Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG MATA LANGIT

Bimabet
Part 8
Pemenang Satu-Satunya



Agung Hermanto melihat pelelangan berakhir dengan sempurna, dia dengan senang berkata, "Acara pelelangan telah berakhir, di sini kami menyediakan layanan gratis bagi pelanggan yang ingin memotong batu alam utuh secara langsung. Bagi pelanggan yang ingin membawa pulang juga silakan."


Para pembeli batu mengikuti Agung Hermanto ke area timur. Dimana area timur adalah lokasi yang dijadikan sebagai tempat pemotongan, pengasahan, pengukiran dll.


Zee bertanya pada salah satu staf panitia pelelangan.


"Maaf pak.. mau tanya, apakah saya masih diperbolehkan mencoba lagi, saya masih ingin membeli, tapi batu yang ada di ujung meja sana" Tunjuk Zee pada setumpuk batu.


"Yang itu? buat apa mas..?? itu mah batu sampah gak ada nilainya, silahkan saja kalau mau ambil, semua juga boleh.. dari pada numpuk disitu merusak pemandangan.


"Enggak pak.. sebongkah saja kok, kalau gitu aku beli satu ya pak." ucap Zee lalu menyerahkan 3 lembar 100 ribuan.


"Gak salah nih mas.. kan saya bilangnya gratis tadi, lagian batu sampah kok, udah ambil aja mas."


"Udah.. terima aja uang itu pak, gak baik menolak rejeki, lumayan buat beli rokok" timpal bu Ambar yang sebenarnya juga merasa bingung, mengapa Zee justru membeli batu sampah.


"Wah.. rezeki nomplok nih" sahut si bapak dengan girangnya.


Beda halnya dengan Zee, hatinya lebih girang lagi karena batu bernilai 500 juta hanya dibeli seharga 300rb.


"Oh ya pak, bisa minta tolong sekalian.. nanti bawakan batu ini dengan batu yang di meja nomor 7 ya pak, tenang saja saya tambahin 200 rb buat upah angkutnya" pinta Zee dengan santun.


"Siap, dilaksanakan mas!!" jawab si bapak seperti sedang hormat ke tiang bendera.


"Kalau gitu saya tunggu di area timur ya pak" lanjut Zee. Keduanya berjalan ke area timur, bu Ambar kali ini tak malu-malu lagi menggandeng Zee, itu semua dilakukan untuk menghindari tatapan-tatapan liar para hidung belang.


"Bu.. jangan di gandeng dong, please.." pinta Zee.


"Kenapa.. kamu gak suka? saya masih bos kamu loh.. apa kamu mau saya pecat?".


"Yah, enggak asik deh.. serem banget main pecat-pecat" sahut Zee yang dibalas senyum oleh bu Ambar.


"Ya udah makannya diem, nurut aja apa kata saya, Ok."


"Bukannya apa-apa sih bu, pepaya bangkok mu itu loh nyundul-nyundul terus dari tadi." lirih Zee dengan berjalan sambil memasukan sebelah tangannya kedalam saku celana, berusaha untuk menjinakan ularnya yang tak mau diam.


Di area timur, sudah berdatangan para pembeli batu. Mereka berkumpul mengelilingi mesin pemotong batu.
Batu pertama yang siap dipotong adalah batu alam utuh nomor 3. Semua orang menahan napas saat memperhatikan pengrajin batu sedang memotong dengan serius.


Zee dan bu Ambar turut menonton pengrajin batu yang sedang memotong. Begitupun semua orang sangat bersemangat, karena ini adalah saat yang paling mendebarkan dalam perjudian batu, menang atau kalah semuanya tergantung dari hasil pemotongan.


Setelah batu terpotong, pengrajin batu itu pun
menekan saklar listrik untuk mematikan mesin.
Lalu mengambil batu yang telah dipotong tadi,
menyeka permukaan pada sisi batu dengan
kain basah. Pengrajin batu melihat, lalu menggeleng-gelengkan kepalanya dan berkata.


"Batunya cacat!!" pekik pengrajin batu.


Inti giok di dalam batu alam ini lumayan besar, tapi penuh dengan kotoran dan diperparah dengan banyaknya retakan membuat inti giok menjadi tak bernilai.


Pemilik batu nomor 3 itu terlihat menggigit bibir bawahnya lalu berkata, "Potong lagi!! Batu seharga 8 Miliar bukannya saya untung malah buntung!".


Pengrajin batu tak berbicara sama sekali, dia meletakkan kembali inti giok tersebut, lalu memotongnya lagi. Inti giok ini sebenarnya sudah tergolong cacat, tapi pembeli yang telah membayar mahal ini belum puas. Pengrajin batu hanya melaksanakan perintah sesuai keinginan pembeli itu saja.


Dengan sigap, dia meletakkan inti giok tersebut dan memotongnya lagi. Setelah selesai dipotong, pengrajin batu kembali mematikan saklar mesin, membuka penutup mesin lalu menyeka inti giok yang dipotong dengan kain basah dan menunjukkan kepada orang yang membelinya.


"Bos.. inti giok ini sudah tidak perlu dipotong lagi, inti giok yang sudah dipotong ini masih tetap penuh dengan kotoran dan retakan. Inti gioknya benar-benar cacat" kata pengrajin batu menjelaskan.


Wajah pemilik batu nomor 3 itu terlihat murung, kata-kata umpatan meluncur begitu saja dari mulutnya. Dia merasa kecewa, tapi tidak ada yang bisa dia lakukan.


Sedangkan pemilik batu nomor 2 ragu sejenak, lalu berkata tidak perlu dipotong. Dia ingin membawa batu itu pulang dan akan dipotong oleh pengrajin batunya sendiri. Rata-rata pembeli batu alam adalah pengusaha toko emas dan giok. Mereka mempunyai pengrajin dan mesin sendiri.


Pengrajin batu bertanya, "Siapa lagi yang ingin batunya di potong? silahkan kemari."


Pemilik batu nomor satu berkata, "Punya saya, tolong potongkan!".


Pengrajin batu bergumam dihatinya, ini adalah batu primadona yang termahal dalam lelang kali ini. Bentuk tampilan luarnya sangat bagus dan luar biasa.



"Bos.. batu ini mau dipotong seperti apa?" tanya pengrajin batu.


"Kamu berpengalaman dalam hal ini, kamu atur saja." kata pemilik batu nomor satu yang memberikan wewenang pada pengrajin batu.


Pengrajin batu memandang batu dihadapannya, lalu menggambar beberapa pola garis di permukaan batu dengan spidol. Lalu berkata pada pemilik batu nomor satu.


"Aku sarankan untuk potong dari garis ini dulu bos.. jika penampakannya bagus, sisi ini tidak akan merusak inti giok, jika inti gioknya bersih dan tak ada retakan, setidaknya bisa untuk membuat 22 gelang dan 40 liontin, batu ini bakal bernilai 32 Miliar." ujar pengrajin batu memprediksi.


Pemilik batu nomor satu senang mendengarnya, "Batu ini aku beli dengan harga 18 Miliar, aku suka dengan batu ini hahaha!".


Setelah pengrajin batu memastikan arah pemotongan, dia meletakkan batunya ke dalam mesin, lalu menutupnya dan menyalakan saklar listrik.
Penutup mesin akan kedap debu saat pisaunya memotong batu, terdengar suara yang melengking. Namun tidak ada yang merasa mengeluh dari suara berisik mesin itu karena teralihkan oleh rasa penasaran.


Setelah beberapa menit kemudian, lengkingan mesin mereda. Pengrajin batu menekan saklar dan membuka penutup mesin. Caranya tetap sama, tapi orang-orang yang menonton hampir menahan napas.


Pengrajin batu membersihkan sisi yang dipotong dengan kain basah, meski tidak berekspresi tapi matanya terlihat jelas dia sangat kecewa.


Karena penasaran, pembeli batu nomor satu menjulurkan kepalanya ke depan, melihat
sisi yang telah terpotong. Terlihat inti giok olehnya tapi warnanya keruh karena banyak sekali kotoran dan retakan.


"Batu cacat!" pekik pengrajin batu.


"Brengsek!!" Pemilik batu nomor satu tidak bisa menahan diri untuk tidak memaki, namun dirinya masih mengharapkan Inti gioknya tidak mengecewakan saat pemotongan yang kedua.


Pada dasarnya jika inti giok sudah muncul, lalu di potong lagi, maka kualitas yang dihasilkan tidak jauh berbeda dengan yang pertama, karena berasal dari giok yang sama. Jika inti giok yang muncul buruk, maka hasilnya 95% menghasilkan inti giok yang buruk juga di potongan kedua.


"Mau aku potong sekali lagi?" tanya pengrajin batu.


Pembeli batu nomor satu menjawab dengan tidak bersemangat, "Potonglah."


Pengrajin batu tidak mengatakan apa-apa lagi, dirinya juga salah menilai, tertipu oleh permukaan luar batu yang terlihat menjanjikan. Padahal batu nomor satu ini menjadi primadona di acara lelang kali ini, harga yang ditebus juga tak main-main seharga 18 Miliar. Sepertinya batu ini akan di buang ke laut oleh pemiliknya.


Setelah memotong sekali lagi, saat pengrajin batu melihat hasil potongannya, dia hanya menghela napas berat. Pemilik batu nomor satu menjulurkan kepalanya untuk melihat, ternyata masih saja terlihat kotor dan banyak retakan.


"Bangsat!! Rugi besar!" pekik pembeli batu nomor satu.


Orang yang berkerumun menonton pemotongan batu, semuanya merasa putus asa. Walaupun semua orang memiliki impian untuk menjadi kaya, taruhan tetaplah judi. Peluang kalah lebih besar daripada peluang menang.


Bu Ambar juga menghela napas berat, dadanya terasa sesak ketika melihat hasil ini. Dia berpikir, untung tadi dirinya ditahan oleh Zee. Kalausannya dia yang mendapatkan batunya, maka yang rugi 18 Miliar sekarang bukanlah pemilik batu nomor satu, melainkan dirinya.


Pengrajin batu melemparkan pandangannya ke arah para tamu dan bertanya lagi, "Apakah masih ada para bos, yang ingin memotong batu lagi?"


Zee menjawab dengan cepat, "Saya pak! Dua batu milikku ini mau dipotong."


Zee mengatakan sambil menyerahkan batu bernomor 7 pada pengrajin batu lalu berkata, "Silahkan, potongnya terserah anda saja."


Sebenarnya di dalam hati Zee, dia juga sangat gugup. Kemampuannya itu entah jitu atau tidak, dia juga tidak bisa menjamin. Jika batunya itu tak berharga, maka menandakan kemampuan mata langitnya salah, dan menganggapnya sebagai halusinasi saja. Jika mata langitnya benar dan tepat, maka Zee akan menjadi kaya raya.


Setelah batu nomor 7 milik Zee telah dipotong, pengrajin batu mematikan saklar listrik, lalu membuka penutup mesin dan membersihkan sisi yang terpotong.
Pengrajin batu yang awalnya meremehkan batu nomor tujuh ini, tiba-tiba pengrajin batu berteriak.


"Wah!" pekik pengrajin batu hingga menarik perhatian orang-orang di sekitarnya.


Banyak pasang mata tertuju pada sisi batu yang terpotong, tampak dengan jelas warna putih dan hijau, warnanya relatif rata dan mengkilap seperti ada air yang mengalir keluar.


"Sialan, ada yang menang!" Entah siapa yang berseru.


Zee belum mengatakan apapun, tapi bu Ambar yang heboh duluan, "Zee, taruhan mu menang!".


Pengrajin batu melihat sisi yang dipotong, mengangguk-anggukan kepala dan berkata, "Kualitas inti giok ini lumayan, hanya lebih rendah sedikit dari giok jenis es murni, kontur warnanya merata, bagian kiri hanya sehelai retakan halus, bagian kanan bagus. Setidaknya inti giok ini bisa dijadikan 4 gelang, hanya melihat dari inti giok ini, taruhan anda sudah dipastikan menang bos!" papar pengrajin batu.


Mendengar apa yang dijelaskan pengrajin batu, seorang yang tak jauh dari Zee berkata, "Bro, aku ingat tadi kamu membeli batu itu seharga 20 juta kan? Begini saja, aku akan bayar 50 juta, kamu langsung jual padaku sekarang atau kamu berjudi untuk memotong lagi?"


Zee melirik ke arah bosnya.


Namun bu Ambar memberikan keputusan sepenuhnya pada Zee. "Kamu saja yang putuskan."


Zee segera mengangguk, lalu berkata pada pengrajin batu, "Pak.. tolong potong sekali lagi."


Pengrajin batu tidak mengatakan apa pun, langsung melaksanakannya dan memotong sekali lagi. Inti giok pada sisi yang dipotong kali ini, hasilnya tidak beda jauh dengan sisi yang dipotong sebelumnya, sisi ini tidak ada retakan, mengkilap dan transparansinya juga bagus.


Pemilik batu nomor satu berkata, "Pemuda itu menang lagi!"


Dia hanya menghela napas panjang dan berkata pada Zee, "Bro, kamu sangat beruntung, inti giok ini bisa membuat 4 buah gelang dan juga 6 liontin, jika inti giok ini dijadikan produk jadi maka bisa menghasilkan senilai 350 juta. Harga inti giok mentah diperkirakan setengah dari nilai produk jadi, maka dari itu.. Aku membeli inti giok mu seharga 175 juta, bagaimana?"


Zee tersenyum dan mengangguk, "Oke, saya jual pada anda".


Ini tidak beda jauh dengan penilaian mata langitnya, tidak ada yang bisa menebak harga pasar, terkadang trennya naik kadang turun. Jadi harga 175 juta ini seharusnya sudah terbilang cukup bagus.
Tanpa mengatakan apapun lagi, pemilik batu nomor satu langsung mengeluarkan cek dari tasnya dan menuliskannya senilai 175 juta. Transaksi pun berhasil.


"Pak.. tolong potong lagi yang ini." pinta Zee sambil menepuk-nepuk batunya.


Bos cantik yang berdiri di samping Zee lebih gugup daripada Zee sendiri. Bukan karena masalah uang, bu Ambar tidak memandang uang 300rb yang dipakai untuk membeli batu sampah ini. Dirinya hanya dibuat gugup oleh keakuratan Zee dalam menginspeksi. Apakah batu sampah ini bisa membuat kejutan lagi?


Pengrajin batu telah selesai memotong, lalu membuka penutup mesin dan membersihkan dengan kain basah. Pengrajin batu melihat dan berseru sekali lagi.


"Wah!" pekik pengrajin batu dengan mata terbuka lebar.


Semua yang berkumpul kembali pandangannya terpusat pada inti giok yang dipegang oleh pengrajin batu. Kali ini mereka tidak bisa menahan diri, bahkan ada yang mengumpat.


"Sialan!! pemuda itu menang lagi!"


Sisi yang dipotong kali ini terlihat mengkilap, permukaan nya terbilang transparan, bahkan tidak ada kotoran dan retakan, kualitas yang sangat menjanjikan.
Kualitas inti giok yang satu ini sudah satu tingkat lebih tinggi dengan inti giok dari batu nomor 7 tadi.


Semua orang terpana, mengagumi kecekatan mata dari seorang pemuda yang mampu bersaing dengan para senior yang lebih dulu bergelut. Bahkan pemuda ini satu-satunya yang memenangkan taruhan dua batu sekaligus. Mereka juga tak menyangka, jika batu sampah yang dipotong tadi, menyembunyikan harta yang bernilai tinggi, ini jelas membuktikan bahwa kemampuan inspeksi mereka kalah telak.


Rasa iri terbesit dari pemilik batu nomor satu, ia menghabiskan 18 Miliar demi batu primadona yang menjanjikan, namun kenyataanya hanyalah batu cacat.


Inti giok dari batu sampah ini, memperlihatkan dengan jelas bahwa giok ini tergolong jenis es, inti giok ini bila diolah menjadi produk jadi, bisa menghasilkan 6 gelang dan 10 liontin.

Bu Ambar tercengang, beberapa saat kesadarannya pulih lalu dia mencubit lengan Zee dengan kuat. Zee mengaduh kesakitan sambil melirik kesal pada bos semoknya itu.


Bu Ambar melompat-lompat, perasaannya begitu lega dan senang, tingkahnya itu tak mencerminkan kewibawaan seperti biasanya, layaknya seperti seorang gadis lugu yang manis. Zee yang melihat tingkah bos nya itu hanya menghela nafas panjang.


Pemilik batu nomor satu berjalan ke arah Zee dan berkata, "Bro.. lagi-lagi kamu menang dan itu sangat membuatku iri, gimana kalau aku beli 200 juta kamu jual tidak?"


Zee tersenyum dan berkata, "Begini saja bos.. biar inti giok itu dipotong lagi, agar anda bisa membelinya dengan jelas, siapa tahu di dalamnya ternyata cacat, jadi anda tidak merasa dirugikan, jika hasil potongannya juga tampak bagus tentu anda membelinya dengan untung setidaknya tidak ada resiko kerugian.


Pemilik batu nomor satu sudah paham apa yang dikatakan oleh Zee, namun dirinya tak habis pikir oleh kenekatan Zee yang berani berjudi lagi.


Zee sedang bertaruh dengan dirinya sendiri, tetapi resiko yang ditanggung oleh pemilik batu nomor satu juga terasa, yang mana harus membayar lebih tinggi dari sebelumnya, jika hasil pemotongan kedua inti giok ternyata menghasilkan kualitas yang bagus.


"Ok, saya setuju" sahut pemilik batu nomor satu.


Zee meminta pengrajin batu untuk memotongnya lagi, dia juga tak banyak bicara, menggambar pola garis lalu memotongnya, mematikan saklar, membuka penutup mesin dan membersihkan giok dengan kain basah.


Hasilnya sangat mencengangkan, permukaan inti giok yang terpotong terlihat sangat transparan seperti es batu yang airnya seakan terlihat mengalir. Melihat ketebalan sisi ini sudah dipastikan dapat membuat 6 gelang dan 10 liontin.


Bosnya berteriak senang, sedangkan Zee semakin kikuk dengan keadaan nya sekarang, bu Ambar dengan terang-terangan memeluk Zee.


Dada Zee beradu mekanik dengan sepasang pepaya bangkok bu Ambar, sehingga muka Zee tampak memerah.


"Aduuuh…!!" Zee meringis saat bu Ambar menyadari tatapan mata Zee pada belahan payudaranya.


"Mata kamu dijaga, mata mata mata mata!! Dasar cabul!" bisik dan gemas bu Ambar dengan menjewer kedua kuping Zee.


"Luar biasa.. kamu benar-benar beruntung!" ucap pemilik batu nomor satu sambil mengusap dagunya lalu kembali berkata, "Baiklah, saya beli seharga 700 juta, Ok deal..?"


Melebihi informasi mata langitnya yang menaksir 500 juta, Zee yang mendapat tawaran 700 juta langsung melirik ke arah bosnya dengan sedikit ketakutan, bu Ambar mengedikan bahu lalu berkata, "Kamu saja yang putuskan".


Zee mengangguk lalu berkata pada pemilik batu nomor satu. "Ok bos.. 700 juta saya sepakat".


Walau pemilik batu nomor satu membayar 700 juta dirinya masih bisa untung, dengan bahan mentah dari giok tersebut bila diproses menjadi 6 gelang dan 10 liontin bisa menghasilkan 1,5 Miliar bahkan bisa mencapai 2,5 Miliar mengingat giok itu berjenis giok es.
Setidaknya keuntungan yang didapat itu bisa meminimalisir kerugian 18 Miliar.


Pemilik batu nomor 3 mukanya masih masam, sedangkan pemilik batu nomor 2 terlihat gugup, dia akan memotong batunya setelah pulang. Tidak ada yang tahu berhasil atau gagal, tapi yang jelas dia akan rugi besar.


Setelah semua pembeli batu menyelesaikan transaksinya pada pihak lelang, pemilik batu nomor satu yang bernama Bambang memberikan nomor teleponnya pada Zee, dia ingin berteman.


Pemilik lelang bernama Agung Hermanto menatap kearah Zee, dirinya bergumam dalam hati, "Pemuda itu punya kemampuan memilih batu atau hanya faktor keberuntungan saja sih?"


Bab 8
Jangan bercanda deh..



Saat keduanya telah berada di dalam mobil, bu Ambar berkata.


"Zee.. uangnya sudah aku transfer 875 juta. Semuanya buat kamu saja, saya tak jadi membaginya" kata bu Ambar tanpa melihat ke arah Zee, karena dirinya sedang mengemudikan mobil.


Zee terkejut mendengarnya lalu menoleh ke arah bu Ambar dan berkata, "Maaf bu.. lakukanlah seperti perjanjian di awal, kebaikan anda sudah saya terima, jika tidak ada aturan maka akan merusak prinsip kerjasama. Saya akan kembalikan setengahnya, ibu tetap akan dapat 437 juta 500rb saya juga segitu.
Uang sebanyak itu sudah cukup untuk saya, walaupun tak cukup itu juga bukan masalah, saya bisa mendapatkan uang dengan kemampuan saya sendiri".


Hati bu Ambar tersentuh mendengarnya, mengingat kelakuan para sahabatnya yang munafik. Mata bu Ambar sedikit terlihat berembun, kini menatap balik ke arah Zee.


"Udah ganteng, baik lagi.. ya ampun ada apa dengan hatiku ini, apakah aku telah…"


Lamunan bu Ambar seketika buyar, saat Zee menegurnya.


"Bu.. ayo jalan, udah lampu hijau itu.. nanti ditangkap polisi kalau kelamaan".


"Di tangkap kamu.. saya mau kok!" kata bu Ambar dengan senyum manja yang menggoda.


-----------------------


"Gua gak tau mau minta tolong ke siapa lagi, minta tolong Ortu.. gak tega, mo minta tolong bu Kos.. serem banget. Makasih ya bro.. dah nolongin gua nih" curhat Dani.


"Mellow banget sih lu ah.. kayak ke siapa aja deh, kita kan sahabat, udah wajar dong kalau gua bantuin elu. Justru gua yang makasih ke elu, saat gua gak punya apa-apa.. elu mau dipinjemin duit, padahal gue belum dapet kerjaan, elu juga dah mau direpotin saat gua jatuh dari genteng sebulan yang lalu" kata Zee.


"Ah kalau yang itu sue bener deh, gue gedeg ama luh. Kapok gue ngerawat elu sakit, males banget ah.. terong ketemu terong idih amit-amit najis tralala deh.." cibir Dani.


BUGH


"Eh setan!! Emangnya gue ngapain?" seru Zee sambil melempar guling ke muka Dani.


Saat keduanya saling beradu bantal, Zee menjulurkan kepalanya ke meja karena melihat panggilan yang masuk ke handphonenya.


"Mang Odang? tumben nelpon ada apa?" gumam Zee membaca tulisan di layar handphonenya yang menyala.


"Pepaya bangkok ya Zee" tebak Dani.


Zee tak menggubris Dani, dirinya langsung mengangkat panggilan dari mang Odang.


"Assalamualaikum.. Hallo Zee! Ini amang Zee" sapa seorang lelaki dari seberang telpon.


"Waalaikumsalam, Iya mang.. ada apa?"


"Tolongin Zee.. ibu kamu lagi ada masalah".


"Masalah? masalah apa sih mang? Orang kemarin Zee nelpon ibu baik-baik saja, jangan bercanda deh mang!".


"Nanti mamang ceritain semuanya, kamu kapan pulang?"


"Kalau masalah ibu, hari ini juga Zee pulang, kalau gitu jagain ibu dulu ya mang, sampe Zee datang."


Setelah menerima telpon, Zee segera menyambar kunci mobilnya, menyiapkan beberapa lembar pakaian sebagai jaga-jaga sekiranya lama dikampung.


"Gue titip kosan ya bro.. kalau elu butuh duit telpon aja, nanti gue transfer. Gue mau balik dulu, ada masalah di kampung".


"Gue ikut lah.. kali aja kecerdasan gue dibutuhin disana, lagian gak bakalan ilang juga kamar elu, palingan ditiduri demit."


"Pake bercanda segala, yaudah ayok buruan!".


Zee segera mengeluarkan mobilnya, bersama Dani sahabatnya mereka berdua membelah jalan.


"Itu kan mobilnya mas Zee, mau kemana? Lah ini pisang gorengnya? Ih nyebelin! tadi bilangnya mau dibuatin, udah jadi malah pergi." Kesal Rima anak bungsu ibu Kos.


------------------------


Di tengah perkampungan sawah, dua orang pemuda berusia 35 dan 32 tahun, tengah menikmati minuman keras setelah merayakan keberhasilannya.


"Kata gua juga apa, gampang bukan?" ujar Baron setelah menenggak bir.


"Bukannya apa-apa bang, kalau warga tahu ternyata abang yang malsuin sertifikat ini, kita bakal diarak warga sekampung" sahut Badrun sambil melirik sertifikat yang dijadikan alas untuk jajanan kacang.


"Otak elu emang di dengkul!! kita bisa kabur sebelum wanita itu sadar, Bego!!" timpal Baron yang menoyor kepala Badrun hingga terayun.


Dua jam waktu yang dibutuhkan Zee untuk tiba di kampung halamanya, mobil mewah pemberian bu Ambar membantunya datang lebih cepat, dibanding saat dirinya pertama kali pergi merantau, butuh 5 jam perjalanan karena menggunakan angkutan umum.


"Itu rumah elu Zee..?" tanya Dani ketika Zee mematikan mesin mobilnya.


"Bukan! udah deh gak usah banyak tanya." sahut Zee lalu turun dari mobil.


"Lagi menstruasi apa ya ni bocah, sewot mulu bawaanya" gerutu Dani yang juga ikut turun dari mobil.


Saat Zee dan Dani telah turun dari mobil, tak berselang lama sekawanan anak kecil datang menghampirinya.


"Woah… ternyata kak Zee, ini mobil kakak ya? Bagus kak mobilnya" kata seorang anak berusia 8 tahun, begitupun teman sepermainannya yang ikut mengomentari.


"Kakak kemari mau ketemu bude Panti ya?" tanya Rifa yang minta digendong dari tadi.


Zee yang mendengarnya, langsung menoleh ke arah rumah ibunya yang tampak sepi, bahkan pintu pagarnya pun terkunci, itu alasan kenapa Zee tidak bisa masuk, lalu memutuskan memarkirkan mobilnya di depan rumah mang odang yang kebetulan berada di sebelah rumahnya.


"Anak pinter.. bude Panti dimana? Rifa tahu gak?" tanya Zee sambil mengusap rambut Rifa.


"Tadi Rifa liat kalo bu Panti keluar, gak tau kemana" ucap polos Rifa.


Rifa sangat gembira saat Zee memberikannya selembar uang 100 ribuan, begitupun dengan keempat anak lainnya, juga mendapatkan jumlah uang yang sama, senyum tulus mengembang dari wajah polos mereka.


"Masa cuman anak-anak aja, bibi gak dikasih..?" sapa bi Eroh merajuk dengan bibir yang dimanyunkan, dirinya habis pulang mencuci di kali, dengan tubuh yang dibalut kemben basah. Sudah menjadi hal yang biasa pemandangan seperti ini di kampung.


"Buat bi Eroh mah udah Zee siapin, tenang aja bi.." sahut Zee sambil mengangkat satu jempolnya.


"Asuuu… walau kata ndeso, wanita kampung lebih padet, lebih berisi daripada di kota. Di kota mah kebanyakan makan angin, ceweknya ngempos!" gumam Dani yang nongkrong di atas gundukan batu sambil merokok.


"Apa gua pindah ke kampung ini aja ya? nyesel gua lahir di kota, disini mah bisa cuci mata tiap hari" lamun Dani.


"Oi.. elu lagi boker ya disitu? Mau masuk gak, ayok!" pekik Zee.


Beberapa gadis kampung yang selesai mandi lewat menertawai Dani, sontak membuat mukanya menjadi pucat.


"Setan! Malu-maluin, hilang harga diri gua anjir!!" rutuk Dani pada Zee.


-------------------------


Saat ibu Sulis berusia 25 tahun, dirinya ditinggal cerai mati. Suaminya meninggal saat menggali sumur karena terkena gas beracun. Waktu itu ada bantuan pemerintah untuk anak-anak terlantar, kepala desa Kroya saat itu menunjuk bu Sulis untuk mengelola dana bantuan, mengingat bu Sulis adalah satu-satunya pengajar di kampung kroya.


Hingga akhirnya bu Sulis menikah dengan pemuda sebelah desa. Pernikahan bersama suaminya belum dikaruniai anak. Bermodal wajah yang ayu khas pedesaan ditambah bentuk tubuh yang aduhai, bu Sulis yang statusnya telah menjanda, menjadi incaran para lelaki. Tetapi tak ada satupun yang membuat dirinya jatuh cinta.


Bu Sulis hanya fokus merawat anak-anak terlantar. Rumahnya di alih fungsikan menjadi panti dari bantuan pemerintah tiap tahunnya. Selama delapan belas tahun, bu Sulis dibantu dua rekannya menjadi ibu asuh.


Tapi lima tahun yang lalu, bantuan pemerintah macet total, bantuan tak pernah lagi sampai ke kampung kroya. Sejak saat itu pantinya terpaksa ditutup, sisa anak asuhnya dipindahkan ke kota, hanya Zee yang menolak tak mau pindah. Kesehariannya hanya berdua dengan Zee. Zee yang dipercaya bos ayam, mengajak ibunya berjualan ayam di pasar, jika tak ada pasokan ayam mereka bertani di sawah.


---------------------------


"Jadi gimana pak RT, apakah rumah saya bisa kembali?" tanya bu Sulis yang tiba-tiba tadi pagi mendapatkan surat yang berisi penyitaan rumah dari pihak bank.


"Aduh gimana ya bu, kalau berdasarkan isi suratnya sih.. rumah ibu itu awalnya digadaikan kemudian naik kasus menjadi penyitaan, bahkan sudah ketok palu di pengadilan." kata pak RT.


"Saya gak ngerti soal begituan, aduh gimana ya" sedih hati bu Sulis tangannya basah oleh air mata.


"Coba ibu ingat-ingat dulu deh.. apa ada orang lain yang pernah meminjam sertifikat rumah ibu, karena gak mungkin sertifikat bisa pindah tangan dengan sendirinya?" tanya bu RT yang ikut menenangkan bu Sulis.


*Flashback


"Baron? Sejak kapan kamu pulang nak.. kok gak kabari ibu?" kata bu Sulis saat dirinya pulang dari berjualan ayam dipasar.


"Iya mau kasih kejutan juga sama ibu.. dah lama Baron gak nengokin ibu, baron kangen bu" kata Baron setelah menyalami tangan ibunya.


"Ya udah ayok masuk, tapi ibu belum masak loh.. tunggu yah.." kata bu Sulis yang tidak pernah membeda-bedakan mantan anak asuhnya.


"Kamu istirahat aja di kamar Zee, kamarnya kosong kok" kata bu sulis.


"Kemana memangnya si Zee?" tanya Baron


"Udah sebulan di kota, tiap tiga hari sekali ngabarin ke ibu, bahkan minggu kemarin ibu dikirimi paket, isinya baju loh bagus-bagus" cerita ibu Sulis dengan wajah yang sumringah ada kesan balik wajahnya jika dirinya kangen sekali dengan Zee.


"Zee sialan! Dari dulu ampe sekarang paling bisa cari muka, dasar anak manja" batin Baron kesal.


"Dah kamu istirahat aja sana, capek kan? biar ibu masak dulu nanti ibu panggil kalau udah siap". Kata bu Sulis lalu masuk ke kamar pribadinya untuk menyimpan uang hasil jualan ayamnya di pasar.


Baron pun masuk ke kamar Zee dan rebahan, saat dirinya sedang memikirkan sesuatu, terdengar suara memanggilnya.


Tok Tok Tok


"Nak tolong belikan kecap ke warung yang didepan, bisa kan nak?"


Tak ada sahutan dari Baron, terpaksa bu Sulis yang ke warung. Disaat bu Sulis dirasa sudah tak ada dirumah, situasi ini dimanfaatkan oleh Baron untuk masuk kedalam kamar bu Sulis, dengan segera membuka lemari kaca dan mencari dokumen yang dia butuhkan.


"Ketemu, yess!!" gumam Baron lalu mengambil sertifikat lalu dimasukkannya ke dalam tasnya. Bergegas dia keluar dari kamar dan keluar rumah tanpa pamit.


Saat bu Sulis kembali dari warung, lalu masuk kedalam kamar untuk menyimpan dompetnya, dirinya merasa heran saat melihat pintu lemari kaca sudah terbuka dengan sendirinya. Dicarinya oleh bu Sulis uang yang disimpan di bawah tumpukan baju ternyata masih utuh.


"Tak pikir ada maling, mungkin engsel pintunya sudah keropos" pikir bu Sulis.


Bu Sulis tak menyadari, bila Baron sudah pergi dari rumah, karena di pikirnya Baron sedang tidur di kamar Zee. Namun baru menyadari jika Baron tak ada di kamar, saat bu Sulis telah selesai memasak dan akan mengajaknya untuk makan bersama.


*Flashback of End


"Apa jangan-jangan.." pikir bu Sulis mengingat kejadian itu dengan mata berkaca-kaca.


"Kepala saya pusing pak RT.. bu RT.. saya pamit pulang kalau gitu".


Beberapa meter sebelum melewati rumahnya, bu Sulis sudah mencoba untuk menguatkan hati agar tidak menangis, tapi tetap saja saat tepat melangkah di depan rumahnya, tiba-tiba tubuhnya seperti kapas yang tertiup angin.


Orang yang melihat bu Sulis ambruk di tanah, segera menghampiri.


"Tolong.. tolooong.. bu Panti pingsan!!" teriak tukang becak yang mengenal bu Sulis.


Orang-orang yang mendengar teriakan minta tolong, bergegas mencari sumber suara. Zee pun tak luput dari pendengarannya, samar-samar mendengar teriakan, lantas keluar dari rumah mang Odang lalu bertanya pada orang-orang yang berkerumun di sekitar mobil mewahnya.


"Maaf pak.. samar-samar tadi saya mendengar orang minta tolong dim-"


Belum sempat Zee menyelesaikan kalimatnya, dirinya dikejutkan oleh suara yang memekik.


"Minggir! Minggir! Beri saya jalan!"


Ketika Zee membalikkan badanya, keningnya mengkerut karena aneh melihat ibunya tertidur di dalam becak.


"Mang.. ibu saya kenapa?"


"Pingsan tadi depan rumah" jawab tukang becak.


"HAH?!!" sontak Zee terkejut, tanpa a.i.u.e.o


Diraih tubuh ibunya dengan hati-hati dari dalam becak, lalu dibopongnya seorang diri dan membawanya masuk kedalam kamar bi Eroh untuk dibaringkan.


"Zee.. tenang ya Zee.. ibumu cuman pingsan saja, biar bibi yang tangani, kamu jangan panik begitu" kata bi Eroh istri mang Odang.


"Bi.. kata mang Odang, ibu ada masalah.. sebenarnya ada masalah apa sih bi?" tanya Zee penasaran.


"Nanti biar mang Odang yang cerita, sebentar lagi juga pulang" sahut bi Eroh sambil menempel-nempelkan minyak angin di lubang hidung bu Sulis.


"Oh ya Zee, kalau bisa pindahin saja mobilmu itu, parkir didepan rumah malah jadi tontonan, emang layar tancep!" kesal bi Eroh.


Tanpa membantah, Zee segera memindahkan mobilnya ke tempat yang lebih sepi ditemani oleh Dani.


"Gak di area kuburan juga kali, Zee... Gak nyampe otak gua mah, ama pikiran elu tuh!" sungut Dani yang merasa kesal walau bukan mobilnya sendiri.


"Bodo amatlah, sekali-kali demit nongkrong di mobil, biar gak bosen di bambu terus."


"Ya Tuhan.. jangan biarkan penyakit gilanya menular pada hamba yang ganteng ini." ucap Dani sambil mengangkat kedua tangannya seperti orang yang berdoa.


Melihat tingkah menyebalkan sahabatnya itu, Zee segera berlari kencang meninggalkan Dani seorang diri diarea kuburan.


"Woi tunggu setan!!" pekik Dani.



Bersambung…
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd