Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Love & Truth

Status
Please reply by conversation.
Part 04. Berbeda 180°




Rintik hujan masih terdengar dari luar rumah. Rizal yang sedang termenung di dalam kamar, merasa terusik dengan suara yang berasal dari depan rumahnya. Meski suara keributan sedikit tersamar dengan suara hujan, Rizal masih cukup jelas mendengar suara itu.

Dengan di ikuti Lia yang berjalan mengekor di belakangnya, Rizal berjalan keluar dari kamar. Bukannya keluar rumah dan melihat secara langsung, Rizal justru hanya mengintip melalui jendela yang berada di samping pintu masuk rumahnya.

Rizal hanya sedikit membuka gorden yang menutupi jendela, dan terlihatlah dua insan berlainan jenis yang sedang berdebat tepat di depan rumahnya.

“Nov, lebih baik sekarang kita pulang!....” Juno memegang erat lengan Novi.

“Gue ada urusan, dan untuk apa juga kak Juno kembali, bukannya tadi kak Juno udah pergi....” Novi mencoba memberontak, tapi dia kalah tenaga. Cengkraman tangan Juno di lengannya cukup kuat, tapi tak sampai membuatnya kesakitan.

“Maafin gue Nov, gue salah dan karena itu gue kembali....” ujar Juno menjelaskan tujuannya. “Nov gue tau lo marah, gue juga tau gue tadi udah ngelakuin kesalahan. Tapi gue mohon pulang sekarang, gue gak mau lo sakit....” lanjut Juno dan dia begitu saja menarik tubuh Novi kedalam pelukannya.

Kehangatan tubuh Juno dan kata-katanya yang terdengar begitu tulus, membuat Novi melupakan tujuannya berlari menembus hujan. Bahkan masih dalam dekapan Juno, dia berjalan kembali kerumahnya.

“Sekarang lo masuk, dan mandi. Gue gak akan maksa lo untuk maafin gue, tapi gue gak ingin melihat lo sakit....” kata Juno sebelum dia pergi meninggalkan Novi yang sudah berada di dalam rumah. Novi yang baru melepas kepergian Juno segera pergi ke kamar mandi dan membersihkan tubuhnya dari sisa air hujan.

Di tempat lain, Rizal yang baru saja melihat pertunjukan adegan kasih sayang di depan matanya, dia hanya tersenyum tipis dan kembali terdiam. Sorot matanya begitu dingin, bahkan sulit untuk mengartikan apa arti senyumannya barusan.

Lia yang melihat Rizal, dia hanya menggelengkan kepala dan kembali mengikuti kemana Rizal akan pergi.

“Bisa gak lo tinggalin gue sendiri?....” sambil menghentikan langkah dan tanpa menoleh, Rizal melayangkan pertanyaan ke Lia.

“Lo ngusir gue?....” tanya balik Lia.

“Gue gak ada niat ngusir lo, tapi gue harap lo mau nurutin apa yang gue mau. Gue cuma mau sendiri, jadi gue harap lo pergi....”

Lia yang tahu situasi, hanya bisa menuruti Rizal. Biarpun dia ingin menemani, tapi dia tak ingin memaksakan keinginannya. “Setidaknya dia harus tahu kondisi lo....” batin Lia.

Setelah mengganti baju dan mengirim pesan ke seseorang, Lia pamit ke Rizal yang saat ini sedang tiduran di sofa ruang keluarga. “Gue pergi dulu!.... Ingat, lo gak usah aneh-aneh, dan satu lagi, kalau butuh apa-apa lo tinggal hubungin gue. 24jam gue ada kalau lo butuhin....” kata Lia sambil mengusap lembut rambut Rizal.

Mendengar mobil Lia sudah pergi menjauh, Rizal segera bangkit dari posisi tidurannya. Melihat hujan mereda, Rizal bergegas menuju kamarnya. Setelah membersihkan diri dan mengganti baju, Rizal segera keluar rumah.

Di luar rumah, Rizal terlihat masih terdiam dengan posisi berdiri tepat ditempat Juno memeluk Novi. Dia diam sambil menutup mata, wajahnya terlihat datar tanpa ekspresi.

Setetes air hujan yang turun dari langit, membuat Rizal membuka matanya. Tatapan matanya tajam, tapi terasa dingin. Bibirnya melengkung menciptakan senyuman, tapi itu bukan senyuman persahabatan. Tatapan mata, dan senyuman itu biasanya akan Rizal tunjukkan ke orang yang dia cap sebagai musuh, dan kini dia telah menemukan musuh baru.

“Sekarang gue udah ikhlas, tapi jangan harap ada senyuman tanpa air mata....” gumam Rizal begitu lirih.

Cukup beberapa saat terdiam, kini Rizal melangkah menuju motor yang sudah terparkir dan siap dia kendarai. Dengan helm full face yang melindunginya dari terpaan angin dingin, Rizal mulai memacu motor dengan kecepatan penuh menuju tempat yang ingin dia kunjungi.

****

“Tuh bocah sepertinya mau bikin ulah malam ini!....” ujar Lia pada lawan bicaranya melalui panggilan telepon.

“Itu gak akan terjadi, lo lupa apa tentang hukuman yang gue janjikan untuknya jika dia bikin ulah lagi!....” balas lawan bicara Lia.

“Hukuman lo sepertinya gak akan dia anggap kali ini. Lo bunuh juga gak akan nolak tuh bocah....” kata Lia.

“Apa maksut lo?.... Jangan bilang kalau si Dewi gak becus ngurus anaknya!....”

“Ini gak ada hubungannya dengan Dewi. Sebagai seorang Ibu, sepertinya Dewi udah bisa nerima tuh bocah. Ya meski dulu dia sempat ingin membuangnya karena si Ruly....”

“Kalau begitu, apa yang bikin lo berkata seolah tuh bocah gak peduli lagi sama nyawanya?....”

“Dia bukan bocah lagi, dia udah tumbuh jadi dewasa. Lo tau, dia udah jatuh cinta, tapi sayang, dia dikecewakan tepat di depan mata....”

“Orang sedingin itu bisa jatuh cinta!....” Lawan bicara Lia terdengar cukup terkejut dengan apa yang di katakan Lia. “Gue kira dia tuh gak normal, dan gak tertarik sama lawan jenis. Ternyata, begitu tragis nasib cintanya....” di samping suara yang begitu datar tersimpan sedikit emosi di setiap kata orang yang menjadi lawan bicara Lia.

“Orang seperti Rizal tuh tipikal orang yang sulit jatuh cinta, tapi sekali jatuh cinta dia bakal setia jika cintanya tak bertepuk sebelah tangan, dan sebaliknya, saat cinta itu mengecewakannya, dia akan menjadi orang yang benar-benar berbeda. Gue sendiri gak tau apa yang mau dilakukan dia....”

Sejenak baik Lia ataupun lawan bicaranya terdiam. Mereka sama-sama sedang memikirkan apa yang akan dilakukan Rizal.

“Ok, lo serahin urusan Rizal ke gue, tapi malam ini gue gak bisa langsung mengurusnya. Gue ada kerjaan yang harus gue selesaikan malam ini juga....”

“Entah cuma perasaan gue atau memang kenyataan, tapi gue merasa lo seperti sedang terburu-buru!....” ujar Lia mencoba menerka keadaan lawan bicaranya.

“Gue memang lagi buru-buru, dan kerjaan gue menumpuk. Apalagi Dewi dan yang lainnya sedang berlibur, jadi gak ada tenaga bantuan untuk bantu gue....” suara begitu lesu terdengar dari lawan bicara Lia.

“Operasi lagi, malam ini?....” tanya Lia.

“Iya, dan lagi gue cuma bertiga sama asisten gue....”

“Hehehehe, semoga banyak mendapat pengguna abu putih malam ini. Semangat kakak Amel....” dengan tawa menyindir, Lia menyemangati Amel, lawan bicaranya.

“Bangkek lo tuh, bukannya membantu, huh....”

“Kan gue udah kasih lo semangat, sekalian lo cari jodoh, siapa tau malam ini lo ketemu sama jodoh lo yang terlambat datang....” Lia tersenyum senang karena bisa menyindir teman seperjuangannya, meski itu hanya bercanda.

“Mending gue jomblo, daripada lo udah nikah tapi jarang di belai....” balas Amel gak mau kalah.

“Suami gue memang jarang membelai, tapi udah ada yang menggantikan dia membelai gue....”

“Gila lo ya, berani selingkuh!....” seru Amel. “Siapa tuh cowok apes yang ngerasain tubuh lo selain suami lo yang super tolol itu?....”

“Cowok tuh, Rizal....”

“Maksut,-..... Tut... Tut... Tut...”

Dengan cepat Lia memutus panggilan telepon yang seketika menghentikan kata-kata Amel.

“Hihihihi, sesekali gue kerjain lo....” gumam Lia sambil membayangkan wajah kebingungan Amel.

****

“Brugghhh....” suara keras saat sebuah motor di tabrak mobil dengan kecepatan tinggi. Pengendara motor terpental puluhan meter dengan kondisi luka parah, sementara itu mobil yang baru menabraknya tampak terhenti dengan kondisi rusak parah di bagian depan.

Rizal yang berada tak jauh dari lokasi kecelakaan sedikitpun dia tak peduli dengan pengendara motor yang terkapar tak berdaya. Bahkan dalam tak kepeduliannya, dia sempat mengumpat kearah pengendara motor.

“Mati juga gue gak peduli, salah lo sendiri juga udah ngerti lampu merah nyala, masih aja lo terobos....” umpat Rizal dan setelahnya dia berlalu begitu saja melanjutkan perjalanan menuju lokasi yang sudah tak begitu jauh.

Karena terlalu lama menyusuri jalanan kota untuk menenangkan pikiran, barulah saat malam Rizal tiba di lokasi yang dia tuju. Sebuah cafe besar ditengah kota, inilah lokasi tujuan Rizal.

Suara berisik motor Rizal, cukup membuat beberapa orang mengarahkan pandangan mata kearahnya. Motornya memang bukan moge, tapi Rizal cukup banyak mengeluarkan uang untuk modifikasi tunggangannya itu.

Setelah memarkirkan motor di tempat parkir khusus kendaraan roda dua, Rizal segera masuk kedalam cafe. Biar dikatakan cafe, tempat ini lebih terlihat seperti bar. Minuman keras dari berkadar alkohol rendah sampai tinggi ada di tempat ini.

Di parkiran cafe khususnya untuk mobil, ada empat mobil terparkir dengan 5 orang berada di masing-masing mobil. Setiap orang di dalam mobil terlihat sedang bersiap, dan tujuan mereka tentu masuk ke dalam cafe.

Rizal yang baru masuk cafe berhasil mencuri perhatian satu dari seseorang yang berada di salah satu mobil. Orang itu begitu fokus melihat Rizal tanpa berkedip. “Kebetulan yang benar-benar tak terduga....” orang itu membatin dengan senyuman di bibirnya.

Keberadaan Rizal sendiri saat ini dia sudah berada didalam cafe, dan baru saja dia memesan minuman dengan kadar alkohol rendah. Sambil menikmati alunan musik, Rizal terlihat begitu santai menunggu pesanannya.

Setiap detik berlalu, cafe yang di datangin Rizal semakin ramai pengunjung. Semua orang melebur jadi satu tanpa peduli status dan genre mereka.

Saat minuman pesanannya datang, Rizal begitu saja meneguk minumannya sampai habis, dan tanpa sungkan dia memesan minuman itu lagi. Satu gelas minuman belum sedikitpun menghangatkan tubuhnya, rasa dingin karena emosi yang tertahan benar-benar membuat Rizal membutuhkan sesuatu sebagai pelampiasan emosinya.

Sedang begitu asik menikmati minumannya, tak begitu jauh di tempat Rizal duduk, terjadi sedikit keributan. “Plak....” bunyi kulit yang saling berbenturan membuat Rizal menoleh karena tertarik dengan keributan yang terjadi.

Dengan tatapan begitu fokus, dia melihat tiga orang cowok sedang mengerubungi seorang cewek. Sedikit menambah fokusnya, Rizal menyadari jika dia mengenal cewek yang sedang di kerubungi tiga cowok yang terlihat sudah mabuk. “Ayolah, ini masih sore....” batin Rizal.

“Berani lo nampar gue, lo harus terima akibatnya!....” seru seorang cowok sambil memegangi pipi merahnya yang baru saja terkena tamparan tangan cewek yang ada di depannya.

“Kalau lo gak kurang ajar ke gue, gak bakalan gue nampar lo....” meskipun terlihat garang, tubuh cewek itu sedikit bergetar menghadapi tiga cowok di depannya.

Mata Rizal menyipit dengan ekspresi wajah datarnya. Dalam benaknya Rizal penasaran dengan apa yang akan terjadi. Tapi seketika dia bangkit dan berlari.

“Plak....” bukan bunyi tamparan, melainkan bunyi tangan Rizal yang menangkap tangan seorang cowok yang akan memukul kearah cewek yang dia kenal.

“Cari lawan yang sebanding....” ujar Rizal dengan nada suara yang terdengar begitu datar.

“Lo kira kita sepadan?.... hanya dalam mimpi. Kalian berdua, hajar nih cowok sok pahlawan, tunjukkan siapa yang berkuasa di tempat ini....” cowok sombong yang tangannya sedang di cengkeraman Rizal, dia memerintahkan dua cowok di sampingnya untuk menghajar Rizal.

“Hanya dua dan lo kira mereka setara dengan gue!.... Ayolah serius sedikit, 10 orang seperti kalian menyerang gue bersamaan saja belum tentu bisa nyolek kulit gue....” kata Rizal yang meremehkan dua cowok yang bersiap menyerangnya.

“Mati saja lo bersama kesombongan lo!....” satu cowok mulai bergerak menyerang Rizal.

“Plak....” dengan mudah Rizal memegang kaki cowok yang mencoba menyerangnya.

“Kemampuan cuma sekelas sampah, tapi sudah begitu sombong....” Rizal mulai ancang-ancang. “Bugh....” tendangan Rizal tepat mengenai perut cowok yang menyerangnya. Seketika, tuh cowok terjatuh meringkuk dengan suara rintihan dan kedua tangannya memegangi are perut yang baru saja menerima serangan telak Rizal.

Satu tumbang sekali tendang, tinggal dua tapi yang satu sudah dalam cengkraman Rizal.

Cewek yang di tolong Rizal, kini sudah bersembunyi di balik tubuh Rizal. Rasa takut yang dialaminya berkurang begitu ada Rizal yang menolongnya.

“Kurangajar, beraninya lo mukul teman gue....” teriakan lantang dibarengi gerakan cepat, seorang cowok kembali mencoba menyerang Rizal.

Bukannya menghindar, Rizal justru menarik lengan cowok yang ada di cengkeramannya dan menggunakan tubuh cowok itu sebagai tameng hidup yang melindunginya.

“Bughh... Bughh...” dua pukulan melayang telak mengenai cowok yang menjadi tameng Rizal.

“Bangsat, kenapa lo mukul gue....”

Belum sempat pertikain berlanjut, Rizal samar-samar mendengar puluhan langkah kaki begitu tegas menginjak lantai Cafe. Rizal yang merasa terusik dengan suara yang kian mendekat, dengan cepat dia mengalihkan penglihatannya untuk melihat kearah sumber suara.

Belasan orang dengan seragam khas anggota kepolisian, dan beberapa orang dengan baju rapi khas orang kantoran masuk kedalam cafe. Pintu keluar bagian depan maupun belakang sudah tertutup, semua pengunjung cafe hanya bisa diam di tempatnya, termasuk Rizal dan cewek yang bersembunyi di belakang tubuhnya.

“Semua diam di tempat, dan ikuti arahan kami selanjutnya....” kata seorang anggota polisi dengan tegasnya.

Semua orang nurut, meskipun ada beberapa yang membandel dan sulit diatur. Rizal pun melepas tangan orang yang di cengkeramnya, cowok yang tadi di tendang Rizal, kini dia telah berdiri meski dengan menahan rasa sakit di perutnya.

Setelah semua bisa dikendalikan pihak kepolisian, seluruh pengunjung diminta berbaris dengan membawa seluruh barang bawaan mereka. Dari sekian banyak pengunjung yang mulai baris teratur dengan tanpa beban, ada saja beberapa pengunjung yang mencoba kabur, tapi dengan sigapnya anggota polisi yang berjaga segera menangkap dan memborgol pengunjung yang mencoba kabur.

“Kalian berdua duduk di sofa sebelah sana, ada yang ingin menemui kalian....” seorang polwan menghampiri Rizal dan teman cewek yang bersamanya. Polwan itu menyuruh Rizal untuk duduk di sofa yang tak jauh dari pintu utama cafe.

“Baik Bu....” Rizal dengan begitu santai berjalan kearah sofa dan begitu saja mendudukinya, cewek yang bersamanya tak ketinggalan duduk di samping Rizal.

Setelah melalui pemeriksaan dan beberapa tes medis, ada beberapa pengunjung yang diamankan pihak kepolisian. Sebagian besar pengunjung yang diamankan karena terbukti membawa ataupun mengkonsumsi narkoba, dan sebagian lagi karena membawa sajam maupun senpi.

Selesai pemeriksaan, pengelola cafe menutup cafe nya untuk sementara waktu, setelah mendapatkan saran dari pihak kepolisian.

Mendengar penutupan cafe, pengunjung yang lolos pemeriksaan segera pergi meninggalkan cafe. Untuk pengunjung yang terjerat kasus hukum, mereka diamankan masuk kedalam mobil patroli polisi. Diantara pengunjung yang terjerat kasus, ada tiga cowok yang tadi terlibat keributan dengan Rizal. Mereka ditangkap karena terbukti membawa beberapa bungkus narkoba jenis sabu.

“Akhirnya selesai, maaf ya menunggu lama!....” kata seseorang yang duduk di depan Rizal setelah dia menarik kursi yang tak terlalu jauh dari posisinya.

“Hmm....” jawab Rizal begitu dingin.

“Rizal, Rizal, lo memang gak pernah berubah, selalu cari pelampiasan saat ada masalah....” sindir orang yang duduk di depan Rizal. Tak peduli dengan sindiran orang itu, Rizal lebih memilih diam. “Lo Dita kan, teman es batu ini?....”

Cewek di samping Rizal yang identitasnya di ketahui oleh orang yang tak dia kenal, dia segera melihat orang itu dengan penuh kewaspadaan. Dia takut orang didepannya ada hubungannya dengan tiga cowok yang tadi mengganggunya.

“Gak usah takut, Tante ini cuma mau nanya, kamu ada hubungan apa dengan anak Tante ini?....” orang di depan Dita menunjuk kearah Rizal.

Dita yang mendapat pertanyaan seperti itu justru merasa lega, karena semua benar-benar diluar perkiraannya. Orang di depannya ternyata bukan orang yang berniat buruk, melainkan dia adalah Ibu cowok yang ada di sampingnya.

“Kami hanya teman satu kelas, Tante?....” Dita menjawab tapi dia juga bingung memanggil orang di depannya, karena dia belum mengetahui nama orang itu.

“Ups, Tante lupa, panggil saja Tante Amel....” akhirnya Dita tahu identitas orang di depannya.

“Ya, Tante Amel....” balas Dita disertai sebuah senyuman.

Amel menilai Dita sebagai gadis yang baik tapi cukup cuek dengan sekitarnya, sifatnya tak jauh beda dengan Rizal.

Lima menit lebih mereka bertiga diam tanpa bersuara. Baik Rizal, Dita, maupun Amel, mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing.

Rizal memejamkan mata seolah tidur, tapi sebenarnya dia sedang berusaha menenangkan pikirannya. Dita yang duduk di samping Rizal, sesekali melihat kearah cowok itu. “Biar terlihat tegar, wajah lo gak bisa nyembunyiin kesedihan lo. Apa yang sebenarnya sedang lo rasain?....” batin Dita bertanya, tapi mulutnya enggan berkata.

Amel yang terus mengamati dua remaja di depannya, dia hanya bisa tersenyum melihat tingkah keduanya. Rizal memang menutup mata, tapi sesekali membuka mata dan melirik kearah Dita. Sedangkan yang di lirik Rizal, dia juga sering mencuri pandang kearah Rizal.

“Ehem.... Kalian boleh pulang....” kata Amel memecah keheningan.

Bukannya segera pulang, Rizal dan Dita justru saling melihat satu sama lain, tapi mereka tetap diam.

Melihat mereka berdua, Amel tertawa kecil sambil menggelengkan kepalanya. “Mereka memang cocok....” batin Amel.

“Kalian mau sampai kapan seperti itu?.... Kalau mau lanjut pulang sana, tempat ini mau tutup....”

Rizal dan Dita masih saling berpandangan, tapi tak lama wajah mereka bersemu merah dan setelahnya mereka saling membuang muka.

Rizal bangkit berdiri dan langsung berjalan kearah pintu untuk keluar cafe. Dita pun menyusul Rizal setelah pamit dengan Amel.

“Rizal, anterin Dita pulang, gak baik ngebiarin cewek malam-malam pulang sendirian....” seru Amel dengan suara lantangnya.

Rizal hanya menoleh, dan dengan cepat dia kembali melanjutkan langkah kakinya.

“Zal, boleh gue nebeng?.... Rumah kita searah kok....” panggilan Dita menghentikan langkah Rizal. Dia membalikkan badan menatap Dita, namun kali ini sorot mata Rizal tak sedingin tadi.

“Kenapa nebeng?.... Bukannya lo ada mobil....” Rizal balik bertanya.

“Lo ingat kan cowok yang tadi gue tampar?.... Gue tadi kesini di jemput tuh cowok. Awal kenal tuh orang baik ke gue, sampai hari ini gue baru sadar, ternyata tuh orang cuma mau tubuh gue....” ujar Dita menjelaskan kejadian yang sebenarnya.

“Ok gue anterin lo. Tapi lo lihatkan gue gak ada helm untuk lo, dan biar lo kata rumah kita searah, gue gak tau yang mana rumah lo....”

“Ini sudah malam, bahkan udah larut malam. Pakai helm atau enggak sepertinya gak akan ada yang peduli. Soal rumah, nanti sambil jalan gue tunjukin, yang jelas rumah gue tak begitu jauh dari rumah lo....” Dita berkata begitu jelas.

Merasa sudah cukup mengobrol, Rizal ingin menyuruh Dita naik ke motornya. Tapi melihat ekspresi wajah Dita saat diterpa angin malam yang cukup kencang, Rizal sadar kalau tuh cewek sedang menahan dingin. Baju sedikit terbuka dan celana pendek yang dikenakan Dita memang tak cocok untuk digunakan saat berkendara dengan motor di malam hari.

“Nih lo pakei!....” Rizal menyodorkan jaketnya yang baru dia lepas.

“Gue gak,-....”

“Lo pakei atau gue tinggal!....” Rizal yang mengerti akan di tolak, segera mengancam Dita.

Dita yang memang butuh jaket, dengan terpaksa menerima jaket Rizal dan memakainya.

“Makasih, tapi lo gak apa-apa kan?....”

“Gue sudah terbiasa dengan angin malam, jadi gue gak apa-apa....”

Begitu helm sudah Rizal pakai dan Dita udah naik ke boncengan motornya, Rizal segera memacu motornya dengan kecepatan sedang.

Jalanan kota yang sepi membuat Rizal begitu menikmati perjalanannya. Dita yang duduk di boncengan motor juga menikmati perjalanan, bahkan tak sungkan dia berbagi kehangatan dengan melingkarkan tangan ke perut Rizal, dan dengan erat dia memeluk tubuh Rizal.

Apa yang dilakukan Dita memang membuat tubuh Rizal sedikit hangat, tapi di lain sisi Rizal juga mengalami siksaan. Bagaimanapun Rizal adalah cowok normal, merasakan bagian tubuh Dita yang kenyal dan empuk menempel di tubuhnya, tentu itu membangkitkan gairahnya sebagai seorang cowok.

“Zal tuh rumah gue....” Dita menunjuk rumah berpagar hitam dan seketika Rizal menghentikan motornya tepat didepan rumah itu.

Rumah Dita bukanlah rumah mewah, tapi juga gak sederhana. Rumah dua lantai dengan desain modern yang minimalis. Tanaman yang tertata rapi di pekarangan rumah, membuat rumah Dita terlihat begitu nyaman untuk ditempati.

“Lo mau,-....”

“Clek....” belum sempat Dita menyelesaikan kata-katanya, secara tiba-tiba listrik padam dan seketika semua menjadi gelap.

Dita yang semula sudah bersiap masuk ke rumahnya, seketika dia kembali ke dekat Rizal dan memeluk dengan erat lengan Rizal.

“Lo kenapa?....” tanya Rizal yang merasa aneh dengan tingkah Dita.

“Temanin gue!.... Gue takut gelap....” kata-kata Dita terdengar memelas.

Rizal yang tak tega segera turun dari motor dan mengantarkan Dita sampai di depan pintu masuk rumahnya.

“Sudah, sekarang lo masuk, gue mau pulang....” belum juga membalikkan badan, Dita kembali menarik lengan Rizal dan memeluknya.

“Gue bilang temanin gue, bukannya cuma di anterin sampai depan pintu....” Dita semakin mempererat memeluk lengan Rizal.

“Bukannya ada orangtua lo di rumah!....”

“Orangtua gue lagi keluar kota, dan lusa baru pulang. Gue gak punya pembantu, jadi saat ini gue cuma sendiri di rumah.

“Nih cewek jujur banget, gak takut apa gue apa-apain....” batin Rizal.

“Temanin gue!....”

“Tapi,-....”

“Gak ada tapi tapian, pokoknya lo temanin gue sampai listrik nyala. Kalau perlu lo nginep di rumah gue....” Dita benar-benar ketakutan dengan suasana gelap. Air matanya hampir saja keluar, untung Rizal menyanggupi permintaannya.

Setelah memasukkan motor ke halaman rumah Dita, dan menutup serta mengunci pagar. Rizal menemani Dita masuk kedalam rumah. Dengan hanya dibantu sorot lampu dari HP, mereka berdua masuk kedalam rumah.

Di dalam rumah, Dita menarik Rizal untuk terus mengikutinya. Melihat sifat Dita yang berbeda 180° dari biasanya, membuat Rizal hanya menggelengkan kepalanya. Cewek cuek dan angkuh telah lenyap, yang tersisa hanya si penakut yang takut kegelapan.

“Zal temani gue ke kamar, gue mau ganti baju....”

“Lo gak salah minta gue temanin, sedangkan lo mau ganti baju!....” Rizal menatap heran kearah Dita.

“Bukan begitu, gue nanti ganti baju di kamar mandi kamar gue, dan lo tungguin gue di kamar, gue....”

“Kalau gue gak mau nunggu di kamar lo, dan gue maunya nunggu di kamar mandi juga, lo mau apa?....”

“Ihhhh... Mesum....” Dita melepas pelukannya di lengan Rizal, dan dengan kedua tangannya dia memukuli dada Rizal.

Melihat tingkah kekanak-kanakan Dita entah kenapa membuat Rizal bahagia. Masalah perasaan yang tadi dia rasakan seakan lenyap saat melihat tingkah manja Dita. Siapa yang menyangka, cewek yang biasanya acuh dengannya, saat ini justru membuatnya bahagia.

“Sudah hentikan, sakit juga pukulan lo. Lagian gue juga cuma bercanda....” kata Rizal dan dia menangkap tangan Dita yang memukuli dadanya.

“Buruan sana ganti baju....” Rizal melepaskan tangan Dita, dan dia memilih duduk di ranjang tempat tidur Dita, sambil menunggu tuh cewek mengganti baju.

Ada rasa yang aneh saat Rizal berada di kamar Dita. Seumur-umur baru kali ini dia berada di kamar cewek. Meski lama berteman dengan Novi, sekalipun Rizal belum pernah masuk kedalam kamar temannya itu.

Beberapa menit menunggu, akhirnya Rizal melihat Dita keluar dari kamar mandi. Baju ganti yang Dita gunakan cukup terbuka, karena itu Rizal memilih memalingkan penglihatannya kearah lain.


“Gak ada baju lain apa Ta?.... Apa lo lupa ada gue di sini?....” Rizal bertanya tanpa melihat kearah Dita.

“Santai aja kali Zal, gue gak lupa juga sama keberadaan lo, tapi mau gimana lagi, gue sudah terbiasa seperti ini di rumah....” jawab Dita. “Zal yuk keluar!.... Gue agak gimana gitu ngobrol sama cowok di dalam kamar....” lanjutnya.

“Lo baru ngerasa, lah gue sudah dari tadi ngerasa aneh ada di kamar lo....” batin Rizal saat dia mengikuti Dita menuju ruang keluarga.

Belum juga sampai ruang keluarga, Dita udah merengek minta diantar kedapur untuk mengambil beberapa cemilan dan minuman kaleng. Sulit menolak, dan akhirnya Rizal cuma bisa nurutin kemauan Dita.

Begitu cemilan dan minuman sudah di tangan, mereka berdua segera menuju ruanh keluarga. Dengan duduk merapat, mereka menikmati cemilan dan minuman yang ada.

Dengan mengandalkan penerangan dari HP, Rizal dan Dita menikmati waktu sambil menunggu nyala listrik. Mereka berdua terlihat sangat jauh berbeda bila dibandingkan saat di sekolah. Rizal dan Dita terkenal bersaing untuk jadi yang nomor satu di sekolah. Jangankan untuk ngobrol, saling sapa saja mereka tak pernah melakukannya.

“Zal, yuk istirahat!....” Dita yang merasakan kantuk, mengajak Rizal untuk segera beristirahat.

“Lo istirahat di kamar, gue istirahat di sini....” Rizal dengan santainya mulai merebahkan diri di sofa ruang keluarga Dita.

“Itu... Ehm... Istirahat di kamar, temani gue!....”

Rizal diam menatap Dita. Seumur-umur dia belum pernah menginap di rumah cewek, malam ini sekalinya menginap justru di ajak tidur satu kamar.

“Lebih baik gue di sini, lo gak usah khawatir, gue gak akan pulang....”

“Janji lo gak akan ninggalin gue?....”

“Iya, gue janji....”

Mendengar janji Rizal, dengan langkah ringan Dita melangkahkan kaki menuju kamarnya. Kamar Dita yang bersebelahan dengan ruang keluarga, membuat Rizal begitu jelas mengamati Dita yang mulai membaringkan tubuhnya di tempat tidur. Pintu kamar memang sengaja Dita buka, karena dia benar-benar takut sendirian saat gelap.

“Gue gak bisa bayangin seandainya malam ini lo sendirian di rumah....” batin Rizal sebelum dia mulai memejamkan mata.

Dita yang berada di kamar, sesekali melihat Rizal. Setelah yakin cowok itu tetap di tempatnya, Dita mulai menyelimuti tubuhnya. Guling yang biasanya dia peluk, malam ini tak dia sentuh. Jaket Rizal yang tadi di pakainya, benda itulah yang sedang dia peluk menemani tidur malamnya.

*****

*****

Maaf telat banget update nya. Kondisi kurang fit, jadi masih belum bisa nulis cepat.

* Jika ada yg mau nanya, kenapa Rizal punya 2 Ibu, tunggu jawaban di part selanjutnya.

* Soal SS, setelah par 7 baru ada SS, cerita ini akan jarang SS nya.

Terimakasih untuk yang setia baca, sehat selalu dan jangan lupa bahagia.
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd