Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Mid-Life Love Story

Tata bahasa yg membuat berpikir, sayang mandek nih
 
keren bro, cerita ente ke 2 yg ane baca setelah confession of sex addict.
persiapan utk baca BEDA, LAMPAU dan Badai Dari Timur :beer:
 
Halo suhu-suhu. Mumpung mulai ada waktu saya terusin yaa. Maaf lama. Mudah-mudahan masih pada mau baca. Cheers and enjoy sex - @MB.

“Gek, Rokok Filter Siki” aku mencabut 20 Ribuan dari dompet dan menyerahkannya pada gadis manis yang acuh sibuk memainkan game ular di nokia nya.

“Enden, Bli” katanya makin napsu mencet tombol di HPnya. Kayanya ulernya udah panjang ini.

“Iya ini mau Beli.” Jawabku asal.
Dia Masih diem sambil merengut membuatku iseng menyambar roti dan peyek kemudian berbalik.

“Suksme, ngih” aku mengucap terimakasih sambil pura-pura melangkah.

“Ee, eee Bli, bayar dulu.” Si manis akhirnya menyerah dan melepas pandang dari layar nokia nya menatap dendam.

Yang dipelototi nyengir, sambil nunjuk 20ribuan yang memang sudah ditaruh di etalase depan hidung si manis.

“Suksma Bli” si manis tersenyum tengsin.

“Makanya konsen kalo kerja. Maen HP aja.” Aku menjawab sok menasihati sambil berbalik.

JEDUK

Kepalaku sukses menghantam pembatas warung yang memang agak rendah. Disambut tawa keras dari belakang dan depanku.

Yang belakang pasti si manis. Yang depan yang membuatku memaksa membuka mata menolak sakit di kepala untukmengintip siapa yang ketawa gratis.

Raut wajah cantik berambut ekor kuda mau gak mau membuat aku ikut tersenyum.

“Makanya konsen kalo jalan.” Dua makhluk manis mengeluarkan komentar serupa tapi tak sama.

Aku hanya melengos dan menegakkan tubuh menjejeri makhluk cantik di depanku.

Kami saling menatap beberapa detik sebelum ia melompat ke dalam pelukanku dan bibir kami saling mengecup.

“Huu pornooo…” dari belakang seruan mengejek bercampur cemburu dikit membuat kami melepas pelukan dengan malu-malu.

“Pulangnya lama ih.” Kata si cantik.
“Hari ini jadwalnya si Robert, Yun. Tau sendiri lah.” Kataku sedikit menghela nafas.
Si cantik mengingat-ingat obrolan via telefon kami selama beberapa bulan terakhir, mencari referensi mengenai Robert. Kemudian akhirnya tertawa kecil.
“Owalah, anak orang kaya itu yah say” katanya tersenyum.
“Sumpah, itu anak emang males. Sampe cape diajarin juga ga bakal bisa maju kalo gak latihan.” Aku mulai mengomel.

Diantara 8 murid privatku si Robert ini emang paling unik. Alat-alatnya bermerek semua dimodalin bapaknya yang konglo. Bakatnya pun ada. Tapi pergaulan membuatnya malas latihan. Jadi lah skillnya gitu-gitu juga.

“Ya disetop aja kursusnya say.” Si Cantik berkata pelan.

Aku hanya meringis mengingat perbincangan kami mengenai rencana masa depan a.k.a merried yang emang rada lambat karena aku lagi ngumpulin duit.

“Ya namanya juga nyari modal kawin.” Aku berkata pelan sambil mengajaknya berjalan ke barat ke arah kosanku.

“Belum mandi, kan?” si cantik bertanya ke arahku.

Si cantik bisa membaca kegalauanku yang emang muncul tiap pembicaraa mengarah ke pelaminan.

Aku mengernyit menggeleng.

“Aku buktiin, kawin tuh gak butuh modal.” Si cantik berkata sambil mengerling nakal padaku.

Woaah. Yeeaah. Ngimpi apa semalaam. Eh emang mimpi basah sih bayangin hari ini si cantik bakal berkunjung ke Bali jauh-jauh dari Jakarta setelah LDR-an 4 bulan.

Memang 4 bulanan sudah berlalu sejak pertemuan kami di pantai seputaran seminyak kemarin.

Sejak pertengkaran dengan kakaknya, si cantik akhirnya memilih menginap semalam di hotel lain.
Ditemani Aku - si gondrong -tentunya.
Yang membuatku kaget, adalah Gadis cantik ini ternyata tidak gampangan.

Bukannya gak nyoba, Cuma keukeuhnya pertahanan si cantik akhirnya menumbuhkan respek dalam diriku untuk tidak mencoba lebih jauh daripada ciuman, elusan dan remasan.

Jilatan juga sih, tapi tidak lebih dari itu. Sumpe…

Akhirnya saat si cantik kuantar ke badara, kita janji untuk saling kontak tanpa attachment. Nothing to lose saja di pikiran kami.

Tapi setelah sebulan, terbukti, ternyata there is something to lose. Dan ini berlaku dua arah rupanya.
Hubungan unik ini pun berkembang seiring dengan rindu yang makin menggumpal. Walaupun tanpa embel-embel “pacar”, aku bahkan berani menyinggung pernikahan. Hal yang dulunya melintas di pikiranku pun tidak pernah.

“Aku serius Yun.” Katanya di telefon malam itu.

Tawa kecil si cantik seberang sana tidak disertai balasan kata. Tapi aku tahu, si cantik juga memikirkannya walau dalam ragu.

“Aku harus nyiapin dana dulu sih. Tapi bisa kok. Aku mulai ngajar privat musik loh sekarang.” Kataku membuka kartu

“Oya? Kapan mulai ngajarnya?” tanya si cantik tertarik.

Tidak perlu kata Iya untuk menyatakan persetujuan mutual mengenai pernikahan kami. Aksi bicara lebih banyak dari kata. Dan aksiku membuat si cantik terkesima.
Ini lebih dari sekedar nafsu. Mungkin ini yang namanya cinta.

Tapi aku juga manusia kan. Dikasih lampu ijo setelah 4 bulan tidak bertemu membuat pikiranku fokus ke urusan ranjang.
Mukaku pasti berubah karena si cantik kemudian menatapku menahan tawa.

“Ilernya dilap dulu dong say. Malu di jalan.” Katanya sambil mengelap ujung bibirku sambl tertawa.
Aku ikut tertawa dan kami kembali berangkulan.

“Miss you, Yun.” Kataku sambil menatapnya penuh rasa sayang.

Yang kutatap menatapku balik penuh pengharapan dan rasa sayang yang membuatku makin membulatkan tekad.

Aku harus bisa menjadi lelaki yang bisa melindungi dan membahagiakan gadis cantik ini.

Menggenggam tali ranselku aku mengangguk dan menggenggam tangannya melanjutkan langkah kami ke arah kosku.

******

“Kak Dion, kaya gini yah?” si tomboy berkata sambil berusaha memposisikan diri dengan pas.

“Sakit yah” kataku nyengir melihatnya meringis.

“Banget. Keras gini.” Ia sedikit meringis.

“Tenang, nanti juga terbiasa kalo udah sering” jawabku sambil pelan melepas pelukan tanganku membiarkannya lebih bebas memperbaiki posisi.

“Mulai yaa.” Si tomboy mulai bergerak sambil sedikit meringis.
Walau tersendat, gerakannya mulai mengalir. Tidak mudah memang mensinkronkan 2 hal dalam waktu bersamaan.

Tapi belum lama, si tomboy menghentikan gerakan.
“Lecet ini mah.” Katanya menggigit bibir.

“Kubantu deh” kataku memeluk badannya dari belakang. Dan kami bergerak dalam satu kesatuan ritme.

Aku menatap wajah tomboynya serius dengan alis mengernyit menahan perih. Wajah itu penuh determinasi berusaha menggenapkan usahanya sampai usai.

Dan akhirnya tuntas dengan sukses.
Si tomboy bersorak kegirangan melepas genggamanya membuatku harus memeluk lebih kencang menahan agar gitar tidak terjatuh.

“Awas jatoooh.” Kataku.

Ia tersadar dan akhirnya kembali meraih pegangannya di leher sebelum berbalik menatap.
Kami saling menatap. Aku dengan tatapan bangga, dia dengan tatapan…penasaran?

Kemudian wajahnya didekatkan ke wajahku. Aku sedikit memundurkan kepala. Tapi wajahnya makin merangsek memaksaku mundur sampai berbaring.
Bibirnya mengejar bibirku. Dan buruannya tertangkap.

Bibir kami baru terpisah saat bunyi gedebuk keras gitar yang jatuh di lantai disertai harmonisasi tuning standar E mengagetkan kami.

Kami masih saling menatap. Matanya mengerjap pelan saat tangan kirinya meraih sesuatu di balik bantalnya.

Aku tersentak saat tangannya memperlihatkan bungkusan kecil merah yang kukenal baik isinya.

Guitar lessonnya udah selesai rupanya.

“Wen…” Aku tidak bisa menyelesaikan kalimatku. Mulutku keburu disumpal bibir.

******

“Jorok banget siiih” Yuni – si cantik agak merajuk mengangkati tumpukan pakaian yang berserakan di lantai kosanku.

Tapi omelan kecilnya seakan mantul saja di telingaku. Mataku terlalu sibuk jelalatan ke pemandangan indah di depanku untuk bisa fokus pada apa yang diomelkan.

Gimana mau fokus coba, si cantik sedang beres-beres kamar cuma berbalut handuk sepaha yang pada saat nunduk sudah pasti memamerkan isinya.

“Say”
“Sayaaang”
“Dioooon. Woooi”
Panggilan yang terakhir udah ga ada sayang-sayangnya, baru bisa menarikku balik ke alam nyata, lepas dari pikiran mesum di otakku.

“Ini gimanaa…” kata si cantik mengangsurkan setumpuk buku ke depan wajahku.

“Oiya. Sini aku buang.” Aku meraih tumpukan buku itu, tapi ditahan.
“Kok dibuang?” tanya si cantik.
“Abis diapain?” Tanyaku bingung.
“Lah ini kan buku musik murid-murid kamu. Disimpan dong.” Si cantik menatap lucu mulai sadar aku ga mudeng.
“Oiya ya. Disimpan lah.” Aku buru-buru menambahkan.
“Ya aku nanya mau disimpan dimana sayaang” si cantik jadi usil mendekatkan tangannya yang masih memegang buku ke depan celanaku.
“Hadedeh” aku mengaduh saat tangannya membentur tonjolan di depan celanaku.

Si cantik tertawa dan akhirnya meletakkan buku di kasur.

Sambil nunduk lagi.

Aku trance lagi.

Si cantik berbalik menatapku sambil berpose ala-ala model shy schoolgirl

(Kalo ga ngarti, bayangin pose gadis dengan Tangan dibelakang pala rada-rada dimiringin, gigit bibir bawah sambil menatap malu-malu. Kaya gitu laah.)

“Anduknya baru nih sayang. Kamu suka?” Katanya dengan nada manja.

Sumpah ilerku pasti udah menggenang di lantai saat itu.
Lalu si cantik meraih selipan handuk di samping dadanya dan pelan mengurai, membiarkan handuknya jatuh ke lantai mempertontonkan tubuh sintal sonder daleman.
“Ups…” katanya.

Gak. Kuat. Lagi…..

Aku maju menerkam diiringi terikan kecil si cantik. Tapi aku tak peduli lagi.

Tangan, bibir, lidah, idung, seluruh tubuhku seakan punya otak sendiri dan bergerak lincah mengerjakan tugas masing-masing.

Bibir kami masih bertaut saat semua pakaianku minus baju dalam sudah berserakan di lantai.
Lalu kudorong Yuni ke kasur dan membiarkan tubuh kami saling menimpa dan ciumanku mulai menjalar dari bibir turun ke leher, dada, perut dan akhirnya berhenti di depan memeknya.

Aku bersiul sedikit menikmati keindahan pemandangan di depanku sambil membuka baju dalam yang masih nangkring di badan.

Saat akhirnya aku kembali memposisikan diri, si cantik tiba-tiba duduk.

“Mandi dulu ah.” Katanya sambil mengecup bibirku dan mengangkat kaki kirinya melangkahi kepalaku.

Aku hanya bisa ternganga menatapnya berdiri mengambil ikat rambut dan menggulung rambutnya di bagian atas kepala kemudian berjalan ke kamar mandi dan menyalakan shower.

MANDI? SEKARANG? TEGAAAAA….

Aku merutuk dalam hati sambil menggaruk rambut frustasi.
Tapi siulan kecil memanggilku.
Yuni berdiri berkilau di bawah guyuran air shower.

Matanya menatap penuh sayang menyusutkan nafsu syahwatku. Tatapan itu terlalu sia-sia jika hanya dibalas dengan tatapan nafsu. Lalu gerakan kecil kepalanya mengundangku.

Saat itu aku tahu, we are meant to be together.

****

Kami bergumul liar di atas kasur dalam posisi 69.

Pantat gadis tomboy diatasku bergetar membuatnya menghentikan sejenak hisapannya di kontolku.

“Aagh. Pengen lagiii.” Katanya meringis menarik pantatnya membalik posisi mengangkangiku.

Bibir kami bertemu bersamaan dengan kontolku melesak ke dalam memeknya.

Si tomboy menggeram pelan menikmati.

Aku menatapnya sambil memicing mata menunggu gerakan sporadik seperti saat si tomboymendapat orgasme pertamanya tadi.

Terkaanku tepat. Si tomboy bergerak kesetanan beberapa detik sebelum akhirnya menekan pinggulnya kuat-kuat mengiringi orgasme keduanya.

“Hnnggh” giliranku menggeram merasakan jepitan di sekitar kontolku.
“Aku juga dapet.” Kataku pelan terengah.
“Ngaaah. Aku masih.” Si tomboy melengos sambil membalas.

“Kak Dioon…” erang si tomboy

“Weeen…”erangku.

Tok Tok Tok.

Ketukan di pintu kos Weni tidak keras tapi tajam bagaikan pisau menusuk perutku.

“Yon. Buka dulu.” Suara lelaki mengikuti ketukan di luar.

Kiamat

Bersambung lagi yaaa....
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd