senyuman lebar, dia memulai pendekatannya.

“Teh Fisha udah makan? Kalo belum makan, biar A’a beliin makanan–” Rafisha berdecak. “Maaa, tapi saya nggak laper.”

“Di luar ada ketoprak, A’a beliin yah–”

Ucapan Budi terpotong kala seseorang masuk. Dia buru-buru menyingkir agar si pelanggan bisa berbelanja dengan tenang. Sebelum dia tersadar jika seseorang itu adalah si pengganggu – Adam, mantan pacar Rafisha. Jika demikian, dia tidak perlu repot menyingkir. Satu hal lagi yang Budi tidak suka dari Adam adalah cara pria itu menatapnya. Seperti sedang menatap kotoran.

“Beli obat penambah darah, ada?” “Ada, tunggu sebentar.”

Sementara Rafisha berpaling mencari obat, Budi diam-diam mengamati keduanya. Dia mencoba menyangkal tetapi aakta itu menabraknya denngan keras. Rafisha masih menyukai Adam. Terlihat dari bagaimana cara gadis itu menahan senyum ketika melihat kemunculan Adam. Aura penuh kasih sayang masih terpancar jelas sekalipun Rafisha menutupinya.

“Ini obat penambah darahnya.”

“Aku juga butuh susu lansia, kamu bisa pilihkan yang bagus Fisha?”

Panggilan kecil itu membuat Rafisha salah tingkah. Dia meremas-remas ujung bajunya.
Berusaha menahan diri. Dan Budi berusaha menahan amarah ketika melihatnya. “Tunggu ya Mas, aku mau ke WC dulu... Nggak apa-apa kan?”
‘Oh, atau aku salah liat?

“Iya nggak apa-apa, santai aja.”

Sepeninggal Rafisha, Adam mendudukan diri di salah satu kursi tungguh. Berjarak lima kursi dari Budi yang duduk di ujung. Dari sudut mata, Adam beberapa kali melirik ke arah Budi sampai Rafisha muncul sambil menggenggam sekotak susu.
'Lucunya dia bawa tiga susu...'

“Teh Fisha, A’a numpang ke toilet yah?”

“Silakan.” Rafisha masih bersikap acuh tak acuh.

Hanya saja sebelum Budi benar-benar meninggalkan ruangan ini, samar-samar dia mendengar percakapan di belakangnya.
“Dia belum pulang dari tadi?” tanya Adam. “Iya.”

“Kamu harus ati-ati kalau ada dia. Kentara banget dia orang yang mesum. Bisa aja dia–”

“Aku tahu,” sela Rafisha. “Tapi mau gimana lagi. Selama dia kerja nganterin obat, kita bakal terus ketemu.”

“Kamu harus bilang sama aku kalo dia bikin kamu nggak nyaman. Aku bisa aja usir dia.” “Nggak perlu. Asal kamu temenin aku aja udah bagus.”

Seiring berjalan suara mereka semakin samar tetapi tidak benar-benar menghilang. Bahkan ketika sampai di depan pintu WC, Budi masih dapat mendengarnya.

‘Sial! Adam sialan! Bisa-bisanya dia jelek-jelekin aku di depan Rafisha! Rafisha... Dasar cewek kurang ajar! Mentang-mentang selama ini kubaikin dia jadi nggak sadar diri. Aku harus kasih pelajaran sama dia!'

Budi baru saja ingin membuka celana ketika mendapati seonggok celana dalam tergantung di paku dinding. Celana dalam berwarna merah marun itu tampak sedikit basah. Terutama di bagian tengah. Terdapat lendir putih sedikit transparan. Tanpa pikir panjang Budi langsung mencium celana dalam itu.
‘Ini celana dalam Fisha...'


METKNL4_o.jpg



Budi menyeringai lebar. Asumsinya sangat masuk akal mengingat hanya Rafisha saja karyawan di Apotek kecil ini. Buru-buru dia menurunkan resleting lalu mengeluarkan batang penisnya yang mengeras. Sejak melihat belahan dada kecil Rafisha, naasunya membludak dengan cepat. Secepat kocokan tangannya di batang penis. Bagaimana tidak? Rafisha memiliki tubuh putih mulus nyaris sempurna jika saja sikapnya tidak kejam.

Menciumi celana dalam berbau khas kewanitaan selagi Budi mengurut batang penisnya yang kian mengeras. Sedangkan kepalanya terisi penuh oleh tubuh bugil Rafisha tengah telentang di bawahnya.

Gadis itu tampak tidak berdaya di bawah kungkungannya. Budi membuka lebar kaki Rafisha.
Memudahkannya untuk menjilati kewanitaan Fisha yang sudah becek.


“Udah becek banget...” kata Budi selagi memainkan lubang becek Rafisha, membuat si gadis melenguh. “Nggak usah ditahan... Aku pengen denger suara kamu.”
“Bajingan kamu! Lepasin aku!”


Meski mengumpat, Rafisha tidak berdaya melepaskan diri. Malahan pinggulnya bergerak maju mundur seiring dengan cepatnya jilatan Budi.
“Sssttt... Aku tahu kamu suka ini kan?”


Budi memasukan lidahnya ke lubang becek itu. Mengoreknya seperti sedang makan es krim. Lidahnya dipenuhi oleh cairan asin khas kewanitaan. Alih-alih jijik, Budi semakin beringas memuluti vagina di depannya. Suara kecipak khas lidah mengisi seluruh ruangan. Ditambah dengan lenguhan Rafisha yang tampaknya telah keenakan.
“Benar... Mendesah saja nggak perlu di tahan.”


Sementara lidahnya menusuki lubang vagina, Budi mengarahkan jempolnya memainkan klitoris Rafisha. Bergerak memutar, naik turun, lalu menekan hingga menimbulkan pekikkan tertahan dari si gadis. Budi menyeringai puas. Dia sudah tidak tahan lagi. Penisnya berkedut-kedut akibat menahan ejakulasi karena mendengar suara Fisha saja sudah membuatnya nyaris keluar. Buru-buru dia merubah posisi hingga penisnya berhadapan persis dengan vagina merah Rafisha. Bukti jika gadis itu telah terangsan akibat sentuhannya. Rafisha terengah. Matanya yang sayu menatap langsung ke arah Budi, serta merta memancing birahi untuk disetubuhi.

“Ini enak kan? Aku tahu kamu sedari tadi pengen kumasuki...” “Jangan... Ah...”

Mulut dan tubuhnya seolah memiliki pikiran bertolak belakang. Rafisha bersikeras menolak sedangkan pinggulnya malah bergerak mengikuti irama gesekan. Tersadar, Budi segera memasukan penisnya ke lubang yang telah siap. Keduanya melenguh nikmat. Budi dapat merasakan penisnya tersedot semakin dalam oleh lubang yang terus mengetat dan berkedut. Ketika dia hendak menarik keluar, vagina Fisha kembali menyedotnya masuk. Seolah tidak ingin ditinggalkan.
“Oh... Wow... Kamu makan punyaku, Fisha...”


Kedua lengan Budi bertumpu di sisi tubuh Fisha. Pinggulnya bergerak maju dan mundur secara konstan. Semakin lama semakin cepat. Budi terlena. Dia tidak pernah merasakan kenikmatan luar biasa ketika penisnya dilingkupi dinding-dinding hangat basah. Dan yang paling dia suka adalah ketika mendengar tepukan dari pergumulan. Pahanya yang menabrak pangkal paha Rafisha merupakan suara surgawi yang meningkatkan darahnya. Budi semakin menggebu menyetubuhi vagina mungil itu. Dia mulai memagut bibir Rafisha dengan paksa. Menggigitnya, menjilatinya, mengemutnya seperti permen.

Udara semakin memanas oleh pergumulan dua insan di atas ranjang. Tanpa busana. Keringat yang membasahi keduanya membuat mereka lebih lekat. Budi tidak ingin berhenti. Ini adalah saat terindah sepanjang hidupnya. Wajah sayu Rafisha mengundang nafsu.
“Ahh... Aku udah nggak tahan lagi! Aku mau crott di dalem!”




Gerakan tangannya kian cepat. Budi menghirup celana dalam kuat-kuat ketika merasakan puncaknya hampir tiba. Dia lantas menyelubungi penisnya dengan celana dalam Rafisha dan kembali mengocoknya. Bahkan menyetubuhi celana dalam saja sudah terasa nikmat apalagi jika dia bisa menyetubuhi si pemilik celana dalam.
“Ahhh Fishhhaa.. ”

CROOTT!​


Budi menyemburkan semennya dengan deras. Celana dalam Rafisha tampak basah dan kotor oleh sperma. Dia memutuskan menyimpan celana dalam Rafisha sebagai kenang-kenangan.

Begitu kembali dari WC, Budi mendapati Adam masih ada bersama Rafisha. Bahkan Adam tampak membantu Rafisha melayani pembeli. Melihat itu, darah Budi menjadi mendidih.

Kesenangannya di WC tadi seketika buyar.

‘Cewek Jalang itu harus diberi pelajaran!

Budi merelakan pekerjaannya untuk hari ini. Dia berdiam di dalam mobil pengiriman. Menunggu sampai situasi lebih sepi agar bisa mendekati Rafisha. Meski pun dia harus menunggu sampai malam.

Di persembunyiannya, Budi melihat Rafisha bersiap menutup Apotek. Di saat itulah pikirannya bercabang liar. Merujuk pada pikiran-pikiran bejad yang selalu terbayang ketika melihat Rafisha tengah sendirian. Sama seperti sekarang. Begitu mudah baginya untuk bergegas keluar dan menyelinap masuk dari pintu belakang. Budi telah haaal betul tata letak bangunan Apotek setelah sekian lama bekerja mengantarkan obat. Dia bisa saja dengan mudah membekap Rafisha dari belakang ketika gadis itu sedang menyelesaikan pendataan di depan komputer. Tentu saja gadis itu berontak tetapi tenaga Budi jauh lebih besar ketimbang gadis itu. Dan pada akhirnya Budi berhasil menindih Rafisha di balik konter obat.


“Lepasin saya, Budi! Kamu bisa ambil uang di laci kalo kamu mau itu!” “Yang aku mau?” Budi menyeringai. “Aku mau ngentot kamu.”
“Kamu gila!”


“Memang, dan kamu nggak perlu ingetin aku.”

Dengan sigap, Budi membuka seluruh kancing baju Rafisha. Menyentaknya keras hingga beberapa kancing melesat lepas. Rafisha sudah menangis deras. Sekuat apapun dia berontak, Budi tetap lebih unggul darinya. Ekspresi horor terpancar di wajah gadis berusia dua puluh tahun itu.
Terpampang di hadapannya batang penis mencuat keluar dari sela resleting yang baru di buka. Ini pertama kalinya Rafisha melihat bentuk penis. Dia bukan tipikal penyuka porno meski usianya bisa dibilang dewasa. Kepala penis tampak seperti jamur berkedut-kedut di depan wajahnya. Di bawah remangnya penerangan karena semua lampu telah dimatikan dipenghujung jam kerja, Rafisha


melihat cairan putih sedikit keluar dari ujung penis. Tubuhnya membeku. Bahkan ketika Budi melesakkan penis itu masuk ke mulutnya.
“Gila! Mulut kamu bener-bener hangat!”


Budi menggila. Dia menyetubuhi mulut seperti kuda yang birahi. Tidak peduli jika Rafisha tersedak oleh penisnya. Malahan itu lah yang disukai Budi. Wajah menyedihkan Rafisha yang memohon berhenti padanya.

“Fisha, aku balik lagi nih. Aku lupa ambil HP–” Adam terdiam di tempatnya. Wajahnya tegang saat mendapati Rafisha tengah diperkosa oleh Budi.
Alih-alih takut, Budi justru melambaikan tangannya. “Adam ke sini...” kata Budi tanpa berhenti. “Aku tahu kamu juga mau ngentot Fisha, kan? Jangan munafik. Aku tahu arti tatapanmu setiap kali nggak sengaja liat baju Rafisha yang kebuka. Kita sama-sama cowok, jadi aku tahu pemikiran sesama cowok.”

Sementara itu, Rafisha berusaha meminta bantuan. Dia menggedor-gedor pintu laci konter dengan keras. Matanya yang bercucuran air mata memohon pada Adam di ambang pintu belakang. Dia yakin Adam akan menolongnya dari si biadab–
Adam menutup pintu di belakangnya. Bahkan dia menutup kerai Apotek yang belum tertutup sempurna. Adam hanya diam sembari mendekati keduanya. Lantas, dia menurunkan celananya.

“Bagus... Bagus sekali Adam...” Budi menyeringai semakin lebar lalu menyingkir dari atas Rafisha. Membiarkan Adam melepaskan hasratnya.
Adam mengocok penisnya. Bersiap untuk menyetubuhi si gadis tidak berdaya. Budi bertugas memegangi tubuh Rafisha saat Adam mulai memasukan penisnya ke lubang vagina. Raungan Rafisha teredam oleh tangan besar Budi sementara Adam bergerak maju mundur menghantamkan penisnya di dalam lubang surgawi.

“Benar... Lakukan apa yang kamu mau, Dam. Kamu nggak salah. Selama ini kamu udah menahan diri dan sekarang kamu patut dapat hadiah.” Budi semakin memprovokasi.

CLAAK! CLAAKK! CLOOKK! CLOOKK!​

“Teriak aja!” tantang Budi. “Nggak bakal ada yang nolongin kamu! Bahkan mantan pacarmu!”
Budi memutar pinggang Rafisha, merubah posisi menjadi menungging dengan pantat menghadap ke arahnya sementara kepalanya berhadapan dengan penis Adam. Tanpa aba-aba, Budi langsung melesakkan penisnya ke vagina Rafisha. Adam segera memegangi kepala Rafisha lalu melesakkan penisnya dengan paksa ke mulut gadis itu.

CLAAAK! CLAAAK!​



METKNL3_o.jpg




“Cewek nakal harus dihukum, kamu tahu kan?”

Budi menampar pantat semulus bayi Rafisha sampai meninggalkan cap tangan merah di sana. Dia menyeringai bangga melihat mahakaryanya. Membungkuk, Budi menekan penisnya semakin tenggelam di dalam vagina. Dia mulai berbisik di belakang telinga Rafisha.

“Mulut kasarmu memang pantas dapat hukuman, Teh Fisha~ Dan harusnya kamu senang karena yang hukum kamu adalah orang yang kamu suka.”
Kedua pria itu seolah berlomba memperkosa si gadis mungil. Gerakan mereka semakin cepat menuju puncak. Budi menggeram saat penisnya menabrak pintu rahim. Ada suatu getaran kecil yang seolah menampar kepala penisnya. Memberikannya stimulus untuk lebih bringas menghajar Rafisha. Sesaat Budi merasakan sesuatu mengalir keluar membasahi penisnya. Yang tak lain darah. Dia baru saja menjebol keperawanan Rafisha. Penisnya baru saja menembus selaput dara yang sebelumnya tidak berhasil ditembus Adam. Birahi Budi kian membludak. Dia memaksa penisnya masuk melewati pintu rahim.
“Arghhh! Siaaal! Ini nikmat bangeeet!”


Budi tidak bisa menahan diri kala kepala penisnya berhasil melewati celah masuk rahim yang tentu saja sangat kecil. Rahim itu menjepit batangnya. Menyedotnya lebih kuat daripada sebelumnya.
“Ahhh! Fishaa! Aku mau crottt! Terima semua pejuku!”


CRROOOTTT! CROOOTTT!​


Budi memeluk tubuh Rafisha tepat ketika puncaknya datang. Pinggulnya masih bergerak beberapa kali setiap kali cairannya menyemprot. Rahin Rafisha penuh oleh sperma Budi. Saking penuhnya sampai beberapa meleleh keluar. Hal yang sama juga terjadi pada Adam. Dia menyemprotkan semennya di mulut Rafisha dan memaksa gadis itu menelan semuanya. Si gadis ambruk begitu saja dengan tubuh yang basah oleh cairan perkasa serta air mata yang berderai tak henti.

Sayangnya keberanian Budi hanya berada dalam pikirannya. Dia tidak lebih dari pecundang mesum yang berani membayangkan gadis bugil sambil mengocok penisnya. Persis yang dia lakukan saat ini. Di balik kemudi, memandangi Rafisha yang pulang dengan Adam, sementara dirinya sibuk mengocok kemaluan yang diselimuti oleh celana dalam bekas Rafisha.

CRROOOTTT!​


“Ahhh! Sialan! Aku keluarhh...” Budi sontak menengadah. Ini ejakulasi ke lima sejak dia memperhatikan Rafisha diam-diam. Kolong dashboard penuh oleh tisu bekas sperma. Bahkan beberapa cairan putih meluber mengotori kaca, kemudi, serta kursi.
Sembari membersihkan cipratan sperma, Budi mendumel kesal. “Kalau aja nggak ada Adam, aku pasti udah bisa setubuhin kamu, Fisha! Pasti enak banget dijepit aagina kamu! Ah sialan! Bisa gila aku lama-lama! Suatu saat aku harus bisa sentuh kamu, harus!”


Berbaring di atas ranjang, tangannya bergerak naik turun memijat penis yang sedari tadi menegang. Sayangnya dia harus menahan ketegangan itu sejak siang hari. Berada di dekat gadis itu membuatnya seringkali terangsang meski tidak berbuat apapun. Apalagi ketika dada gadis itu menempel di punggungnya. Itu memang tanpa sengaja. Semua terjadi karena dia mengerem tiba- tiba sehingga membuat gadis di belakang menubruk punggunya. Tetapi ketidaksengajaan itu membuat birahinya menggila. Sepanjang perjalanan pulang, celananya terasa sesak dan panas.

“Ahh... Fishha... Kamu bener-bener bikin aku putus asa...” Dia bergumam. “Aku... Aku nggak tahan lagi...AHHHH!

CRRROOOT!​



Lelehan sperma menyemprot deras membasahi tangannya juga layar ponsel yang menunjukkan potret Rafisha.

“Kalau aja hari ini nggak rame pembeli, mungkin kita bisa bermesraan... Mungkin aku bisa nyentuh kamu beneran, bukan Cuma khayalan!”

“Lonte! Anjiiing! Taik lah!”


“Kamu harusnya tahu alasan aku putus! Aku butuh jatah dan kamu nggak ngasih itu!” “Dasar cewek kurang ajar!”

“Padahal aku udah kasih semuanya, tapi kamu nggak tahu diri! Bisa-bisanya kamu ariendly ke orang lain sedangkan ke aku yang udah kasih segalanya, kamu cuekin”

“Sialan! Dasar lonte sialan!”

Dengan kesal Adam membanting ponselnya ke atas ranjang dan kembali melanjutkan permainannya. Inilah rutinitas hariannya menjelang tidur. Adam selalu menyusun serangkaian adegan-adegan panas bersama Rafisha sembari menyentuh tubuhnya sendiri. Dia hanya akan berhenti sampai merasa puas. Bahkan sampai tiga kali berturut-turut.

 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd