Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA My Only Sunshine - TAMAT

Ini nih, suhu panutan
Alasannya bisa aja, bilangnya update bakal kesendat. Nyatanya lancar aja.
Pertahankan suhu
Pertamax gak ya ini?
Kan kita juga mengusahakan kak wkwkwkw
Pertamax diamankan~

Abis marathon nhh, gg juga story-lineya huu.

Ijin nitip sepatu huu hehehe
Wah, terimakasih kak sudah berkunjung. Boleh kak, mau sekalian tikernya kak?

Surti Tejo awkawkawk
Ini lagu emang biasa dinyanyiin wkwkwk

saya bisa merasakan cinta anin ke tama. ah jadi baper :(
Tujuan saya sebenarnya membuat orang baper kak~

Lanjut terus suhu :adek::semangat::mantap::cim::polisi:
Ditunggu ya kak lanjutannya~

puti bertepuk sebelah tangan :'(
gak tega rasanya :(
 
Menanti kelanjutan kisah anin di bandung bareng mas tama hu.... nice update dan kutunggu part selanjutnya dan semoga ada peran baru yang muncul hhee.
 
printf(“==PART 7==\n”);


Kiss and make, kiss kiss and make up~

Kiss and make, kiss kiss and make up~

Haven’t talked all morning

Bang my head, bang my head againts the wall~



Aku terbangun dari tidurku, namun mataku sulit untuk kubuka. Aku menikmati nada dering panggilan masuk di handphoneku sesaat sebelum mengangkatnya.


I’m scared, I’m fallin’

Losing all, losing all my control~

And I’m tired of talkin’, feel myself saying the same old things~



Oke, aku mulai terganggu. Tanganku bergerak menggapai handphoneku, menggeser gambar telfon berwarna hijau, lalu mendekatkan telingaku dengan benda yang baterainya tersisa 33% itu.

“Hai Halooooooooooo~” Penelfon tersebut memiliki suara yang sangat aku kenali. Aku hanya sedikit tersenyum mendengar suaranya. Suara dari seseorang yang sudah lama tidak mengobrol denganku.

“Hai.” Jawabku singkat dengan suara khas bangun tidur. Aku bangkit dari tempat tidur dan mengintip jendela sedikit.


Udah terang buset.


“Sedang apa dan dimana tukang listrik tapi banyak duit ini?” penelfon tersebut terdengar sangat antusias.

“Lagi di Bandung, kabur dari kabel dan hiruk pikuk Jakarta hahahaha.” Aku tertawa sembari mengambil segelas air lalu meminumnya. Penelfon tersebut ikut tertawa.

“Pantes Pucchi nanya aku kamu lagi dimana.”

“Hehehe, kenapa nih nelfon pagi-pagi di hari Minggu yang indah ini?”

“Burung-burung bernyanyian..”

“Matahari menampakan dirinya dengan percaya diri..”

“Dan di sebuah sudut rumah di bilangan Jakarta ada seorang gadis yang menatap keluar..”

“Sementara di Pajajaran ada seorang pria menatap seorang gadis yang sedang tidur di kasur yang semalam ia pakai untuk tidur..”

Setelah sebuah sajak singkat dan perkataanku barusan, tercipta keheningan diantara kami.

“APA APAAAANNNNN!!!” teriak sang penelfon disana. Aku menjauhkan handphoneku sedikit. Teriakan penelfon itu membuat Anin membuka mata sedikit.

Siapa? Tanya Anin tanpa bersuara.

“Anak ilang.” Jawabku. “Mau ngobrol?” tambahku. Anin kebingungan.

“Kamu kayaknya kenal deh.” Kataku. Anin mengambil handphoneku lalu mendekatkannya ke telinganya.

“Halo..”

“....”

“Eh, Aurel. Iya nih, aku lagi sama kak Tam hehe..”
23594692_1975180582769796_8997434182737068032_n.jpg

Ya, penelfon tersebut adalah Aurel, teman satu tim Anin di JKT48. Bagaimana aku bisa mengenalnya? Ah itu masalah nanti. Mereka mengobrol kurang lebih selama 10 menit, lalu Anin mengakhiri panggilannya dan menyerahkan handphoneku kembali. Anin sudah duduk di pinggir kasur, sembari menatap keluar jendela. Rambutnya sedikit berantakan.

“Kayaknya...” kata Anin. tertahan.
“..aku naroh perasaan di orang yang salah ya, kak?.” Aku diam, berfikir sejenak, lalu tertawa. Anin memutarkan badannya kearahku, lalu menunjukan raut wajah kesal. Aku menghampirinya dan menyentil hidungnya.

“Emang aku sama Aurel ada apa coba tebak?” tanyaku. Anin hanya diam, seperti berfikir, lalu menggeleng pelan.

“Nah, emang gitu, Anindhita. Aku sama Aurel gaada apa-apa.” Jawabku lalu berbaring di kasur dengan paha Anin sebagai bantalnya.
“Berarti sama Pucchi ada apa-apa dong?” skakmat. Ia menatapku. Aku sedikit membuang pandangan mataku, lalu membuka mulut.

---

10 Bulan lalu


Aku memandang kearah tower disebelah towerku lewat balkon. Tangan kananku memegang sebotol beer. Seseorang datang berdiri di sampingku, lalu menyalakan rokoknya, dan menghembuskan asapnya asal.

“Jadi, gimana?” tanya orang itu.

“Ah, ya gitu aja, om. Dari awal kita udah komitmen untuk hanya dekat tanpa menaruh sesuatu yang lebih.” Jawabku sembari meneguk beer favoritku yang berperisa jeruk tersebut. Ayah Pucchi tersenyum lalu menghisap rokoknya kembali.

“Tapi, kamu juga harus sadar..” ia menjeda ucapannya lalu menghembuskan asap dari rokok yang ia hisap tadi.

“Suatu saat, akan ada yang merasa kehilangan. Entah kamu, Pucchi, atau bahkan kalian berdua, tapi gaada yang berani bilang.”

“Iya, om. Kita berdua udah ngobrolin masalah ini kok.” Aku menjawabnya sembari tersenyum, lalu memandang lurus dari balkon apartemenku kearah dapur.

Disana ada Pucchi dan mamanya yang sedang memasak. Pucchi terlihat lucu mengenakan dengan kaos pink, hotpants dengan warna washed, dan sebuah bando berbentuk telinga kelinci untuk menahan rambutnya. Ayah Pucchi menatap kearah yang sama. Aku dan keluarga Pucchi memang sudah sepakat untuk makan-makan sederhana di apartemenku. Kasian, kamu kan tinggal sendiri, alasan mama Pucchi saat aku tanya alasannya.

“Dia tuh, aneh orangnya.” Ayah Pucchi membuka obrolan. Aku hanya mendengarkan.

“Dia suka cerita kalo habis diajak jalan sama kamu, dan suaranya excited banget.”

“Saya dan mamanya juga cuman ketawa-ketawa aja lihat anak kita cerita habis jalan sama cowo, hahahaha.”

Aku masih memperhatikan Pucchi.


Dasar.


“Ngomong-ngomong, ayah gimana Mas?” pertanyaan yang selalu berusaha aku hindari.

“Ya, mungkin masih gitu-gitu aja, om. Saya jarang ngobrol lagi sama ayah saya sejak kejadian dulu itu.”

Hening. Tidak ada percakapan antara kami. Kulihat Pucchi sedang menaruh beberapa piring di meja makan, selang beberapa saat ia menengok kearah kami berdua lalu memberi isyarat untuk masuk. Aku dan keluarga Pucchi makan dengan tenang, sesekali aku dan Pucchi tertawa oleh candaan ringan mama Pucchi. Setelah selesai, kedua orangtua Pucchi pamit untuk pulang terlebih dahulu, meninggalkan aku dan Pucchi berdua.


“Cuci piring?” tanyanya setelah selesai meneguk air bening es.

“Siapa takut!” balasku, lalu segera membawa beberapa piring ke tempat cuci piring. Kebiasaan kami, jika sudah seperti ini, tentulah mencuci piring yang harusnya hanya 10-15 menit, bisa memakan waktu sampai 45 menit.


Karena apa?


...


“Eh, kak, itu di hidungnya masih ada bekas sambelnya!” Pucchi mencolek ujung hidungku dengan tangannya yang masih di penuhi busa, lalu tertawa. Aku balas menempelkan busa yang ada di tanganku ke rambutnya.

“Curaaangg!!”

Begitulah, kami selalu bercanda di setiap apa yang kami kerjakan berdua. Pucchi seperti tidak ada beban ketika ia bersama denganku. Selesai mencuci piring, kami berdua langsung membaringkan badan di kasur. Pucchi menaruh kepalanya diatas dadaku. Aku menelan ludah. Belahan dadanya terlihat menantang.

“Kak..” Pucchi mengagetkanku yang sedang melamun.

“Can I be yours?” ucap Pucchi tiba-tiba. Aku kaget, namun segera kututupi dengan senyuman, lalu meraih gitar yang ada disampingku. Pucchi merubah posisinya menjadi duduk menghadapku, sementara aku masih tetap di posisi yang sama. Tanganku memetik senar gitar perlahan, menyusun chord sebuah lagu dari A Rocket to The Moon.




My eyes are no good, blind without her

The way she moves, I never doubt her

When she talks, she somehow creeps into my dreams


Pucchi menatapku sembari tersenyum. Senyuman yang bisa membuat siapa saja luluh, tak terkecuali aku.

She’s a doll, a catch, a winner

I’m in love and no beginner

Could ever grasp or understand just what she means


Mata kami bertemu. Aku tersenyum.


Baby, baby blue eyes

Stay with me by my side

‘Till the mornin’, through the night

Well baby, stand here, holdin’ my side

Close your baby blue eyes

Every moment feels right



I’m might look like a fool

But I’m the only one, dancin’ with you


Pucchi langsung menghambur ke pelukanku, menutup wajahnya dengan bahuku, lalu menangis. Aku yang kaget, mencoba membalas pelukannya sembari menaruh gitarku. Ia makin mengeratkan pelukannya. Tangisnya tidak kunjung berhenti. Aku mengelus punggungnya pelan. Kurasakan sebuah cinta yang tulus dari seorang Puti Nadhira untukku. Pelukannya mengendur. Aku meyeka air matanya dengan jariku, lalu jariku mengelus pelan pipinya.

“Kita kembali ke komitment kita, ya?” aku bertanya sembari tersenyum. Ia membalas senyumanku, lalu mengangguk mantap.


---

Anin tersenyum mendengar ceritaku. Senyumnya selalu membuatku gesrek. Aku balas sedikit nyengir.

“Kalo kita juga ciptain komitmen kita, berarti bisa dong kak?” Tanya Anin sembari bangkit dari kasur untuk minum. Aku berfikir sejenak.

“Bisa jaga emang?” tanyaku asal. Ia mengangguk mantap.

“Karena aku sayang kakak, kakak gaperlu bales perasaanku sekarang.” Kata Anin semangat, lalu memelukku dari arah belakang.

“Tapi, kalo nanti kakak mau bales perasaanku, gapapa kok.” Bisik Anin pelan lalu mencium pipi kananku. Aku tertawa.

“Komitmen macam apa..”

“Tapi setuju?” tanya Anin. Aku mengganti tawaku dengan senyuman, lalu mengangguk.


Anin merapatkan pelukannya. Ia kembali mencium pipi kananku, yang segera kubalas dengan mencium bibirnya. Lembut. Tidak ada nafsu. Aku berusaha meyampaikan perasaanku kepadanya. Sekarang.

Anin membalas dengan lembut. Ciuman kami terlepas.

“Kemana kita hari ini?” Tanyaku sembari menatap matanya.

“Masak, apa beli?”

“Sarapan?” Anin mengangguk.

“Masak!” aku segera bangkit lalu menarik tangan Anin menuju dapur. Anin hanya tertawa melihat tingkahku.

Di dapur, setelah kami membeli nasi putih di warung nasi sebelah, kami mulai memasak nasi goreng dengan bumbu seadanya. Sebelum mulai, Anin menghubungkan handphonenya dengan pengeras suara nirkabel, lalu memutar sebuah lagu dari Girlband terkenal dari negeri sana.


“BLACKPINK IN YOUR AREA!”
“BLACKPINK IN YOUR AREA!”


Teriak kami bersama saat lagu yang diputar Anin terdengar. Kami berdua hanya tertawa, dan mulai memasak sembari bernyanyi. Kadang, Anin menirukan gaya Lisa saat berada di part rap. Aku hanya tertawa melihat tingkahnya. Nasi goreng kami sudah matang bersama dengan bergantinya lagu. Cepat bukan? Jelas.

Kami duduk berhadapan di meja makan, berdoa, lalu mulai makan.

“Enak!” kataku saat menelan suapan pertama. Anin tersenyum, dan kami melanjutkan makan dengan diiringi alunan lagu dari American Pleasure Club yang berjudul all the lonely nights in your life. Selesai makan, kami memutuskan untuk mandi dan berencana untuk mengunjungi teman lama ayahku, yang dulu sangat dekat denganku.

---

Kami tiba di sebuah rumah di kawasan Antapani. Sebuah rumah sederhana, yang jika digambarkan mirip rumah seorang Milea. Aku mengetuk pintu rumahnya, sementara Anin masih menggandeng tanganku.

“Sebentaarr!” teriak seorang wanita dari dalam rumah. Pintu rumah terbuka. Terlihat seorang gadis tinggi dengan rambut tegerai, memakai dress tanpa lengan berwarna hitam dan hotpants. Wajahnya tidak berubah semenjak beberapa waktu lalu aku bertemu. Gadis itu tersenyum melihatku, namun kaget saat melihat Anin.






“A....A.....”






“KAK MANDA?!”

UUIL7ver_400x400.jpg


break;
 
Terakhir diubah:
Hai, halo kak!

Beberapa part kedepan mungkin akan sedikit adegan skidipapap nya ya kak, karena saya mau ngenalin hubungan karakter satu persatu, berkaitan dengan munculnya beberapa karakter hehehee:pandapeace:


"Katanya updatenya kehambat!!"

yaa, saya berusaha sebisa mungkin untuk nulis sih kak, jadi meski sedikit setidaknya bisa berlanjut terus hehehe~~


selamat menunggu update selanjutnya ya kak~~

tatatama_a
 
M.... Ma..... Man....... Man.......... :pandatakut:
Cebong kau, Tama (karna kampret sudah terlalu mainstream :pandaketawa:)
 
M.... Ma..... Man....... Man.......... :pandatakut:
Cebong kau, Tama (karna kampret sudah terlalu mainstream :pandaketawa:)
manda dimanda~ anak kambing saya~

Wah, ada Manda...
Semoga Manda juga digarap sama Tama, hehe
Hmm, semoga deh ya kak hehehe:goyang::goyang:

Ya Tuhan ada Aurel......ah sialan.
tadinya mau devi sih....

Jah... Nambah tokoh wanita lagi :aduh:

Ditunggu kelanjutannya :angel:
ditunggu ya kak, masih tahap nulis nih hehehe :kuat:

Wihh jangan jangan tama ini mafia waro kayak bang ads
Ah Tama cuman tukang listrik biasa kak :(

Oh ternyata ada beberapa memba yg diajak enak2 ni hehehe
Beberapa aja kak, kalo semua repot juga nulisnya eheheh :taimacan:

Hmm habis maraton kakak

Numpang nitip bakiak:mantap:
selamat datang kak, boleh kak, dinamain ya biar gak ilang~~
 
Void(PART 8);


“Nih, ayo minum dulu.” Manda menaruh 4 gelas jus jeruk. Anin terlihat masih shock mengetahui aku mengenal manda dengan baik. Aku daritadi hanya cengengesan. Aku mengambil gelas dan meneguknya sedikit. Seorang pria paruh baya datang dengan kursi rodanya. Aku segera membantunya untuk menuju ruang tamu.

“Makasih makasih hahahaha.” Pria tersebut tertawa. Wajahnya sudah sangat berkeriput, namun postur badannya masih cukup kekar.

“Sama-sama, pah.” Aku segera kembali ke tempat dudukku. Anin terlihat semakin bingung.

“Pah, ini Anin, temennya Manda. Anin, ini ayahnya Manda.” Anin bergegas menyalami pria itu. Kulihat Manda hanya tersenyum menyaksikan pemandangan ini.

“Nah, jadi, ada apa Dhika?” Anin kembali kaget ketika orang yang tadi kupanggil Pah itu memanggilku Dhika, bukan Tama.

“Ohiya, Dhika itu panggilan Tama diumah.” Papah langsung bereaksi melihat ekspresi Anin.

“Ah, enggak, kebetulan Dhika lagi di Bandung, jadi pingin main aja ke tempat Papah. Sudah lama sekali sepertinya hahahaha.” Jelasku diakhiri tawa.

“Kangen Papah, apa kangen aku?” goda Manda dari ujung meja. Kami bertiga tertawa, terkecuali Anin.

“Maaf, bukannya saya lancang, namun, kalian bertiga ini ada hubungan apa ya?” Tanya Anin diiringi dengan sebuah senyum dari Manda.

“Dulu, hampir 5 tahun yang lalu, waktu dia mutusin kabur dari rumah karena Ayahnya pake narkoba, dia ikut tinggal disini.” Kata Manda. Wajah Anin semakin kaget, sementara aku berusaha menenangkan kagetnya dengan menggenggam tangannya.

“Berhubung mama udah gaada, dan papah waktu itu mulai sakit-sakitan, jadi kita terbantu banget sama kehadiran Dhika di tengah-tengah kita. Dhika selalu bisa hibur aku, dan papah. Kita bertiga udah kelihatan kayak keluarga kandung gitu.” Manda menjelaskan dengan mata berkaca-kaca, aku hanya tersenyum memandangnya, sementara Papah mendengarkan sembari meminum es jeruk yang ada. Manda melanjutkan ceritanya.

“Kata Papah, Dhika itu 180 derajat dari Ayahnya. Ayah Dhika itu gak se humble Dhika. Itu yang membuat hubungan Papah sama Ayahnya Dhika jadi rusak, tapi enggak sama Dhika. Waktu Dhika kecil, Papah selalu ngajak aku waktu kerumah Dhika, biar aku bisa main sama dia.”

“Ah, sekarang aja bilang gitu, dulu aja diajak Dhika main diem kamu.” Papah menyauti. Manda memasang ekspresi gemas. Kami tertawa.

“Iya, Nin. Aku sama Dhika ini temenan dari kecil, jadi ya papah iya-iya aja waktu Dhika bilang mau numpang. Meskipun Dhika laki-laki, dia tuh rapih orangnya Nin.” Kata Manda. Anin menjadi pendengar setia, kadang merespon dengan Ohh atau tawa kecil saja. Manda semangat bercerita tentang cerita kita dulu. Aku dan papah hanya mendengarkan.

Kami menghabiskan hari itu dengan reuni keluarga kecil-kecilan. Makan, bermain di halaman, membersihkan perabotan rumah, dan lainnya. Tidak sadar waktu, matahari mulai terbenam di ufuk barat. Aku pamit pulang kepada papah, dan Manda. Namun, ada yang unik saat aku pamit ke Manda.

“Heh!” ucap Manda saat aku menuruni tangga depan rumah. Aku menoleh.

“Lupa?” tanya Manda lagi. Aku tertawa, lalu menghampirinya.

Manda mencium pipi kananku, lalu aku balas mencium pipi kirinya. Jika dilihat dari jauh, kita terlihat seperti sedang berciuman.

Cup.

Sebuah ciuman singkat dari Manda mendarat di bibirku yang segera aku balas.

Cup.


“Yaudah yak, bye Amandaa~” aku melambai kearah Manda lalu menggandeng tangan Anin. Di perjalanan, Anin bertanya sesuatu.

“Dulu, kakak pernah ada apa-apa ya sama Manda?”

Aku hanya tersenyum dari dalam helm.


***


PLOK

PLOK

PLOK



Suara benturan pahaku dengan pantatnya terdengar. Rambutnya berjatuhan kearah depan, sementara tanganku sibuk meremas toketnya kasar.

“Aaaahhh... Dhikkk... ENAAKKKK AAAHHHH.....” racau Manda tak karuan. Tangannya bertumpu pada tembok. Keringat mengucur deras dari tubuh kami berdua. Genjotanku pada lubang anusnya makin cepat.

“AAHHH... CEPETTIINNN... AAHHHH...... ENAAKKK DHIIKKK!!” Manda semakin berteriak tidak karuan. Aku mempercepat tempo genjotanku.

“Nakal ya minta di analin!” ucapku seraya menampar pantatnya.

“AAHHH!! KASARINNN!! KASARINN GUEE PLISS!!” rintih Manda. Aku langsung menciumi leher Manda dari belakang, sementara tanganku tetap meremas toketnya dengan kasar.

“AAHHH DHIKK.. GUE MAU..... AAHH!! DHIKKAAAAA!!!”


***

“Kak!” teriak Anin membuyarkan lamunanku.
“Eh, kenapa Nin?” tanyaku sembari membuka visor helm.
“Aku daritadi cerita ih! Gak di dengerin ya?!” Anin terdengar sedikit kesal dibelakang sana. Tidak mungkin juga aku bilang bahwa aku sedang melamun masa laluku dengan Manda.
“Gak kedengeran Nin, visor aku tadi ketutup.” Alibiku.
“iya juga ya..” Anin mengalah. Aku tertawa dalam hati.

---

Mobilku berhenti di depan rumah Anin. Aku menoleh kearahnya, dia masih tertidur. Karena tidak tega membangunkannya, aku menurunkan kaca mobilku sedikit, lalu berjalan keluar. Terdengar suara adzan Subuh dari kejauhan.

Udah subuh aje. Kirain masih jam 3 an.

Aku mengambil gawaiku, dan membuka kunci layarnya dengan pola. Sebuah pola yang membuat handphoneku keluar dari mode publicnya. Setelah layarnya memuat sebentar, terlihat gambar latar yang membuatku sedikit tersenyum. Latarnya sebuah terminal kedatangan sebuah bandara, ditengah-tengahnya ada 2 orang manusia sedang berpelukan. Aku dan Pucchi. Saat itu, aku menjemput Pucchi bersama ayahnya, dan ternyata ayah Pucchi iseng mengambil foto saat kami berpelukan ditengah-tengah orang yang lalu lalang.

Air mataku menetes mengingat kejadian itu, lalu segera berpindah dari mode private menjadi mode public dengan menempelkan sidik jariku di sensor sidik jari handphoneku. Wallpaper berubah, menampilkan deretan beberapa motor yang tengah terparkir di depan sebuah warung di kawasan Lembang. Aku menghela nafas, lalu menengok kebelakang, melihat apakah Anin sudah bangun atau belum. Terlihat dia sedang mengucek-ngucek matanya. Rupanya, ia tidak sadar sudah tiba di depan rumahnya.

“Selamat subuh, putri tidur.” Sapaku dari kacanya. Anin tersenyum dengan mata terpejam.
“Dimana ini?” Anin belum sadar tengah berada dimana, aku tertawa kecil, lalu membukakan pintunya.
“Rumah siapa ini?” tanyaku sembari memutar badan Anin menghadap pintu rumahnya.
“Hehehe.”

Anin berpamitan, mengucapkan terimakasih, lalu memelukku erat. Lama sekali. Kurasakan kaos yang aku kenakan mulai basah.

Anin menangis.

“Please. Don’t go, kak.” Ucapnya ditengah tangisnya di dadaku. Aku mengelus kepalanya. Pandanganku kosong kedepan.

“I’m not good at promising.” Balasku. Anin melepas pelukannya, dan menyeka air matanya menggunakan kaosnya, lalu tersenyum.

“I know you won’t.” aku balas dengan tertawa. Anin segera melangkah masuk menuju rumahnya.


Kiss and make, kiss kiss and make up
Kiss and make, kiss kiss and make up~




Sesaat setelah memacu mobil meninggalkan rumah Anin, handphoneku berdering. Karena terhubung dengan bluetooth di mobil, aku tidak perlu repot merogoh saku.

Tap.


“Bli~” ucap sang penelfon. Aku tersenyum mendengar suaranya.

“Iya? Kenapa gek?” aku bertanya kepada sang penelfon, yang dari jawabannya membuatku memacu mobilku lebih cepat menuju apartemen.


-----



BRAK!

Aurel menutup pintu apartemenku dengan kencang, sementara bibirnya masih melumat bibirku dengan nafsunya. Tangannya berusaha melepas sabukku, sementara tanganku sibuk meremas pantatnya.

“Hmph..” desahan Aurel tertahan ciuman kami. Liur hasil percumbuan kami sudah belepotan kemana-mana. Ciumanku turun ke lehernya yang putih mulus itu, tanganku berusaha mengangkat kaosnya.

“AAhhh.. Kakk...”

Kami berhenti di meja dapurku yang kosong. Ku baringkan Aurel diatas meja dapur itu. Sesaat ia tersenyum kearahku, lalu berinisiatif melepas cardigan dan kaos yang sedang ia pakai. Terlihat toketnya yang menantang terbungkus bh berwarna biru. Aurel menarik kepalaku mendekat, lalu kembali menciumku. Tanganku yang menganggur ku gunakan untuk melepas hotpants yang ia pakai.

“Did you miss me?” bisik Aurel manja.

“Always.” Balasku berbisik. Aurel melepas bhnya dan melempar ke sembarang arah. Terlihat dua buah dadanya yang tidak terlalu besar namun juga tidak terlalu kecil. Segera kulahap dengan rakus toketnya.

“Ahh.. gelii.... AARRGHhhh...” racau Aurel. Tanganya bergerilya di dalam celana jeansku.

“Lepasin aja kali.” Tawarku padanya. Ia mengangkat badannya, lalu tangannya bergerak melepas celana jeansku beserta cdku. Penisku menegak dengan sempurna. Tangan Aurel bergerak mengocok penisku, sementara aku yang tidak mau kalah berusaha melepas cd yang masih Aurel kenakan.

“Langsung main course aja ya kak, aku gabisa lama-lama.” Kata Aurel dengan nafas memburu. Nafsunya sudah di ubun-ubun rupanya.

“Gak mau dijilat-jilatin dulu gitu?” tanyaku sembari menggerakan jari telunjukku ke bibir vaginanya yang sudah sangat basah. Ia menggeleng pelan lalu tersenyum manis sekali. Matanya sayu, pipinya memerah. Aku kembali menciumnya...


Bles


“HMMPPhhhh..” desahan Aurel tertahan ciumanku. Badannya sedikit menegang, namun segera melemas kembali. Aku mulai menggenjotnya pelan.

“Ahh... Ahhhh... Enak..... Ahhh..” desah Aurel seirama dengan genjotanku. Aku bergegas melahap toketnya, menjilatinya dengan penuh nafsu, sesekali menggigit kecil putingnya.

“AHH!! Ci cegut lagi cang daar!” protes Aurel dengan logatnya yang khas.

Da lali nginem.” Balasku sembari menjulurkan lidah. Aurel yang ingin protes tidak sempat melontarkan makian nya karena genjotanku makin cepat.

“Ehmmmh... iiyaahhh.... aahhh..” racau Aurel tak karuan. Genjotanku yang semakin lama semakin cepat membuat Aurel menggeleng kanan-kiri.

"Ahh.. Kak... TamAAhh.. Enakk..."
Aku yang semakin bernafsu mendengar desahan Aurel, segera meremas toketnya yang sudah basah oleh keringatnya itu. Putingnya aku plintir dengan mudah, membuat Aurel sedikit meronta.


“Kakk... Ahhhh.. Aku..mau.....keluaaaARRRGGHHH....”
“Bareng... ahh.. aa...AUREELLLL”
“TAMAAAAA..”

Crot
Crot
Crot
Crot



Serr
Serrr
Serr
Serr


Kami orgasme berbarengan, sialnya aku lupa mencabut penisku. Aku sedikit panik mengetahui aku membuang spermaku didalam rahimnya. Tangan Aurel bergerak mengusap pipiku.

“Tenang aja, aku aman kok.” Jelasnya seperti mengetahui kekhawatiranku. Aku langsung merasa lega mendengarnya dan segera mencabut penisku. Aurel turun dari meja dan berjongkok di hadapanku lalu segera mengulum penisku.

“Biar bersih.” Katanya setelah selesai menjilati penisku sebentar. Ia langsung memunggut semua pakaiannya lalu segera menuju kamar mandi. Aku iseng mengikutinya, namun segera ditahan olehnya.

“No more for today.” Ucapnya singkat diiringi sebuah senyuman. Aku kembali mengenakan celanaku, dan mengambil beer kaleng favoritku dari kulkas. Selesai mandi dan memakai pakaiannya kembali, Aurel pamit untuk pulang dari apartemenku.

Ya, begitulah hubunganku dengan Aurel. Sebatas menjadi sex partner, tanpa menaruh perasaan didalamnya. Karena, diam-diam Aurel juga sudah punya pacar, pun ia tau kalo aku sudah bersama Pucchi.

Eh.
Emm,
Bukan seperti itu maksudnya.

Aurel juga tau kalo aku dekat dengan Pucchi.

Aku berjalan menuju kamar mandi, melepas celanaku, dan memutar shower air hangat untuk sekedar menyegarkan tubuh. Fikiranku menalar jauh. Dalam waktu singkat, aku bisa kenal dengan Anin, kembali bercinta dengan Aurel, menatap Manda yang dari matanya sudah jelas bahwa ia rindu kepadaku, dan....

Pucchi?

Ah, dia selalu punya tempat spesial di hatiku.


“Maafin aku ya, Anin.”



***

Intro Bangarang membangunkanku dari tidur lelapku. Sepulangnya Aurel kemarin, aku memutuskan untuk tidur karena hari juga sudah malam. Mataku perlahan kubuka. Dengan sedikit malas aku berjalan turun dari kasurku yang langsung disambut nyala monitor komputerku. Seperti biasa, ia hanya menampilkan apa yang harus aku kerjakan hari ini dan disambut dengan suara mesin cappucino pemberian seseorang di masa lalu. Tanganku meraih gagang pintu kamar mandi, namun terkunci. Tandanya ada seseorang didalam. Aku yang kebingungan segera menoleh ke arah gantungan di dekat pintu, dan mendapati sebuah duplikat kartu akses yang aku kenali dari lanyard nya. Lanyard berwarna pink favoritnya. Disamping kartu akses duplikat itu, ada kartu aksesku yang diberi lanyard juga, namun dengan warna navy.

“Put, aku pingin pipis.” Aku berbicara dengan sedikit malas kepada seseorang yang ada di dalam kamar mandiku.

”Bentar!” teriaknya. Aku hanya menghela nafas. Sesaat kemudian, pintu kamar mandi terbuka. Sosok itu tersenyum. Lucu sekali senyumnya.

“Hai, kak!” kata Puci. Aku balas dengan sebuah senyuman, lalu mencium pipinya sebentar. Puci menggeser badannya dan berjalan keluar, sementara aku menuntaskan hasrat ingin kencing di pagi hari. Setelah selesai kencing, mencuci muka, dan sikat gigi seadanya, aku berjalan keluar. Terlihat Puci sedang memainkan gitar hitam dengan tanda-tangan dari sebuah spidol berwarna silver.

Tanda tangannya.


“Nyanyi kak!” Puci mulai memetik gitar, memainkan sebuah intro dari lagu yang sempat naik daun.



I met you in the dark, you lit me up
You made me feel as though I was enough
We danced the night away, we drank too much
I held your hair back when
You were throwing up



Puci tersenyum memandangku yang sedang bernyanyi sembari mengoleskan selai di roti yang sudah aku bakar sebelumnya. Ia melanjutkan nyanyianku.


Then you smiled over your shoulder
For a minute, I was stone-cold sober
I pulled you closer to my chest
And you asked me to stay over
I said, I already told ya
I think that you should get some rest



Aku menaruh piring berisi 4 potong roti bakar dengan selai coklat favorit kami. Kami melanjutkan bernyanyi bersama.


I knew I loved you then, but you'd never know
'Cause I played it cool when I was scared of letting go
I know I needed you, but I never showed
But I wanna stay with you until we're grey and old
Just say you won't let go
Just say you won't let go



Kami tertawa. Iya. Kami.



I'll wake you up with some breakfast in bed
I'll bring you coffee with a kiss on your head
And I'll take the kids to school
Wave them goodbye
And I'll thank my lucky stars for that night



Senyum Puci merekah. Senyum yang selalu aku rindukan.

Ia yang berhasil membuatku jatuh cinta.



When you looked over your shoulder
For a minute, I forget that I'm older
I wanna dance with you right now
Oh, and you look as beautiful as ever
And I swear that everyday'll get better
You make me feel this way somehow


I'm so in love with you
And I hope you know
Darling your love is more than worth its weight in gold
We've come so far my dear
Look how we've grown
And I wanna stay with you until we're grey and old
Just say you won't let go
Just say you won't let go




I wanna live with you
Even when we're ghosts
'Cause you were always there for me when I needed you most



Petikan gitar Puci terhenti.

“Accapella ya!” katanya. Aku hanya tersenyum mengangguk.





I'm gonna love you till
My lungs give out
I promise till death we part like in our vows
So I wrote this song for you, now everybody knows
Finally it's just you and me till we're grey and old
Just say you won't let go
Just say you won't let go


Just say you won't let go
Oh, just say you won't let go





Puci menghambur ke pelukanku. Menangis. Aku yang sedang mengunyah roti kaget, namun berusaha membalas pelukannya. Tangisan Puci semakin keras saat aku mengelus puncak kepalanya.


“Please, don’t leave me, kak.” Katanya ditengah tangisannya. Aku terdiam. Sejenak terbayang wajah lucu Anin di benakku.




Anin, I’m sorry.



















“No, I won’t leave you, Puti Nadhira Azalia.”


break;
 
Hai, halo kak!

Update dulu deh, sebelum ditagih-tagih.
pede banget kayak ada yang nagih :D


Hmm, apakah akhirnya Anin bakal bertepuk sebelah tangan ketika Pucchi bertepuk tangan ya? Tama jahat banget :(
By the way, selamat membaca updatenya ya kak. Sekalian saya pamit menghilang beberapa saat untuk menyelesaikan paper 3 biji yang sedang saya garap hehe ^^



see u!
tatatama_a
 
Bimabet
Man... :pandatakut:
Eh, salah.
Anin! Kamu kok kasihan banget sih, udahlah sama ...... aja :pandaketawa:

NB: Ada Manda, ada Aurel?
Kok saya jadi keinget cerita legend di cerbung ya?
Tinggal nambahin satu nama lagi sih (yang kebetulan juga namanya itu mirip nama member juga :pandaketawa: )
 
Terakhir diubah:
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd