Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA My Only Sunshine - TAMAT

Ebi dong satunya :baca:
Man... :pandatakut:
Eh, salah.
Anin! Kamu kok kasihan banget sih, udahlah sama ...... aja :pandaketawa:

NB: Ada Manda, ada Aurel?
Kok saya jadi keinget cerita legend di cerbung ya?
Tinggal nambahin satu nama lagi sih (yang kebetulan juga namanya itu mirip nama member juga :pandaketawa: )
 
Man... :pandatakut:
Eh, salah.
Anin! Kamu kok kasihan banget sih, udahlah sama ...... aja :pandaketawa:

NB: Ada Manda, ada Aurel?
Kok saya jadi keinget cerita legend di cerbung ya?
Tinggal nambahin satu nama lagi sih (yang kebetulan juga namanya itu mirip nama member juga :pandaketawa: )
kata Anin
"GAMAU! MAU SAMA KAK TAMA AJA! KAKAK YANG ITU JAHAT !"
gitu katanya kak....

Adudu NNN gendot akuwh :(
kok saya bacanya nenen ya ..

Pucchi emg mantul tapi anin tuh uwuwuwu
woyajelas, nindutkuwh :3

Membernya makin banyak ya, golongan kampret juga nih Tama ;)
Eh, nggak kak :( Tama anak baik baik kok :(

ini Tama muridnya Benji apa gimana
diajarin adrian....

Makin sedih gue....
mau di pukpuk gak?

Wah, berarti murid satu perguruan sama Dimas dong :pandaketawa:
beda aliran :(

Tetap semangat Thor....
Lanjutkan....
siap kak, tunggu paper kelar ya kak hehe lagi sibuk~

duh ada aurel...

Wah, Aurel... Jarang-jarang nih

Waduhhh ada aurel juga, alias jarang2 ni hhee, btw dilanjut gan ceritanya mulai seru.
biar gak bosen yang muncul gre, shani, nju, dkk kak hehehe~

Wadoh...

Jala ditebar dimana mana ternyata :hore:
gak jala juga kak :(

Nice update suhu :adek::pantat::mantap:
terimakasih kak~

Ebi dong satunya :baca:

Maksud saya karakter ceweknya, adeknya si airbag. Devi :pandaketawa:

Dv yak :alamak:

Tapi tergabtung TS aja ini :hore:
jangaan, Devi mau melanjutkan kehidupan setelah grad bareng Kucing dan mamah Naomi :(
 
--our sides--

thursday. almost midnight.

nNi6JuB.jpg
 
void(PART 9);


Pucchi menangis dengan sedikit keras. Aku memeluknya erat, merasakan cinta yang Puci berikan untukku. Perasaanku? Senang, bingung, dan sedih. Senang karena bisa di cintai oleh seorang ‘idol’, bingung bagaimana perasaanku, dan sedih jika melihat kebelakang apa yang sudah aku lakukan.


Memang apa saja?
Anindhita. Ngapain aja lu sama dia?
Sekarang Pucchi nangis-nangis dan masih lu peluk.



Batinku berkecamuk. Sesaat aku memeluk Puci semakin erat, dan mengusap punggungnya. Tangisan Puci perlahan mereda. Pelukannya mengendur.

“Sama Anin, gimana kak?” tanya Puci sembari mengelap air matanya. Aku menghela nafas, lalu tersenyum menatapnya. Puci hanya membalas senyumanku, entah bagaimana maksud senyumnya itu.

“Ngomong-ngomong, kamu ngapain pagi-pagi kesini? Gak mungkin gaada apa-apa tapi jam 7 udah disini hahaha.” Aku berdiri menuju kulkas dan mengambil sekotak susu coklat favorit Puci. Puci menerima susu itu dan mulai menusukan sedotan dan meminumnya.

“Gapapa, tadinya pingin ngebangunin kakak aja, eh taunya udah bangun hahaha.” Kata Puci. Gemas sekali. Wajahnya belum ditutupi make up apa-apa, khas bangun tidur. Ia bahkan masih mengenakan piyamanya. Sebuah setelan piyama pendek dengan gambar beruang-beruang polos. Celananya yang diatas lutut itu membuat pahanya yang putih mulus terlihat. Puci bergegas bangkit, lalu mengambil dompetnya yang ia letakkan di meja dapur.

“Sarapan yuk! Nasi uduk di sebrang aja!” katanya bersemangat sembari mengambil kartu akses nya. Aku tersenyum dan segera menyusulnya.

--

“Bu, nasi uduk nya dua ya, makan disini, yang satu kasih sambel yang satu jangan.” Puci memesan lalu duduk di sampingku. Nasi uduk depan apartemenku memang terkenal ramai, bahkan di hari kerja seperti ini. Matahari bersinar dengan semangatnya, padahal jam tanganku masih menunjukan pukul 7 lewat 15 menit. Sepanjang sarapan kami hanya diam, sembari mengutak-atik smartphone masing-masing.

“Kak..” panggil Puci sembari membersihkan mulutnya dengan tisu. Aku menoleh.

“Manggil aja. Hehehe.” Puci tertawa. Lucu sih. Kampret.

“Bayarin? Iya iya, paham.” Kataku sembari mengambil selembar uang dari dompetku lalu berdiri. Puci hanya nyengir.

“Dua bu.”

“20 Ribu pak... Eh, mas Tama. Kirain siapa. Ciee ceweknya baru.”

Sebenarnya dari tadi kita makan di nasi uduk langgananku, mangkanya ibu penjual itu mengenali ku. Aku tertawa, lalu memberikan selembar uang 50 ribuan.

“Kembaliannya simpen aja bu, itung-itung saya udah jarang kesini.” Kataku yang segera disambut ucapan terimakasih ibu penjual itu.

Aku dan Puci kembali ke apartemenku.

“Intinya kak..” Puci membuka obrolan sembari menggulung layar komputerku, mencari-cari lagu dari Spotify.

“Temukan orang yang kakak sayang sepenuh hati..” ia berhenti menggulung layar. Notifikasi muncul.


Spotify is now playing : Only Today by JKT48 on hiMOMO-PC.


Aku menghampiri Puci, lalu memeluknya dari belakang. Ia menggenggam lengan kananku, lalu menangis. Lagi.

“Mau sama Anin, atau aku, gapapa kak..”
“Find your own happiness..” Puci melepas pelukanku, lalu menciumku.

Bibir kami bertemu. Singkat, tanpa nafsu. Ada sebuah perasaan didalamnya.

Ciuman kami terlepas. Puci mengambil kartu aksesnya lalu berjalan keluar, sementara aku masih berdiri di tempat yang sama. Lagu yang Puci putar tadi sampai pada bagian reffnya.


Kamu cukup menemani saja

Di sampingku menjadi orang terdekat

Sama seperti dahulu tanpa berubah



Untuk terakhir kalinya

Ikutilah cintaku yang konyol ini

Sampai mentari terbenam nanti


Hatiku kacau, pun pikiranku. Aku hanya mematung melihat Puci berjalan keluar. Sebelum pintu tertutup, Puci menoleh ke arahku, lalu tersenyum. Senyuman yang bukan senyuman biasanya. Manis sekali.


Iya, itu baru Nadhin nya gue!


Dalam keadaan seperti ini, aku perlu mendatangi seseorang. Seseorang yang sangat dekat denganku sejak zaman dahulu. Seseorang yang selalu menjadi pendengarku disaat seperti ini.


Seseorang yang selalu mengerti diriku.


***

Tok Tok Tok

Tidak lama, terdengar suara kunci diputar. Pintu terbuka. Seseorang muncul. Kami saling diam sampai orang tersebut tersenyum lebar sekali.

“Hai, Ayu.” Aku menyapa seorang perempuan yang membukakan pintu untukku.

“Hai, Andhika.” Balas gadis itu. Sejurus kemudian, ia berlari kearahku lalu memelukku. Aku balas memeluknya erat. Erat sekali. Sebuah ruang hampa di ingatanku terisi kembali. Kami melepas pelukan kami. Gadis yang aku panggil Ayu tadi menggandeng tanganku masuk kedalam rumah itu.

Rumah yang tidak berubah sejak dulu. Rumah satu lantai dengan sebuah carport di bagian depan, sementara di dalamnya ada 2 kamar tidur, kamar mandi, ruang keluarga yang merangkap menjadi ruang tamu, dan dapur, serta halaman kecil di belakang rumah. Di ruang keluarga itu ada sebuah meja berisikan foto-foto keluarga. Dan ada sebuah bingkai dengan foto-foto masa kecil Ayu. Salah satu fotonya adalah ia sedang di gendong oleh seorang anak laki-laki. Aku.

“Mau minum apa?” suaranya yang sedikit berat itu memecah lamunanku.

“Ya emang biasanya minum apa?” kataku sedikit bercanda. Ayu tertawa lalu menuju dapur untuk mengambil minum. Ayu kembali dengan sebuah gelas berisi es sirup berwarna merah, dan sekaleng beer berperisa jeruk favoritku. Ayu duduk di sampingku.

“Hei..” panggilnya sembari mencolok pipiku. Aku menoleh. Ayu langsung bergelayut manja di lenganku.

“Aneund...” ucapnya manja. Aku tertawa dan hanya mengacak-acak rambutnya.

“Seorang Tama Arnes Andhika tidak mungkin kesini tanpa sebuah alasan.” Katanya. Suaranya yang sedikit berat itu lucu sekali jika sudah bernada manja seperti ini. Aku kembali tertawa.

“Ya abis temen kamu tuh bikin aku galau.”

“HAHAHAHAHAHA.” Tawa Ayu meledak. Aku kaget setengah mampus.
“Biasa aja.” Kataku ketus. Ayu menghentikan tawanya.

“Lagian, salah siapa deket sama banyak member. Kampret sih.” Ucap Ayu santai sembari meminum sirup nya. Aku mendegus kesal.

“Iya, iya, bagaimana bapak Tama Andhika yang namanya sudah tidak asing di kalangan member?” aku kaget.

“Gak asing?”

“Jelas, semua tau kok. Tapi masih sebatas tau Kakak Yang Benerin Listrik Teater.” Ayu kembali tertawa. Sialan anak ini.

“Jadi, begini ya ibu Ayu Safira Oktaviani...” aku memulai bercerita. Okta hanya menjadi pendengar yang baik. Ceritaku dimulai dari pertama bertemu Anin, lalu semua tentang aku dan Pucchi, dan kembali bertemunya aku dan Manda.


Aurel? Ah, Okta pasti tau.


“Sekarang Ayu tanya ya.” Okta bersuara setelah diam sejenak bersamaan dengan berakhirnya ceritaku.

“Hati kamu sekarang milih siapa?” pertanyaan Okta membuat diriku terdiam. Skakmat.

“Aku... gatau...”

“Kalo kata Ayu, kamu tentuin dulu hati ini mau berlabuh sama siapa. Satu sisi kamu udah lama sama Pucchi, kamu melihat Anin sebagai seseorang yang tiba-tiba kenal dan Anin langsung jatuh cinta sama kamu. Tapi, kamu gak bisa bohong kalo di satu sisi kamu kangen sama Manda.” Okta menghela nafas sebentar. Aku hanya mendengarkan ia bercerita. Beer ku sudah tersisa ¼ nya.

“Kalo hati kamu memilih salah satu, jangan biarkan yang satunya menunggu jawaban kamu. Dua-duanya udah ngungkapin ke kamu. Sekarang tinggal kamu yang nentuin hati kamu pingin sama siapa. Semua member paham dengan konsekuensinya kok. Dan Ayu bisa lihat, Andhika bukan orang yang suka riya kalo punya sebuah hubungan. Buktinya, dulu sama Manda juga aman-aman aja kan? Cuman emang salahnya cowoku sih...” Okta terlihat sedikit murung. Aku merangkulnya lalu mengarahkan wajahnya ke arahku.

“Yang lalu biarlah berlalu ya?” Okta tersenyum.

“Jadi, begitu saran yang bisa Ayu kasih. Ayu gak boleh maksa Dhika buat milih, karena yang nantinya akan menjalani hubungan itu Dhika sama orang yang Dhika pilih. Just like old times, I’m just yout support system for everything that you choose.” Okta mengelus pipiku, lalu mencium pipi kananku sebentar. Hangat. Aku tersenyum lalu memeluknya erat.

“Terimakasih.” Bisikku lembut.

Not to worry. Semangat ya!” Okta membalasnya dengan bisikan yang sangat lembut.


---

“Mas Tama.” Satpam Apartemenku menghentikan langkahku. Aku menoleh.

“Tadi ada cewek yang nyari mas.” Ujarnya.

“Namanya?”

“Anindhita.” Satpam itu terlihat mengingat-ingat. Aku menghela nafas panjang.

“Anaknya kemana pak?” tanyaku sembari bersiap memakai helmku kembali.

“Katanya sih nunggu di depan unitnya mas Tama.”

“Oke, makasih ya pak.” Jawabku singkat sebelum bergegas menaiki lift menuju unitku. Sesampainya di depan unitku, Anin sedang duduk memeluk lutut di sebrang pintu. Kepala nya berayun pelan. Telinga nya disumpal penyuara telinga nirkabel. Aku berlari kearahnya. Anin melihatku lalu segera berdiri. Aku langsung menabrak tubuhnya, memeluknya erat. Wangi parfum cherry menusuk rongga hidungku. Anin membalas pelukanku.

I’m sorry, Anin. I’m really sorry.” Ucapku sembari memeluknya. Anin mengusap pungunggku dan mulai menangis. Aku melepaskan pelukannya dan membuka pintu unitku. Anin mengekorku masuk. Aku langsung duduk di meja komputerku. Anin masih berdiri di dekat meja dapur. Ia menyeka air matanya dengan lengan kaosnya. Hening. Hanya terdengar dengungan kipas pendingin cpu ku dan senggukan Anin.

“I can’t leave both of you..” kataku sembari berjalan memeluk Anin yang masih diam.

“Aku terlalu nyaman sama kamu, dan aku gak bisa gitu aja ninggalin Puci.” Aku berbicara di dekat telinganya. Anin kembali menangis, lalu melepas pelukanku.

Ia menggeleng pelan.

“Yang seharusnya dari awal minta maaf itu aku, Kak..” kata Anin.

“Dari awal.. aku.. aku cuma jadiin kakak pelarian....” aku mematung. Kaget.

“Aku sebenernya... udah.. pu..pu..punya pa....car...”

“Pertama kali kita ketemu di toilet, itu waktu aku lagi berantem sama pacar aku....
Aku habis nangis.. cuci muka.....
Terus ada kakak....”

Aku masih terdiam mematung. Seakan tidak percaya dengan yang aku dengar.

“Maafin Anin... cuman jadiin... kak..akk... pelarian.....
Maaf kak.... maaf....” tangisan Anin semakin menjadi-jadi. Aku yang tidak tau harus bagaimana hanya bisa memeluknya. Anin tidak membalas pelukanku.

“I’m happy for you.” bisikku lembut. Tangisan Anin semakin menjadi-jadi. Ia mendorong tubuhku menjauh, lalu segera berlari keluar. Aku yang tidak mempunyai kekuatan untuk mengejarnya hanya bisa duduk memeluk lutut. Menahan tangisanku.


Oh, ini rasanya sakit hati.


Aku segera mengambil dompet, kartu aksesku, dan kunci mobil. Berlari melewati tangga darurat menuju parkiran, lalu memacu mobilku keluar membelah jalanan sore hari ini.

break;
 
Terakhir diubah:
Bimabet
PART 9.5 – Narasi ditengah hujan


Sebuah Honda NSX keluaran Tahun 2016 berderu di sepanjang jalan. Matahari mulai tenggelam bersamaan dengan rintik hujan yang mulai turun. Sang pengemudi NSX masih berkonsentrasi menyetir meski fikiran dan hatinya sedang tidak baik. Sebuah lagu dari Tangga dengan judul Cinta Begini mengalun dari radio yang di putar. Kartu akses apartemen nya yang berwarna putih tergantung di spion tengah bersama dengan sebuah tali rami yang di bawahnya ada sebuah foto polaroid. Polaroid dari gadis dengan rambut pendek yang sedikit di atas bahu, beserta senyumnya yang khas. Melihat foto itu, sang pengemudi tidak dapat menahan air matanya lagi.


NSX dengan kombinasi warna hitam-putih itu berhenti di depan sebuah rumah. Sang pemilik rumah keluar, pun sang pengemudi. Mereka bertemu. Bersalaman. Lalu keluarlah seorang gadis. Gadis tinggi yang ada di foto polaroid itu tadi.


Rintik hujan mengubah intensitas nya menjadi sedikit deras. Mereka berdua masuk kedalam mobil. Sang gadis akhirnya menangis setelah melihat foto yang tergantung di spion tengah tadi. Sang pengemudi mengambil spidol kecil berwarna merah dari sakunya. Pengemudi itu menuliskan sesuatu dibawah foto itu, yang membuat sang gadis semakin menangis kencang. Hujan diluar semakin deras. Matahari sudah tenggelam. Mobil NSX itu melaju menuju sebuah mall.


Hujan masih deras. Mobil berhenti di area parkir vallet. Pengemudi itu mengenali salah satu petugas parkirnya. Sang gadis segera mencabut foto tadi, mencium pipi sang pengemudi, lalu berlali keluar dari mobil.


It’s always been you.


Pengemudi menghela nafas. Sesaat, ia sadar, jika setiap awal pasti akan ada akhir. Namun, akhir tersebut bukan selalu soal berhenti.


Akhir tersebut bisa saja permulaan sesuatu yang kita tidak tahu akan seperti apa.


Sesuatu itu, disebut cinta.
 
Terakhir diubah:
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd