Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Memoir of A Submissive Doctor

mklovers

Kakak Semprot
Daftar
23 Nov 2015
Post
167
Like diterima
38
Lokasi
st.petersburg
Bimabet
Hai buat para pecinta kisah Bu Dokter..kali ini kembali lagi saya mendapatkan kesempatan untuk sharing beberapa kisah lanjutan dari Bu Dokter yang submissif ini....Hope you all will enjoy it...thread sebelumnya sudah dikunci..bisa dicari di cerbung The Story of A Submissive Doctor..selamat menikmati

[hide]
Komunikasi kami yang terputus sudah lebih dari enam bulan terus membawa anganku melayang mengenang memori di awang-awang. Kisah kami singkat, namun penuh kesan. Mungkin ini akibat drama dan hasrat yang terus naik turun layaknya roller coaster memainkan perasaan dan kemanusiawian kami..

Ku hanya bisa memandang instagramnya, dan mengingat tempat-tempat yang pernah kami tuju bersama, termasuk beberapa tempat yang memang hanya kami yang mengetahuinya.

Aku coba melanjutkan hidup dengan berusaha dekat dengan perempuan lain, tapi perasaan itu benar berbeda dengan yang kuberikan kepada Bu Dokter. Mungkin benar kata pepatah dahulu, "jangan kau berikan cinta 100% pada pasanganmu, karena jatuhnya akan sakit sekali"..Yah, itulah kesalahanku paling utama..memberikan hati dan kelaminku sepenuhnya kepadanya.

Tapi jujur saja, selama 3 tahun bersamanya, aku belum pernah merasakan kekecewaan saat bersenggama dengan vaginanya. Lubang kemewahan itu memberikan sensasi berbeda, tak layaknya lubang-lubang keindahan lainnya yang pernah kurasakan sebelumnya. Uniknya lagi, aku baru menyadari kalau dia sangat ketagihan dengan sentuhan dan tusukan di lubang anusnya setelah kami menjalani masa pacaran 1 tahun.

Memori yang masih terngiang mengacu saat aku secara tidak sengaja memilih memasukkan jari tanganku ke lubang "matahari" milik bu dokter yang bersih dan menganga.

Kala itu Bu Dokter ingin dipuaskan terlebih dahulu melalui sebuah aksi foreplay ku sebelum kami melakukan intercourse.

"Jilatin aku donk," pintanya manja. Suara yang tipis dengan balutan desahan dan napas menahan derup birahi, menyentil rasa kenafsuanku yang sudah di langit-langit untuk menuruti saja kemauannya. Toh, vagina dan anusnya merupakan bagian yang terasa lezat bagiku untuk dimainkan, entah itu dengan gigi ataupun lidah.
Aku senang sekali memainkan bagian bawahnya dengan berlama-lama, mulai dari depan, ke belakang hingga kedepan lagi..semua tentunya dengan campuran ludahku agar seluruh bagian tersebut basah bercampur lubrikasi alaminya.

Ia menunjukkan rasa menikmati dengan sering memejamkan mata, menggigit bagian bawah bibirnya yang penuh dan menggerakkan bahu dan punggungnya keatas kebawah.

Sungguh nikmat melihat pemandangan tersebut nyata dihadapanku. Saking nikmatnya melihat Bu Dok naik turun mengekspresikan birahinya, aku semakin gemas dengan seluruh tubuhnya sehingga ingin sekali menggigit putingnya, atau mencubit bagian pantatnya yang menggembung sampai dia sadar dan lupa utk orgasme.

Tapi, boro-boro aku hendak menggigit atau mencubit, aku justru tersedot seluruh keinginanku untuk mengerjai lubang anusnya yg sudah terbuka lebar dan memamerkan bentuknya ke hadapan wajahku. Aku kuatkan hati untuk tidak memberi 'early notice' kepadanya. Aku mulai memasukkan satu jari telunjuk hingga seluruhnya tertelan..ia bergeming...kulanjutkan dengan tiga jari sekaligus, ia masih bergeming..

Aku yang memang senang sekali merasakan bagian dalam dari anus, mencoba mengambil tindakan ekstrem dengan mendorong lebih dalam dan memasukkan seluruh kelima jari tangan ke anusnya sehingga dapat merasakan apa saja bagian yg terjangkau oleh jariku di dalam anus. Selain kehangatan, aku merasakan ada semacam bagian ekor tulang yang tersentuh.

Dia mulai bergerak liar. Matanya enggan membuka..pergerakan bibirnya sudah tidak karuan, pipinya berubah merah merona, malu sekaligus merasakan kenikmatan yang tiada tara.

Tak dinyana, 10 menit kemudian ia kelonjotan seperti cacing kepanasan bergerak ke kanan ke kiri dan mulai memeluk tanganku dan menggoyangkan bagian pinggulnya sebagai tanda kenikmatan dan kondisi mendekati klimaks. Tak pelak, tanpa rasa malu lagi, ia mendesah keras melepaskan kenikmatannya dan mencengkeram erat lenganku tanpa membuka mata dan hening sejenak menunggu pertanda ia siap melepas orgasme yang dirasakannya. (bersambung)

(kisah ini berdasarkan memori saat kami menginap di Mulia Hotel 12-**-201*)



[/hide]
 
Terakhir diubah:
nah.... satu lagi karya epik kisanak Mklovers....

lanjut suhu.... kisah suhu selalu membawa perasaan nubi naik turun.

pasang patok dimari, suhu.
 
Part-2

[hide]

Tak kurang 2 tahun lamanya kami menjalani hubungan LDR yang dibumbui pahit dan asam roman percintaan yang kadang saya anggap melelahkan, dan justru mengubur hasrat dan mendegradasi rasa sayang kami terhadap satu sama lain.

Kami sadar LDR hanya untuk mereka yang memiliki tingkat kesabaran layaknya seorang wali, dan tingkat penekanan birahi selugas Biksu Tong. Tak mudah namun harus dijalani. Masing-masing dari kami memiliki impian yang ingin digapai, dia terkait studi, saya tuntutan karir.

Namun teknologi memang menjadi jembatan kami untuk berkomunikasi....dan juga untuk hubungan seks virtual.

Agenda pertemuan kami secara real-life hanya bs diakomodasi paling cepat 3 minggu sekali. Dan itupun andai tanpa drama, efektif kami hanya bertatap muka maksimal 3 hari. Dari segala keterbatasan sentuhan fisik dan pelukan sayang, kami merasa kebutuhan untuk membeli webcam dan speaker mutlak pindah dari pilihan tertier menjadi primer.

Kami memutuskan hanya membeli yang kualitasnya rendah, karena ya..pada masa itu webcam dengan kualitas HD masih terbilang cukup mahal.

Awalnya penggunaan webcam dan fasilitas sk*pe ini memudahkan kami berkomunikasi di kala kami tidak memiliki kegiatan dan yang paling utama...tentunya untuk melepas rasa kangen yang membuncah di dada.

Biasanya kami membicarakan masalah isu-isu terbaru internasional, hal-hal yang dialami temannya selama menempuh pendidikan, keluh kesahnya dalam menanggapi keinginan keluarganya hingga hanya untuk main game bersama. Walau untuk yang terakhir aku selalu memilih posisi sengaja kalah, agar ia bahagia dan tersenyum sumringah saat berkomunikasi dengan ku.

Namun semakin larut malam, kami mulai memanfaatkan teknologi ini untuk bercengkrama sambil bersenggama virtual, sebutan yang kini populer disebut VCS.

Awalnya aku iseng hanya coba membuka bagian atas pakaian ku untuk menarik perhatiannya. Tanpa disangka ia merespon nya. "Aku boleh buka baju juga ga?," dengan nada centil dan senyum binal menggoda. Aku cukup mengangguk dan tersenyum tanpa melontarkan satu kata pun.

Ia mulai melepas bagian atas pakaiannya. Terlihat tubuh putih mulus dan ketiak yang bersih tanda ia baru membersihkannya. Payudaranya terlihat kencang dari webcam resolusi rendah ku, namun tetap sebagai tocil idamanku.

Ia melontarkan senda gurau terkait fisiknya dan memilih mengobrol topless untuk waktu yang cukup panjang. Sejurus kemudian, karena tidak sabar, iapun meminta aku untuk membuka celanaku agar penisku bisa dilihatnya dengan jelas.

Aku meminta hal yang sama untuknya. Aku mengatakan aku sangat kangen dengan vagina nya yang tebal dan unik karena menjulurkan lidah terus. Ia tertawa dan memilih membalasnya dengan langsung memelorotkan celananya dan mengarahkan webcam miliknya ke bagian penampang vaginanya. "Nih, mananya sih yang ngejulurin lidah. Sering ya kamu ngomong ga make sense," dengan nada sedikit bercanda.

Kulihat diluar dinding vagina nya sudah menetes cairan lubrikasi yang cukup deras.

"Kamu horny ya?," tanyaku pura-pura bodoh. "kamu cukur jembut ya? atau waxing," lanjut tanyaku sebelum ia sempat menjawab.

"Iihhh apa sih, tanya2 ga jelas. Kamu sendiri tuh belum cukur bulu, jadi keliatan penuh deh..," tukasnya menggoda sembari jari-jarinya terus memainkan klitoris dan penampang vagina untuk membasahi seluruh bagiannya.

"Kamu tau ga si yang ingin aku lakukan kalau pas mau ketemu kamu? aku pingin vaginamu itu kamu gesek-gesekkan ke wajahku, dengan kencang hingga aku kesulitan bernapas," ujarku untuk menaikkan birahinya.

"Terus tanpa kamu sadari, aku sudah akan memasukkan dildo bening yang kita beli di orchard di bagian anusmu, yang mungkin masih sedikit kotor karena belum kamu bersihkan," ceritaku sambil berimajinasi. Ia pun terus merespon dengan mulai memasukkan ketiga jari kanan nya ke dalam vagina dan tangan kirinya bergerilya menuju arah lubang anus untuk melengkapi penutupan lubang.

Aku minta ia untuk bermasturbasi menggunakan seluruh jari kanan dan kiri agar tidak ada lubang yang terbuka kala berbicara denganku. Kuminta jari-jari tersebut tak hanya keluar masuk dari lubang yang sama, namun juga dapat silih berganti dirasakan dan dikecap dalam mulutnya. Ia menurut dan terus menikmatinya berulang-ulang, hingga akhirnya sang "Adik" menyemburkan cairan hangatnya pertanda hasrat ini terpuaskan dan kerinduan ini bisa disirnakan. (bersambung)

Memori ini berdasarkan kisah perjalanan LDR kami saat ia menempuh kuliah di salah satu negara di Asia dan saya di Indonesia.



[/hide]
 
Terakhir diubah:
:baris::pandapeace:
mantap kisanak...

padat, ringkas tp bisa membawa imajinasi nubi....jd pengen VCS neh.

next, updatenya panjang dikit hu... biar puas follower suhu.
lanjut kisanak....:pandabelo:
 
lanjut hu cerita nya.
pas banget nemenin hujan bgini.
bkin ngaceng pol.
 
Bimabet
Part - 3

[hide]
Secara kontekstual, aku sering mengungkapkan betapa serius diriku menjalani hubungan ini dengannya. Aku memproyeksikan, suatu saat kami akan membina rumah tangga dengan sederhana, entah di kota tempatku bekerja kala itu, atau kota asal Bu Dok. Namun masing-masing dari kami terlalu keras. Keras mempertahankan idealisme, keras mempertanyakan komitmen.

Sebenarnya masalah ini datang dari diriku. Posesivme dan kecemburuan berlebih ini datang bukan hanya karena ketakutan bertubi-tubi yang mendera, tapi juga akibat low self-esteem semenjak aku menjalin hubungan dengan Bu Dok.

Dalam suatu kesempatan, kami mendapat undangan pernikahan dari rekan dekat Bu Dok di suatu gedung di wilayah Jakarta. Pernikahan tersebut dihadiri oleh rekan seangkatan serta berbagai alumni dari fakultas tempat Bu Dok pernah menempuh pendidikan dahulu. Tentunya, karena latar belakang pendidikan serta kampus kami berbeda provinsi, aku hampir tidak mengenali satupun rekan dari Bu Dok. Namun dengan dasar untuk menghormati dirinya, dan mencoba lebih dekat dengan rekan-rekannya aku mengiyakan ajakan tersebut.

Kala kami tiba, acara pernikahan sudah berjalan lebih dari satu jam. Disana sudah banyak berkumpul tamu-tamu undangan dan area makanan telah dikerubuti oleh pengunjung yang menyemut. Aku tidak terlalu bernafsu sebenarnya untuk makan di tempat dimana aku merasa kurang nyaman di dalamnya. Tapi apalah arti perasaanku, aku harus menghormati tuan rumah, dan juga menghormati Bu Dok yang telah bersedia mengajakku.

Saat menaati barisan mengambil makanan untukku dan Bu Dok, tanpa kusadari Bu Dok didatangi oleh seorang pria berkulit putih memakai lensa kacamata frame hitam
dan memiliki tinggi badan 2 cm lebih tinggi daripadaku. Ia menyapa Bu Dok dengan ramah....terlalu ramah menurut pendapatku.

Tanpa memperhatikan sekitar, ia langsung mengecup pipi Bu Dok di bagian kiri dan kanan, dan memeluknya tanpa rasa bersalah.

Emosiku benar-benar tersulut secepat ketel yang mengalami pemanasan dengan superheater berkapasitas pembakaran 778°C dan menciptakan uap pendorong turbin listrik. Mukaku memerah, nafasku tidak teratur, berderu cepat dan pendek-pendek. "Apa-apaan ini? Siapa dia? Brengsek sekali tanpa ba-bi-bu langsung ambil kesempatan menyentuh kesayanganku yang paling berharga," emosiku membuncah dalam hati.

Aku masih menahan emosi tersebut agar tidak meluap keluar. Kepalaku panas dan ingin segera meminta penjelasan kepada Bu Dok, namun semakin kutunggu di antrian makanan, mengapa Bu Dok tidak segera mengenalkanku kepada lelaki bangsat tersebut? Ia malah meneruskan obrolan dengan lelaki tersebut seperti mengingat-ingat memori lama mereka. "Apa-apaan ini. Aku dianggapnya seperti apa? supir atau hanya sebagai boy-bitches?"..

Karena amarah yang sudah tidak dapat kutahan, aku lalu beringsut meninggalkan antrian untuk segera menuju ke pintu keluar gedung pernikahan tersebut. Di luar kuambil sebatang rokok dari saku celanaku dan kusulut segera agar hisapan asap dari rokok dapat menyatu dengan alur nafasku yang terus menderu cepat dan dapat meredakan amarah ini.

Aku baru mengetahui, saat keluar tadi, Bu Dok mengikuti dari belakang dengan terburu-buru dan coba menyamai langkahku sembari memanggil namaku.

"Sayang, ada apa? mengapa kamu keluar tiba-tiba? bukannya baru saja kau hendak mengambil makanan?" tanyanya lugu. Aku tidak paham dengan pertanyaannya, apakah benar ia bermain sengaja innocence atau memang tidak mengetahui pokok masalah sebenarnya.

"Kamu serius mengatakan itu di hadapanku?" tanyaku ketus kehadapannya. "Kamu benar-benar sengaja ingin membuat aku emosi, atau memang kamu udah menganggap aku tidak ada?"
"Kamu seenaknya dicium sama temanmu, tanpa menghormati pasanganmu ini yang masih menganut budaya unggah-ungguh, apakah pantas? Apakah kamu bahkan juga mengenalkanku sebagai pasanganmu pada teman bangsatmu itu," amarahku belum mereda dan justru semakin panas di area luar.

Daripada aku semakin emosi dan mengonfrontasi teman Bu Dok secara langsung, aku pun memilih untuk bergegas pulang. Aku sudah enggan meladeni permasalahan yang justru meningkatkan emosiku. Bu Dok berusaha menenangkanku sambil menangis dan mengatakan bahwa apa yang terjadi di dalam jauh dari bayanganku. Ia meminta maaf karena terlupa untuk mengenalkanku, tapi dia menekankan memang seperti itu faktanya, tanpa maksud apa-apa.

Aku merasa tidak dihargai tapi pendapat ia berkata lain. Kami pun memilih untuk angkat kaki lebih cepat hari itu tanpa menyempatkan pamit kepada pemilik acara. Semata-mata karena emosiku yang tidak bisa kutahan dan harga diriku tersayat. (bersambung)


Ilustrasi gaya Bu Dok saat menghadiri undangan pernikahan

Nah, menurut pembaca budiman, apakah keputusan saya untuk emosi dapat dibenarkan, ataukah sebenarnya terlalu berlebihan? berikan komentarnya ya..pendapat terbaik di kolom komentar, akan diapresiasi dengan baik juga..terima kasih.

(kisah ini diambil berdasarkan kejadian di salah satu event pernikahan yang kami hadiri di Jakarta Selatan)

[/hide]
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd