Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Love & Truth

Status
Please reply by conversation.
Daftar isi :

Prolog : page 1
Part 01. Penolakan (page 2)
Part 02. Sisi Lain Rizal (page 3)
Part 03. Maafin gue!.... (page 6)
Part 04. Berbeda 180° (page 13)

Part 05. Cemburu (page 21)
Part 06. Ujian (proses)
 
Terakhir diubah:
Prolog



“Ruly Zulkarnain, dengan ini hakim memutuskan menjatuhkan hukuman mati, tok.. tok.. tok..”

Palu sudah diketuk, seorang narapidana kasus narkoba resmi dijatuhi hukuman mati. Dengan barang bukti kepemilikan puluhan kilogram sabu-sabu, hukuman mati adalah hukuman yang tepat dia terima.

Dengan wajah tanpa penyesalan, Ruly Zulkarnaen berjalan ditengah dua polisi yang sedang mengawal dia menuju tempat dimana dia akan menikmati hari-hari terakhirnya sebelum tiba saat eksekusi hukuman mati yang akan dia terima.


-

-

10 tahun kemudian.

Diruang kamar yang sangat sederhana, seorang remaja sedang menata buku pelajaran dan memasukkannya kedalam tas sekolah. Seragam putih abu-abu yang dikenakan, menunjukkan identitasnya sebagai seorang murid SMA.

Rizal Putra Zulkarnain, tulisan yang tertera di bet nama yang terjahit rapi di seragam yang digunakannya, menunjukkan identitas dirinya yang merupakan putra seorang gembong narkoba yang 7 tahun yang lalu telah menjalani hukuman mati disebuah pulau yang berada di selatan pulau Jawa.

“Nak, sarapan dulu....” Dewi, Ibunya memanggil dari luar kamar Rizal.

“Iya Bu....” balas Rizal, dan begitu dia menggendong tas sekolahnya, dia segera keluar kamar dan melihat Ibunya yang tengah menunggunya untuk sarapan.

Sepeninggalan Ayahnya, Ibunya lah satu-satunya keluarga yang di miliki Rizal. Dengan Ibu seorang dokter, kehidupan Rizal bisa dibilang jauh dari kekurangan. Kasih sayang seorang Ibu yang selalu dia terima, membuatnya tumbuh tanpa kekurangan kasih sayang.

Tapi ada satu hal yang selalu membuat Rizal merasa kasihan dengan Ibunya. Hidup tanpa pasangan, pastilah membuat Ibunya kesepian, itulah yang selalu dipikirkan Rizal. Meski banyak lamaran yang datang, tapi semua ditolak oleh Ibunya. “Apa Ibu tak ingin mencari pengganti Ayah?....” pertanyaan Rizal yang selalu dijawab Ibunya dengan sebuah senyuman.

“Ibu sudah transfer uang saku bulanan kamu, tapi ingat jangan boros!...." pesan Ibunya begitu Rizal menyelesaikan sarapannya.

“Seboros-borosnya Rizal, gak akan sampai habisin uang itu Bu....” kara Rizal yang disambut senyuman Ibunya.

“Aku berangkat dulu Bu, udah kesiangan....” ujar Rizal, dan setelah menyalami tangan Ibunya dan tak lupa sebuah kecupan di kening Ibunya, Rizal berjalan ke garasi dan mengeluarkan motor sport 250cc yang merupakan kado ulangtahun dari Ibunya, saat usianya tepat 17 tahun.

Tubuh tegap lumayan atletis, ditambah tunggangan yang pantas, membuat Rizal menjadi idola di sekolahnya. Meski banyak yang tahu dia adalah anak seorang gembong narkoba, tapi hampir tidak ada yang mengungkitnya. Selain dikenal berprestasi, Rizal juga dikenal baik, mudah bergaul, dan dia masuk salah satu cowok paling di idolakan siswi-siswi di sekolahnya. Dengan semua yang dimilikinya saat ini, pandangan miring yang disebabkan keburukan Ayahnya, begitu saja lenyap bagai angin yang berlalu.

“Pagi Pak Ali....”

“Nak Rizal, seperti biasa, datang paling awal....”

Ali Samsudin, satpam sekolah yang selalu mengagumi kesopanan dan keramahan Rizal. Dari ribuan orang di sekolah yang dia jaga, Rizal bisa dibilang satu-satunya murid yang selalu menyapanya.

Setelah menyapa satpam sekolah, Rizal memacu motornya di parkiran motor.

Tak lama setelah Rizal memarkirkan motor, sebuah mobil Jazz berwarna pink tiba diparkiran sekolah, dan parkir tak begitu jauh dari tempat Rizal memarkirkan motornya.

Dita, cewek yang sangat di idolakan cowok-cowok di sekolahnya keluar dari mobil Jazz berwarna pink. Sifatnya yang sombong dan pilih-pilih teman dalam bergaul, membuat banyak cowok yang penasaran dengan dirinya, termasuk Rizal.

“Cantik sih, tapi bikin makan ati....” gumam Rizal saat melirik Dita yang berjalan menuju kelas.

Dita dan Rizal memang teman satu kelas, tapi dari sekian banyak teman satu kelasnya, Dita lah satu-satunya orang yang belum pernah Rizal ajak bicara. Bukannya tak ingin bicara, tapi Rizal benar-benar tak menyukai sifat Dita.

Melihat Dita sudah menghilang dari pandangannya, Rizal mulai melangkahkan kakinya menuju kelas yang dapat dia lihat dari tempat parkir.

Sampai di kelas, seperti biasa cuma Dita yang Rizal temui, dan seperti biasa juga, cewek itu cuma duduk dengan buku yang terbuka diatas meja. Diam tanpa suara, mereka duduk di kursi masing-masing.

Sekitar lima menit berlalu, beberapa murid memasuki kelas. Jika kebanyakan murid cewek mencuri pandang kearah Rizal, beda dengan murid cowok yang terang-terangan melihat kearah Dita.

“Gue heran sama lo dan Dita, kalian tuh idola di kelas ini, tapi kalian tuh kayak musuhan....” kata Tomi yang duduk tepat di samping Rizal.

“Gue sih bisa bilang mereka tuh sebenarnya saling menyukai tapi belum berani berdekatan, takutnya begitu dekat eh langsung nekat ke pelaminan....” kata Vito yang duduk di depan Rizal.

“Gue sih lebih suka lihat Rizal sama Novi. Hehehehe.. puas tuh Rizal ngenyot susu jumbo Novi...." kata Diki teman sebangku Vito.

“Punya Dita juga gede lo Dik, tuh lihat tonjolan OSIS-nya, pengen ngecrot di sono gue....” ungkap Vito dengan mata melotot melihat dada Dita yang cukup menonjol.

“Apa lo, dasar mesum!....” bentak Dita yang merasa risih dengan cara Vito memandangnya.

“Makan tuh OSIS, hehehehe....” tawa keras Diki.

“Lagian lo tuh suka kok sama yang diatas, enakan juga yang bawah. Besar, padat, empuk, tusuk dari belakang uhhh,-....”

“Buug....” belum sempat Tomi menyelesaikan kata-katanya, buku cukup tebal melayang menimpa kepalanya.

Siapa lagi yang melempar buku itu jika bukan sosok cewek yang sedang mereka lihat dengan tatapan mesum.

“Berani lihat gue lagi, gue bikin bonyok wajah lo....” dengan mata melotot Dita membentak Tomi dan dua orng lainnya.

Tomi, Vito dan Diki hanya bisa tersenyum masam saat melihat Dita menangkap basah otak mesum mereka.

“Kalian tuh gak ada bosannya apa, tiap hari kerjaannya cuma lihatin cewek sambil mikir jorok. Sekali-kali pikir ujian yang gak lama lagi, kalian mau gak lulus?....” Rizal yang dari tadi diam, akhirnya mengeluarkan suaranya.

“Masih 3 bulan lagi, santai dulu saja, Zal....” kata Diki.

“Lagian cuma beberapa pelajaran yang di ujikan, jadi santai aja Zal....” kata Vito.

“Sekarang tuh urusan selangkangan dulu, urusan pelajaran tuh nanti aja....” kata Tomi.

“Gue cuma ngingetin, kalo tar kalian gagal ujian, jangan salahin gue....” ujar Rizal, dan obrolan mereka berakhir begitu bel berbunyi dan tak lama Bu Mona memasuki kelas mereka.

Bu Mona, guru matematika. Meski terkenal masih muda dan cantik, Bu Mona juga terkenal sebagai guru killer. Sedetik saja telat masuk ke kelas saat dia sudah datang, bisa dipastikan murid itu mendapatkan nilai buruk di rapotnya.

Pelajaran Bu Mona berlangsung seperti biasa. Bagi yang suka pelajarannya seperti Rizal, pelajaran Bu Mona terasa berlangsung begitu cepat. Sedangkan untuk yang tak mengukainya, satu detik pelajaran Bu Mona, seperti satu jam baginya.

Sebelum jam pelajarannya habis, Bu Mona membentuk kelompok yang terdiri dari dua orang untuk menyelesaikan tugas kelompok.

Dari banyak murid, Rizal akhirnya satu kelompok dengan Novi. Meski jarang berbincang deng Novi saat di sekolah, Riyal merasa lebih baik daripada satu kelompok dengan Dita.

Beda Rizal, beda Novi. Jika Rizal merasa biasa saja, Novi justru senang dengan pembagian kelompok yang dilakukan Bu Mona.

“Lo gak akan menyesal satu kelompok sama gue....” batin Novi dengan mata melirik kearah Rizal.

Akhirnya pelajaran Bu Mona berakhir. Sambil menunggu pelajaran selanjutnya, Rizal terlihat asik membaca sebuah Novel. Sedang asik membaca, HP di sakunya bergetar, dan saat dilihat, ada satu pesan WA di kolom notifikasi.

“Nanti pulang sekolah gue tunggu di rumah, lo tau kan rumah gue?....” bunyi pesan yang dikirim Novi.

“Ok....” balas singkat Rizal, dan dia segera mengirim balasannya.

Novi dan Rizal sudah berteman sejak SD, karena itu Rizal sudah begitu mengenal Novi, tapi karena kepolosannya Rizal tak menyadari jika ada yang berubah dari sahabat baiknya itu.

“Gue gak sabar untuk nanti....” batin Novi begitu membaca balasan Rizal.
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd