Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Nakalnya Senyum Istriku (WARNING : CUCKOLD CONTENT)

Sudah baca?

  • Dibalik teduhnya senyum ibuku

    Votes: 51 75,0%
  • Terjebak hasrat (Lisa dan Labirin)

    Votes: 32 47,1%

  • Total voters
    68
  • Poll closed .
11 | BALADA ISTRI CANTIK

Mobilku masih saja diam setelah sekitar setengah jam berada dijalan - normalnya aku hanya membutuhkan setengah jam untuk sampai kerumah namun kali ini jalanan tak memberikan ampun atau tanda-tanda akan bergerak. Hanya bisa meremas kencang stir mobil dan meminggirkan nya pada sebuah minimarket yang menyala diantar gelapnya jalan kali ini.

Mengambil dua botol minuman dari balik pintu freezer dan membawanya pada kasir yang berisikan seorang wanita dengan rambut terikat. Mata ku membulat saat tatapan wanita itu menusuk mataku yang tak percaya jika - Elsa?.

"Ini aja mas?" Tanya wanita dengan seragam tiga warna itu.

Aku masih mencoba menelaah dan lagi pandangan ku tak mungkin salah jika didepanku adalah Elsa - istriku.

"Mas?"

Sial.

Ternyata bukan, memang wanita ini berkulit putih dengan mata yang bulat namun bukan istriku - pikiran ku seperti nya perlahan akan rusak membayangkan apa yang sedang terjadi dirumah dengan pak Soni dan Dasep yang masih leluasa itu.

Aku segera membayar dan memilih berlalu untuk menutupi malu yang tiba-tiba saja muncul bahkan rasanya enggan untuk esok hari datang kembali pada minimarket ini terlebih raut muka bingung kasir yang seperti melihat pelaku pencabulan.

Udara pada mobilku rasanya seperti terhisap entah kemana hingga rasanya sulit untuk sekedar bernapas dengan hati yang lebih tenang – jalanan tampak masih padat bahkan untuk masuk kedalam kemacetan tadi pun aku dibantu oleh tukang parkir yang mulai kesal dengan jalanan hari ini.

Beberapa pengendara disamping kiri ku silih berganti wajah hingga aku tersadar jila jarak mobil dengan rumahku sudah dekta dengan tanda sebuah papan reklame yang belum diganti sejak dua tahun lalu. Kini aku sudah masuk kedalam komplek yang menjadi saksi bisu antar istirku dengan pria-pria nya yang tak bisa kupungkiri kali ini menjadi hari pembalasan.

Tanpa berlama-lama aku memarkirkan mobil bahkan sebelum turun dari pintu mobil ini aku membunyikan dua kali klakson dengan tempo sedikit lama – entahlah rasanya marah yang aku bawa semakin besar dan bermetafosis seperti bola saljau yang menggelinding dan siap menabrak apapun didepan.

Rumahku tampak sepi dengan cahaya remang-remang dari balik semak semak yang sengaja kupasang untuk mendapatkan kesan hening dan aman - tapi tidak dengan isinya karena beberapa jam lalu istriku tengah asyik dengan penis barunya yang tidak lain adalah Dasep si satpam komplek.

Aku mematikan mesin mobil hingga kini hanya terdengar napas ku yang sedikit terengah menahan rasa amarah juga penasaran yang memuncak hingga ke ubun-ubun bahkan akan meledak jika aku sentuh pelan.

Mataku menengok kearah kanan dimana pintu berbahan kayu itu tertutup yang menjadi pertanda tidak menerima orang lain - termasuk diriku mungkin. Entahlah rasanya aku sedang tak berada dirumah sendiri jika mengingat tentang desahan juga erangan dari mulut istriku yang mengisi gendang telinga.



Membuang napas kasar aku memilih melepaskan seat belt dan membuk pintu mobil dengan satu hentakan yang membuat suara berdebam yang cukup keras. Tanganku meremas kencang tas yang berisikan beberapa barang dan dengan sedikit tergesa-gesa berjalan menuju pintu ruang tamu.

Tanganku tak kunjung diam hingga beberapa kali menjatuhkan kunci yang berusaha aku masukan pada sebuah lubang yang berukuran tak seberapa itu. Aku tak dapat menutupi rasa gelisah yang sudah terekstrasi pada keringat dingin yang membulir dan siap jatuh kapan pun.

Mataku ikut bergerak gelisah dan membulat saat pintu berhasil terbuka begitu saja-

"Ee Elsa?" Tanyaku dengan raut panik, cukup aneh sebenarnya.

"Loh ayah?" Tanya istriku yang kali ini hanya memakai lingerie berwarna putih yang menampilkan mulusnya betis juga lengan - tak lupa belahan dadanya yang tercetak jelas karena himpitan pakaian dalam yang berwarna hitam itu.

"Hai" jawabku dengan cepat karena bingung dengan semuanya, bahkan mataku tak bisa melihat tanda-tanda apapun dari permainan kasar Dasep tadi.

Semua tampak normal bahkan terlalu normal untuk ukuran istri yang berselingkuh dengan dua pria sekaligus - ada rasa sedikit kecewa yang muncul saat tahu jika kedua pria sialan itu sudah hilang entah kemana.

"Anak-anak mana?" Tanyaku sesaat setelah masuk lebih dalam yang dibuntuti oleh istriku yang ikut dengan gerak pelan pula.

"Belum pulang, kamu kok gak ngabarin kalo mau pulang. Udah baikan?" Tanya istriku dengan Sura pelan yang menusuk sakit pada sudut hatiku yang entah mengapa menjadi lemah kembali.

Tangan dengan bulu halus itu memeluk erat perutku hingga hangat yang menyebar masuk pada pori-pori kulitku hingga menutupi seluruh rasa yang sejak tadi tertutupi amarah yang memerah.

Andai saja aku bisa dengan jelas melihat perlakuan istriku didepan mata mungkin rasa hangat ini akan berubah seperti kristal es yang mampu menusuk apapun dengan tajam juga dinginnya.

Udara pada rumahku berubah menjadi dingin dan hanya ada deru napas istriku pada bahu sebelah kanan juga dendam yang lenyap entah kemana. Rasa-rasanya seperti terhisap pada sebuah lubang hitam yang muncul dan menganga diantar uluh hati ku.

"Istirahat ya, aku masih cape nemenin Maya tadi."

'anjing juga tahu kamu bohong'

"Aku tidur duluan ya"

'anjing'

Istriku melepaskan belitan tangannya dan mundur perlahan menuju kamar tidur yang menyisakan tanda tanya besar yang aku sudah simpulkan setelah melihat semua tampak normal bahkan terlalu normal karena tak mungkin pula istriku bangun setelah lelah bermain dengan Dasep.

Bahkan rumah ini terkadang dibantu oleh jasa pembersihan rumah secara online - atau mungkin semua ini adalah kumpulan hayalanku yang terlalu nyata yang orang biasa sebut sebagai skizofrenia.



Aku terpaku pada sebuah jam dinding yang bergerak selaras dengan detak jantung ku yang terasa mendenyut pada sudut dahi - aku memilih untuk merendahkan tubuh dan mengambil sebuah toples plastik bening berisikan obat berwarna putih.

Tak lama setelah obat itu melewati mulut dengan perlahan denyut pad adahiku mengendur hingga gelap yang datang tanpa diminta - tak butuh waktu lama hitam itu berubah menjadi tali baja yang mengikat leherku untuk segara menutup mata.

Hingga gelap itu menjadi sebuah bunga mawar hitam yang berduri dan menusuk tiap jengkal kulitku dan tanpa bisa dicegah kepalaku ini membentur keras lantai dan tak lama aku merasakan sebuah kata yang tak lebih baik dari sebelumnya.

Aku pingsan.



----



Tali baja itu menjulur mengelilingi leher hingga aku hanya bisa tercekat menahan rasa sesak juga perih yang ditimbulkan tali berbahan baja itu, bahkan rasa-rasanya tapi itu menekan kencang hingga urat pada leherku membesar juga akan pecah jika terus seperti ini.

Namun saat aku berusaha melepaskan diri tanganku tertarik pada arah belakang dan membuat tubuhku membusung menahan rasa perih yang teramat dalam terlebih tarikan itu disertai cengkraman yang aku tak tahu berasal dari mana.

Tak lama ada sebuah cahaya yang muncul dan berjalan pelan hingga aku bisa dengan jelas melihat ibuku yang sudah berlumuran darah dengan leher yang hampir putus dan ayahku yang tersenyum dengan tangan memegang sebuah botol kaca.

Tangisanku muncul begitu saja bahkan semakin kencang suara yang ku timbul kan semakin kencang pula ikatan pada leherku dan cengkeraman pada tangan ini. Rasa sakit dengan cepat merambat dari ujung kaki ku yang tak beralaskan apapun hingga sebuah suara yang membuat rasa sakit itu mereda.



"Aku sayang kamu Fer"



Suara rendah itu masuk kedalam telinga ku dan meruntuhkan segala belitan dan menarik semua warna hitam dan menggantikannya dengan cahaya kuning yang membendar hingga mataku terbuka untuk pertama kali setelah selama ini hanya bisa terdiam melihat ibuku yang berlumuran darah.

Mataku berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk kedalam retina dengan tubuh yang bergoyang sedikit karena sebuah tangan yang memeluk ku.

"Udah bangun pak"

"Mas feri gapapa mas?"



Aku masih berusaha untuk memfokuskan pandangan karena mata ini masih bergelut dengan bayangan yang menyamarkan bentuk asli orang yang menyapapaku sebelumnya.

Namun suara berat ini tak mungkin pria lain terlebih pakaian berwarna cokelat yang senada dari tas hingga bawah - Dasep.

Ada kepentingan apa priabitu masuk kedalam kamar yang bisa dengan jelas aku ingat menjadi saksi bisu perselingkuhan mereka, aku mencoba bangkit dengan sepenuh tenaga bahkan tangan ini bergetar hebat menahan tubuhku yang berusaha bangkit.

"Jangan dipaksain pak" ucap Dasep yang membuat keningku berkerut setelah menolak bantuan nya yang kedua kali, hingga tubuhku terangkat dan bersandar pada sisi belakang ranjang yang menjadi sandaran.

"Minum dulu yah" ucap istriku dengan nada khawatir, namun tak menggoyahkan rasa ku yang terlanjur menghitam terlabih ada Dasep yang aku tahu betul sedang manjadi pahlawan kesiangan.

Mataku mulai membaik dan perlahan aku bisa melihat bordiran yang membentuk sebuah huruf yang bersambung dan menjadi kata bertuliskan sebuah nama Dasep dengan warna hitam putih.

Aku menolah pada sisi kanan dimana istriku ikut duduk diatas ranjang dan kini menyentuh lembut lenganku yang meremas gelas berisi air - disinilah aku merasa lemah dan tak berdaya untuk sekedar bangkit dari tidur meski begitu dendam ini kembali bersarang.

Mungkin akan dendam itu berubah menjadi parasit yang menggerogoti tubuh ku dengan perlahan dan akan mati jika semua habis ditelan rindu yang menghujam jantungku.

Tangan istriku bergeser pada dahi dan berakhir pada dadaku yang ia tekan pelan.

"Minum obat dulu yah" aku hanya mengangguk dan mengisyaratkan ada maksud apa Dasep masuk kedalam kamar ini.

"Tadi kamu dibantu Dasep yah, aku gak kuat kalo gendong kamu" ucpa istriku yang paham.

"Makasih mas" ucapku pada Dasep yang terlihat mulai tak nyaman dengan posisi nya saat ini.

"Antar kedepaan mah" ucapku pada perempuan dengan dua anak ini.

"Ayok pak" ajak istriku pada Dasep yang dengan cepat pria itu tanggapi dengan mingktinya seperti itik.

Aku memejamkan mata saat suara pintu yang menjadi akhir dari perbincangan dan sedikit mengendurkan otot-otot yang sebelumnya tegang menahan rasa dendam. Pintu kembali terbuka dan memperlihatkan wajah polos istriku yang berpakaian dress putih namun dengan motif bunga-bunga kecil yang memenuhi seluruh centi.

Hanya ada suara langkah Elsa yang berjalan mendekati ku tanpa menurunkan senyuman yang bisa berubah menjadi nakal itu - tanpa permisi istriku mengambil tempat disebelah ku sembari mengusap pelan tangan kiriku yang tertutup kain selimut.

Dengan perlahan tangannya menurunkan selimut yang menutupi tubuhku, jari-jari lentiknya meremas pelan tanganku tanpa merubah raut muka penuh senyum. Batinku rasanya akan berkata jika didepanku kini ada seorang penari jalang dengan seribu muka yang akan berubah setiap detik tanpa bekas sedikitpun.

Kini rasanya sepi namun bukan suasana lebih dari itu aku hanya bisa menutup mulut dan merasa semua orang mulai meninggalkan ku satu persatu seperti tanpa rasa. Istriku yang berubah seiring waktu, anak-anak ku yang mulai seirng dirumah mertua dan kantorku yang sibuk sendiri. Aku kembali mencoba memejamkan mata saat efek obat yang sebelumnya ku telan.

Gelap segera menyapa dan siap untuk membantuku menyusuri lorong waktu dengan lebih cepat dan menjeda rasa sakit yang timbul beberapa waktu sebelumnya. Dinginnya malam menjadi batas mimpi dan kesadaran yang menipis, tangan istriku tak lagi meremas dan pergi menjauh saat pint uke,abli terdengar terbuka.

Aku membuka mata kembali – dan gilanya kali ini langit sudah terang sedang jam dinding menunjukkan angka delapan dengan detik yang terus berlanjut. Mimpi tadi rasa-rasanya terlalu singkat jika aku ingat.

Tenaga ku kembali pulih dengan tangan yang mudah kuangkat untuk mengambil segelas air pada atas nakas. Dahaga ku sudah tuntas tapi tidak dengan rasa untuk membuang air kotor yang sudah menumpuk pada kantung kemih. Aku menyibak selimut dan berjalan pelan kearah kamar mandi yang ternyata sudah basah dengan sandal yang masih teras hangat.

Pikirku bekerja jika istriku baru saja menggunakan kamar mandi ini – aku segera mengambil sikat yang akan menggosok gigi ku, tanap lama aku segera menyelesaikan kegiatanku dan memilih keluar dari kamar yang tak lebih baik dari penjara ini.

Aku membuka pintu pelan dan sinar dari arah depan segera menerpa muka ku yang masih terasa kebas sehabis dari bangun tidur, aku bergerak kearah dapur dan tak melilaht istriku begitu pula halaman belakang yang menjadi tempat istirku menjemur beberapa pakaian.

Aku memutar arah untuk bergerak pada garasi yang terbuka sedikit – dari situlah aku bisa melihat dengan jelas pria buncit dengan kaus polo berwarna abu sedang tertawa sembari memgang perut nya. Pria itu seperti berbicara dengan seseorang tyang terhalang tembok teras depan. Rasa penasaran ku tiba-tiba saja muncul dan dengan cepat aku berjalan untuk mendeketai pria itu – tapi dasar hayalanku yang terlalu besar rasa penasaranku hanya sebatas hingga pintu dapur dan memilih untuk mengendap-ngendap karena mendengar suara tawa renyah dari istriku.

“kemarin jadi masak terong kan bu?” tanya pria dengan kumis tebal itu.

“belum mas, masih saya taruh di kulkas. Makasih loh udah ingetin.” Balas istriku yang terhalang tembok itu.

“gapapa bu, malah bagus. Atau mau saya ganti terong yang lebih seger. Khusus ibu elsa mah gratis HAHAHA” aku tak habis pikir pria mana lagi yang akan menjamah istriku. Gelapnya garasi membuat sedikit rasa aman pada diriku yang lagi fokus mendengarkan percakapan cabul ini.

“beneran pak?” tanya istirku dengan nada tak percaya dan langsung mencubit perut yang aku duga tukang sayut itu.

“bentar bu saya ambilkan dulu.” Balas pria itu yang berbalik dan kemabli dengan sebuah kresek putih yang berisi terong berukuran besar.

Istriku menyambut dengan tangan yang muncul dari balik tembok untuk mengambil alih kantung kresek dari tangna pria buncit yang sedang tersenyum nakal. Tepat saat tangan istriku akan mengenai kresek itu tangan tukang sayur dengan cepat memundurkan posisi kantung kresek.

“eitss, ada syaratnya tapi HAHAHA” tawa tukang sayur itu disambut oleh tawa istriku.

“ihhh mamang mah ga bener ah, katanya gratis.” Ucap istriku dengan suara rendah.

“pengen di pegang dulu kayak kemarin.”

Jantungku rasanya akan jatuh saat ini saat mendengar kata-kata itu meluncur dengan bebas yang berarti istirku sudah pernah berbuat mesum dengan pria buruk rupa itu – aku tak habis pikir dengan apa yang dilakukan istriku akhir-akhir ini.

“masa disini?” tanya istriku yang menarik kembali tangannya.

“kan ibu tahu sendiri rumah ini paling pojok – dan gak ada rumah lagi” ucap pria itu yang menjatuhkan kantung kreseknya sembari membuka resleting celana jeans nya.

“hmmm, kirain gratis yaudah cepet buka – keburu suami saya bangun.”

BERSAMBUNGG....
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd