Malam suhu suhu yang terhormat, ane mau posting cerita ini sampai tamat malam ini. Maaf bila ada kata kata yang salah dan menyinggung perasaan para suhu semua. Ini hanya sekedar hiburan belaka. Namanya pun cerita fiksi.
Mohon kritik dan saran, ane sangat menghargai buat perbaikan tulisan ane ke depan...
Lanjutan nya....
Aiko :"Mungkin Julian masih kaget pak, menerima Aiko. Kalo Aiko sudah menemukan dia sejak setahun lalu. Aiko sudah lebih siap. Aiko sudah menemukan sandaran hati Aiko sejak tahun lalu, dan Aiko tidak mau kehilangan lagi. Masa Aiko harus sandaran sama tiang listrik?"
Ayah :"Hem.. datanglah. Tapi bilang abang kau dia harus tau apa tugasnya. Jangan asal bawa anak gadis orang. Jangan bikin malu. Aiko, tugas nya dia itu, bukan kau yang maju. Kau ikut saja yah. Kalo sudah oke semua, datang lah kelian. Bapak tunggu besok."
Aiko :"Iya pak."
Ayah :"Sudah yah. Jaga diri kelian.. bye."
Sambungan telepon diputus. Aku tau apa yang harus aku lakukan.
Aku :" Dek, aku minta no hp papa yah."
Aiko :"Ini sudah malam lho, hampir jam 11, apa tidak besok pagi saja?"
Aku :"Tidak sayang, sekarang saja. Aku gak mau dikira anak yang tidak hormat pada orang tua."
Aiko mengambil hp nya, lalu mencari nomor ayah nya. Setelah dapat menunjukkan padaku, segera aku ketik nomor itu, lalu aku pencet tombol panggil. Terdengar nada panggil, gak lama suara diangkat di seberang sana..
Om Takeshi : (dalam bahasa inggris) "Hallo selamat malam, ini dengan siapa?"
Aku : (menjawab dengan bahasa Indonesia) "Ini Julian papa. Bisa Julian bicara pa?"
Om Takeshi :"Ooh.. ada apa Julian? gak apa apa bicara saja. Papa juga belum tidur."
Aku :"Pa, besok Julian mau main kerumah papa yah. Bisa? Papa dirumah jam berapa?"
Om Takeshi : Papa besok libur. Datang lah."
Aku :"Terima kasih pa. Satu lagi pa.. Julian mau minta maaf dan minta izin pa. Julian minta maaf karena tidak tau sehingga Aiko ada sama Julian di hotel saat ini. Di adat kebiasaan kami, ini bisa jadi bahan pembahasan yang panjang karena tidak pantas. Dan Julian juga minta izin mengajak Aiko tidur di hotel. Tapi Julian tau batasan nya. Tadi Bapak sudah beri peringatan pada Julian, dan Julian paham. Tidak akan mengambil yang belom jadi hak Julian."
Om Takeshi :"Oke Julian, papa hargai sikap mu. Dan keputusan mu membuat papa bangga. Sejak tadi papa sudah percaya padamu, dan kalo sekarang kamu telpon dan meminta izin, papa izinkan. Jaga Aiko baik baik yah nak."
Aku :"Terima kasih pa. Selamat malam papa."
Aiko :"Selamat malam papa."
Om Takeshi :"Ya Selamat malam. Mimpi indah yah.. bye.."
Telepon terputus. Aiko langsung kembali merapat padaku.
Aiko :"Kenapa tadi gak bilang ke papa kalo kita besok mau ke Nagoya?"
Aku :"Tidak malam ini sayang, aku tidak akan membawa anak gadis orang tanpa diizinkan orang tua sang gadis. Dan aku gak akan meminta izin hal itu melalui telepon, aku harus datang dan bicara langsung.(sambil memegang ke dua pipinya) Sebetulnya, hal yang terjadi saat ini pada kita belum bisa diterima oleh adat bangsaku. Dimana dua orang lelaki dan perempuan yang belum suami istri sudah ada dalam kamar berdua, dan menginap bersama dalam satu tempat tidur. Walaupun tidak sampai melakukan sex, tapi yang kita lakukan tadi tetap salah di budaya kami."
Aiko :"Walaupun itu dilakukan atas dasar saling suka dan tidak ada yang keberatan?"
Aku :"Iya, walaupun demikian."
Aiko :"Oh. Aku mencoba mengerti. Aku harus belajar budaya timur. Karena aku akan jadi istri orang timur. Bang, ajari aku yah. Aku mau belajar bang."
Aku :"Iya dek, abang pasti ajari dan bimbing kamu."
Kami berpisah, karena sepertinya kami melakukan kegiatan lain. Aku merasa badanku dingin, yah karena aku hanya berlilit handuk di pinggang sejak tadi.
Aku :"Sayang, kamu sudah makan?"
Aiko :"Sudah tadi sore sebelum ke hotel."
Aku :"Kamu lapar lagi dek?"
Aiko :"Nggak bang, nggak lapar. Tapi aku ngantuk. Aku mau tidur sambil dipeluk. Aku sudah sangat rindu pelukan, sejak ibu tidak ada, aku sudah tidak ada yang peluk kalo aku tidur."
Aku :"Iya sayang, tapi abang mandi dulu yah."
Aiko :"Jangan lama, pokok nya adek tunggu. Itu nya jangan di mainin yah, punya adek itu. Nanti adek cek kalo udah mandi pokok nya."
Aku :"Iya, nggak di apa apain. Aman.. tapi nanti kalo bangun tanggung jawab yah."
Aiko :"Adek siap, terserah abang. Asal tanggung jawab. Mau malam ini ayo saja. Adek siap layanin abang. Jangan cuma omong saja, buktikan kalo bisa."
Aku tidak menjawab. Aku masuk kamar mandi dan mandi air hangat. Badan ku segar sekarang. Segera gosok gigi, dan menyelesaikan mandi ku.
Aku keluar dengan celana pendek tanpa dalaman dan telanjang dada. Aku melihat ke arah tempat tidur, Aiko sedang duduk di pinggir ranjang, berkemul selimut dan memandang ke arah kamar mandi.
Aku :"Kok gak tidur sayang?"
Aiko :"Aah.. gak mau tidur sebelum abang selesai mandi, aku juga jagain abang biar dede nya jangan di apa apain. Harus Aiko yang urus."
Aku tertawa. Melihat sikap nya. Ya Tuhan, secepat ini semua nya. Tadi sore aku masih jomblo sejati, ternyata tengah malam ini aku sudah punya calon istri yang sudah siap buat aku. Dan orang tua kami sama mendukung. Aduh, membayangkannya pun tidak pernah.
Aiko :"Kok melamun? mikir jorok yah?"
Aku mendekat, memegang kedua pipi nya lalu mengecup kening nya.
Kami lalui malam itu dengan hangat. Aku tidur tanpa baju telanjang dada hanya memakai celana boxer ku tanpa dalaman, Aiko dia telanjang bulat sejak tadi. Kami tidur di atas satu kasur springbed, dalam satu selimut. Kami hanya saling peluk, tidak lebih. Entah kemana nafsu liar ku pergi. Yang pasti, malam itu aku sangat damai bersama Aiko.
Pagi jam 5.30 pagi aku terbangun karena panggilan alam. Segera aku ke kamar mandi, melepaskan air seni ku yang sudah berkumpul penuh di kantung kemihku. Setelahnya aku tersadar, bahwa aku telanjang bulat. Aku berpikir seharusnya aku memakai celana boxer. Aku kembali ke kamar dan mendapati boxer ku sudah terlipat rapih di sofa diatas bra dan celana dalam Aiko. Aku tersenyum sendiri saat menyadari nya.
Aiko :"Pagi sayang, sudah bangun kok tidak bangunin aku?"
Aku :"Dek, adek yah yang lepas celana abang tadi malam? abang kan tidur masih pake celana."
Aiko.:"Tidak kok, bukan adek." (sedikit senyum muncul di bibir tipis nya)
Aku :"Ah, gitu yah. Mulai nakal..."
Aku menerkam nya diatas kasur, menggelitik nya. Pinggang, perut juga leher nya habis ku gelitiki. Aiko bergeliat geliat kegelian tapi tidak berusaha menghindar. Seperti nya memang sengaja, agar kami semakin dekat.
Aiko :"Stop bang, sudah.. sudah. Adek menyerah. Aduh.. jadi keringat ini. Habis curang, adek tidur telanjang, abang masih pake celana. Gak sehati nama nya."
Aku :"Sengaja dek, kalo abang keterusan gimana?"
Aiko :"Khilaf istilah nya yah bang? Adek mau di khilafin abang. Sekarang aja yuk bang, kita khilaf."
Aku :"Eh, memang kamu mau? siap?"
Aiko :"Mau dan siap. Dari tadi malam adek siap sayang. Makanya adek telanjang, biar abang khilaf, dan kita tidak terpisah lagi. Eh, malah pakai celana, tidur nya ngorok lagi. Untung tidak berisik cuma halus saja. Ya sudah, adek buka celana nya, mainin dede sebentar, trus tidur lagi sambil peluk abang. Hi hi hi.. dede nya bangun, cuma di elus dikit. Gimana kalo di emut, bisa keras kaya tongkat ya bang. Bang dede nya bangun.."
Aiko bangkit dari tempat tidur, melepas selimut, lalu dengan telanjang berlutut di depan ku. Dia lalu menyentuh penis ku. Membelai nya, lalu mulai mengenggam nya. Tangan nya mulai mengocok pelan. Tidak lama kemudian mendekatkan kepala nya, mulai menjilat ringan. Beberapa saat, Aiko melirik aku, sambil tetap penis ku di dalam bibirnya. Aih... cantik nya. Teman senior ku pernah bilang, kecantikan seorang wanita akan keluar saat ia mengoral penis lelaki nya dengan sepenuh hati. Ah, mungkin senior ku benar. Aiko terlihat sangat cantik dan mengundang nafsu ku.
Aku :"Sayang, sudah. Jangan diteruskan abang bisa gak tahan."
Aku merasakan pusaran energi itu di bawah pusar ku. Mulai membesar, dan merambat naik ke arah perut. Aku yang menyadari nya segera mengatur nafas ku, dan berusaha menekan energi itu supaya tidak naik. Aku berusaha keras, sampai mulai berkeringat.
Aiko :"Kenapa ditahan bang, lepas saja. Tumpah kan semua nya bang, kalau abang tidak mau di vagina ku, di mulutku pun tidak apa bang, adek siap kok."
Aku :"Jangan teruskan dek. Abang khawatir tidak tahan dan semua terlambat. Abang ingin ini semua dilakukan nanti setelah kita resmi menikah. Izinkan abang menuruti perintah bapak, dan juga abang sudah berjanji pada papa, kalau abang tidak akan menghisap madu mu, sebelum abang membelimu. Maksudnya, abang melamarmu pada keluarga adek, lalu meresmikan adek milik abang dalam acara pernikahan yang suci. Baru, abang juga akan mengambil hak abang yaitu kamu sayang."
Aiko terdiam, dia melepas mulut dan tangan nya dari penis ku. Kemudian berdiri didepan ku menatap mataku..
Aiko :"Maafin adek ya bang. Adek gak tau abang bermaksud seperti itu. (lalu memeluk leherku, dan mencium bibiku dengan penuh perasaan). Adek sayang sekali sama abang. Ajari dan arahkan Aiko ya bang. Abang lah harapan ku, sandaran ku. Abang lah kepala ku, dan nakhoda ku. Abang suruh ke kiri, adek pasti kekiri, abang bilang ke kanan, adek pasti ke kanan. Kalau adek masih salah, ajari ya bang. Biar adek jadi istri yang baik buat abang dan keluarga abang. Adek belum paham adat timur, tapi percayalah adek mau belajar, sebab adek mau jadi orang timur. Orang Indonesia. Supaya keluarga kita utuh dan sempurna. Aku akan ikut kemana suamiku pergi."
Aku :"Kamu adalah perempuanku dan wanitaku. Perempuan itu penolong untuk lelaki. Penolong pasti lebih kuat dari yang ditolong. Karena kamulah pengendaliku, penyaring sikap dan sifatku dan pengatur dalam keluarga. Dan kau juga wanita ku. Wanita yang lembut dan lemah. Kau adalah tempat curahan cinta dan kasih sayang pria mu. Engkaulah pelabuhan tujuan dari pelayaran suamimu, dan tempat suamimu membagi beban dan keluhannya. Pada wanitanya, istrinya, tulang rusuknya, dan belahan jiwanya, lelaki akan kembali. Aku mencintai kamu Aiko."
Kondisi ku normal kembali. Aku masih memeluk calon istriku sepenuh hatiku. Lalu aku lepas, dan mengajaknya mandi. Aiko mengangguk, lalu kami sama sama melangkah ke kamar mandi.
Kami sama keluar kamar, dan turun ke lobby. Kami memutuskan untuk sarapan di rumah Aiko. Aku menghubungi Ajie. Ternyata Ajie dan Susan masih terlelap, dan terbangun karena aku telepon.
Ajie :"Hai To.. udah bangun. Sukses man?"
Aku :"Sukses berat man. Thanks yah atas semua nya."
Ajie :"Sama sama man. Eh, lo dimana?"
Aku :"Gue dah di lobby Jie. Gue bisa cabut duluan man? Gue masih ada perlu lagi man."
Ajie :"Oh.. Bentaran, 5 menit. Gue turun yah."
Aku dan Aiko menunggu di lobby sambil membuka buka surat kabar. Aiko menyender mesra dipundakku sambil memeluk lengan kiriku erat. Seakan tidak ingin melepas lagi.
Tidak lama, Ajie dan Susan sudah menyusul turun ke lobby, tetapi masih menggunakan baju tidur. Cuci muka pun sepertinya belum.
Ajie :"Wah..wah..wah.. pagi pagi sudah seperti suami istri. Masih kurang satu malam? Gue siap menambah hadiah buat lo. Tapi sorry gue harus balik Jakarta hari ini man."
Aku :"Gak usah boss, gue udah terima kasih banget buat ini semua. Ini memang sudah jalannya, gue jadi ketemu ama Aiko. Gue mau cabut duluan yah."
Ajie :"Bentar, (dalam Inggris) Susan, Aiko bagaimana, sudah?
Susan menggeleng tanda belum dibayar. Ajie segera mencabut dompet nya dan mendekati Aiko.
Aiko :"Tidak, jangan. Aiko tidak mau di bayar. Aiko sudah sangat bersyukur bertemu abang Julian"
Ajie :"Hah, kamu bicara Indonesia?"
Aiko mengangguk sambil tersenyum sangat manis.
Aiko :"Aiko pernah tinggal di Indo ikut ayah. Aiko tau bahasa Indonesia. Aiko terimakasih sama Ajie, sudah bikin kami ketemu. Aiko sudah lama mencari abang Julian, dan dipertemukan tadi malam. Aiko senang sekali."
Ajie :"Jadi kamu sudah pernah bertemu sebelumnya?"
Aku :"Tahun lalu, di Kyoto. Gue dampingi ayah melakukan bisnis dengan ayah Aiko. Ceritanya panjang man. Lain waktu gue ceritain. Tapi gue minta tolong, kejadian di hotel ini jangan di share kemana mana yah. Ini private kita aja."
Ajie :"Iya lah, paham kali gue. Trus lo mau kemana lagi habis ini? kayanya lo ama Aiko dah deket bener?"
Aku :"Gue mau ke rumah Aiko. Ketemu ama om Takeshi, papa nya Aiko"
Ajie :"Cie..cie.. panggil om nih. Gue curiga ada apa apanya. Wah, cinta satu malam nih cerita nya?"
Aku :"Bukan cinta satu malam, tapi cinta seumur hidup. Ha ha ha... nanti gue cerita in yah kalo dah di Jakarta. Gue cabut ya man.. bye.. ayo sayang.." aku berlalu sambil menggandeng Aiko pergi.
Ajie :"Ok, hati hati, sukses buat lo deh. Ampun baru ketemu gue yang kaya gini."
Ajie memutar badannya, lalu menghadapi Susan. Tidak ada pembicaraan, Ajie hanya mengangkat bahunya, tanda dia pun nggak mengerti apa apa. Lalu berlalu ke arah lift kembali ke kamar.
Aku dan Aiko sudah sampai di rumah Aiko di Tokyo juga. Papa Takeshi menerima aku dengan hangat, memeluk aku dengan erat. Lalu menarik ku masuk ke dalam rumah. Aiko sudah menghilang ke dalam.
Rumah yang asri, halaman nya rimbun ditumbuhi pohon pohon besar. Cuaca cukup hangat pagi ini. Tapi tetap cukup dingin buat ku.
Aku :"Apa kabar pa. Lama kita tidak bertemu." Aku membuka pembicaraan sambil duduk santai di ruang tamu.
Om Takeshi :"Baik, papa sudah sehat seperti kamu lihat. Sudah pulih dan kuat lagi. Hanya memang fisik sudah tidak sama seperti setahun lalu sewaktu kita bertemu terakhir kali. Papa sakit liver akut. Sehingga kehilangan banyak bobot papa, makan sudah harus dijaga sekarang. Makanan sehat."
Aku :"Aku sungguh, minta maaf pa. Aku tidak mengenali papa kemarin lusa itu. Disamping pikiran ku memang sedang kurang fokus, masih tertuju pada presentasinya. Jadi jangan ada pikiran papa aku sengaja ya pa. Aku sudah jelaskan juga tadi malam ke Aiko."
Om Takeshi berjalan kearah sebuah meja disudut kiri ruang tamu. Membuka laci dan mengeluarkan sebuah map kantong.
Lalu menerahkannya padaku. Dengan tangan nya ia mengisyaratkan aku untuk dibuka. Aku melihat foto foto ku saat sedang presentasi di panggung. Menggunakan microfon yang terpasang ditelinga ku, sehingga aku tidak perlu memegang.
Om Takeshi :"Itu Aiko yang memfoto, dan mencetaknya sendiri. Papa temukan tertinggal di sofa. Mungkin dia lupa untuk menyimpan nya.
Om Takeshi :"Papa juga tidak mengenalkan diri kemarin, entahlah apa ingatan papa sudah menurun? juga karena keadaan yang tidak mendukung. Papa harus segera rapat dengan rektorat setelah acara itu. Setelah selesai, kamu dan rombongan mu sudah tidak ada. Sampai tadi malam itu, Aiko memberitahu soal kalian bertemu. Langsung menginap lagi. Menurutmu, bagaimana dengan Aiko?"
Aku :"Saya merasa cocok dengan Aiko pa. Walau awal pertemuan tahun lalu kami sama tidak menyadari nya. Tetapi Aiko yang lebih dulu menyadarinya, dan cari tahu tentang saya pa. Dia sampai, maaf saya harus cerita, dia harus memakai laptop papa mencari data tentang saya. Tapi pa, Aiko bilang cuma satu kali itu saja saat papa mandi dan cuma 10 menit. Selain itu tidak lagi sampai saat ini. Dan pemantauan nya terputus saat papa sakit, Aiko sibuk mengurus papa. Setelah papa sembuh, Aiko masih belum mencari tau lagi. Sampai pada acara kemarin dulu itu. Dia sudah mengetahui yang akan datang adalah dari kampus ku, begitu dia tau yang akan jadi presenter nya bukan aku, dia menjadi biasa. Tapi saat hari H, yang naik itu aku, dia jadi kembali semangat mencari tau aku."
Om Takeshi :"Ooh begitu... Soal laptop, pantas sewaktu papa buka sehabis mandi, papa curiga ada history search nya dan sudah terbuka password nya."
Om Takeshi memperhatikan semua penjelasan ku dengan serius.
Om Takeshi :"Papa saat itu berpikir mungkin sebelum mandi papa lupa tutup dan exit. Memang habis papa gunakan laptop itu sebelumnya."
Aku masih berpikir apakah harus terus terang soal pertemuan kami di hotel? Aku putuskan untuk menunggu situasi nya lebih dulu. Kami masih berbincang mengenai usaha dan pekerjaan. Kondisi ekonomi, regulasi dan peraturan pemerintah yang berkaitan dengan usaha yang kami geluti. Aku sebagai pengekport produk jadi yang tujukan pada perusahaan om Takeshi. Setengah jam kemudian...
Om Takeshi :"Kamu sudah makan? Aiko?"
Aku :"Belum pa, sama Aiko juga belum.
Kami hanya sudah mandi, pamitan sama teman ku lalu kesini."
Om Takeshi :"Ya oke, kita makan dulu. Papa ada makanan. Instant tapi sehat kok, papa sudah tidak bisa makan sembarangan. Dijaga makan nya sama dokter. Ayo kita ke dalam. Aiko.."(om Takeshi memanggil Aiko)
(dari dalam ada jawaban Aiko)
Aiko :"Ya papa, sebentar. Aiko hampir selesai. Kalau mau kesini saja, ini sedikiiiit lagi."
Om Takeshi :"Ayo kita masuk, kita lihat Aiko bikin apa."
Aiko sedang menata meja. Disana sudah tersaji banyak wadah makanan. Ada shabu shabu, teriyaki, beberapa sejenis bakso, sayuran, dan daging. Tidak lupa yang utama tentu nasi. Aiko tinggal membagi piring, mangkuk dan gelas untuk 3 orang, sendok-garpu, pisau makan dan sumpit disusun rapih di samping mangkuk makan. Lalu juga menata tisyu dan tempat sumpit. Sangat cekatan. Aiko sudah berganti pakaian, saat ini ia memakai dress coklat tangan pendek tapi untuk rumahan dan rok hitam selutut. Ia juga menggunakan alas dada atau celemek untuk menghindari noda selama masak ke pakaian nya. Terlihat sangat cantik dan lincah. Aku sampai terdiam sambil memperhatikan Aiko. Diam diam om Takeshi memperhatikan aku ternyata yang sedang serius melihat Aiko. Beliau senyum tipis tapi tidak komentar apa apa.
Tidak lama kemudian, Aiko sudah selesai.
Aiko :"Sudah selesai. Ayo kita makan.."
Lalu kami mulai duduk mengitari meja makan tersebut. Ini gaya makan orang apa, aku pun bingung. Karena ini bukan lagi gaya makan orang Jepang. Tapi hidangan yang tersedia memang hidangan khas Jepang. Aiko membuka celemek nya dan melipat nya dengan rapih di simpan meja kecil sebelah meja makan utama. Lalu dengan telaten menyendokkan nasi pada kami. Pertama pada om Takeshi, lalu pada piringku terakhir pada piring sendiri.
Kami makan bersama, dengan penuh kehangatan dan keakraban. Sudah tidak ada jarak yang berarti. Setelah selesai makan, dan istirahat sejenak di sofa, aku mulai mengutarakan maksud ku.
Aku :"Pa, aku mau ajak Aiko hari ini ke Nagoya. Aku mau ajak bertemu bapak, kemarin aku sudah omong ke bapak juga.
Om Takeshi :"Ya, baiklah. Papa izinkan. Kamu pulang Jakarta kapan Julian?"
Aku :"Besok pa. Malam."
Om Takeshi :"Salam sama bapak mu yah. Papa besok harus kerja. Nanti lain waktu pasti kita bertemu lagi. Tapi sekarang tekhologi sudah maju, mudah sekali untuk bertemu walau tidak hadir langsung secara fisik."
Aku :"Ya pa, pasti aku sampaikan. Sekalian aku mohon pamit pa, aku besok sama bapak harus kembali ke Jakarta. Tugas dan kegiatanku dan bapak sudah selesai. Setelah kembali Jakarta, bulan depan aku mau mengerjakan skripsi untuk 1 semester terakhir. Saya berencana tahun depan sudah selesai dan lulus pa."
Om Takeshi :"Papa doakan yang terbaik buat mu. Kamu anak yang baik dan cerdas, percaya dirimu sangat baik. Papa lihat kamu sudah siap menggantikan bapak mu."
Aku :"Terima kasih pa. Aku memang harus siap pa, siapa lagi yang meneruskan kalau tidak aku pak. Sama papa juga pasti sudah mengajari Aiko kan pa untuk meneruskan usaha papa."
Om Takeshi :"Belum, papa belum ajari. Saat ini masih dipegang oleh assisten papa. Aiko masih terlalu muda untuk mandiri. Aiko juga hanya sendiri tidak ada saudara nya. Kadang papa merasa Aiko suka kesepian. Tapi papa harus menjaga nya agar tidak salah bergaul dan jatuh. Kamu tau kan kondisi Aiko, sama dengan mu. Papa dan bapakmu juga sama. Mama mu dan mama nya Aiko juga, adik mu juga pasti ada yang juga sama."
Lanjutan di bawah nya gan...