RAN menarik nafas panjang, kemudian merenggangkan tubuh berusaha melemaskan otot tubuhnya yang terasa kaku setelah sepagian itu bekerja. Dia pun meraih telepon di atas meja, menghubungi sang sekretaris untuk menanyakan apa masih ada dokumen yang harus diselesaikannya.
Hampir jam 12 siang, rupanya pekerjaannya hari itu sudah rampung semua. Setelah berpikir apa yang akan dilakukannya di sisa hari itu, Ran akhirnya memutuskan untuk keluar kantor lebih awal.
Itulah untungnya punya posisi penting, dia bisa bebas keluar masuk kantor itu. Usai menitipkan pesan agar sang sekretaris menghubunginya jika ada hal penting, dia pun meninggalkan gedung.
Sejujurnya Ran tak punya tujuan pasti. Enggan rasanya untuk langsung pulang, tak ada yang menantinya setelah kini dia duda. Berpikir sesaat, dia pun memutuskan mengunjungi kampusnya dulu, lalu melajukan motornya menuju Depok.
"Eh mas Ran, lama
nggak keliatan. Udah jadi bos ya? Ada apa
nih tiba-tiba
nongol?" tanya ibu pemilik kantin dekat kawasan kost tempat dulu Ran biasa nongkrong, di antara jeda perkuliahan. Senang karena sang ibu kantin masih mengenalnya.
"
Nggak ada apa-apa Bi,
pengen maen aja. Mamang mana?" jawab Ran lalu bertanya.
Sang ibu kantin, menunjuk ke arah seorang pria berusia sekitar 50 tahunan yang sedang membersihkan meja.
Ran pun menghampirinya, mengobrol sejenak, lalu duduk di sudut kantin tempat favoritnya dulu. Tak lama, Mamang membawakan minuman yang dimintanya. Keduanya kembali mengobrol sebentar sebelum kembali meninggalkannya, karena harus membantu istrinya di dapur.
Waktu berlalu tanpa terasa saat Ran asik sendiri membaca novel di
hape-nya. Sepanjang waktu itu, mahasiswa dan mahasiswi tampak keluar masuk kantin, umumnya bergerombol, hingga dia jadi satu-satunya pengunjung yang tersisa, meski hari masih siang. Sepertinya sudah masuk jam perkuliahan selanjutnya, pikirnya tak terlalu peduli.
Sesaat Ran mengalihkan pandangan dari
hape, berterima kasih pada Mamang yang membawakan minuman yang dipesannya, gelas ketiganya siang itu. Dia hendak kembali membaca, saat seorang mahasiswi memasuki kantin itu, dan langsung duduk tepat berhadapan dengannya, berjarak satu meja kosong.
Ran terpesona, tak mampu menyembunyikan kekaguman melihat gadis yang baru tiba itu. Cantik dengan jilbab putih yang dipadukan
blazer biru lembut dan rok hitam panjang.
Blazernya membungkus ketat tubuh bagian atasnya, tak mampu menyembunyikan sepasang bukit yang membusung indah dan seksi.
Diam-diam Ran terus menatap gadis itu, memperhatikan bagaimana bibirnya yang bergincu merah muda bergerak menggoda saat memesan menu.
Duda berusia 28 tahun itu masih tetap memandang sang gadis ketika Mamang kembali muncul membawa pesanan. Terkesima saat melihatnya tersenyum mengucapkan terima kasih, manis sekali.
Segera setelah Mamang meninggalkan gadis yang perkirakan berusia 20 tahunan itu untuk menikmati menu yang dipesannya, dia menarik ujung jilbab yang menutupi dada, lalu menyampirkan ke belakang, tak ingin jilbabnya kotor terkena makanan di atas meja.
Rupanya gadis itu tak sadar jika kerah
blazer yang dikenakan sangat rendah sehingga sepasang payudaranya, yang membusung dengan belahan seksi, tak lagi terlindungi, terpampang indah untuk Ran nikmati.
Kelelakian Ran langsung bangkit dan jantungnya berdebar kencang, tak mampu mengalihkan tatapan dari tubuh sang mahasiswi. Dia menyadari jika hanya
blazer itulah yang menutupi tubuh bagian atas sang gadis, tanpa dia mengenakan kaus atau kemeja lagi di baliknya.
Selama beberapa waktu gadis itu menikmati hidangan sembari membaca diktat kuliah, yang dia keluarkan dari dalam tas, tak sadar jika sedang dipandangi. Tak lama dia memperbaiki posisi duduk dan menegakkan tubuh, membuat dadanya semakin terlihat membusung montok.
Tanpa direncanakan, Ran dengan cepat mengaktifkan kamera
hape lalu mengarahkan pada sang gadis, yang di saat bersamaan tengah menggigit salah satu jari lentiknya. Pemandangan yang semakin membuat gadia itu tampak seksi.
Klik!
Pose seksi gadis belia itu pun tersimpan di
hape Ran. Untung dia ingat untuk mematikan suara dan
flaslight kamera hingga sang mahasiswi tak tahu dia telah mengambil fotonya.
Setelah beberapa waktu, akhirnya gadis itu menyadari jika Ran tengah memandangi dan membalas dengan tatapan bertanya-tanya, kenapa pria itu melihat ke arahnya.
Tahu tertangkap basah, Ran berusaha bersikap cuek lalu tersenyum pada sang gadis. Telunjuknya bergerak menunjuk ke dadanya sendiri, lalu ke arah si cantik berkulit putih itu, memberi isyarat bahwa payudara sang mahasiswi terpampang.
Gadis belia itu langsung bersemu menyadari isyarat dari Ran, dan cepat-cepat merapikan pakaian. Merona merah, sang mahasiswi pun mengangguk kecil pada Ran, berterima kasih, lalu menundukkan wajah karena malu.
Semakin merona dan salah tingkah saat melirik Ran yang masih menatapnya sambil tersenyum. Tak lama gadis itu pun memasukan diktat ke dalam tas, bangkit dari kursi, lalu buru-buru keluar kantin setelah membayar pesanannya.
Di sisa hari itu, wajah cantik dan tubuh seksi sang gadis terus membayangi benak Ran, yang begitu ingin kembali berjumpa dengan gadis itu, hingga esoknya dia kembali datang ke kantin itu. Namun Ran harus kecewa karena dia tak muncul.
Ran kembali datang di hari ketiga. Gembira karena kali ini sang gadis muncul meski sedikit kecewa karena membawa beberapa rekan.
Ran menyapa gadis itu yang menyadari keberadaannya dengan senyuman. Tak mampu menahan desiran di dada, ketika sang gadis membalas senyumannya dengan salah tingkah dan rona malu di wajah. Keduanya pun terus bertukar lirikan sepanjang waktu, hingga gadis itu dan rekan-rekannya keluar dari kantin.
Kini Ran mengubah kebiasaannya. Menjelang tengah hari dia selalu meninggalkan kantor dan berkunjung ke kantin itu, agar bisa kembali berjumpa sang gadis, yang telah mencuri hatinya, senang karena gadis itu pun selalu datang ke kantin.
Sayangnya dia tak pernah bisa mengeluarkan keberanian untuk menghampiri gadis itu dan berkenalan, keduanya hanya saling bertukar lirikan dan senyuman.
Selama satu minggu Ran terus melakukan hal yang sama, datang ke kantin itu di siang hari, lalu kembali ke kantor untuk menyelesaikan pekerjaannya usai sang gadis meninggalkan kantin.