Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT My HEROINE [by Arczre]

Siapakah Tokoh yang Paling disuka?

  • Jung Han Jeong

  • Yuda Zulkarnain

  • Hana Fadeva Hendrajaya

  • Ryu Matsumoto

  • Azkiya a.k.a Brooke

  • Rina Takeda

  • Jung Ji Moon

  • Ray

  • Astarot

  • Putra Nagarawan


Hasil hanya dapat dilihat setelah memilih.
kalau Yuda anaknya Jaka a.k.a Arci berarti Isna juga udah tua dong

Apa Isna emang bakal ada lagi ? :bingung:


Eh iya ya, baru sadar,
Isna pastinya udah tua,
Dan harusnya dia punya anak,
Soalnya terakhir kan di hableh terus tuh ama si rasyid,
:dansa:
 
kan ibunya Rey udah kehilangan kekuatanya buat bagi ke anak2. ngomong2 apa masih ada yg bisa ngendali'in elemen lagi gak? selain anak2nya Rey. :mancing: sop iler lagi :D
 
yaelah, samurai suitnya berarti kembangan jepang donk...

kirain satu gen sama black suit...

gnome x dipake yuda kayaknya
 
O.M.G..
gara2 cerita ini gw akses Semprot 10x lebih dr siang utk nungguin update..
teganya dikau om Arci.. hiks.. :((
 
BAB IV: MY NOTES

1fd9a1382649111.jpg


ab1fcb382096687.jpg

#PoV Hana#

Kenalkan, namaku Hana Fadeva Hendrajaya. Papaku adalah salah satu pewaris perusahaan M-Tech Mobile Industries. Perusahaan terbesar milik orang terkaya di negeri ini, Faiz Hendrajaya yaitu kakeku sendiri. Dan ayahku adalah Faiz Hendrajaya Junior. Dan mereka berdua masih hidup. Hanya saja, kecelakaan terjadi kepada ayahku sehingga beliau tidak bisa jalan.

Mamaku mantan agen rahasia negara ini. Sama seperti mamanya Han Jeong. Cuma beda negara aja sih. Sejak kecil aku sudah pakai kacamata, karena terlalu cinta ama buku, aku membaca banyak buku sampai lupa waktu. Papaku dulu adalah orang dibalik kostum Black Knight. Bagaimana ini semua bisa terjadi?

Hmmm....cukup rumit sebenarnya. Papa sendiri sudah mengetahui ada yang tidak beres dengan kakinya. Dokter pun menyarankan bahwa beliau jangan banyak gerak, tapi tetap aja nekad. Karena kata papa, tidak ada yang bisa memakai Hypersuit selain dirinya. Hypersuit memakai teknologi penguncian DNA, tanpa kode DNA papa, maka tak ada orang yang bisa memakainya.

Hari itu papa pun menemui profesor Andy. Aku diajak juga saat itu, juga Han Jeong dan Om Hiro.

"Profesor, kamu tahu sendiri kondisiku seperti ini. Respon otakku untuk memerintahkan kakiku agar bergerak sangat lambat. Aku tak mau ketika nanti melawan penjahat malah aku sendiri yang binasa," kata papa.

"Jadi, maksudnya Hypersuit diberikan kepada orang lain?" tanya Profesor Andy.

"Iya, tolonglah. Kamu lihat sendiri sekarang ini aku jalan memakai tongkat," ujar papa.

Iya, papa saat itu memakai tongkat. Beliau sudah tiga bulan ini berjalan memakai tongkat, bahkan besar kemungkinan setelah ini beliau tak lagi bisa menggunakan kakinya untuk selama-lamanya. Aku cukup kasihan ama papa, sebab papa sangat depresi ketika terjadi masalah ini. Aku dan mama serta adik-adikku berusaha sekuat tenaga untuk bisa membuat papa bangkit saat itu. Beliau tetap melanjutkan project Hypersuit ini sekalipun tanpa kehadiran dirinya sebagai Black Knight. Bahkan semangatnya juga seperti orang gila, siang dan malam memikirkan bug-bug yang ada pada baju tempur ini.

Memang uang papa nggak terbatas, keuntungan dari seperempat perusahaan M-Tech benar-benar bisa untuk menjadikan Black Knight seperti apa yang papa inginkan. Dan kini ketika beliau sadari bahwa sudah tidak mungkin lagi memakai baju tempur ini beliau pun awalnya memilih aku.

"Hana, kamu bisa menjadi Black Knight?" tanya papa.

"Nggak deh pa, aku lemah soalnya. Aku lari 100 meter aja pingsan. Nggak deh," jawabku.

"Ayolah Hana, harus ada yang menjadi Black Knight. Aku tak bisa menjatuhkan pilihan kepada Zafran dan Anisa, kamu yang paling tua soalnya," kata papa.

Aku menggeleng, "Papa, sudah aku bilang aku nggak bisa. Papa juga tahu kondisiku seperti apa sekarang ini."

"Hana, dengarkan dunia ini butuh pahlawan. Dan ini salah satu kesempatanmu untuk bisa menolong mereka yang lemah. Ayolah, aku yakin kamu bisa. Soal lari nggak masalah kecepatanmu akan berlipat ganda. Kekuatanmu akan berlipat ganda," papa tetap membujukku.

"Tapi tetap saja pa, nggak bisa. Apakah harus dengan menjadi Black Knight untuk menolong dunia ini?"

Papa kemudian duduk di kursi. Beliau sepertinya menyerah untuk membujukku. Beliau tahu keadaanku seperti apa. Maka dari itulah beliau ke tempat Profesor Andy membawa Hiro dan Han Jeong. Han Jeong sedari tadi diam saja sama Om Hiro. Papa pun melirik ke Om Hiro.

"Ah, kalau kamu ingin aku yang memakainya nggak deh," kata Om Hiro.

"Ayolah Hiro, siapa lagi sekarang yang bisa memakainya?" tanya papa.

"Keluarga ayah itu banyak lho, masa' kandidatnya cuma ini aja?" tanya adiknya papa.

"Berdasarkan kode DNA, hanya tiga orang yang kode DNA-nya paling mendekatiku. Kamu, Han Jeong, dan Hana."

"Mendekati? Maksudnya?"

"Sebenarnya bisa saja orang lain yang memakai Hypersuit ini. Permasalahannya adalah algoritma untuk kode DNA-nya lebih mudah untuk diubah dengan algoritma kode DNAmu, Hana dan Han Jeong. Mungkin itu sebabnya ayah memakai kode DNA kita untuk membuka server M-Tech."

"Oh itu sebabnya," Om Hiro menoleh ke arah Han Jeong yang kebingungan.

"Bagaimana?" tanya papa.

"Aku tetap tak bisa. Aku menyelamatkan dunia itu pakai ini Mas!" Om Hiro memamerkan otot lengannya yang berotot. "Tanpa Hypersuit aku masih bisa menghancurkan apapun dengan pukulanku."

"Ya ya ya, kamu sering berlatih mukul-mukul nggak jelas," kata papa.

"Hehehe, nah tuh udah tahu. Hmm...bagaimana kalau kamu Han Jeong?" Om Hiro bertanya ke Han Jeong.

"Haa? aku?" Han Jeong menunjuk dirinya sendiri sambil menampilkan raut wajah yang masih bingung. Tentu saja bingung karena ia baru saja tahu bahwa ia termasuk keluarga super hero. "Kenapa aku?"

"Mungkin aku bisa mendampingi Jung untuk memakai Hypersuit, ia banyak cerobohnya. Papa, aku punya ide. Kalau boleh aku ingin jadi operator buat Han Jeong," usulku.

"Eh, tunggu, tunggu! Aku belum bilang setuju lho!" kata Han Jeong.

"Han Jeong jadi Black Knight??" gumam papa. "Ah...ide bagus. Han Jeong, nilai olahragamu paling baik bukan?"

"I...iya Om," jawab Han Jeong.

"Apalagi kamu bisa beladiri. Kalau begitu aku setuju," kata papa.

"Haaaaaaaaaaahhh??? Sebentar sebentar! Ini terlalu mendadak. Aku nggak siap," Han Jeong panik.

"Han Jeong, hei...dengarkan papa!" Om Hiro mulai membujuk. "Aku tahu ini berat bagimu, tapi ini kesempatanmu buat nolong orang. Papa tahu, kamu ini orang yang punya rasa keadilan tinggi. Papa yakin kamu bisa menjadi seorang superhero. Ini kesempatan langka. Berapa banyak orang yang ada di luar sana yang punya rasa keadilan tinggi tapi selalu terbatas dengan kekuatan yang ada pada dirinya. Sekarang, kamu punya kesempatan ini. Kalau misalnya papa adalah kamu, maka papa akan ambil kesempatan ini."

Mata Han Jeong berkaca-kaca, "Tapi pa,... apa Han Jeong bisa?"

"Bisa, papa yakin kamu bisa. Dan yang pasti mamamu akan bangga kamu memakai Hypersuit ini. Terlebih lagi kakek. Kamu pasti ingin memberikan kejutan kepada kakek dan nenek bukan?"

"Papaaa....!" Han Jeong memeluk papanya sambil menangis. "Tapi pa...kalau nanti Han Jeong pake hypersuit itu, gimana bisa dapat cowok??"

Hampir saja aku menjatuhkan kepalaku ke lantai mendengar perkataan Han Jeong.

"Lha? Kan kamu tetep bisa jadi manusia normal," kata Om Hiro.

"Aku aja nggak jadi Black Knight saja susah cari cowok seperti papa. Apalagi kalau sampai jadi Black Knight??"

Dalam hati aku tertawa terbahak-bahak. Hanya seutas senyum saja yang bisa aku tampakkan. Om Hiro mengelus-elus pundak Han Jeong. Dia memang sangat sayang kepada anak pertamanya itu dan selalu dimanja olehnya. Tapi memang benar mungkin karena rasa sayang yang sangat besar diberikan papanya ke Han Jeong, hal itu membuat Han Jeong benar-benar melihat Om Hiro sebagai sosok pria sejati.

Dan sejak saat itu setelah dibujuk oleh Om Hiro, akhirnya Han Jeong mau. Tapi dengan satu syarat ia tak mau jauh dari aku. Dan aku harus mendampingi dia dalam tugasnya menjadi Black Knight. Aku sih oke oke aja selama nggak terjun langsung ke lapangan. Hasilnya Han Jeong selalu terlibat bahaya. Dan dia menggerutu tiap kali berubah.

"Ribet, kenapa harus pake empat gelang? Kenapa nggak pake sesuatu yang lebih praktis?"

Sudahlah Han Jeong, aku juga bingung. Tapi sejujurnya Profesor Andy sedang berusaha keras untuk itu. Beliau siang dan malam berusaha membuat bagaimana agar Black Knight lebih praktis dipakai. Sempat kepikiran Hypersuit langsung jadi aja, tapi malah terlihat menyolok nantinya. Aku kira, penelitian profesor sudah hampir menemukan hasilnya.

Selagi profesor sibuk dengan eksperimennya untuk membuat cara berubah yang lebih praktis, aku akhir-akhir ini disibukkan dengan sistem operasi yang ada pada Hypersuit ini. Sangat lemah. Aku sampai khawatir kalau-kalau ada orang iseng yang bisa menjebol keamanan Hypersuit ini. Aku pun membuat pertahanan di sekuriti sistem operasinya. Maka dari itulah, sejak Han Jeong sibuk berada di jalanan membela kebenaran, aku tiap hari sibuk untuk memeriksa dan membuat keamanan. Hanya saja mungkin itu tak terlalu lama. Masalahnya adalah aku dan Han Jeong terhubung lewat sebuah jaringan internet.

Jadi sistem yang ada sekarang adalah ketika aku mengirimkan perintah ke baju tempur Black Knight, sejatinya aku mengirimkan perintah itu melalui gelombang elektromagnetik. Kemudian masuk ke dalam jaringan internet, lalu sampai ke Hypersuit. Semuanya dalam bentuk enkripsi. Dan permasalahannya tidak hanya itu, setiap kali Han Jeong pergi menjadi Black Knight, aku selalu membendung orang-orang yang berusaha menghack sistem operasi Black Knight. Hampir selalu.

Tentu saja sebagian besar hacker dan cracker akan tertarik melihat transaksi data kami. Enkripsiannya benar-benar membuat tantangan tersendiri bagi mereka. Profesor Andy cukup senang dengan kerja kerasku selama ini, tapi dia juga khawatir aku tak mampu mengatasinya. Maka dari itu, ketika aku ada kesulitan segera aku menghubungi profesor Andy untuk membantuku. Dan selama aku menjadi operator Black Knight, tak pernah ada kejadian yang gawat.

Tapi terus terang, akhir-akhir ini perasaanku tidak enak. Terutama ketika ada masalah robot mengamuk kemarin itu. Serangan demi serangan makin banyak. Bahkan sekarang sedikit lebih parah dari sebelumnya, para hacker dan cracker itu sudah benar-benar berani untuk menjebol server kami. Profesor Andy dan aku merasakannya. Kami juga bertanya-tanya tentang apa itu Project Titan? Papa dan Mama juga tak tahu tentang masalah ini, mereka cukup terkejut mendengarkannya.

Malam ini bukan malam biasa. Setelah kejadian yang teramat aneh tadi sehabis pesta dansa, aku pulang mengantarkan Han Jeong. Agaknya ada sesuatu yang Han Jeong sembunyikan dariku.

"Kamu kenapa?" tanyaku.

"Aku lupa ngambil sepatuku," jawabnya sambil matanya berkaca-kaca.

"Heeeeh???" kataku sambil mengerem mendadak. Han Jeong sampai terkejut.

"Nah, kaaan? Kamu emang ceroboh, bener yang dikatakan Ryu. Ya udah deh kita balik," kataku.

"Nggak usah deh, besok aku mau beli lagi. Lagian tadi pasti rusak karena aku buat nimpukin itu robot," katanya enteng. Aku kembali menarik gas mobilku.

"Kau sendiri sih aneh, sepatu high heels dibuat nimpuk robot. Ya mana mempan? Lempar tuh granat, baru mempan."

"Hana, udahlah."

"Kemana tadi Yuda? Kamu bertengkar lagi ama dia?"

Han Jeong mengangguk.

"Dari dulu bertengkar terus, bertengkar terus. Kapan sih kalian akurnya? Malah mirip suami istri tiap kali ketemu bertengkar terus."

"Dianya yang rese'. Sebel aku, udah ah, jangan ngomongin dia lagi. Kepengen nonjok Yuda rasanya. Aku benci banget ama dia."

"Eh, Jung. Kata orang benci ama cinta itu bedanya tipis, setipis kain sutera."

"Aku tonjok nih kamu."

"Lho, akukan cuma bilang fakta. Sekarang coba deh kamu lihat diri sendiri. Selama ini berapa cowok yang mau deketin kamu?"

"Nggak ada."

"Yakin nggak ada?"

Han Jeong lalu berpikir keras.

"Nggak tahu. Nggak pernah lihat ada cowok yang berusaha pedekate ke aku."

"Kamu tahu permasalahannya?"

Han Jeong menggeleng.

"Tersebar gosip di sekolah, kalau Yuda itu senang berkelahi. Apalagi buat membela orang-orang yang lemah dan yang suka dibully. Beberapa waktu lalu dia pernah menghajar kakak seniornya gara-gara melakukan pembully-an. Dihajar sampai masuk rumah sakit. Tapi tak ada yang mau melaporkan hal itu. Aku mencoba menyelidikinya dan memang benar kisahnya. Kamu tahu Wawan anak kelas XII yang juga seniornya Jordan di klub basket?"

Han Jeong mengangguk, "Iya, aku tahu. Bukannya dia katanya kecelakaan?"

"Itu cuma rumor, yang benar dia dihajar ama Yuda."

"Gila ya itu anak."

"Nah, gara-gara sering berkelahi itu, apalagi Yuda deket ama kamu, cowok-cowok itu takut buat deketin kamu. Apalagi si Yuda emang cowok jagoan di sekolah ini. Kamu juga disentuh cowok langsung dibanting, langsung mukul, gimana mereka bisa deketin kamu coba?"

Han Jeong menghela nafas. "Kebanyakan latihan silat kali, aku jadi seperti ini. Tapi mau gimana lagi, aku tetep harus latihan terus, apalagi dengan tugas seberat ini."

"Kalian tadi bertengkar soal apa emangnya?"

Han Jeong menerawang, "Apa ya? Aku lupa."

"Aduh! Kamu ini, bertengkar ama Yuda sampai lupa masalah apa?"

"Mmm...sebentar, oh iya. Kami bertengkar soal....." Han Jeong nggak meneruskan.

"Soal apa?"

"Aduh, kaya'nya aku deh yang salah. Hana, muter dulu deh. Temui Yuda. Dia kan jalan kaki tadi. Kalau nggak ketemu di jalanan ya langsung samperin ke rumahnya aja deh."

"Heh? Malem-malem begini datang ke rumahnya cowok? Yang bener aja?"

"Udahlah ayoo!"

"Iya iya!"

Aku putar mobilku menuju tempat yang berlawanan. Kami melewati jalanan yang sama lagi tapi kali ini menuju ke rumahnya Yuda. Tak berapa lama kemudian Han Jeong menunjuk ke pinggir jalan.

"Itu...itu! Itu Yuda! Hana, berhenti dulu!" katanya.

Aku pun mengurangi kecepatan mobilku dan berjalan pelan di sebelah kiri. Seorang pemuda dengan baju jas necis tampak berlajan sambil memasukkan kedua tangannya di dalam saku celana. Ketika mobilku berjalan di sampingnya ia menoleh ke arahku. Mobil aku hentikan, Han Jeong segera keluar.

Aku pun menguping pembicaraan mereka. Lucu juga melihat Han Jeong tanpa alas kaki keluar dari mobil.

"Yud, bentar Yud!" panggil Han Jeong.

Yuda menghentikan langkahnya. Dia melihatku di mobil. Aku melambai kepadanya. Han Jeong kemudian menarik nafas dalam-dalam.

"Sorry, yang tadi. Aku minta maaf," kata Han Jeong.

"Perlu? Besok paling kita juga bertengkar lagi," kata Yuda.

"Ayolah Yud, tadi itu salahku nggak bilang terima kasih tapi malah egois."

Yuda terdiam. Dia menghela nafas. Kemudian melihat kakinya Han Jeong yang tanpa alas.

"Mana sepatumu?" tanya Yuda.

"Haknya patah tadi, jadinya aku buang," jawab Han Jeong. Ya nggak mungkin kan dia bilang ngelempar sepatunya ke kepala robot. "Kamu maafin aku?"

Yuda mengangguk, "Iya, aku maafin kamu. Dan aku ingin bilang satu hal juga ama kamu."

"Apaan?"

"Maaf sebelumnya," kata Yuda. Ia tiba-tiba memegang bahu Han Jeong. Oh My God. Dia mau mencium Han Jeong?? Aku melongo melihat itu. "Nggak jadi deh, oke. Aku maafin."

Yaaaaah.....penonton kecewa. Kukira tadi mau kissing. Halah. Aku tinggalin aja deh mereka. Aku melempar ransel Han Jeong keluar mobil.

"Aku tinggalin kalian aja yah, bosen nunggu orang pacaran," kataku, lalu segera menekan gas pergi dari tempat itu.

"Eh, Hana! Hana!? Tunggu!" aku tak peduli panggilan Han Jeong.

Dasar mereka berdua. Udah sama-sama suka gitu lho. Hadeeeh.....ya udah deh. Apakah mereka akan berlanjut? Kita lihat saja nanti.

Aku segera pulang ke rumah. Begitu sampai rumah satpam penjaga rumah pun langsung membukakan pintunya untukku. Aku langsung menuju ke garasi dan memarkir mobil di sana. Setelah menekan lock di kunci aku segera masuk ke rumah. Papa tampak sedang duduk sambil memainkan gadgetnya. Melihatku datang ia langsung menyambutku.

"Hana, udah pulang?" sapa papa.

"Iya pa," kataku. Aku segera mencium pipinya.

Ada hal yang ingin aku tanyakan sebenarnya yaitu tentang Project Titan. "Pa, aku ingin tanya sesuatu."

"Ya, ada apa?" tanya beliau.

"Papa tahu tentang Project Titan?"

Papa melihatku dengan wajah serius, "Project Titan? Hmm...papa baru dengar. Kenapa?"

"Siapa tahu saja papa atau mama tahu hal ini. Ketika kemarin kami mengalahkan robot ngamuk yang dihack oleh orang yang tidak dikenal, di sebuah tempat di mana hacker itu mengendalikan robot kami menemukan sebuah pesan di layar monitor, tulisannya 'Project Titan Has ben Activated'"

Papa mengangkat alisnya, "Serius sepertinya. Tapi jujur papa nggak tahu. Nanti coba papa akan tanya ke mama."

"Mama di mana pa?"

"Mama sudah istirahat, kecapekan ngurus rumah tadi."

"Oh ya sudah. Aku pergi dulu ya pa, istirahat juga. Papa jangan malam-malam lho tidurnya."

"Iya, iya. Malam sayangku."

Aku langsung masuk ke kamarku. Capek bener hari ini. Tapi aku masih belum faham soal robot yang lepas kendali tadi. Oh iya, robot yang tadi nasibnya gimana ya? Moga aja bisa dibereskan oleh orang-orang yang lewat. Tapi kenapa harus dari perusahaan Trec Technology? Kenapa harus robot mereka? Inilah yang jadi tanda tanya besar.

Aku langsung menghubungi profesor Andy lewat video chat.

"Malem prof?!" sapaku.

"Malam, Hana. Ada apa?" tanyanya.

"Tadi ada robot ngamuk lagi," jawabku.

"Robot ngamuk lagi? Model yang sama?"

Aku mengangguk.

"Trec Technology?"

Aku mengangguk.

"Hmm....menarik. Sepertinya ada sesuatu yang tidak beres. Trus ada berita apa lagi?"

"Ryu, teman kami di sekolah ternyata anggota CCC, dan tujuan dia kemari ingin mencari Project Super Human Soldier Gnome-X."

"Apa? Gnome-X?"

"Profesor tahu?"

"Ada kisah yang sedikit tidak enak untuk diceritakan. Kalau bisa besok kamu dan Han Jeong pergi kemari. Aku ingin memberitahukanmu tentang hal ini."

"Berbahayakah prof?"

"Sepertinya hanya dari kalangan tertentu saja yang mengetahui masalah ini. Dan aku yakin mamamu pasti tahu tentang hal ini. Secara dia juga anggota BIN dulu."

Baiklah hal ini sepertinya juga akan masuk ke dalam catatan khususku.
 
Terakhir diubah:
BAB V: NEXT ATTACK

1fd9a1382649111.jpg


f589e2382096845.jpg

#PoV Han Jeong#

Yuda membelakangiku dan menurunkan tubuhnya. "Ayo naik!"

"Heh?"

"Aku gendong kamu, daripada jalan tanpa alas kaki. Nanti kakimu lecet, ayo!"

Aku bingung. Tapi akhirnya aku pun naik kepunggungnya. Aku membawa ransel di punggungku, kemudian kulingkarkan kedua tanganku di leher Yuda. Aku digendongnya sekarang. Dadaku menempel di punggungnya, pasti dia sekarang merasakan dag-dig-dugnya jantungku. Saat ini aku benar-benar malu, bahkan kalau ada lampu menyorot wajahku pasti akan terlihat wajahku memerah karena perlakuan Yuda ini.

Selama digendongnya aku tak bicara. Bingung juga mau bicara apa. Perasaanku campur aduk. Bau parfum Yuda sangat khas, bikin tentram ketika aku menciumnya. Aku lalu makin erat melingkarkan lenganku. Tak perlu bicara, karena ia tahu aku sekarang merasa nyaman. Aku pun sampai menguap.

"Kalau kamu ngantuk tidur aja, aku akan antarkan kamu sampai ke rumahmu," kata Yuda. "Lagipula kamu pasti capek sekarang. Maaf atas sikapku hari ini."

Lagi-lagi aku nggak bicara. Aku pun memejamkan mataku. Entah kenapa aku menganggap punggung Yuda nyaman sekali seperti kasur. Yuda, perlakuanmu kepadaku malam ini benar-benar mirip papa. Apa aku mulai jatuh cinta ama Yuda? Ah masa' sih? Aku sendiri nggak yakin. Nggak deh, jangan dulu. Aku masih nyaman temenan ama Yuda. Dasar Hana, seenaknya saja meninggalkan aku jalan sama Yuda. Huh?!

Tapi emang benar koq, tak pernah ada cowok yang sedekat ini denganku. Bahkan sampai menggendongku seperti ini. Aku jadi teringat ketika waktu aku masih SMP terjatuh sampai kakiku berdarah. Aku juga digendongnya seperti ini. Aduh, kenapa aku berdebar-debar gini ya. Aku melirik ke arah wajahnya. Yuda menatap lurus ke depan. Aku bisa merasakan otot-ototnya yang atletis, kekar, bikin darahku berdesir. Masa' aku jatuh cinta ama dia sih? Sekilas sih sifat dia emang mirip ama papa. Apa gara-gara ini aku nyaman ama dia?

Entah berapa lama kami berjalan hingga aku sayup-sayup mendengar suara papa dan mama.

"Lho? Kenapa Han Jeong?" tanya mama.

"Kecapekan tante," jawab Yuda. "Hak sepatunya patah."

Aku menggeliat dan melihat papa ama mama. Sadar aku digendong ama Yuda, aku malu sekali melihat keduanya. Buru-buru aku turun. Wajahku memerah.

"Makasih," ucapku kepada Yuda. Buru-buru aku masuk ke dalam rumah. Yuda tersenyum kepadaku.

"Nggak masuk dulu?" tanya papa.

"Nggak deh Om, lain kali aja," jawab Yuda. "Biarkan Han Jeong istirahat dulu."

"Oh, makasih ya," kata papa.

"Sama-sama Om," kata Yuda setelah itu dia pergi.

Aku langsung masuk ke kamarku. Mama menyusulku. Begitu masuk kamar aku langsung lemparkan ranselku dan terjun ke atas ranjang. Pintu kamarku masih terbuka dan aku langsung membenamkan wajahku ke bantal. Mama pun masuk. Beliau duduk di sampingku.

"Han Jeong, Ada apa?" tanya mama.

"Nggak ada apa-apa koq ma," jawabku.

"Kalian bertengkar?"

Aku menggeleng.

"Trus?"

"Nggak ada apa-apa."

"Kamu jadian ama dia?"

Aku menggeleng. "Nggak, ah. Mama koq bisa ngambil kesimpulan gitu?"

"Ya udah, mimpi indah ya. Mama tinggalin dulu," kata mama. Beliau pun beranjak pergi.

"Ada apa ma?" tanya papa. Entah mama membisikkan apa kepada papa, yang jelas papa tertawa keras malam itu.


~*~o~*~​


Hari Minggu. Aku biasa latihan silat ama Yuda. Dan rencananya setelah latihan aku ingin beli sepatu baru, gara-gara sepatuku kemarin kulempar ke robot G-120. Rencananya aku mau ajak Hana. Aku segera menelpon dia.

"Hana?" sapaku di telpon.

"Apa?" tanyanya.

"Ntar beli sepatu yuk, sepatuku kena korban robot kemarin!" jawabku.

"Woi, nggak bisa. Kita disuruh ama Profesor Andy ke rumahnya hari ini," katanya.

"Waduh, harus ke Bogor?" tanyaku.

"Nggak, harus ke Hong Kong. Ya iyalah ke Bogor. Kemana lagi? Ini penting. Soal Gnome-X," jawabnya.

"Ada hubungannya ama Ryu?"

"Iya, sepertinya begitu. Tapi Profesor bilang jangan sampai ada yang tahu, termasuk Ryu, termasuk papa dan mamamu!"

"Ya udah deh, tapi aku nanti ke sana setelah beli sepatu yah."

"Yaelah anak ini. Yang ini gaswat, masih mikirin sepatu aja."

"Ntar aku ama Yuda deh."

"Kalian jadian kemarin?"

"Nggak."

"Eh, Han Jeong. Ini persoalannya genting lho. Koq kamunya begitu sih?"

"Udahlah, kamu nanti ceritain ke aku yah. Lagian aku males kalau ke Bogor pake kendaraan umum. Enak dirimu bisa bawa mobil ke mana-mana. Aku belum punya SIM. Lagian hari ini aku latihan dulu sampai siang. Kalau ada apa-apa di sini kan aku bisa langsung cepat tanggap. Kamu toh bisa jadi operatorku dari jarak jauh."

"Jung Han Jeong, dasar seenaknya saja kamu ini. Ya udah deh. Salam buat Yuda. Bilang padanya ngomong suka ama kamu aja susah banget!?"

"Hanaaaaaaaaa!?"

Hana menutup teleponnya. Dasar anak ini. Manas-manasin aku aja. Aku kemudian menelpon Yuda. Dia langsung mengangkat pada nada dering pertama.

"Yap, halo dengan Yuda di sini!" katanya dengan penuh energetik.

"Wuih, semangat amat?"

"Ya dong, harus semangat. Ada apa?"

"Ntar setelah latihan anterin beli sepatu yak?"

"Beli sepatu?"

"Iyalah, ya ya?"

"Aku sebenarnya nggak suka nganter cewek beli sepatu."

"Heh? Kenapa?"

"Karena mereka itu lamaaaaaa milihnya, trus hanya gara-gara ada embel-embel diskon lima puluh persen model sama dengan harga sama, mereka berebut untuk membelinya. Dan biasanya cewek itu kalau beli sesuatu sampai dua jam. Itu kalau nonton bioskop satu film habis tuh."

"Aarghhh...bawel kamu. Pokoknya anterin aku!"

"Lha, Hana kemana?"

"Hana nggak bisa, makanya ngajak kamu."

"Rita?"

"Yang bener aja. Rita rumahnya jauh. Mau muter-muter angkot tiga kali? No way lah. Kamu kan punya motor di rumah. Pake motormulah, ya ya ya?"

"Ya udah ntar habis latihan kalau begitu."

"Naaahh...gitu dong, kamu kan sahabatku yang paling baik. Hehehehe."

"Dasar, manis cuman kalau ada maunya."

"Biarin, weeekkk...."

Yuda menutup teleponnya. Aku pun segera mandi dan siap berangkat.

Seperti biasa aku pergi ke tempat Yuda pakai sepeda miniku. Baju ganti, aku taruh di keranjang, plus gelang dan beltku untuk berubah sewaktu-waktu. Setelah sampai di padepokan Silat Taring Harimau Putih, aku segera ganti bajuku. Kulihat Yuda sedang dapat menu latihan dari ayahnya. Begitu melihatku datang ia langsung semangat. Hihihihi. Aku jadi malu mengingat-ingat kejadian tadi malam. Bahkan hari ini saja aku sebenarnya lebih malu lagi ketemu dia.

"Eh, ada kak Han Jeong, pagi kaak?!" sapa beberapa anak kecil murid padepokan ini juga.

"Pagi," balasku.

Mereka semua langsung berbaris ketika aku ada. Memang sih untuk mereka yang masih tingkat satu akulah yang jadi seniornya. Pagi itu aku mengajari mereka untuk streching dan pemanasan dulu sebelum nanti Yuda ikut melatih. Tapi pagi itu ada yang lain, aku melihat seorang pemuda membawa pedang kayu di pundaknya jalan sempoyongan masuk ke dalam padepokan. Ryu??

"Akhirunya nyampe juga," kata Ryu. Ia lalu memegang lututnya sambil tangan satunya bersandar di pedang kayunya.

"Siapa itu?" tanya murid-murid yang lain.

"Kalian latihan sendiri dulu ya," kataku.

Yuda dan aku segera menghampiri Ryu yang loyo banget. Ngapain emangnya dia ke sini?

"Mulai hari ini dia ikut latihan di sini. Tapi koq dia loyo gini sih?" kata Ryu.

"Eh? Latihan? Di sini?" tanyaku.

"Iya, kan kemarin dia bilangnya mau kepengen belajar silat," jawab Yuda.

"Oh iya, aku lupa," kataku.

"Hei Ryu, kenapa kamu?" tanya Yuda.

"Aku baru saja terusesato, semaraman muter-muteru cari aparutemen tempatoku menginapu akhirunya aku tanya orang-oranggu tempato aramato yang kamu tunjukan tadi akhirunya aku bisa juga nyampe sini," dia tersenyum seperti orang bego.

"Hahahahaha," Yuda ketawa sadis. "Ya udah deh, yuk!"

Ryu nyengir kepadaku. Yuda menggeret Ryu sampai bertemu ayahku. Aku sampai menggeleng-geleng. Edan anak ini.

Hari itu resmilah Ryu jadi murid padepokan ini. Walaupun dengan bahasa Indonesia campuran Jepang, tapi dia termasuk pribadi yang menyenangkan. Hari itu ia berlatih tanpa menggunakan pedang kayu. Ia heran dengan gerakan-gerakan silat. Cepat, keras dan mematikan.

Setelah latihan selesai aku menemui Yuda. Aku sudah ganti baju buat jalan. Bajuku pake celana kombor, kaos lengan pendek sambil nenteng ransel di punggung. Yuda sampai geleng-geleng.

"Kaya' gitu mau cowok deketin kamu. Baju aja tomboy," katanya.

"Biarin, senewen amat sih?" kataku. "Yuk?!"

"Bentar, nyiapin motor dulu," kata Yuda.

Ia mengambil motornya. Motornya cukup gedhe, entah berapa silinder. Aku suka kalau dia bawa motor itu, semacam keren. Heheheh.

"Eh, karian mau ke mana?" tanya Ryu.

"Mau jalan-jalan. Sorry ya, cuma berdua," kataku.

"Nih!" Yuda memberikan sebuah helm full face kepadaku.

"Sakura tidak ikut?" tanya Ryu.

"Sakura?" aku dan Yuda bertanya bersamaan.

"Eh....mm..makusudku Hana, Hana...," kata Ryu.

Sejak kapan Hana punya panggilan Sakura?

"Oh tidak, dia ada urusan," kataku.

"Hmm...wakatta," gumam Ryu.

"Ja matane," kataku sambil melambai ke arahnya.

Ryu menggaruk-garuk kepalanya. Mungkin ia bingung mau ngapain sekarang. Aku juga heran sebenarnya ia tinggal di mana sih? Selama perjalanan ke pusat perbelanjaan aku suka sekali menempel di punggung Yuda seperti kemarin. Nyaman rasanya. Aku pun memeluknya.

"Jangan kenceng-kenceng meluknya," katanya.

"Kenapa?"

"Senjatamu itu menusuk," kata Yuda.

"Senjata apaan?"

"Dua senjata kepunyaan cewek itu!"

Aku baru sadar yang dia maksud dadaku. Aku pun mencoba iseng.

"Kalau aku nempel lebih keras? Apa yang terjadi?" tanyaku sambil tersenyum licik.

CROOOTTT! Tiba-tiba Yuda oleng. Heh? Kenapa? Dia lalu menepi dulu. Aku langsung turun dari sepeda motor dan kulihat helmnya ada bercak darah. Eeehh...?? Dia mimisan? Aku tertawa terbahak-bahak.

"Sadis kamu," katanya. "Punya tissue nggak nih?"

"Yuda, kamu bisa mimisan gitu? Hahahahahahahaha," dengan nggak berperasaan aku ketawa lepas. Aku menyerahkan tissue kepadanya. DIa pun menyeka hidungnya. Puas deh aku kerjain dia.

"Aku tinggalin aja deh kamu," katanya sambil ngambek.

"Hahahahaha, jangan ngambek dong. Aku baru tahu kalau kamu bisa mimisan kalau disentuh cewek kaya' tadi. Hahahahahha," aku ketawa sampai perutku sakit.

"Yaah, tega banget kamu ngetawain aku. Aku gelitikin nih!" ancam Yuda.

"Coba aja!" kataku.

Eh, dia beneran gelitikin aku. Akhirnya di pinggir jalan kami saling kejar-kejaran. Yuda berusaha keras menggelitiki aku. Ya jelas aku kalah, dia gesit banget. Aku sampai ketawa dan minta ampun.

"Ampun Yud, udah...udah! Ahahahahahaah," aku sampai meringkuk di trotoar gara-gara kelakuannya. Dia lalu melepaskanku.

Aku kemudian dia bantu berdiri. Kulihat wajahnya, hidungnya disumpal tissue.

"Bbffttt...bwahahahaahahaha," aku nggak kuat melihat tampangnya. Ketawa lagi.

"Ah rese', nggak jadi aku anter nih!" katanya.

"Iya deh, iya deh, sorry tapi aku nggak tahan ngakaknya. Hahaahhahaha," entah bagaimana caranya aku harus bisa menahan tawaku. Akhirnya aku menarik nafas dalam-dalam. Kuatur nafasku. Hingga aku sudah bisa normal lagi, nggak ketawa lagi.

Kasihan aku ama Yuda, akhirnya kami pun melanjutkan perjalanan, hanya saja kali ini aku tidak terlalu menempel kepadanya. Padahal tadi malam aku nempel ama dia. Koq dia nggak mimisan sih?

Akhirnya setelah beberapa menit di jalan kami pun sampai di pusat perbelanjaan. Yey, waktunya beli sepatu. Aku nggak mau lama-lama milih sepatu. Kepingin nyari model yang sama seperti yang aku lemparin ke robot tadi malem. Setelah muter-muter sampai bikin Yuda bosen, akhirnya ketemu juga. Aku langsung membungkus sepatu itu, soalnya modelnya bagus sih. Warnanya coklat ama abu-abu, kulitnya seperti anyaman gitu trus ada pita di ujungnya. Haknya cukup tinggilah, tapi dasar aku kan tipenya pendek. Gitu aja masih ngelihat Yuda sedikit dongak.

"So, gimana?" tanyaku. "Cakep kan?"

"Cakep deh, cakep," jawabnya.

"Ayolah Yud, jangan pasrah kaya' gitu," kataku.

"Kamu itu pake apa aja cakep koq Jung, hanya saja......,"

"Hanya saja apa?"

"Lebih cakep nggak kalau nggak pake apa-apa."

Aku langsung memukulnya, Wussh! Eh, dia bisa berkelit. Gila ini cowok refleknya kuat banget.

"Dasar otak mesum!" kataku gusar.

"Bercandalah, aku aja blom pernah lihat kamu koq," katanya.

Aku tersenyum kepadanya.

"Kenapa?" tanyanya.

"Thanks yah, kamu emang temenku yang paling baik," jawabku.

Dia balas dengan senyuman pula.

Setelah selesai aku mengurus pembayaran dan lain-lain, akhirnya kami pun keluar dari toko. Ada telepon masuk, dari Hana. Aku lalu pasangkan ke headsetku. Aku tekan tombol call.

"Yap Hana? Ada apa?" tanyaku.

"Kamu di mana?" tanyanya.

"Di mall sama Yuda," jawabku.

"Oh, aku ada kabar sedikit mengejutkan nih. Ntar pasti seru," katanya.

"Kabar apaan?"

"Ada deh, kalau dilihat-lihat tujuan Ryu ke Indonesia ini sepertinya lebih daripada mengambil Project Super Human Soldier Gnome-X."

"Trus?"

"Kelihatannya ini ada hubungannya ama Putra Nagarawan yang sekarang ini sedang melaju untuk pemilihan presiden. Orangnya kan dulu pernah jadi presiden di era sebelum kita lahir. Sekarang dia mau lagi."

"Emang boleh ya?"

"Ya boleh saja kan? Toh orangnya masih kuat, walaupun umurnya sudah kepala tujuh."

"Trus apa hubungannya Putra Nagarawan ama project itu?"

"Ada deh, ntar aku kasih tahu. Kamu ama Yuda kencannya lama nggak nih?"

"Kami tidak kencan!" aku sedikit berteriak.

Yuda yang berjalan di depanku segera menoleh ke arahku, berikut orang-orang yang lain yang melintas di dekatku. Aku nyengir dan memberi isyarat minta maaf.

"Iya iya, nggak kencan. Tapi ya jangan seperti neriaki maling dong, kupingku sampai budeg nih."

"Hehehehe, sorry. Oh iya, by the way busway, kamu hubungannya ama Ryu deket yah?"

"Hah? Deket apaan? Gosip dari mana?"

"Lha, tadi dia nanyain, 'Sakura di mana?' gitu. Aku kan bingung siapa Sakura, eh ternyata kamu yang dimaksud. Hayooo, kalian ada apa hayo? Pantes saja kemarin diajak dansa ama kamu dianya mau aja," kataku sambil ngikik.

"Nggak ada apa-apa, suer. Aku aja jarang ngobrol ama orangnya. Bahasanya aneh gitu," kata Hana.

"Nggak percaya deh aku, Sakura," godaku.

"Ihhh...ini anak, dibilang aku nggak ada hubungan apa-apa koq. Kenal aja barusan," Hana membela diri.

"Ya udah deh, ntar aku ke rumahmu yah, sekalian kepengen ketemu ama Om Junior," kataku.

"Ya ya, habis jam 6 malam aku ada di rumah. Aku tunggu," kata Hana.

Aku melihat orang-orang berhamburan masuk ke dalam mall. Mereka sepertinya melihat sesuatu. Aku dan Ryu berpandangan.

"Eh, Han Jeong, kaya'nya ada sesuatu yang nggak beres deh. Kamu di kawasan pusat perbelanjaan kan? Aku melihat di salah satu CCTV-nya ada sesuatu, orang-orang sedang berlarian," Hana menjelaskan sesuatu.

Aku segera keluar dari mall. Dan aku dapati ada dua robot mengamuk di luar sana dengan melempar-lemparkan mobil. Tipenya kali ini beda.

5aad83383462367.jpg


Model W-233​

"Aku lihat koq, robotnya lebih gedhe dari sebelumnya," kataku.

"Iya, dari layar monitor aku lihat. Model W-233," kata Hana. "Kamu di mana?"

"Aku baru saja keluar dari mall."

"Oh iya, aku lihat kamu. Coba kamu tengok ke atas sebelah kanan."

Aku menengok ke atas sebelah kanan. Ada kamera CCTV di sana. Rupanya Hana melihatku dari sana. Dia pasti menghack sistem keamanan mall ini.

"Waduh, kamu ada Yuda yah? Gimana berubahnya tuh?" tanya Hana.

"Aku nggak tahu," jawabku.

"Robot yah? Kesempatan nih," kata Yuda.

"Eh, Yud?? Kamu mau kemana?" tanyaku.

"Mau nyoba ilmuku," jawabnya sambil tersenyum. Nah, kalau model-model seperti ini, dia sedang on fire buat berkelahi.

Yuda berlari ke arah robot yang mengamuk tadi. Dia langsung memukul salah satu robot. DUAKK! Ya jelas kuat dong, robot terbuat dari besi eh, dia malah mukul dengan tangan kosong. Bego banget sih? Aku menepok jidatku sendiri.

"Kesempatan deh," gumamku. Segera aku pergi ke toilet. Tentu saja buat berubah. Nggak keren kan? Superhero seimut aku harus berubah di toilet. Yah, mau gimana lagi, nggak ada telepon umum yang bisa buat berubah. Beruntunglah daripada toilet di terminal buat berubah.

Singkat cerita aku sudah berubah. Kepingin aku nolong itu Yuda, jadi cowok koq bego banget. Ngelawan robot pake tangan kosong. Huh! Mas-mas penjaga toilet terkejut melihat Black Knight keluar dari toilet.

"Lho lho lho?" orangnya kaget melihatku.

"Misi mas, numpang lewat," kataku.

Dia hanya melongo sambil membiarkanku lewat. Aku segera keluar dari mall. Aku lihat Yuda masih berusaha melawan kedua robot itu. Robotnya gerakannya lambat. Makanya Yuda bisa menghindar dengan mudah. Ia bahkan berusaha melepaskan kabel-kabel yang ada di salah satu robot. Halah, sok kuat sih dia. Tapi aku melihat keceriaan di wajahnya. Ia seperti menikmati apa yang dia lakukan.

Secepat kilat aku sudah berada di depan robot yang satunya. Yuda terkejut melihatku.

"Wah, Black Knight! Apa kabar mbak!?" sapanya.

Aku mengangguk. "Baik mas."

Aku lalu menoleh ke arah robot yang ada di depanku. Body-nya yang sangat besar itu mau menghantamku. Dengan satu tangan aku menahannya. BLAAM! Yup, karena tenagaku besar, jadi hantaman robot ini bisa dengan mudah aku tahan. Bahkan sampai kakiku ambles ke tanah.

"Operator? Apa aku bisa menghancurkan benda ini?" tanyaku kepada Hana.

"Hancurin saja, dia dari tempat pembuangan. Sepertinya ada orang yang merakitnya kemudian membuat mereka seperti itu."

"Bukan dihack lagi?"

"Tidak yang ini."

Aku kemudian menekan tombol 3, 3, 3. Kemudian dari gelang tangan kananku muncul para nanobot membentuk sebuah pedang yang terpasang di lengan. Cepat sekali, hanya dua detik. Kemudian, aku memotong lengan si robot ini. ZRASHH! BET! ZRASHH! Kemudian lehernya aku potong. Hingga robot itu pun tak berkutik lagi. Satu hal yang membuatku heran. Bagaimana robot ini bisa muncul?? Dari mana datangnya. Aku kemudian melihat ke robot satunya. Ternyata Yuda sudah membereskanya. Heeehh?? Gimana caranya?

OH, ternyata dia mencobot sebuah sirkuit yang ada di tengkuk sang robot. Pintar juga dia.

"Makasih Yud!" kataku.

"Sama-sama...bentar!"

Ups, koq aku panggil namanya sih?

"Dari mana kamu tahu aku Yuda? Kamu siapa?" tanyanya.

Aku tak menjawab, segera aku berlari cepat. Wusshh! Aku masuk ke dalam mall, kemudian masuk ke toilet lagi tempat di mana ranselku masih ada di sana, kemudian buru-buru aku cabut semua gelang dan beltku. Aku berubah jadi manusia normal lagi. Buru-buru juga aku keluar dari toilet tapi mas-mas penjaga toilet menahanku.

"Eitt! Tunggu dulu nona! Bayar dulu!" katanya sambil menunjuk ke kotak uang.

"Hadeeeeehhh!" aku merogoh uang kemudian masukin uang ke kotak uang lalu segera berlari keluar dari toilet.

Di luar polisi dan pasukan anti huru-hara sudah datang. Yuda sudah menyingkir dari sana. Dia tampak mencari-cariku.

"Heh? Dari mana saja kamu?" tanyanya.

"Dari toilet," kataku.

"Orang ada keadaan genting malah ke toilet."

"Yaah, maaf," kataku.

"Pulang yuk?!"

"Robotnya? Udah aku kalahkan satu, satunya dipotong-potong ama Mbak Black Knight," katanya.

"Ohh...,"

"Tapi ada yang aneh."

"Apaan?"

"Koq dia tahu namaku ya?"

Aku mengangkat bahuku.
 
Terakhir diubah:
BAB VI: ME AND MY KATANA

1fd9a1382649111.jpg


29415e382649957.jpg

#PoV Ryu#

Namaku Ryu. Ryu Matsumoto, ayahku adalah Takagi Matsumoto, cucu dari Profesor Kusanagi. Ada alasan kenapa aku sampai direkrut oleh CCC (Chief Cabinet Comando), dan ditugaskan ke Indonesia untuk mengambil project Gnome-X. Semua ini berawal dari kakek buyutku, Profesor Kusanagi. Beliau termasuk salah satu ilmuwan yang paling berpengaruh bagi Jepang. Ketika Jepang menginvasi Indonesia dulu Jepang berharap banyak dengan resource sumber daya alam yang ada di negara ini bisa membuat sebuah pasukan tempur yang bisa mengalahkan sekutu. Kami menyebutnya Super Human Soldier Gnome-X.

Namun sayang sekali Jepang terlambat, kalah dari sekutu setelah bom di Hiroshima dan Nagasaki dijatuhkan. Bahkan kami masih sempat ingin membalas, tapi Rusia memaksa Jepang untuk menandatangi surat pernyataan kalah di atas kapal yang mengapung di Lautan Pasifik. Ya, Jepang kalah. Tapi penelitian untuk membuat Super Human Soldier tetap berlangsung hingga sekarang. Namun semenjak Indonesia merdeka, hubungan kakek buyutku dengan Jepang terputus. Tak ada kabar dari kakek buyutku.

Bertahun-tahun kemudian Jepang membangun kembali keterpurukan setelah kalah dari peperangan. Project Super Human Soldier Gnome-X, terabaikan. Setelah beberapa dekade kemudian tersiar kabar dari dinas intelejen rahasia Jepang bahwa Project Super Human Soldier Gnome-X telah diambil alih oleh pemerintah Indonesia dan diteruskan sampai sekarang. Hanya saja sejak Presiden Putra Nagarawan lengser tidak diketahui nasib project tersebut. Ada yang bilang project tersebut telah terhapus, atau dicancel ada yang yang bilang project tersebut telah selesai.

Demi mengetahui warisan terakhir dari kakek buyutku ini aku pun kemudian direkrut oleh CCC, salah satu dinas rahasia jepang yang mengurusi senjata rahasia dan persandian langsung di bawah Cabinet Secretariat atau yang disebut Naikaku-kanbo. Kisah hidupku sebenarnya cukup panjang.

Di dalam tubuhku mengalir darah samurai. Sejak kecil aku diajarkan ilmu pedang Kaze no Ryu. Ilmu itu merupakan ilmu warisan leluhur sejak lama. Ayahku adalah pelatih kendo, mewariskan ilmu ini bukan perkara yang gampang. Sejak kecil aku terus dan terus membawa pedang. Mengikuti berbagai kejuaraan kendo hingga aku pun tak terkalahkan sampai sekarang. Ke mana-mana aku mencari lawan tanding, dari berbagai penjuru dunia.


Di saat musim semi tiba
bunga sakura berguguran

Sungguh andai saat itu kita tak berjumpa
Maka akan terasa hampa kehidupan


Hari itu aku bertemu dengan seseorang yang tidak akan pernah aku lupakan. Dan satu-satunya orang yang bisa mengalahkan ilmu pedangku. Aku melihat seorang anak SMP memakai seragam yang sama denganku. Dan dia menenteng pedang di pundaknya. Rambutnya panjang, memakai kacamata. Baru kali ini aku melihatnya. Saat itu aku belum direkrut oleh CCC.

Kami pun berpapasan. Karena aku tertarik dengan pedang kayu yang ia bawa aku pun menyapanya.

"Kamu siapa?" tanyaku.

"Hmm? Ada perlu?" tanyanya balik.

"Hei cewek, aku tanya kamu siapa? Jawab dong!"

"Aku Sakura, ada apa?"

"Oh, ikut kendo juga?"

"Kamu juga?"

"Anak baru?"

"Iya, anak baru. Berarti kamu senpai-ku dong. Dozo yorushiku senpai!" dia membungkuk.

"Tapi kendo ini hanya pantas untuk laki-laki, bukan untuk perempuan."

"Tapi ilmu kendoku bagus lho."

"Aku tak percaya, selama ini tak pernah ada yang mengalahkanku."

"Senpai mau coba?" Sakura membuka kain penutup pedang kayunya dan mengacungkannya ke arahku.

"Hoo, kamu mau menantangku?"

"Kalau aku bisa mengalahkan senpai berarti aku bisa ikut klub kendo bukan?"

Beberapa siswa yang melintas tampak tertarik melihat kami.

"Sakura, jangan Sakura! Kamu tidak tahu siapa dia!" seru salah seorang anak cewek.

"Tenang aja, dia itu lemah koq," kata Sakura.

"Apa kamu bilang? Lemah? Baiklah aku akan mengalahkanmu, jangan salahkan aku!"

"Ayo! Maju siapa takut."

9d3b70383463623.jpg


Ilustrasi Sakura

Sakura sudah siap dengan posisi kuda-kudanya. Pedangnya dipegang dengan dua tangan. Aku pun mengarahkan pedangku dari atas. Aku menerjang ke arahnya. BLETAK! Tiba-tiba Sakura hilang, tahu-tahu kepalaku serasa sakit hingga aku terjatuh ke tanah. Bagaimana dia bisa melakukannya? Ketika aku berbalik Sakura sudah mengacungkan pedangnya tepat di depan hidungku.

"Ini...kamu? Siapa kamu sebenarnya?" tanyaku.

"Namaku Sakura Nakamoto, aku juara olimpiade kendo. Mohon petunjuknya senpai!" dia membungkuk lagi. Dia sudah menjatuhkanku tapi masih membungkuk? Semua orang melihatku. Aku kemudian berdiri.

"Ahahahahahaha, aku tadi cuma mengalah. Ternyata ilmumu hebat juga. Baiklah, aku tadi cuma mengujimu. Hari ini kamu boleh ikut klub kendo," kataku sambil tertawa.

"Ih...dia menahan malu pastinya," bisik-bisik yang lain.

"Iya, pergi aja yuk daripada kita dihajar. Malu-maluin," bisik-bisik yang lain juga.

Kalian semuaaaaa....sudah bosan hidup rupanya, berani bisik-bisik di belakangku.

"Senpai, aku masuk kelas dulu ya. Sampai nanti!" katanya.

"Oh iya, sampai nanti," aku segera merubah raut wajahku menjadi ramah.


**~o~**​


Begitulah akhirnya aku dan Sakura berada di dalam satu klub. Lambat laun aku makin dekat dengan Sakura. Dan Sakura ini sangat kuat. Ilmuku tak ada apa-apanya dibandingkan dia. Seluruh cara sudah aku kerahkan, aku pun belajar ilmu pedang Kaze no Ryu dengan sungguh-sungguh tapi aku tak pernah bisa mengalahkannya. Hampir tiap hari aku melakukan sparring, tapi hasilnya sama saja.

Kenapa bisa seperti ini?

Mamoru salah seorang temanku satu klub berkata, "Kamu aneh akhir-akhir ini Ryu."

"Kenapa?" tanyaku.

"Kamu berlatih lebih keras daripada biasanya. Ada apa sebenarnya?" tanyanya. Mamoru termasuk temanku sejak lama. Sejak awal kali kita masuk klub ini dia dan aku selalu berlatih bersama. Tapi melihatku lebih intens latihan, dia jadi agak bertanya-tanya juga.

"Tidak ada apa-apa, aku memang ingin menciptakan jurus baru," aku berbohong. Tujuanku bukan itu sebenarnya.

"Oh, hebaaat. Aku jadi tak sabar menunggu hasilnya," kata Mamoru.

"Ok, tunggu saja nanti," kataku.

"Hai senpai! Aku pulang dulu ya!?" tampak Sakura melambai ke arahku. Aku diam saja melihatnya. Ia dan teman-teman wanitanya pulang. Aku masih di dojo mengayunkan pedang kayuku. Memang tidak seperti biasanya aku begini. Aku begini semenjak Sakura ada di sini. Dia memberikan warna pada kehidupanku. Kehidupanku yang sebelumnya biasa-biasa saja, kini berubah. Aku jadi lebih bersemangat untuk bisa mengalahkannya. Harga diriku sebagai seorang laki-laki kini dipertaruhkan. Mana mungkin aku bisa dikalahkan oleh seorang wanita?

"Hai Sakura! Ayo kita tanding lagi satu kali lagi!" panggilku.

"Sudahlah senpai, kamu akan kalah lagi," katanya.

"Ayo! Satu kali lagi," kataku.

"Sebentar ya semua," kata Sakura. Menghampiriku dengan mempersiapkan pedangnya.

"Ayo Sakura, kalahkan dia!" kata teman-temannya. Grrr aku semakin ingin mengalahkan Sakura. Mereka semua meremehkanku. Memang semenjak Sakura sering mengalahkanku tak ada lagi yang takut kepadaku. Akibatnya banyak yang berlindung di bawah ketiak Sakura.

Kami berhadapan lagi. Kini aku memakai kuda-kuda yang baru, menyamping, menyembunyikan pedangku. Aku pasti bisa mengalahkan Sakura kali ini. Aku hanya ingin tahu bagaimana dia bisa menghilang, itu saja. Sakura sedikit terkejut melihat posisi kuda-kudaku yang menyembunyikan pedang. Dia membuka kakinya pedangnya sudah diacungkan dengan kedua tangannya menggenggam erat di gagangnya.

Siapa dulu yang maju? Tentunya biar Sakura dulu, aku ingin melihatnya. Dan.....Sakura bergerak. Dia merendahkan tubuhnya, jadi itu rahasianya, merendahkan tubuh, kalau begitu aku harus lebih rendah lagi. Aku pun menekuk lututku, Sakura terkejut. Aku terus melihat pedangnya, pedangnya diayunkan ke kanan, aku bergerak ke kiri. Kuayunkan juga pedangku. Kedua pedang kami berbenturan. CTAK! Memang kedua pedang kami berbenturan, tetapi ayunannya lebih kuat, itu karena ia memakai dua tangan sedangkan aku hanya satu tangan, akibatnya tanganku terbuka. Dan dia langsung membabat perutku BUAK!

Urgghh! Aku langsung ambruk ke tatami. Aku memegangi perutku yang terkena sabetan pedang kayunya.

"Gerakanmu hebat senpai! Aku tak menyangka kamu melakukan gerakan tadi. Kalau kamu poles sedikit lagi, kamu pasti bisa melukaiku tadi," kata Sakura.

Tapi tetap saja aku kalah.

"Senpai, kamu tak apa-apa?" tanya Sakura.

Aku memberi isyarat aku tak apa-apa.

"Baiklah, aku tinggal dulu ya senpai," kata Sakura dengan suara centilnya. Ia lalu beringsut menghampiri teman-temannya.

"Kamu hebat Sakura!" kata teman-temannya.

Aku berusaha berdiri. Sialan, ternyata begitu cara dia menghilang. Aku berdiri dengan sempoyongan sambil memegang perutku. Dengan langkah gontai akhirnya aku pun pulang.

Malam itu, aku berada di rumah merenung, apa yang salah pada diriku. Kenapa aku tak bisa mengalahkannya? Aku duduk di serambi sendiran menatap langit yang dihiasi bulan sabit. Ayah heran dengan sikapku saat itu. Beliau pun duduk di sebelahku.

"Ada masalah apa?" tanya beliau.

Aku tersenyum kepada beliau. "Bukan masalah yang serius, otou-san."

"Kalau tidak serius, pasti kamu tidak akan pernah begini Ryu-san," kata ayah.

Aku menghela nafas.

"Ada seorang yang mengalahkanku. Hampir tiap kali aku menantangnya aku pasti kalah. Entahlah, aku juga heran. Aku sudah keluarkan seluruh kemampuanku. Tapi setiap kali aku melawannya dengan cara apapun dia pasti bisa menjatuhkanku."

"Hahahahaha, Ryu-san. Coba kamu lihat kepada dirimu sendiri. Kenapa kamu tidak bisa mengalahkannya? Apakah karena kemampuanmu ataukah rasa percaya dirimu?"

"Maksud otou-san?"

"Ada kalanya ketika kamu melawan seseorang kamu tidak bisa mengayunkan pedangmu. Itu karena engkau punya perasaan kepadanya. Dalam hal tehnik, sekalipun kamu tehniknya baik, gerakanmu sangat baik, tapi ketika kamu ada sebuah perasaan seperti tidak tega, atau semacamnya maka kamu tidak akan bisa mengayunkan pedangmu."

"Begitukah?"

"Iya. Ceritakan kepada otou-san. Siapa dia?"

"Mungkin benar otou-san," aku tersenyum. "Mungkin aku ada perasaan ama dia. Sebab dia satu-satunya yang bisa menjatuhkanku."

"Nah, benar kan apa otou-san tebak. Siapa wanita itu?"

"Teman sekolahku, anak baru. Namanya Sakura. Dia juara olimpiade Kendo. Benar kata otou-san. Aku sepertinya suka ama dia."

"Hahahahaha!" ayah menepuk pundakku. "Kamu seperti ayah, tak pernah bisa menang melawan oka-san."

Aku berdiri, kemudian masuk ke dalam ruang keluarga. Di sana ada papan nama keluarga. Aku kemudian menghormat. Kemudian aku melihat sebuah katana warisan leluhur.

"Aku akan berlatih keras, untuk menjadi samurai nomor satu. Aku tak akan menyerah sampai waktu itu tiba," kataku.


Bunga sakura berguguran
Kala aku berdiri di atas sungai harapan

Aku ingin bisa mendapatkan impian
Akan cinta dan cita-cita

Aku sadari kekalahanku adalah karena perasaan
Aku sadari itu adalah rasa cintaku

Inilah jalan pedangku




~**~o~**~​

Aku berada di dojo. Semua teman-teman satu klubku berkumpul.

"Kalian semua siap?" tanyaku.

"Kamu yakin Ryu? Ini gila!" kata Mamoru.

"Ini keputusanku. Serang aku dengan seluruh kemampuan kalian!" kataku. "Aku hanya ingin meyakinkan bahwa apa yang aku rasakan ini benar."

"Maksudmu?" Mamoru bertanya-tanya.

"Sudahlah, ayo mulai!" kataku.

Aku pun melawan lima belas orang anggota klub kendo. Mereka maju serempak, satu per satu bisa aku lumpuhkan. Ya, aku bisa mengalahkan mereka semua, tak ada yang lolos. Aku pun tahu sekarang. Ternyata benar kata ayah. Ini bukan soal kemampuanku, tapi ini soal perasaan.

Aku lalu berlari mencari Sakura. Dengan baju kimono aku berlari mencari-cari Sakura. Ia tampak berada di halaman sekolah bersama teman-temannya. Kini aku jadi yakin akan diriku sendiri. Aku kemudian berteriak sekencang-kencangnya.

"Sakura aku menantangmu!"

Semua orang melihat ke arahku.

"Yare yare...." Sakura menghela nafas.

Sakura akhirnya berdiri dan membawa pedangnya menuju ke arahku. Dia tersenyum manis, diacungkannya lagi pedangnya ke arahku. Aku harus tenang. Untuk mengalahkannya aku harus tenang.

"Sebelum bertarung denganmu aku punya permintaan," kataku.

"Apa itu senpai?"

"Kalau kamu bisa aku kalahkan, maukah kamu kencan denganku?"

Wajah Sakura memerah. Demikian juga orang-orang yang melihatku. Seolah-olah mereka semua baru saja mendapatkan kabar yang mengejutkan.

"Itu...itu konyol, kenapa kamu memutuskan sepihak, senpai?" tanyanya.

"Hehehehe, jangan kira kamu jadi gentar sekarang," kataku.

"Tidak, aku tidak gentar. Baiklah, aku akan mengalahkanmu sekarang," katanya.

"Keluarkanlah seluruh kemampuanmu!" kataku.

Dia sudah bersiap. Dia pun menerjang ke arahku, kakinya sangat cepat bergerak. Baru kali ini aku melihat kemampuannya mengolah kakinya, pantas saja aku tak bisa mengalahkannya. Kakinya sangat cepat, tapi aku bisa melihat semuanya sekarang. Seluruh serangannya bisa aku tebak. Dengan tenang, aku menggeser kaki kananku lalu bergerak menyamping saat itulah aku mengarahkan pedangku ke kepalanya tapi aku tak tega, sehingga aku sengaja menghindari benturan pedangku dengan kepalanya. Akibatnya perutku jadi sasaran empuk. BUAAK! Aku langsung tersungkur.

"Hahahaha, Ryu kalah lagi. Kamu hebat Sakura!" seru teman-teman ceweknya.

Tidak, tidak sakit, sabetan pedangnya tidak sakit. Aku tersenyum. Aku pun tertawa, puas rasanya setelah mengetahui satu hal. Inilah kelemahanku, kelemahan terbesarku, yaitu hatiku sendiri.

"Senpai, bangun!" kata Sakura.

Aku perlahan-lahan bangun dengan bantuan pedangku. Wajahnya menampakkan rasa tidak puas.

"Aku kalah lagi, hahahaha. Kemampuan pedangku menurun ternyata," kataku.

"Tidak senpai! Kenapa senpai melakukan itu?"

Aku menoleh ke arahnya. "Maksudmu?"

"Tadi...kenapa senpai tidak memukulku? Seharusnya senpai bisa mengalahkanku tadi, kenapa senpai tidak memukulku?"

Aku berdiri dan berjalan meninggalkannya, "Tentu saja aku tidak akan tega memukulmu dasar bodoh, aku tak tega memukul orang yang aku sukai."

"Eh?? Senpai......" Aku tahu saat itu wajah Sakura pasti memerah. Semua teman-temannya juga pasti terkejut.

Aku berjalan sempoyongan meninggalkan Sakura. Aku benar-benar yakin sekarang, aku tak akan bisa mengalahkan Sakura. Perempuan yang aku suka.
 
Terakhir diubah:
BAB VII: ME and MY KATANA II

1fd9a1382649111.jpg


29415e382649957.jpg

#PoV Ryu#

Besoknya, aku pergi ke sekolah seperti biasa. Dan seperti biasa pula aku membawa pedangku. Saat itulah aku berpapasan dengan Sakura. Ia membetulkan kacamatanya dan berteriak, "Senpai!...anata wa BAKAAAAA!"

Hah? Aku kaget. Sakura langsung berlari meninggalkanku. Apa maksudnya tadi?

Aku langsung mengejarnya. "Sakura! Matte!"

Aku terus mengejarnya hingga ia akhirnya berhenti.

"Apa maksudnya tadi?" tanyaku.

Ia berbalik sambil mengacungkan pedang kayunya, "Senpai, kamu bodoh, bodoh bodoh bodoh bodoh!"

"Bodohnya kenapa?"

"Kamu....kamu....," tiba-tiba genggaman tangan Sakura yang memegang pedangnya terlepas. "Aku....Daisuki....aku suka ama senpai...."

Aku terkejut mendengar kata-katanya. Sakura langsung berhambur memelukku. Entah kenapa aku tak bisa bicara apapun. Aku hanya bisa tersenyum sambil mengelus-elus rambutnya. Rambutnya yang harum, aku suka sekali. Aku suka kamu, Sakura.

Hari-hari berikutnya, aku punya hubungan dengan Sakura. Dia sangat baik, dia juga menjadi penyemangatku. Aku jadi rajin belajar. Aku berbeda sekarang. Terlebih aku sekarang kelas tiga sebentar lagi kelulusan masuk ke SMA. Sakura benar-benar memberikanku kehidupan yang baru. Aku tidak lagi sombong, aku juga tidak lagi merasa besar kepala, suka membuly dan lain-lain. Aku berubah drastis.

Hanya saja, semuanya begitu singkat. Sakura umurnya pendek. Dia jatuh sakit secara tiba-tiba. Baru aku ketahui kalau sakura sakit liver. Dan dia tak tertolong lagi. Aku mendampingi dia di rumah sakit sampai dia menghembuskan nafas terakhirnya. Sakura, satu-satunya teman wanitaku yang tidak akan pernah aku lupakan. Aku juga ikut mengkremasi Sakura. Aku dan keluarga Sakura sudah berhubungan baik, bahkan ternyata ayahnya Sakura adalah teman baik ayahku. Aku baru tahu hal itu.

Sekarang, tidak ada lagi yang bisa mengalahkan aku. Aku masih ingat ketika pertama kali dia mengalahkanku dengan pedang kayunya. Aku anggap itu adalah pengalamanku yang tidak akan pernah aku lupakan seumur hidupku. Pengalamanku mengenal cinta yang sesungguhnya.

b93a22383464417.jpg



Kelopak bunga Sakura terbang tertiup angin
Aku tak akan pernah mengerti kenapa bunga ini begitu rapuh

Andai aku sadari singkatnya perjumpaan ini
Maka aku akan dekap dia sepanjang waktu
Hingga maut memisahkan kami



~*~o~*~​


"Anda adalah satu-satunya yang bisa masuk kandidat ini tuan Matsumoto, tak ada orang lain," kata Tuan Yoshikawa, Chief Cabinet Secretary.

"Kenapa harus saya?" tanyaku.

"Ini adalah Zero Katana. Memang seperti pedang kayu, tapi sejatinya ini menyimpan sesuatu yang lebih dari itu. Kami menyebutnya Project Zero. Project ini adalah Project Super Human Soldier Zero, sesuatu yang dibuat diluar dari rencana semula. Profesor Kusanagi, yaitu kakek buyut Anda mengirim blue print Project Super Human Soldier Gnome-X yang sebenarnya tidak sempurna. Dari blue print itu kami mencoba membuat baju tempur baru, yang itu semua diluar rencana awal.

"Sekarang ini harta karun kakek buyut Anda ada di Indonesia, negara yang dulu pernah kita invasi ketika perang dunia kedua. Kakek buyut Anda ikut ke sana, membuat baju tempur itu karena di sana ada sebuah logam yang tidak pernah ditemukan di belahan dunia manapun. Projectnya sangat rahasia, tapi menurut intelijen kami project itu sudah diambil oleh pemerintah Putra Nagarawan kala itu. Hanya saja, setelah Putra Nagarawan lengser project itu tak ada kabarnya.

"Kami akan melatih Anda hingga Anda benar-benar punya kesempatan untuk bisa pergi ke Indonesia. Misi Anda cukup ambil informasi dan mengambil kembali project SHS Gnome-X ini. Gunakan semua resource yang ada. Kerja samalah, tapi jangan sampai membuat gerakanmu mencolok diketahui oleh anggota intelijen negara. Karena bisa berbahaya."

"Tapi, ini terlalu mendadak," kataku.

"Mungkin memang mendadak, tapi siapa yang bisa menyangka bahwa kakek buyut Anda punya harapan besar tentang masa depan? Lagipula, profesor Kusanagi hanya mengijinkan orang dengan kode DNA yang cocok dengan dirinyalah yang bisa menggunakan baju tempur ini."

Aku melihat sebuah katana yang terbuat dari kayu, tapi katana itu katanya mempunyai sesuatu yang disebut Super Human Soldier Zero.

Itulah awalnya aku memegang katana itu. Aku pun sejak saat itu resmi menjadi anggota CCC, langsung di bawah perintah Naikaku-kanbo.

"Ryu, sebelum pergi aku ingin memberikanmu ini," ayah menyerahkan sebuah katana dengan kedua tangannya. Aku tak pernah melihat kata ini sebelumnya. Benda itu aku terima.

"Katana ini, aku tak pernah melihat ini sebelumnya," kataku.

"Tentu saja, kamu tidak pernah melihatnya. Ini adalah katana yang sangat istimewa. Terbuat dari baja hitam," kata ayah. "Katana ini adalah warisan leluhur. Dengan aku menyerahkannya kepadamu, maka aku anggap kamu telah siap. Dulu katana ini pernah dipegang oleh Masamune Date.

"Honto ni?" aku seakan tak percaya.

Aku membuka pelindung pedangnya. Aku bisa melihat sebuah katana dengan warna hitam, baik di sisi pedangnya maupun di matanya. Benar-benar maha karya yang sangat sempurna. Aku tak percaya kalau Masamune Date pernah memegangnya.

"Arigatou Otou-san," aku menghormat kepada ayahku.

Selama menjalani pelatihan yang diprakarsai oleh Naikaku-kanbo aku benar-benar terasing dari dunia luar. Aku pun mulai berlatih dengan baju tempur Zero. Hingga kemudian aku pun siap. Kekuatan Zero cukup besar, tenaganya 50 kali tenaga gajah, kecepatannya pun 50 kali kecepatan manusia biasa, kekuatan katananya mampu memotong tank dan baja setebal 50cm.

Dunia yang luas, itulah yang ada dalam pikiranku. Mencari Gnome-X ke negara yang sangat asing bagiku. Mencari warisan kakek buyutku. Ini mungkin tugas terberat dan tugas pertamaku. Dari rekor yang telah ada di CCC aku sudah dikatakan cukup untuk bisa dilepas di misi ini. Aku pun berangkat. Ke Indonesia.


~*~o~*~​


Mencari teman. Itulah yang pertama kali aku pikirkan ketika menginjakkan kaki di negeri ini. Setelah belajar kurang lebih selama dua bulan bahasa Indonesia, aku pun mulai menggunakannya. Identitasku tak perlu dipalsukan. Aku tetap memperkenalkan diriku sebagai Ryu Matsumoto, hanya saja, keanggotaanku di dalam CCC harus disembunyikan.

Seminggu pertama aku mulai mempelajari siapa saja yang bisa menolongku. Dan aku tertarik kepada fenomena seorang superhero, di negara ini. Namanya Black Knight. Ditakuti oleh para penjahat, bahkan dengan keberadaan Black Knight di kota ini kejahatan menurun drastis. Hanya orang-orang nekat saja yang mau melawan Black Knight.

Aku menonton semua videonya di youtube. Tentang bagaimana aksinya. Luar biasa, keren, aku salut kepadanya. Kalau dilihat ini bukan milik pemerintah. Ada seseorang yang mempunyai uang yang sangat banyak mau membiayai pembuatan baju tempur seperti ini. Aku bisa jamin ini bukan Gnome-X. CCC pun mengkonfirmasinya, ini bukan yang mereka cari. Prototype Gnome-X tidak seperti ini.

Tapi menarik juga kalau misalnya Black Knight ini tidak bekerja sama dengan pemerintah. Artinya aku bisa meminta bantuannya untuk mencari keberadaan Gnome-X. Aku pun mulai mempelajari tentang Black Knight lebih dalam. Usahaku tidak boleh sia-sia.

Aku tandai semua daerah operasi Black Knight. Di dalam apartemen, aku membeli sebuah peta besar tentang kota jakarta. Setiap ada aksi Black Knight, aku menandainya dengan jarum pin. Dari seratus lebih aksinya, ternyata aku ada kesimpulan dia tidak lebih dari 50 sampai 120km jangkauannya. Artinya aku bisa mempersempit lagi pencariannya. Kemudian juga Black Knight tidak memakai kendaraan, artinya dia sangat dekat dan berbaur dengan masyarakat.

Hasil analisaku berikutnya akhirnya makin mempersempit, daerah operasinya lebih banyak dalam radius 50km. Lebih sempit lagi, ada tiga macam kejahatan yang terjadi di hampir tiga tempat bersamaan. Dan kesemuanya berada di sekitar daerah pemukiman elit di kota Jakarta. Apakah Black Knight ada di sana?

Dalam sehari aku melihat video tentang Black Knight berkali-kali. Dan aku dapatkan satu hal, Black Knight ini orangnya terlalu ceroboh. Dia pernah menghentikan truk, kontainer yang remnya blong, tetapi karena tenaganya kebesaran kontainernya malah kedorong hingga lepas jatuh ke belakang, untunglah di belakang kontainer itu nggak ada mobil, kalau ada bakal kegencet pastinya. Kemudian ketika menolong kebakaran di sebuah apartemen dia menolong semua orang untuk mengungsi dari dalam gedung. Ada yang konyol sih, ketika tida menjebol sebuah jedela untuk menyelamatkan orang-orang, jendelanya jatuh dan ambruk ke sebuah mobil mewah milik seseorang. Dan ia harus menggantinya. Tapi entah bagaimana akhirnya kasus dari dia menghancurkan mobil hilang begitu saja. Dugaanku ada permainan uang yang besar di sini.

Dari sinilah aku yakin Black Knight bukan orang yang profesional. Ia cuma anak muda berkostum, seperti cosplay. Aku beberapa kali ketawa juga melihat video-videonya konyol banget. Seperti ketika menghentikan mobil para perampok, ia masih sempetkan untuk belanja telur di swalayan? Konyol banget.

Baiklah aku pun menunggu saat itu. Dan kebetulan sekali hari itu aku melihat kejadian yang seru juga menurutku. Sebuah robot mengamuk. Dan aku sebenarnya ingin menghentikannya tapi sang pahlawan sudah datang. Aku pun iseng saja melihat cara dia beraksi. Benar-benar ceroboh menurutku. Dan aku pun berubah menjadi Zero. Ketika dia berjalan cepat, aku pun mengikuti dia. Ternyata dia benar-benar seorang anak sekolah. Aku melihatnya dari jauh, bagaimana dia melepaskan kostumnya itu, cukup unik teknologi yang dia gunakan. Mungkin pertama di dunia. Aku tak tahu kalau di Indonesia ada orang yang bisa membuat kostum semacam Black Knight.

Aku pun akhirnya memutuskan untuk sekolah di sini. Sekolah tempat di mana Black Knight berada. Tapi seperti biasa, aku tak boleh ceroboh. Aku saat itu ada di atas tiang listrik. Tepatnya di atas. Dengan menzoom pandanganku bisa melihat dirinya. Anak muda cewek, berwajah oriental. Aku pun menyimpan gambarnya untuk nanti aku cek identitasnya. Namun aku melihat sesuatu yang mengejutkan.

Aku melihat Sakura???

Seakan tak percaya aku sampai memukul-mukul kepalaku sendiri. Dan memang benar, aku melihat Sakura. Tak mungkin, anak itu dia sangat mirip dengan Sakura. Cewek yang menjadi Black Knight tadi akrab sekali dengan cewek yang wajahnya mirip dengan Sakura. Yang jelas dia pasti bukan Sakura. Sebab akulah yang mengkremasinya, aku yang berada di rumah sakit bersamanya hingga saat-saat terakhir.

Aku pun memutuskan untuk bisa masuk ke sekolah ini. Secepatnya aku menghubungi kantorku, pihak CCC mau membantuku untuk bisa masuk ke sekolah ini.

Tak berapa lama kemudian aku menenteng pedang kayuku masuk ke sekolah ini dengan penuh percaya diri. Untuk mengurus ini semua memang cepat ternyata. Kapasitas CCC untuk melakukan ini semua tak perlu dipertanyakan lagi. Aku pun pergi ke kelas di mana tempat aku belajar.

"Teman-teman perkenarukan nama saya Ryu," kataku sambil tersenyum dan membungkuk. "Saya murai hari ini akan berajar di keras ini."

"Ryu?" semuanya bergumam.

"Eh, biasanya yang memperkenalkan adalah guru wali kelas lho, koq kamu udah ada di sini?" tanya cewek yang mirip Sakura itu.

"Maaf, sebenarnya harusnya kemarin saya masuku, tapi...karena ada kendara maka saya tidaku bisa masuku," jawabku sambil tersenyum.

Semenjak itu, aku tak pernah melepaskan pandanganku dari dirinya. Dia terlalu mirip dengan Sakura. Sangat mirip. Hanya saja, Sakura ke mana-mana bawa pedang, kalau dia tidak. Dia kemana-mana bawaannya adalah tablet atau laptop. Dan di telinganya diberi headset. Seorang anak yang cerdas. Aku sendiri tak menyangkanya.

Sakura, kenapa aku bisa melihatmu di sini?


*~o~*​


"Hana-chaan!? Ohayo," sapaku.

"Ohayo," jawabnya. Ada yang aneh dengan sikapnya kali ini. Dia agak dingin.

"Naze?"

"Daijobu."

"Kaget ya ketika aku biranggu karau aku agen dari CCC?"

"Ya iyalah. Siapa yang nggak kaget coba? Tahu-tahu sudah berubah aja jadi samurai."

"Hehehehe. Gomen gomen."

Dari arah gerbang sekolah aku melihat Yuda. Ah itu dia anak yang bisa menjatuhkanku. Hmm...memang benar, dunia ini luas, selain Sakura, masih ada saja orang yang bisa menjatuhkanku. Tapi yang kali ini karena skill, bukan karena masalah perasaan. Aku masih normallah, nggak mungkin jatuh cinta ama Yuda. Dan gara-gara tertarik dengan silat, aku pun belajar di padepokan dia.

Han Jeong muncul dari gerbang. Dia menyapa Yuda, "Pagi Yuda?"

"Pagi Jung!" sapa Yuda.

Nggak berapa lama kemudian Han Jeong baru masuk dan melintasi kami dengan sepedanya. Dia hampir menyapa setiap orang yang dia lewati. Begitulah Han Jeong, pribadi yang menyenangkan.

"Pagi Hana, Ohayo Ryu-san?!" sapa Han Jeong.

"Ohayo Han Jeong-chan," balasku.

(bersambung......)

Masih ngikuti plot, masih panjang :D :Peace: Belum masuk ke yang seru. :D
 
Terakhir diubah:
@Nggandhoel:
masih melek bos. Mari minum :kopi: dulu
 
baru selesai baca, ada beberapa typo! Tapi tetep paham bacanya
 
Wuih marathon update, udah abis berapa gelas kopi om? hehehehe
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd